You are on page 1of 16

Referat

ABSES SUBMANDIBULA

Disusun Oleh : FILLIA PRISCILLA SIMARMATA 0508111324

Pembimbing : Dr. ARIMAN SYUKRI, Sp. THT-KL

BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2011

ABSES SUBMANDIBULA

I.

Definisi Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan

pus pada daerah submandibula.1,2 Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam (deep neck infection). Pada umumnya sumber infeksi pada ruang submandibula berasal dari proses infeksi dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain.2 Akhir-akhir ini abses leher bagian dalam termasuk abses submandibula sudah semakin jarang dijumpai.1,3 Hal ini disebabkan penggunaan antibiotik yang luas dan kesehatan mulut yang meningkat. Walaupun demikian, angka morbiditas dari komplikasi yang timbul akibat abses submandibula masih cukup tinggi sehingga diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan.

II.

Kekerapan Penelitian Huang4 pada tahun 1997 sampai 2002, menemukan kasus

infeksi leher dalam sebanyak 185 kasus. Abses submandibula (15,7%) merupakan kasus terbanyak kedua setelah abses parafaring (38,4), diikuti oleh Ludwigs angina (12,4%), parotis (7%) dan retrofaring (5,9%). Penelitian Yang5 pada 100 kasus abses leher dalam yang diteliti April 2001 sampai Oktober 2006 mendapatkan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 3:2. Abses submandibula merupakan kasus terbanyak (35%), diikuti oleh abses parafaring (20%), mastikator (13%), peritonsil (9%), sublingual (7%), parotis (3%), infra hyoid (26%), retrofaring (13%), ruang karotis (11%). Di Bagian THT-KL Rumah Sakit dr. M. Djamil Padang selama periode Oktober 2009 sampai September 2010 didapatkan abses leher dalam sebanyak 33 orang. Abses submandibula (26%) merupakan kasus kedua terbanyak setelah abses peritonsil (32%), diikuti abses parafaring (18%), abses retrofaring (12%), abses mastikator (9%), dan abses pretrakeal (3%).6

III.

Anatomi Leher Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potesial yang dibatasi oleh fasia

servikalis. Fasia servikalis terdiri dari lapisan jaringan ikat fibrous yang membungkus organ, otot, saraf dan pembuluh darah serta membagi leher menjadi beberapa ruang potensial. Fasia servikalis terbagi menjadi dua bagian yaitu fasia servikalis superfisialis dan fasia servikalis profunda.7,8 Fasia servikalis superfisialis terletak tepat dibawah kulit leher berjalan dari perlekatannya di prosesus zigomatikus pada bagian superior dan berjalan ke bawah ke arah toraks dan aksila yang terdiri dari jaringan lemak subkutan. Ruang antara fasia servikalis superfisialis dan fasia servikalis profunda berisi kelenjar limfe superfisial, saraf dan pembuluh darah termasuk vena jugularis eksterna.7,8 Fasia servikalis profunda terdiri dari tiga lapisan yaitu (gambar 1):7,8 1. Lapisan superfisial Lapisan ini membungkus leher secara lengkap, dimulai dari dasar tengkorak sampai daerah toraks dan aksila. Pada bagian anterior menyebar ke daerah wajah dan melekat pada klavikula serta membungkus musculus

sternokleidomastoideus, musculus trapezius, musculus masseter, kelenjar parotis dan submaksila. Lapisan ini disebut juga lapisan eksternal, investing layer, lapisan pembungkus dan lapisan anterior. 2. Lapisan media Lapisan ini dibagi atas dua divisi yaitu divisi muskular dan viscera. Divisi muskular terletak dibawah lapisan superfisial fasia servikalis profunda dan membungkus musculus sternohioid, musculus sternotiroid, musculus tirohioid dan musculus omohioid. Dibagian superior melekat pada os hioid dan kartilago tiroid serta dibagian inferior melekat pada sternum, klavikula dan skapula. Divisi viscera membungkus organ-organ anterior leher yaitu kelenjar tiroid, trakea dan esofagus. Di sebelah posterosuperior berawal dari dasar tengkorak bagian posterior sampai ke esofagus sedangkan bagian anterosuperior melekat pada kartilago tiroid dan os hioid. Lapisan ini berjalan ke bawah sampai ke toraks, menutupi trakea dan esofagus serta bersatu dengan perikardium. Fasia bukkofaringeal adalah bagian dari divisi

