You are on page 1of 11

Ikhlas BERAMAL, Nomor 63 Tahun XIII Juni 2010 7 L A P O R A N U TA M A Beban dan tanggungjawab K e m e n t e r i a n A g a m a dalam membangun moral dan karakter

bangsa sungguh tidak ringan. Betapa tidak. Sudah lama Kementerian Agama sering dicap sebagai salah satu institusi pemerintah yang paling korup. Aspek yang paling sering disorot sebagai titik rawan potensi terjadinya korupsi adalah penyelenggaraan ibadah haji. Untuk menghilangkan stigma buruk tersebut, Kementerian Agama terus bertekad menyelenggarakan ibadah haji secara profesional, transparan, akuntabel, dan menjauhkan dari praktikpraktik korupsi, yang merupakan bagian dari upaya untuk menegakkan tata kelola pemerintahan Tancap Gas dalam Memberantas Korupsi Sebagai institusi yang paling bertanggungjawab dalam mengawal pembangunan moral dan karakter bangsa, Kementerian Agama (Kemenag) sangat peduli terhadap pembangunan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Good governance akan mendorong Kemenag menjalankan tugas pokok dan fungsi (tupoksi)-nya secara efektif, efisien, transparan, profesional, akuntabel, serta terhindar dari praktikpraktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). yang baik (good governance). Seluruh aspek penyelenggaraan ibadah haji tidak ada yang tertutup. Semua terbuka dan akuntabel, ujar Menag Suryadharma Ali. Hari gini masih mau menyimpang, apa kata dunia? tambahnya sambil berkelakar menirukan iklan dari sebuah institusi. Menteri Agama Suryadharma Ali menaruh perhatian sangat serius dalam pemberantasan korupsi di Kemenag bukan hanya untuk meningkatkan citra dan kinerja institusi yang dipimpinnya, namun lebih dari itu juga karena Kemenag harus menjadi tauladan dan berada di garda terdepan

dalam pembangunan moral dan karakter bangsa, termasuk Ikhlas BERAMAL, Nomor 63 Tahun XIII Juni 2010 7 Menteri Agama Suryadharma Ali menerima hasil kajian KPK terhadap sistem penyelen ggaraan ibadah haji yang disampaikan Wakil Ketua KPK, Moch. Jasin, di gedung KPK, Kamis (6/5)

8 Ikhlas BERAMAL, Nomor 63 Tahun XIII Juni 2010 L A P O R A N U T ALAPMORAAN UTAMA dalam pemberantasan korupsi. Menag Suryadharma Ali menegaskan, pembangunan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) merupakan salah satu dari lima pilar strategis pembangunan keagamaan. Empat pilar yang lain adalah meningkatkan kualitas kehidupan beragama, meningkatkan kerukunan antarumat beragama, meningkatkan kualitas pendidikan agama dan keagamaan, dan meningkatkan kualitas layanan ibadah haji. Pilar good governance itu mendapat perhatian sangat serius sejak era Kabinet Indonesia Bersatu yang dipimpin Presiden RI Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono. Kementerian Agama sangat berkepentingan membangun good governance karena pada masa lalu Kemenag ini sering dituding sebagai salah satu institusi pemerintah paling korup dan berkinerja rendah. Dengan kuatnya pembangunan good governance, ke depan bukan hanya praktik-praktik tidak terpuji dalam penyelenggaraan pemerintahan akan semakin terkikis, namun lebih dari itu kinerja Kemenag juga akan semakin cemerlang. Dalam konteks pembangunan moral dan karakter bangsa, Kementerian Agama meyakini betul bahwa kejayaan bangsa Indonesia hanya akan terwujud dengan baik kalau dilandasi moral dan karakter bangsa yang unggul, yang hal itu diawali dengan keunggulan moral dan karakter setiap individu. Untuk menuju ke sana, maka yang harus diperbaiki lebih dulu adalah moral dan karakter para pegawai di Kementerian Agama. Menteri Agama mengingatkan, sebagai institusi yang sejak kelahirannya membawa misi agama dan moral, Kemenag selayaknya menjadi teladan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Bahkan lebih dari itu, Kementerian Agama

