You are on page 1of 14

Akuntasi Islam Dalam Perspektif Alquran dan Sunnah

I. PENDAHULUAN Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hakhaknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu. QS. Asy-Syuara : 181-184 Seiring dengan perkembangan bank syariah, akuntansi juga akan terkena imbasnya. Hal itu memang sangat mungkin karena bentuk akuntansi itu sendiri di satu sisi sangat dipengaruhi oleh lingkungannya, di sisi yang lain setelah akuntansi dibentuk oleh lingkungannya, akuntansi akan mempengaruhi lingkungannya. Di sini peran akuntan sangat besar dalam melakukan pengembangan ilmu akuntansi syariah dan mengawal penerapan akuntansi syariah dalam tataran praktik. Lembaga keuangan syariah berkembang dengan baik ke negeri-negeri non-Muslim seperti: Amerika, Inggris, Swiss, dan lain-lainnya. Sedangkan untuk konteks Indonesia menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2010) bahwa sistem ekonomi dan bisnis berlandaskan sistem ekonomi Islam berkembang pesat di Indonesia. Perkembangan ini terutama terjadi di sektor keuangan. Tren menunjukkan perkembangan bisnis sektor riil berbasis syariah adalah the next big thing yang harus siap diantisipasi. Perbankan syariah dan produk-produknya telah beredar luas di masyarakat, selain itu asuransi syariah dan reksadana syariah juga sudah mulai bermunculan. Keberlangsungan sistem ekonomi syariah sangat bergantung kepada kepercayaan masyarakat yang merupakan stakeholder di dalamnya yang menuntut transparansi dan akuntabilitas. Oleh karena itu, diperlukan dukungan tenaga akuntansi syariah yang handal dan terpercaya dalam mengelola lembaga syariah. Profesi di bisnis syariah ini menuntut keahlian dan kemampuan yang unik. Akuntansi konvensional yang selama ini berjalan memiliki banyak ketidaksesuaian dengan prinsip-prinsip syariah. Hal itu disebabkan akuntansi konvensional lahir dari sistem ekonomi kapitalis sedangkan akuntansi syariah yang merupakan turunan dari sistem ekonomi Islam lahir dari nilai-nilai islam.

Profesional yang bekerja di bisnis syariah ini harus dapat menjamin semua transaksi keuangan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip syariah dan sejalan dengan standar akuntansi keuangan syariah. Selain itu laju perkembangan dunia bisnis dewasa ini menuntut profesional yang bekerja di bisnis syariah memiliki pemahaman yang memadai terkait sumber nilai dari bisnis syariah yakni nilai-nilai Islam, paradigma transaksi syariah, azas transaksi syariah, dan standar akuntansi syariah. Hal tersebut dibutuhkan, agar mampu memberikan profesional judgment, terutama dalam menghadapi kondisi ketidakpastian. Menjadi seorang akuntan yang taat syariah adalah sebuah pilihan hidup. Akuntansi syariah yang telah berkembang menjadi alternatif bagi seorang calon akuntan sebagai sebuah lahan pekerjaan yang memilki keunikan tersendiri. Namun pilihan tersebut sangat dipengaruhi oleh persepsi yang terbangun dalam benak calon akuntan. Manusia selalu mengatur tingkah lakunya (termasuk pilihan-pilihannya) di dalam kehidupan sesuai dengan pemahaman (persepsi) yang dimilikinya.1[1] II. PEMBAHASAN A. Definisi Akuntansi Syariah Akuntansi syariah dapat dijelaskan melalui akar kata dimilikinya yakni akuntansi dan syariah. Akuntansi memiliki banyak definisi diantaranya pada tahun 1953, Committee on Accounting Terminology dari American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) menyatakan bahwa: Akuntansi adalah seni mencatat, mengklasifikasikan dan meringkas dalam bentuk yang berarti dan dalam unit uang tentang transaksi-transaksi dan kejadiankejadian, yang paling tidak, memilki sifat keuangan dan menginterpretasikan hasilhasilnya2[2]. Kemudian pada tahun 1970, American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) membuat Statement of the Accounting Principle Board, No. 4 yang menyatakan bahwa: Akuntansi adalah aktivitas jasa. Fungsinya adalah memberikan informasi kuantitatif, terutama informasi keuangan, tentang entitas bisnis yang dimaksudkan dapat berguna dalam membuat keputusan-keputusan ekonomi dalam membuat pilihan-pilihan yang rasional di antara beberapa alternatif tindakan3[3]