viscera yang berada pada bagian posterior faring dan menut pi musculus u konstriktor dan musculus buccinator. 3. Lapisan profunda Lapisan ini dibagi menjadi dua divisi yaitu divisi alar dan prevertebra. Divisi alar terletak diantara lapisan media fasia servikalis profunda dan divisi prevertebra, yang berjalan dari dasar tengkorak sampai vertebra torakal II dan bersatu dengan divisi viscera lapisan media fasia ser vikalis profunda. Divisi alar melengkapi bagian posterolateral ruang retrofaring dan merupakan dinding anterior dari danger space. Divisi prevertebra berada pada bagian anterior korpus vertebra dan ke lateral meluas ke prosesus tranversus serta menutupi otot-otot didaerah tersebut. Berjalan dari dasar tengkorak sampai ke os koksigeus serta merupakan dinding posterior dari danger space dan dinding anterior dari korpus vertebra. Ketiga lapisan fasia servikalis profunda ini membentuk selubung karotis (carotid sheath) yang berjalan dari dasar tengkorak melalui ruang faringomaksilaris sampai ke toraks.

Gambar 1. Potongan obliq leher9

Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi ruang yang melibatkan daerah sepanjang leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid (gambar 2 dan gambar 3).6 1. Ruang yang melibatkan sepanjang leher terdiri dari: a. b. c. 2. ruang retrofaring ruang bahaya (danger space) ruang prevertebra.

Ruang suprahioid terdiri dari: a. b. c. d. e. f. ruang submandibula ruang parafaring ruang parotis ruang mastikor ruang peritonsil ruang temporalis.

3.

Ruang infrahioid a. ruang pretrakeal.

Gambar 2. Potongan sagital leher10

Gambar 3. Potongan axial kepala11

IV.

Ruang Submandibula Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila.

Ruang sublingual dipisahkan dari ruang submaksila oleh otot miohioid. Ruang submaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan ruang submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior.2 Ruang mandibular dibatasi pada bagian lateral oleh garis inferior dari badan mandibula, medial oleh perut anterior musculus digastricus, posterior oleh ligament stylohyoid dan perut posterior dari musculus digastricus, superior oleh musculus mylohyoid dan hyoglossus, dan inferior oleh lapisan superficial dari deep servikal fascia. Ruang ini mengandung glandula saliva sub mandibular dan sub mandibular lymphanodes.7 Namun ada pembagian lain yang tidak menyertakan ruang submandibula dan membagi ruang submandibula atas ruang submental dan ruang submaksila saja. Abses dapat terbentuk di ruang submandibula atau salah satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher.2

Ruang submandibula berhubungan dengan beberapa struktur didekatnya (gambar 4), oleh karena itu abses submandibula dapat menyebar ke struktur didekatnya.3

Gambar 4. Ruang potensial leher dalam (A) Potongan aksial, (B) potongan sagital. Ket : SMS: submandibular space; SLS: sublingual space; PPS: parapharyngeal space; CS: carotid space; MS: masticatory space. SMG: submandibular gland; GGM: genioglossus muscle; MHM: mylohyoid muscle; MM: masseter muscle; MPM: medial pterygoid muscle; LPM: lateral pterygoid muscle; TM: temporal muscle.3

V.

Etiologi Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe

submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain.2 Sebanyak 61% kasus abses submandibula disebabkan oleh infeksi gigi. 7 Infeksi pada ruang ini berasal dari gigi molar kedua dan ketiga dari mandibula, jika apeksnya ditemukan di bawah perlekatan dari musculus mylohyoid.4 infeksi dari gigi dapat menyebar ke ruang submandibula melalui beberapa jalan yaitu secara langsung melalui pinggir myolohioid, posterior dari ruang sublingual, periostitis dan melalui ruang mastikor.3 Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman, baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob. Kuman aerob yang sering ditemukan adalah Stafilokokus, Streptococcus sp, Haemofilus influenza, Streptococcus Pneumonia, Moraxtella catarrhalis, Klebsiell sp, Neisseria sp. Kuman anaerob yang sering ditemukan pada abses leher dalam adalah kelompok batang gram negatif, seperti Bacteroides, Prevotella, maupun Fusobacterium. 6 Di Bagian THT-KL Rumah Sakit dr. M. Djamil Padang, periode April 2010 sampai dengan Oktober 2010 terdapat sebanyak 22 pasien abses leher dalam dan dilakukan kultur kuman penyebab, didapatkan 73% spesimen tumbuh kuman aerob, 27% tidak tumbuh kuman aerob dan 9% tumbuh jamur yaitu Candida sp.6 Kuman aerob yang tumbuh pada pemeriksaan tersebut dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil kultur abses leher dalam Bagian THT-KL dr. M.Djamil Padang periode April 2010-Oktober 20106 Jenis Kuman Streptocccus Klepsiella sp Enterobacter sp Staphylococcus aureus Staphilococcus epidermidis E. Coli Proteus vulgaris haemoliticus Jumlah 6 4 3 2 1 1 1 % 37 25 19 12,5 6 6 6

