You are on page 1of 4

Pengenalan pendidikan agama terhadap buah hati, bisa dimulai dari lingkungan keluarga terlebih dahulu.

Saat ia telahir hingga balita, ada baiknya di ajarkan hal-hal tentang agama yang dianutnya. Misal, saat ia baru akan mulai belajar bicara, ajarkan bahasa atau kalimat-kalimat yang berhubungan dengan islam (jika islam sebagai agama yang dianutnya), seperti biasakan mengucapkan salam saat ia keluar atau masuk rumah atau saat ia bertemu saudara atau teman-temannya. Meskipun pengajaran hal-hal seperti ini memang tidak mudah, namun, jika para orangtua telah membiasakannya sejak kecil, maka, dijamin akan bisa dilakukannya dengan mudah. Contoh sederhana adalah biasakan sang anak untuk membaca doa saat dirinya hendak makan ataupun mau tidur. Selanjutnya, ia pasti akan membiasakannya sendiri. Jika para orangtua ingin lebih menciptakan karakter islami dalam diri si buah hati, masukkan dirinya ke Taman Kanak-kanak Islami. Di lingkungan sekolah seperti ini, pendidikan agama si anak dijamin akan lebih terbentuk. Pasalnya, di TK Islami tersedia berbagai ilmu dan materi pengajaran, mulai kurikulum yang terarah, para pembimbing atau guru TK yang berkualitas, hingga sarana dan pra sarana yang tersedia akan menunjang efektivitas pengembangan kepribadian buah hati nan islami. Jika sekiranya TK dianggap terlalu mahal biayanya, para orangtua juga bisa mengikutsertakan anakanaknya dalam program PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang biasanya dibuat khusus bagi mereka yang kurang mampu. Namun, dari sisi materi yang diajarkan memiliki persamaan. Sama-sama memiliki visi untuk mengajarkan, memajukan, menciptakan kepribadian buah hati menjadi lebih baik dari berbagai sisi, salah satunya sisi agama yang dianutnya. Pasca mengenyam pendidikan di TK selesai, ada baiknya para orangtua memikirkan matang-matang jenjang pendidikan si anak selanjutnya. Apakah ingin di sekolahkan di SD (Sekolah Dasar) pada umumnya, sekolah bertaraf internasional, atau tempat khusus yang mengajarkan ilmu islami yang biasa di sebut dengan pesantren. Semua syah-syah saja, tergantung keinginan para orangtua untuk memberikan pendidikan yang layak bagi anaknya. Dan tentunya, disesuaikan dengan taraf ekonomi keluarga yang bersangkutan. Semua instansi pendidikan yang ada, keterlibatan perannya diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa pembangunan nasional di bidang pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur dan beradab berdasarkan Pancasila dan UUD Republik Indonesia tahun 1945. Dengan demikian, sekolah sebagai salah satu unsur di bidang pendidikan yang menyelenggarakan proses pembelajaran harus diarahkan untuk membina, membimbing, mengarahkan dan mengembangkan semua potensi peserta didik untuk mencapai cita-cita dan tujuan pendidikan nasional. Dengan kata lain, sekolah bukan hanya mengembangkan potensi peserta didik yang bersifat ilmu

pengetahuan dan teknologi belaka, melainkan juga harus mampu membimbing dan mengarahkan peserta didik agar mempunyai moral dan akhlak yang sesuai dengan tuntunan nilai-nilai agama. Pendidikan Agama di Bulan Ramadhan Sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, wajar saja jika bulan Ramadhan memiliki keistimewaan tersendiri. Mulai perusahaan yang memulangkan pegawainya lebih awal, hingga instansi pendidikan seperti sekolah-sekolah yang memperbanyak jenis pengajaran ilmu agama islam menjadi sederet program yang diberikan kepada para peserta didik di bangku sekolahan. Biasanya, dalam dunia pendidikan, khususnya di bulan Ramadhan terdapat hari efektif fakultatif, yaitu penggunaan hari tertentu untuk proses pembelajaran nilai-nilai agama islam melalui pesantren kilat, pondok ramadhan atau kegiatan lain yang berhubungan dengan agama islam atau yang lebih dikenal dengan istilah pembelajaran berbasis imtaq (iman dan taqwa). Salah satu tugas sekolah berbasis imtaq di bulan Ramadhan yang tak kalah bermanfaatnya adalah setiap siswa diharuskan mengisi lembar berpuasa lengkap dengan sholat 5 waktunya. Jika melaksanakan semua, siswa diharuskan menyontrengnya. Dimalam harinya, siswa diharuskan merangkum isi ceramah shalat tarawih lengkap dengan tanda tangan khotib. Tujuannya, selain untuk lebih meningkatkan nilai keimanan dan ketaqwaan terhadap Sang Khaliq, juga untuk menyelaraskan konsep ilmu pengetahuan dan teknologi dengan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan, serta menambah keyakinan dan kepercayaan akan setiap peristiwa yang terjadi atas kuasaNya. Jadi, selamat menjalankan ibadah puasa ya. Mohon maaf lahir bathin!