1[1] An-Nabhani Taqiyuddin, Peraturan Hidup dalam Islam (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2001) ter.
2[2] Triyuwono, Perspektif, Metodologi, dan Teori Akuntansi Syariah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006)

3[3] Ibid

Akuntansi sebagai sebuah aktivitas yang dirancang untuk mengidentifikasi, mengukur, dan mengkomunikasikan informasi tentang entitas ekonomi yang dimaksudkan dapat berguna dalam membuat keputusan-keputusan ekonomi.4[4] Adapun kosa kata syariah dalam bahasa Arab memiliki arti jalan yang ditempuh atau garis yang seharusnya dilalui. Dari sisi, terminologi bermakna pokok-pokok aturan hukum yang digariskan oleh Allah SWT untuk dipatuhi dan dilalui oleh seorang muslim dalam menjalani segala aktivitas hidupnya (ibadah) di dunia 5[5]. Ikatan Akuntan Indonesia (2007) syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas umat manusia yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut hubungan interaksi vertikal dengan Tuhan maupun interaksi horizontal dengan sesama makhluk. Prinsip syariah yang berlaku umum dalam kegiatan muamalah (transaksi syariah) mengikat secara hukum bagi semua pelaku dan pemangku kepentingan (stakeholder) entitas yang melakukan transaksi syariah. Sementara itu Zaid6[6] menyatakatan definisi akuntansi syariah sebagai berikut: Muhasabah (akuntansi syariah), yaitu suatu aktivitas yang teratur berkaitan dengan pencatatan transaksi-transksi, tindakan-tindakan, keputusan-keputusan yang sesuai dengan syariat, dan jumlah-jumlahnya, di dalam catatan-catatan representatif; serta berkaitan dengan pengukuran hasil-hasil keuangan berimplikasi pada transaksi-transaksi, tindakantindakan, dan keputusan-keputusan tersebut untuk membantu pengambilan keputusan yang tepat. Adapun Nurhayati menyatakan bahwa akuntansi syariah dapat diartikan sebagai proses akuntansi atas transaksi-transaksi yang sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan Allah SWT. 7[7] B. Dasar Hukum Akuntansi Syariah Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabawiyyah, Ijma (kesepakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu), dan Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidahkaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin

4[4] Ibid
5[5] Nurhayati Sri Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia (Jakarta: Salemba Empat, 2009) 6[6] Zaid Omar Abdullah, Akuntansi Syariah: Kerangka Dasar, Sejarah Keuangan dalam Masyarakat Islam (Jakarta: LPFE, 2004)

7[7] Nurhayati, Akuntansi Syariah..

ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut. C. Konsep Dasar Akuntansi Syariah Akuntansi sebenarnya merupakan domain muamalah dalam kajian Islam. Artinya diserahkan kepada kemampuan akal pikiran manusia untuk mengembangkannya. Namun karena pentingya permasalahan ini maka Allah SWT bahkan memberikannya tempat dalam kitab suci Al-Quran, Al-Baqarah ayat 282 Ayat ini sebagai lambang komoditi ekonomi yang mempunyai sifat akuntansi yang dapat dianalogkan dengan double entry, dan menggambarkan angka keseimbangan atau neraca.8[8] D. Persamaan Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional terdapat pada halhal sebagai berikut: a. Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi; b. Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan; c. Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal; d. Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang; e. Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost (biaya); f. Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan; g. Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan. E. Perbedaan Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional Sedangkan perbedaannya, menurut Husein Syahatah, dalam buku Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam, antara lain, terdapat pada hal-hal sebagai berikut: a. Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai atau harga untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum ditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuan produksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang kontinuitas; b. Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam konsep

8[8] Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2004)

Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang; c. Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagai sumber harga atau nilai; d. Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko; e. Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram, sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempattempat yang telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal; f. Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jualbeli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.