harus menjadi motor dalam upaya pemberantasan KKN di lingkungan birokrasi pemerintahan baik di pusat dan daerah, tegasnya. Menggenjot Reformasi Birokrasi Seiring dengan pembangunan good governance, Kementerian Agama sangat berkepentingan melakukan reformasi birokrasi untuk menumbuhkan budaya kerja yang berorientasi prestasi dan terus menerus bertekad memberantas korupsi. Apalagi, Presiden RI Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono telah bertekad melaksanakan reformasi birokrasi secara menyeluruh pada tahun 2011 untuk menciptakan aparatur yang bersih dan berwibawa. Reformasi birokirasi ini penting karena akan mengoptimalkan seluruh elemen birokrasi pemerintahan baik untuk memperbaiki pelayanan publik maupun meningkatkan tata kerja yang efektif, efisien, profesional, transparan, dan akuntabel. Program raksasa ini sudah menjadi komitmen semua kementerian/ lembaga pemerintah. Mau tidak mau, suka tidak suka, harus melaksanakan. Dalam pandangan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI, Bahrul Hayat, PhD, inti reformasi birokrasi itu mencakup dua aspek. Pertama, mengubah seluruh mekanisme kerja agar menjadi lebih efektif, efisien, transparan, profesional, dan akuntabel. Jadi yang diubah dalam reformasi birokrasi adalah sistemnya, atau bagaimana sebuah mekanisme kerja lebih terukur dan akuntabel. Seluruh bagian atau unit kerja harus bekerja dengan baik, katanya. Kedua, melakukan reformasi seluruh sumber daya yang dimilikinya, terutama sumber daya manusia (SDM). Aspek yang kedua itu merupakan implikasi dari reformasi yang pertama. Dalam menempatkan orang juga harus sangat terukur, dan kompetensinya harus relevan, ia menambahkan. Untuk menyambut reformasi birokrasi pada tahun 2011,

Kemenag sedang menyiapkan dua agenda besar. Pertama, membangun standar prosedur kerja yang lebih terukur dan akuntabel. Kedua, melakukan analisis jabatan yang berimplikasi pada assessment bagi seluruh pegawai. Ini pekerjaan yang tidak ringan. Terutama agenda kedua itu merupakan pekerjaan terberat dari sebuah reformasi birokrasi, ujar Bahrul Hayat. Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, Bahrul Hayat, pelaksanaan good governance di Kemenag diarahkan pada dua sisi sekaligus, yakni eksternal dan internal. Dari sisi kepentingan eksternal, program good governance ditujukan untuk meningkatkan pelayanan publik yang lebih baik, efisien, efektif, tepat, dan cepat. Pelayanan publik itu bisa diberikan kepada masyarakat umum (general public), seperti calon jemaah haji, orang yang mau mengurus pernikahan, dan lain-lain. Selain itu, bisa juga pelayanan publik dalam pengertian ke dalam, misalnya bagi para guru yang ingin memproses kenaikan pangkatnya. Sedangkan dari sisi kepentingan internal, good governance ditujukan untuk mengoptimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki Kemenag agar berjalan efisien, efektif, transparan, profesional, dan akuntabel. Sejak tahun 2004 hingga awal 2010, sudah ratusan pegawai Kemenag yang dikenai tindakan/ sanksi, baik kategori ringan, sedang, maupun berat. Selain itu, puluhan aset negara di bawah Kemenag yang sebelumnya dikuasai oleh pihak lain, berhasil 8 Ikhlas BERAMAL, Nomor 63 Tahun XIII Juni 2010