Tujuan dasar agama adalah untuk mendidik umat manusia, dan mengembangkan kecenderungan spiritual dan moral dalam diri mereka. Dalam keluarga, orang tua merupakan teladan pertama bagi anak-anak. Dari orang tua, mereka belajar nilai-nilai moral dan religi, serta seluruh perilaku seharihari. Keluarga adalah pusat perpindahan nilai-nilai moral, keyakinan beragama, dan norma-norma sosial dari satu generasi ke generasi berikutnya, juga harus menciptakan kondisi untuk pengembangan jiwa dan emosional anggotanya. Keluarga merupakan sebuah institusi dengan kapasitas besar dalam mendidik anak-anak secara Islami. Berdasarkan penuturan para pakar psikologis, keluarga harus mengarahkan anak-anak kepada agama dan spiritual sejak usia dini. Tapi terkadang, orang tua dan tenaga pengajar dengan niat baik mengajarkan kepada anak-anak nilai-nilai agama, tanpa mengenal dengan baik kondisi kejiwaan dan mental mereka. Padahal kekeliruan ini akan membebani mental anak-anak. Metode pendidikan agama untuk anak harus dikemas dalam bentuk sederhana dan penuh keceriaan, tapi metode ini harus berdampak positif bagi perilaku dan etika mereka.

Salah satu tujuan penting pendidikan adalah tenaga pendidik harus mempunyai kontrol internal terhadap dirinya, mereka juga harus punya kekuatan mengawasi dan mengevaluasi perilakunya sendiri. Pendidikan agama bertujuan membangkitkan rasa berketuhanan dalam diri seseorang, sehingga ia bisa memahami peran konstruktif agama dalam kehidupan. Manusia tidak hanya mengenal kulit luar agama saja, tapi harus mampu menyelam hingga ke tataran makrifat. Para psikolog mengatakan, ketika motivasi beragama telah tumbuh dalam diri manusia khusunya anak-anak, hal ini secara otomatis memiliki dampak mendidik bagi landasan perilaku, emosional, dan mental seseorang. Untuk mengembangkan rasa beragama dalam diri anak, seorang pendidik dituntut untuk meningkatkan rasa ingin tahu dan rasa mencari kebenaran dalam diri mereka. Disamping itu, pengetahuan anak-anak tentang indahnya hidup beragama juga perlu ditingkatkan. Tujuan ini akan terealisiasi dengan memperhatikan metode yang benar, yaitu materi pendidikan disampaikan dengan memperhatikan kesiapan mereka dan tidak ada unsur paksaan. Seorang psikolog dan pakar pendidikan, Sajidi mengatakan, Merasa cukup dengan metode sederhana dan instant merupakan salah satu kelemahan pendidikan agama dalam lingkungan keluarga. Padahal untuk menuai kesuksesan dalam hal ini, adalah penerapan metode pendidikan agama berkelanjutan hingga tertanam dalam pikiran dan benak anak-anak. Cara efektif ini merupakan bentuk internalisasi pendidikan agama yang harus diterapkan sejak usia dini dengan pengawasan rutin guna mencapai hasil. Jika kewajiban menjalankan perintah agama di tanam sejak masa kecil, ini artinya menuntun mereka dari masalah yang sederhana ke hal yang rumit, dan dari kulit luar ke masalah substansial. Ketiadaan kontinuitas dalam bidang agama membuat segala usaha sia-sia. Oleh sebab itu, pendidikan agama harus berkelanjutan hingga tertanam dalam diri anak-anak. Berkenaan dengan tema ini, Sajidi menambahkan, Menapak jalur pendidikan dan pengajaran sama dengan melangkah di jalan yang penuh lika-liku, dan lika-liku ini akan berakhir di puncak yang tinggi. Oleh karena itu, jika manusia dibiarkan menapaknya sendiri dan tanpa bimbingan, niscaya ia akan kehilangan arah. Pendidikan akan terealisasi jika dilakukan dengan sungguh-sungguh dan berkesinambungan, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh para nabi. Para pribadi agung ini menjadikan fitrah manusia sebagai sasaran dakwahnya, sebab, pendidikan agama berhubungan langsung dengan fitrah yang bersih. Pendidikan ini akan membuahkan hasil jika disampaikan dengan lembut, penuh toleransi, dan jauh dari unsur paksaan. Seorang psikolog Iran lainnya, dr. Abdul Azim Karimi mengatakan, Hal lain yang menjadi penghambat pendidikan agama adalah bersikap ekstra ketat dan memaksa anak-anak untuk melakukan perkara yang sulit. Sebenarnya anjuran untuk bersikap lembut dan toleran dalam pendidikan agama bertujuan untuk menghilangkan kesan kaku dari orang tua di mata anak-anak. Ini bukan berarti toleransi berlebihan atau melepas mereka secara bebas, akan tetapi langkah-langkah efektif akan berhasil dengan tetap menjaga keseimbangan dan proporsional dalam menerapkan pola pendidikan agama. Jika kewajiban menjalankan perintah agama diajarkan secara lembut dan penuh kesadaran kepada anak-anak, secara perlahan, mereka akan terbiasa dalam menjalankan perintah agama dan