F. Paradigma dan Asas Akuntansi Syariah Paradigma merupakan istilah yang dipopulerkan Thomas Khun dalam karyanya The Structure of Scientific Revolution. Paradigma di sini diartikan Khun sebagai kerangka referensi atau pandangan dunia yang menjadi dasar keyakinan atau pijakan suatu teori. Akuntansi adalah suatu kejadian yang tidak hanya statis. Akuntansi berkembang mengikuti pola evolusi masyarakat. Sebagaimana yang pernah terjadi, yaitu berkembang dari penyatuan aspek agama menuju pada upaya pemisahan agama dengan masalah ekonomi, maka akhirnya terjadi perubahan dari agama menuju kepada ekonomi murni, dan akhirnya berkembang lagi dari ekonomi murni menuju kepada sosio-ekonomi. Berdasarkan definisi paradigma yang dikemukakan Kuhn, paradigma baru dapat dikembangkan yaitu paradigma akuntansi syariah yang dikembangkan berdasarkan

kepercayaan masyarakat Muslim9[9]. Secara nyata dasar-dasar paradigma syariah dapat divisualisasikan pada bagan berikut:

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007) syariah berlandaskan pada paradigma dasar bahwa alam semesta dicipta oleh Tuhan sebagai amanah (kepercayaan ilahi) dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual (al-falah). Paradigma dasar ini menekankan setiap aktivitas umat manusia memiliki akuntabilitas dan nilai ilahiah yang menempatkan perangkat syariah dan akhlak sebagai parameter baik dan buruk, benar dan salah aktivitas usaha. Paradigma ini akan membentuk integritas yang membantu terbentuknya karakter tata kelola yang baik (good governance) dan disiplin pasar (market discipline) yang baik. Syariah berasaskan pada prinsip: 1) Persaudaraan (ukhuwah); 2) Keadilan (adalah); 3) Kemaslahatan (maslahah); 4) Keseimbangan (tawazun); dan 5) Universalisme (syumuliyah). Prinsip persaudaraan (ukhuwah) esensinya merupakan nilai universal yang menata interaksi sosial dan harmonisasi kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dengan semangat saling tolong menolong10[10]. Transaksi syariah menjunjung tinggi nilai demokrasi nilai kebersamaan dalam memperoleh manfaat (sharing economics) sehingga seseorang tidak boleh mendapat keuntungan di atas kerugian orang lain. Ukhuwah dalam transaksi syariah berdasarkan
9[9] Muhammad Rifqi, Akuntansi Syariah: Konsep dan Implementasi PSAK Syariah (Yogyakarta: P3EI Press, 2008) 10[10] Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan (Jakarta: Salemba Empat, 2007)

1) 2) 3) 4)

prinsip saling mengenal (taaruf), saling memahami (tafahum), saling tolong menolong (taawun), saling menjamin (takaful) serta saling bersinergi dan beraliansi (tahaluf). Prinsip keadilan (adalah) esensinya menempatkan sesuatu hanya pada tempatnya dan memberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai posisinya. Implementasi keadilan dalam kegiatan usaha berupa aturan prinsip muamalah yang melarang adanya unsur: Riba (unsur bunga dalam segala bentuk dan jenisnya, baik riba nasiah maupun fadhl); Kezaliman (unsur yang merugikan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan); Maysir (unsur judi dan sikap spekulatif); Gharar (unsur ketidakjelasan); dan

5) Haram (unsur haram baik dalam barang maupun jasa serta aktivitas operasional terkait). Prinsip kemaslahatan (mashlahah) esensinya merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual serta individual dan kolektif. Kemaslahatan harus memenuhi secara keseluruhan unsur-unsur yang menjadi tujuan ketetapan syariah (maqasid syariah) yaitu berupa pemeliharaan terhadap akidah, keimanan dan ketakwaan (dien), akal (aqdl), keturunan (nasl), jiwa dan keselamatan (nafs); dan harta benda (mal). Prinsip keseimbangan (tawazun) esensinya meliputi keseimbangan aspek material dan spiritual, aspek privat dan publik, sektor keuangan dan sektor riil, bisnis dan sosial, kesimbangan aspek pemanfaatan dan pelestarian. Transaksi syariah tidak hanya menekankan pada maksimalisasi keuntungan perusahaan semata untuk kepentingan pemilik (shareholder). Sehingga manfaat yang didapatkan tidak hanya difokuskan pada pemegang saham, akan tetapi pada semua pihak yang dapat merasakan manfaat adanya suatu kegiatan ekonomi. Prinsip universalisme (syumuliyah) esensinya dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, sesuai semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin). G. Karakteristik Akuntansi Syariah Implementasi transaksi yang sesuai dengan paradigma dan asas transaksi syariah harus memenuhi karakteristik dan persyaratan sebagai berikut: 1) Transaksi syariah dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha; 2) Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik (thayib); 3) Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai komoditas; 4) Tidak mengandung unsur riba;