Ikhlas BERAMAL, Nomor 63 Tahun XIII Juni 2010 9 L A P O R A N U T A LMAPOARAN UTAMA diselamatkan. Ini sebagian contoh yang menunjukkan tekad Kemenag yang tidak main-main dalam melaksanakan good governance. Namun, harus disadari bahwa pemberian sanksi/ tindakan terhadap pegawai itu hanya sebagian kecil dari pelaksanaan good governance, karena tujuan yang lebih utama adalah peningkatan pelayanan publik dan pola kerja yang efektif, efisien, transparan, profesional, dan akuntabel, kata Bahrul Hayat. Menurut Sekjen Kemenag, reformasi birokrasi itu ibarat menggelindingkan sebuah roda besar agar jalannya menjadi cepat. Tetapi, melakukan perubahan di sebuah kementerian besar seperti Kemenag bukan hal yang mudah. Kalau kementerian/lembaga pemerintah yang memiliki jumlah karyawan sekitar 300 orang, saya tidak melihat sebagai masalah. Namun, Kemenag yang memiliki 4.381 titik satuan kerja dan karyawan PNS-nya saja sekitar 220.000 orang, tentu tidak mudah melakukan proses reformasi dengan cepat, katanya. Bagi institusi pemerintahan yang rata-rata memiliki scope besar, tentu membutuhkan energi khusus untuk menggelindingkan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi pemerintah memang tidak secepat perusahaan dengan scope kecil. Kalau di perusahaan swasta, pegawai yang dianggap tidak capable bisa diberhentikan kapan saja. Sementara PNS tidak mudah diberhentikan. Meski demikian, bagi kami reformasi birokrasi itu lebih cepat lebih baik. Sebab, hanya melalui mekanisme itu kita memiliki kekuatan untuk mempercepat good governance di Kemenag dan dilakukan secara sistematis, tegas Bahrul Hayat. Saat ini, sebenarnya reformasi birokrasi sudah mulai berjalan di Kemenag, walaupun kebijakannya masih bersifat parsial. Misalnya restrukturisasi anggaran,

pelaporan yang lebih baik, menghindari perilaku koruptif, sistem penerimaan pegawai lebih akuntabel, dan lain-lain. Yang diperbaiki baru bagian-bagiannya, kata Bahrul Hayat. Oleh karena itu, tambah Sekjen Kemenag, kuncinya nanti ada pada reformasi birokrasi, karena dapat menggelindingkan sistem pemerintahan secara keseluruhan. Kemenag tidak bisa bergerak sendiri dalam melakukan reformasi birokrasi karena melibatkan pihak-pihak lain yang ada di luar Kemenag, seperti Kementerian Keuangan dan Kantor Men-PAN. Sebagai contoh, kalau Kemenag harus melakukan restrukturisasi pegawai sesuai dengan kebutuhan pekerjaan yang ada, lalu dari hasil penilaian ada pegawai yang tidak layak lantas dikemanakan. Pada sisi lain, bagi pegawai yang kompeten, lantas renumerasi atau sistem penggajiannya seperti apa. Sebagai sebuah organisasi raksasa yang belalainya menjangkau hingga ke madrasah negeri di pelosok kecamatan, pelaksanaan good governance Kemenag tidaklah semudah Ikhlas BERAMAL, Nomor 63 Tahun XIII Juni 2010 9 Menteri Agama Suryadharma Ali didampingi Wakil Ketua KPK Moch. Jasin, Sekjen Kem enag Bahrul Hayat dan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Slamet Riyanto ketika memberi keterangan pers seusai acara pemaparan h asil kajian KPK terhadap sistem penyelenggaraan ibadah haji,di gedung KPK, Kamis (6/5).

10 Ikhlas BERAMAL, Nomor 63 Tahun XIII Juni 2010 L A P O R A N U T ALAPMORAAN UTAMA membalik telapak tangan. Seperti dikemukakan Bahrul Hayat, sekurang-kurangnya ada tiga tantangan berat dalam pelaksanaan program good governance di Kemenag. Pertama, cakupan wilayah kerjanya yang sangat luas dari pusat sampai ke daerah. Dengan 4.381 titik satuan kerja yang dimiliki Kemenag, maka spend of control atau jangkauan pengendalian terhadap seluruh program Kemenag tentu lebih sulit dibanding kementerian atau instansi lain yang scope-nya lebih kecil. Kedua, kualitas sumber daya manusia. Paradigma perubahan tata pengelolaan pemerintahan yang baik sejak 10 tahun terakhir memang sudah dijalankan di semua level institusi pemerintahan, namun gerbong birokrasinya masih diisi oleh orang-orang lama. Saya pikir di semua kementerian juga begitu, termasuk Kemenag. Merubah paradigma lama itu tidak mudah, kata Bahrul Hayat. Ketiga, daya dukung sarana dan prasarana. Mestinya, di era teknologi komunikasi dan informasi dewasa ini, Kemenag harus mengoneksikan sebanyak 4.381 satuan kerjanya melalui sistem online. Jika termasuk KUA di tingkat kecamatan, totalnya kurang lebih 10.000 satuan kerja. Faktanya, selain sarana dan prasarananya masih belum memadai, daya dukung SDM-nya juga masih lemah. Sarana dan tenaga IT pada satuan kerja Kemenag masih sangat terbatas. Kendati dihadapkan pada sejumlah tantangan cukup berat, namun Menteri Agama Suryadharma Ali meminta aparatur Kementerian Agama terus melanjutkan reformasi birokrasi di Kemenag. Meskipun tantangan yang dihadapi semakin banyak, reformasi birokrasi yang dijalankan Kementerian Agama tidak boleh berhenti, bahkan tidak boleh ditunda. Reformasi birokrasi itu justru bertujuan agar tercipta

penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih. Hal itu tercermin dari pelayanan yang bermutu kepada masyarakat dan birokrasi yang efektif, efisien, akuntabel serta terhindar dari segala bentuk penyimpangan, tandasnya. PIAK Sejak era Kabinet Indonesia Bersatu di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kemenag telah berusaha keras melaksanakan good governance. Bentuk-bentuk program yang telah dilaksanakan antara lain perbaikan pelayanan kepada publik terutama menyangkut pelaksanaan ibadah haji, penandatanganan pakta integritas bagi para pejabat Kemenag (pejabat eselon satu dan dua pusat, Rektor PTAIN, Kepala Kanwil Depag), pengawasan yang lebih ketat, proses pengadaan barang dan jasa yang sesuai prosedur (transparan), pola rekrutmen dan penempatan pegawai yang mengindahkan prinsip profesionalitas, pemberian sanksi/tindakan yang setimpal terhadap pegawai yang melakukan kesalahan/penyimpangan, penyelamatan dan pengadministrasian terhadap aset-aset negara yang dikuasai Kemenag, optimalisasi seluruh sumber daya yang dimiliki Kemenag (sarana prasarana, SDM, dan lain-lain), restrukturisasi organisasi, dan dukungan terhadap Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) melalui pendekatan agama. Selain itu, mulai tahun 2010 Kemenag juga melaksanakan PIAK (Penilaian Inisiatif Anti Korupsi) yang dijadikan sebagai alat ukur kemajuan dalam pemberantasan korupsi. Setiap instansi harus memiliki instrumen PIAK sebagai tindak lanjut dari Surat Edaran KPK yang ditujukan kepada seluruh kementerian/ lembaga negara baik di pusat maupun daerah , kata Inspektur Jenderal Kementerian Agama, Mundzier Suparta. Irjen Kemenag menambahkan, setidaknya ada tiga tujuan dilaksanakannya PIAK, yaitu

sebagai upaya pencegahan tindak pidana korupsi, memetakan seberapa jauh inisiatif instansi pemerintah dalam mengupayakan kegiatan pencegahan korupsi di instansi masing-masing, dan memberikan gambaran obyektif mengenai inisiatif/upaya nyata pemberantasan korupsi dan peningkatan pelayanan yang dilakukan oleh instansi pemerintah. Ada sejumlah indikator utama PIAK yang harus dipenuhi oleh setiap kementerian/lembaga negara, yaitu pembuatan dan pelaksanaan kode etik, peningkatan transparansi dalam manajemen SDM, peningkatan transparansi dalam pengadaan barang dan jasa, peningkatan transparansi dalam penerimaan PNS, peningkatan akses publik dalam memperoleh informasi instansi, dan pelaksanaan rekomendasi perbaikan yang diberikan KPK. Kemenag telah melaksanakan beberapa inisiatif dalam rangka mengembangkan pemberantasan korupsi di seluruh jajaran Kemenag, antara lain penerbitan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 421 tentang Kode Etik PNS Kementerian Agama, Peraturan Inspektur Jenderal Departeman Agama Nomor 219 tahun 2009 tentang Kode Etik Auditor, Pengawasan dengan Pendekatan Agama (PPA), pemantauan kehadiran, koordinasi dengan pihak penegak hukum (KPK, POLRI, dan Kejaksaan), penyusunan buku budaya kerja, penyiapan bahan reformasi birokrasi, rapat koordinasi kebijakan pengawasan (Rakorjakwas), dan penegakan hukuman disiplin PNS secara konsisten. *** SAIFUL ANAM 10 Ikhlas BERAMAL, Nomor 63 Tahun XIII Juni 2010

You might also like