VI.

Diagnosis Anamnesa dan gejala klinis Pasien biasanya akan mengeluhkan demam, air liur yang banyak, trismus

akibat keterlibatan musculus pterygoid, disfagia dan sesak nafas akibat sumbatan jalan nafas oleh lidah yang terangkat ke atas dan terdorong ke belakang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya pembengkakan di daerah submandibula (gambar 5), fluktuatif, dan nyeri tekan. Pada insisi didapatkan material yang bernanah atau purulent (merupakan tanda khas). Angulus mandibula dapat diraba. Lidah terangkat ke atas dan terdorong ke belakang.2,7,8

Gambar 5. Abses submandibula10

Pemeriksaan penunjang 1. Laboratorium Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis. Aspirasi material yang bernanah (purulent) dapat dikirim untuk dibiakkan guna uji resistensi antibiotik 2. Radiologis a. Rontgen jaringan lunak kepala AP b. Rontgen panoramik Dilakukan apabila penyebab abses submandibuka berasal dari gigi. c. Rontgen thoraks Perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, empisema subkutis, pendorongan saluran nafas, dan pneumonia akibat aspirasi abses. d. Tomografi komputer (CT-scan) CT-scan dengan kontras merupakan pemeriksaan baku emas pada abses leher dalam. Berdasarkan penelitian Crespo bahwa hanya dengan pemeriksaan klinis tanpa CT-scan mengakibatkan estimasi terhadap luasnya abses yang terlalu rendah pada 70% pasien (dikutip dari Pulungan). Gambaran abses yang tampak adalah lesi dengan hipodens (intensitas rendah), batas yang lebih jelas, dan kadang ada air fluid level (gambar 6 dan gambar 7). 6,13

Gambar 6. CT-scan pasien dengan keluhan trismus, pembengkakan submandibula yang nyeri dan berwarna kemerahan selama 12 hari. CT-scan axial menunjukkan pembesaran musculus pterygoid medial (tanda panah), peningkatan intensitas ruang submandibular dan batas yang jelas dari musculus platysmal (ujung panah).3

Gambar 7. Axial CT-scan menunjukan infeksi pada ruang submandibula. Tampak abses multifokal.12

10

VII. Penatalaksanaan Terapi yang diberikan pada abses submandibula adalah : 1. Antibiotik (parenteral) Untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab, uji kepekaan perlu dilakukan. Namun, pemberian antibiotik secara parenteral sebaiknya diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik kombinasi (mencakup terhadap kuman aerob dan anaerob, gram positip dan gram negatif) adalah pilihan terbaik mengingat kuman penyebabnya adalah campuran dari berbagai kuman. Secara empiris kombinasi ceftriaxone dengan metronidazole masih cukup baik. Setelah hasil uji sensistivitas kultur pus telah didapat pemberian antibiotik dapat disesuaikan. 2,4-6,13 Berdasarkan uji kepekaaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas tinggi terhadap terhadap ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone, ceftriaxone, yaitu lebih dari 70%. Metronidazole dan klindamisin angka sensitifitasnya masih tinggi terutama untuk kuman anaerob gram negatif. Antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari. 2,4-6,13 2. Bila abses telah terbentuk, maka evakuasi abses dapat dilakukan. Evakuasi abses (gambar 4) dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hioid, tergantung letak dan luas abses.2 Bila abses belum terbentuk, dilakukan panatalaksaan secara konservatif dengan antibiotik IV, setelah abses terbentuk (biasanya dalam 48-72 jam) maka evakuasi abses dapat dilakukan.14 3. Mengingat adanya kemungkinan sumbatan jalan nafas, maka tindakan trakeostomi perlu dipertimbangkan.14

11

Gambar 4. Insisi abses submandibula10 Pasien dirawat inap 1-2 hari hingga gejala dan tanda infeksi reda.2

4.