5) 6) 7) 8) 9)

Tidak mengandung unsur kezaliman; Tidak mengandung unsur maysir; Tidak mengandung unsur gharar; Tidak mengandung unsur haram; Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money) karena keuntungan yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan resiko yang melekat pada kegiatan usaha tersebut sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi (no gain without accompanying risk); 10) Transkasi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain sehingga tidak diperkenankan menggunakan standar ganda harga satu akad serta tidak menggunakan dua transaksi bersamaan yang berkaitan (taalluq) dalam satu akad; 11) Tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan (najasy), maupun melalui rekayasa penawaran (ihtikar); dan 12) Tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah). Selain itu menurut As-sady a. b. c. d. e. f. terdapat kaidah-kaidah dalam transaksi antara lain: Keharaman riba, Pengharaman transaksi yang mengandung unsur gharar dan bahaya, Pengharaman transaksi yang mengandung unsur penipuan, Transaksi dilakukan atas dasar saling ridha atanra penjual dan pembeli, Transaksi hanya dilakukan oleh pemilik barang atau pihak yang mewakili, Jika akad mengandung unsur yang dapat meninggalkan sesuatu yang wajib atau melanggar sesuatu yang diharamkan, maka hukumnya haram dan tidak sah.

H. Praktek Akuntansi Pemerintahan Islam a. Pada zaman Rasulullah SAW cikal bakal akuntansi dimulai dari fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuannya dan penunjukkan orang-orang yang kompeten (Zaid, 2000); b. Pemerintahan Rasulullah SAW memiliki 42 pejabat yang digaji, terspesialisasi dalam peran dan c. d. e. f. tugas tersendiri(Hawary, 1988); Perkembangan pemerintahan Islam hingga Timur Tengah, Afrika, dan Asia di zaman Umar bin Khatab, telah meningkatkan penerimaan dan pengeluaran negara; Para sahabat merekomendasikan perlunya pencatatan untuk pertanggungjawaban penerimaaan dan pengeluaran negara; Umar bin Khatab mendirikan lembaga yang bernama Diwan (dawwana = tulisan); Reliabilitas laporan keuangan pemerintahan dikembangkan oleh Umar bin Abdul Aziz (681720M) dengan kewajiban mengeluarkan bukti penerimaan uang (Imam, 1951);

g. h. i.

j. 1)

Al Waleed bin Abdul Malik (705-715M) mengenalkan catatan dan register yang terjilid dan tidak terpisah seperti sebelumnya (Lasheen, 1973); Evolusi perkembangan pengelolaan buku akuntansi mencapai tingkat tertinggi pada masa Daulah Abbasiah; Akuntansi diklasifikasikan pada beberapa spesialisasi seperti Akuntansi peternakan, Akuntansi pertanian, Akuntansi perbendaharaan, Akuntansi konstruksi, Akuntansi mata uang, dan pemeriksaan buku / auditing (Al-Kalkashandy, 1913); Sistem pembukuan menggunakan model buku besar, meliputi : Jaridah Al-Kharaj (menyerupai receivabale subsidiary ledger), menunjukkan utang individu atas zakat tanah, hasil pertanian, serta utang hewan ternak dan cicilan. Utang individu dicatat di satu kolom dan cicilan pembayaran di kolom yang lain (Lasheen, 1973); Jaridah Annafakat (Jurnal Pengeluaran); Jaridah Al Mal (Jurnal Dana), mencatat penerimaan dan pengeluaran dana zakat; Jaridah Al Musadareen, mencatat penerimaan denda / sita dari individu yang tidak sesuai syariah, termasuk korupsi. Laporan Akuntansi yang berupa : Al-Khitmah, menunjukkan total pendapatan dan pengeluaran yang dibuat setiap bulan (Bin Jafar, 1981); Al Khitmah Al Jameah, laporan keuangan komprehensif gabungan antara income statement dan balance sheet (pendapatan, pengeluaran, surplus / defisit, belanja untuk aset lancar maupun aset tetap), dilaporkan pada akhir tahun; Dalam perhitungan dan penerimaan zakat. Utang zakat diklasifikasikan pada laporan keuangan dalam 3(tiga) kategori yaitu collectable debts, doubtful debts, dan uncollectable debts (AlKhawarizmi, 1984). Praktisi Akuntansi Syariah Lembaga-lembaga yang berbasis syariah di Indonesia mulai banyak bertumbuh. Lembaga tersebut berbasis syariah sehingga seluruh sistem yang diterapkan seharusnya juga sesuai dengan prinsip syariah termasuk sistem akuntansi yang diterapkan. Penerapan akuntansi syariah ini tentu saja melibatkan peran praktisi akuntansi syariah terutama berperan sebagai akuntan manajemen. Akuntan manajemen atau disebut juga akuntan intern (internal accountant) adalah akuntan yang bekerja dalam suatu perusahaan atau organisasi. Jabatan yang dapat diduduki mulai dari staf biasa sampai dengan kepala bagian akuntansi, controller atau direktur keuangan. Tugas yang dikerjakan dapat berupa: (1) Penyusunan sistem akuntansi; (2) Penyusunan laporan akuntansi kepada pihak-pihak di luar perusahaan; (3) Penyusunan laporan