menyenangkan. Orang tua sukses di satu sisi menciptakan suasana riang bagi putra-putrinya dalam menjalankan perintah agama, tapi di sisi lain, mereka juga berupaya untuk menumbuhkan tingkat pengenalan mereka. Membiasakan anak-anak untuk menjalankan perintah agama, sama sekali tidak bertentangan dengan perilaku sadar dan pengembangan rasa bermazhab dalam diri mereka. Sama halnya dengan membiasakan anak-anak untuk belajar pada waktu tertentu, kegiatan ini bukan berarti mengabaikan substansi belajar itu sendiri. Sebenarnya, menumbuhkan kebiasaan melakukan sesuatu di segala bidang termasuk kewajiban agama, akan menghilangkan kendala kehendak untuk melakukan sesuatu dan menjamin kelangsungannya. Hal penting lainnya dalam pendidikan agama, tenaga pendidik dan orang tua dituntut untuk menjalankan kewajiban-kewajiban agama. Jika para pendidik menjadikan dirinya sebagai teladan praktis dalam masalah ini, maka hal ini akan berdampak efektif bagi kepatuhan anak-anak dalam menjalankan kewajiban agama mereka. Sebagaimana para psikolog juga mengatakan: Belajar dengan sarana visual adalah metode terbaik dalam mendidik anak. Imam Jakfar Shadiq as berkata, Ayahku Imam Muhammad al-Baqir selalu mengingat Allah Swt. Saat aku berjalan bersamanya, aku menyaksikan beliau as sedang sibuk berzikir, sering kali aku melihat beliau as berzikir kepada Allah Swt, bahkan saat beliau as sedang berbicara dengan masyarakat. Pembicaraan ini tidak melupakan beliau as dari mengingat Allah Swt. Ayahku selalu mengumpulkan kami sebelum terbit matahari, lalu ia mewasiatkan kepada kami untuk membaca al-Quran bagi yang bisa, dan berzikir kepada Allah Swt bagi yang belum bisa membaca al-Quran. Kisah yang baru saja Anda simak, memuat dua pelajaran penting. Pelajaran pertama, Imam Muhammad al-Baqir as sendiri adalah teladan praktis dalam berzikir kepada Allah Swt, ucapan beliau as adalah cerminan perbuatannya. Pelajaran kedua, tidak membiarkan anak-anak berjalan sendiri tanpa bimbingan, tetapi di samping memberi kebebasan, juga menyiapkan ruang untuk perkembangan spiritual. Dan lewat berbagai trik, menguatkan motivasi dan kecintaan berinteraksi dengan Allah Swt dalam diri mereka. http://indonesian.irib.ir/keluarga1/-/asset_publisher/3HXo/content/agama-dan-keluarga-yangsehat-aktualkan-potensi-spiritual-anak-anda Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini sebagai Pembentuk Karakter Anak

You might also like