2) 3) 4) k. 1) 2)

l.

I.

akuntansi kepada pihak manajemen; (4) Penyusunan anggaran; (5) Menangani masalah perpajakan; (6) Melakukan pemeriksaan intern. J. Kompetensi Praktisi Akuntansi Syariah Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku yang menjadi karakteristik dari performance yang berhasil dalam konteks yang spesifik.11[11] Terdapat tiga hal pokok yang tercakup dalam pengertian kompetensi, yaitu: a. Kompetensi meruapakan gabungan berbagai karakteristik individu. b. Kompetensi selalu berkaitan dengan kinerja. c. Kompetensi meruapakan kriteria yang mampu membedakan mereka yang memiliki kinerja yang tinggi dan yang rendah. Kompetensi dapat diperoleh melalui proses belajar. Proses belajar sendiri bisa berlangsung dalam bentuk formal seperti perkuliahan, pelatihan, ataupun kusrsus. Selain itu proses belajar juga bisa berlangsung secara terus menerus melalui pengalaman empiris sehari-hari. Belajar memungkinkan seseorang memperoleh berbagai pengertian, kecapakapan, keterampilan, serta sikap dan perilaku. Proses belajar memainkan peranan penting terutama dalam meneruskan dan menyempurnakan kompetensi dari waktu ke waktu. Para professional senantiasa memerlukan updating pengetahuannya. Updating semacam ini dimaksudkan agar tidak ketinggalan dalam mengikuti perkembangan profesinya. Para akuntan pada dasarnya akan selalu berminat terhadap pengembangan kemampuan teknis maupun pengetahuan teoritisnya12[12]. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai organisasi profesi akuntan yang salah satu wewenangnya adalah menetapkan standar akuntansi syariah, berusaha untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga profesional di bidang akuntansi syariah dengan mengembangkan sertifikasi di bidang akuntansi keuangan syariah. Ujian sertifikasi akuntansi syariah (USAS) ini akan mencetak profesional-profesional yang handal di bidang akuntansi keuangan syariah. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2008) tujuan ujian sertifikasi akuntansi syariah (USAS) diselenggarakan dalam rangka: 1) Mengukur kemampuan/kompetensi peserta terhadap pemahaman ilmu akuntansi syariah,
11[11] Esya Febri Purnama, 2008 Pengaruh Kompetensi Auditor dan Pemahaman Sistem Informasi Akuntansi Terhadap Kinerja Auditor Bea dan Cukai di Wilayah Jakarta (Medan : Tesis Pascasarjana USU, 2008. 12[12] Subiyanto Ibnu, Metode Penelitian Akuntansi (Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN, 1993)

2) Menjadi alat ukur standar kualitas bagi mereka yang ingin memahami akuntansi syariah, 3) Menjadi alat ukur standar kualitas bagi lembaga/institusi yang ingin mendapatkan SDM yang memahami bidang akuntansi syariah, 4) Dapat dijadikan sebagai persyaratan untuk memasuki bidang profesi tertentu yang bergerak di bidang akuntansi syariah. Praktisi akuntansi syariah terutama yang bekerja sebagai akuntan manajemen di lembaga berbasis syariah harus memiliki kompetensi akuntansi syariah. Dengan kompetensi tersebut praktisi akuntansi syariah akan mampu melakukan tugas pekerjaan di bidang akuntansi syariah yang didasari atas pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja sesuai hasil kerja (performance) yang dipersyaratkan. Dengan dikuasainya kompetensi tersebut seorang praktisi a. b. c. d. akan mampu: Mengerjakan suatu tugas atau pekerjaan. Mengorganisasikan agar pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan. Menentukan langkah apa yang harus dilakukan pada saat terjadi sesuatu yang berbeda dengan rencana semula. Menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk memecahkan masalah atau melaksanakan tugas dengan kondisi yang berbeda.

K. Etika Praktisi Akuntansi Syariah Menurut Dunn dalam Harahap etika menyangkut pemilihan dikotomis antara nilainilai baik dan buruk, benar dan salah, adil dan tidak adil, terpuji dan terkutuk yang posistif dan negatif. Etika sebagai pemikiran dan pertimbangan moral memberikan dasar bagi seseorang maupun sebuah komunitas untuk dapat menentukan baik buruk atau benar salahnya suatu tindakan yang akan diambilnya. Dalam perkembangannya, keragaman pemikiran etika kemudian berkembang membentuk suatu teori etika. Teori etika dapat disebut sebagai gambaran rasional mengenai hakekat dan dasar perbuatan dan keputusan yang benar serta prinsip-prinsip yang menentukan klaim bahwa perbuatan dan keputusan tersebut secara moral diperintahkan dan dilarang13[13]. Berbagai aliran pemikiran etika dalam mengkaji moralitas suatu tindakan telah berkembang sedemikian luasnya. Berdasarkan sejarahnya, pemikiran-pemikiran etika berkembang meliputi aliran-aliran etika klasik yang berasal dari pemikiran filosof Yunani, etika kontemporer dari pemikir Eropa abad pertengahan sampai abad 20-an, serta aliran

13[13] Ludigdo Unti, Paradoks Etika Akuntan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007)

etika dari pemikiran kalangan agamawan Islam yang selalu mengacu pada Al-Quran dan AsSunnah14[14]. Praktisi akuntansi syariah sebagai pelaku akuntansi syariah terikat oleh syariah yang bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah. Dari Al-Quran dan As-Sunnah diturunkan formulasi praktis dalam bentuk hukum Islam yang selanjutnya dikenal dengan syariah. Dalam syariah setiap tindakan manusia akan diklasifikasikan ke dalam lima hukum yakni wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Syariah adalah sistem yang komprehensif yang melingkupi seluruh bidang hidup manusia. Ia (syariah) bukan sekedar sebuah sistem hukum, tetapi sistem yang lengkap yang mencakup hukum dan moralitas.15[15] Syariah yang dikemukakan diatas memberikan suatu indikasi bahwa syariah bukan merupakan sistem hukum yang cenderung menekankan diri pada sistem hukum positif belaka, namun juga lebih dari itu, yaitu pada sisi moralitas (etika). Di sini terlihat adanya keterkaitan antara syariah sebagai hukum positif, di satu sisi, dan etika, di sisi yang lain, sebagai ruh yang memberikan nilai hidup bagi syariah itu sendiri. Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Intitutions (AAOIFI) merumuskan sebuah kode etik bagi akuntan dan auditor internal disamping eksternal yang bekerja dalam lembaga keuangan Islam. Kode etik akuntan ini adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari syariah Islam. Dalam sistem nilai Islam syariat ini ditempatkan sebagai landasan semua nilai dan dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam setiap legislasi dalam masyarakat dan Negara Islam. Beberapa kode etik menurut AAOIFI (2002:230) sebagai berikut: 1. Dapat dipercaya Akuntan harus jujur dan bisa dipercaya dalam melaksanakan kewajiban dan jasa profesionalnya. Dapat juga mencakup bahwaakuntan harus memiliki tingkat integritas dan kejujuran yang tinggi dan akuntan juga harus dapat menghargai kerahasiaan informasi yang diketahuinya selama pelaksanaan tugas dan jasa baik kepada organisasinya atau langganannya. 2. Legitimasi Akuntan harus dapat memastikan bahwa semua kegiatan profesi yang dilakukannya harus memiliki legitimasi dati hukum syariah maupun peraturan dan perundangan yang berlaku. 3. Objektivitas
14[14] Ibid
15[15] Syofyan Syafri Harahap, Auditing dalam Persfektif Islam (Jakarta: Purtaka Quantum, 2002)

Akuntan harus bertindak adil, tidak memihak, tidak bias, bebas dari konflik kepentingan dan bebas dalam kenyataan maupun penampilan. Objektivitas mencakup juga bahwa ia tidak boleh mendelegasikan tugas dan pertimbangan profesinya kepada pihak lain yang tidak kompeten. 4. Kompetensi profesi dan rajin Akuntan harus memiliki kompetensi profesional dan dilengkapi dengan latihan-latihan yang dibutuhkan untuk menjalankan tugas jasa profesi tersebut dengan baik. Dia harus melaksanakan tugas dan jasa profesionalnya dengan rajin dan berusaha sekuat tenaga at all cost sehingga ia bebas dari tanggung jawab yang dibebankan kepadanya bukan saja dari atasan, profesi, public tetapi juga dari Allah SWT. 5. Perilaku yang didorong keyakinan agama (keimanan) Perilaku akuntan harus konsisten dengan keyakinan akan nilai Islam yang berasal dari prinsip dan aturan syariah. Senua perilaku dan tindak tanduk harus disaring dan didorong oleh nilai-nilai Islam. 6. Perilaku profesional dan standar teknik Dalam melaksanakan kewajibannya, akuntan harus memperhatikan peraturan profesi termasuk didalamnya standar akuntansi dan auditing lembaga keuangan syariah. III. KESIMPULAN Dari paparan di atas, dapat kita tarik kesimpulan, bahwa kaidah Akuntansi dalam konsep Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa. Selain dari itu melalui uraian di atas dapat kita ketahui bersama, bahwa konsep Akuntansi Islam jauh lebih dahulu dari konsep Akuntansi Konvensional, dan bahkan Islam telah membuat serangkaian kaidah yang belum terpikirkan oleh pakar-pakar Akuntansi Konvensional. Sebagaimana yang terjadi juga pada berbagai ilmu pengetahuan lainnya Akuntansi merupakan domain muamalah dalam kajian Islam. Artinya diserahkan kepada kemampuan akal pikiran manusia untuk mengembangkannya. Namun karena pentingya permasalahan ini maka Allah SWT bahkan memberikannya tempat dalam kitab suci Al-Quran, Al-Baqarah ayat 282. Ayat ini sebagai lambang komoditi ekonomi yang mempunyai sifat akuntansi yang dapat dianalogkan dengan double entry, dan menggambarkan angka keseimbangan atau neraca.

Karena akuntansi ini sifatnya muamalah maka pengembangannya diserahkan pada kebijaksanaan manusia. Sedangkan Al-Quran dan Sunnah hanya membekalinya dengan beberapa sistem nilai seperti landasan etika, moral, kebenaran, dan sebgainya. Jadi, untuk penetapan konsep dasar teori akuntansi syariah didasarkan pada prinsip filosofis. Sedangkan prinsip filosofis secara implisit diturunkan dari konsep faith, knowledge dan action yang berasal dari nilai-nilai tauhid. Dalam surat Al-Baqarah Islam mewajibkan untuk melakukan pencatatan: 1. Menjadi bukti dilakukannya transaksi. 2. Menjaga agar tidak terjadi manipulasi.

DAFTAR PUSTAKAN An-Nabhani Taqiyuddin, Peraturan Hidup dalam Islam (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2001) ter. Esya Febri Purnama, 2008 Pengaruh Kompetensi Auditor dan Pemahaman Sistem Informasi Akuntansi Terhadap Kinerja Auditor Bea dan Cukai di Wilayah Jakarta (Medan : Tesis Pascasarjana USU, 2008 Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan (Jakarta: Salemba Empat, 2007) Ludigdo Unti, Paradoks Etika Akuntan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007) Muhammad Rifqi, Akuntansi Syariah: Konsep dan Implementasi PSAKSyariah. (Yogyakarta: P3EI Press, 2008) Nurhayati Sri Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia (Jakarta: Salemba Empat, 2009) Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2004) ----------------------------- Auditing dalam Persfektif Islam (Jakarta: Purtaka Quantum, 2002) Subiyanto Ibnu, Metode Penelitian Akuntansi (Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN, 1993) Triyuwono, Perspektif, Metodologi, dan Teori Akuntansi Syariah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006) Zaid Omar Abdullah, Akuntansi Syariah: Kerangka Dasar, Sejarah Keuangan dalam Masyarakat Islam (Jakarta: LPFE, 2004)

You might also like