VIII. Komplikasi Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung (perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Infeksi dari submandibula paling sering meluas ke ruang parafaring karena pembatas antara ruangan ini cukup tipis. 3 Perluasan ini dapat secara langsung atau melalui ruang mastikor melewati musculus pterygoid medial kemudian ke parafaring. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah potensial lainnya.6 Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke bawah menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum menyebabkan medistinitis. Abses juga dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila pembuluh karotis mengalami nekrosis, dapat terjadi ruptur, sehimgga terjadi perdarahan hebat, bila terjadi periflebitis atau endoflebitis, dapat timbul tromboflebitis dan septikemia.3

IX.

Prognosis Pada umumnya prognosis abses submandibula baik apabila dapat

didiagnosis secara dini dengan penanganan yang tepat dan komplikasi tidak terjadi. Pada fase awal dimana abses masih kecil maka tindakan insisi dan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat menghasilkan penyembuhan yang sempurna.Apabila telah terjadi mediastinitis, angka mortalitas mencapai 40-50%

12

walaupun dengan pemberian antibiotik. Ruptur arteri karotis mempunyai angka mortalitas 20-40% sedangkan trombosis vena jugularis mempunyai angka mortalitas 60%. 2,14,15

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Rizzo PB, Mosto MCD. Submandibular space infection: a potentially lethal infection. International Journal of Infectious Disease 2009;13:327-33 2. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus paranasal. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. 145-48 3. Ariji Y, Gotoh M, Kimura Y, Naitoh K, Kurita K, Natsume N, et all. Odontogenic infection pathway to the submandibular space: imaging assessment. Int. J. Oral Maxillofac. Surg. 2002; 31: 1659 4. Huang T, chen T, Rong P, Tseng F, Yeah T, Shyang C. Deep neck infection: analysis of 18 cases. Head and neck. Ockt 2004.860-4 5. Yang S.W, Lee M.H, See L.C, Huang S.H, Chen T.M, Chen T.A. Deep neck abscess: an analysis of microbial etiology and effectiveness of antibiotics. Infection and Drug Resistance. 2008;1:1-8. 6. Pulungan MR. Pola Kuman abses leher dalam. Diunduh dari

http://www.scribd.com/doc/48074146/POLA-KUMAN-ABSES-LEHERDALAM-Revisi. [Diakses tanggal 7 Februari 2010] 7. Calhoun KH, Head and neck surgery-otolaryngology Volume two. 3nd Edition. USA: Lippincott Williams and Wilkins. 2001. 705,712-3 8. Ballenger JJ. Penyakit telinga hidung tenggorok kepala dan leher. Jilid 1. Edisi ke-13. Jakarta: Bina Rupa Aksara,1994.295-304 9. Deep Neck Space Infections (updated 08/06). Diunduh dari

http://www.entnyc.com/coclia_deep.pdf. [Diakses tanggal 7 Februari 2010] 10. Pictures of submandibular neck. Otolaryngology Houston. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/837048-overview. [Diakses tanggal 7 Februari 2010] 11. Micheau A, Hoa D. ENT anatomy: MRI of the face and neck - interactive atlas of human anatomy using cross-sectional imaging (updated 24/08/2008 10:51 pm). Diunduh dari http://www.imaios.com/en/e-Anatomy/Head-andNeck/Face-and-neck-MRI. [Diakses tanggal 20 Februari 2011].

14

12. Yonetsu K, Izumi M, Nakamura T. Deep facial infections of odontogenic origin: CT assessment of pathways of space involvement. AJNR Am J Neuroradiol 1998;19:123 13. Rambe AYM. Abses Retrofaring. Fakultas kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan Universitas Sumatra Utara. Diunduh dari USU digital library 2003. [Diakses tanggal 7 Februari 2010] 14. Gmez CM, Iglesia V, Palleiro O, Lpez CB. Phlegmon in the

submandibular region secondary to odontogenic infection. Emergencias 2007;19:52-53 15. Brook I, Microbiology of polymicrobial abscess and implication for therapy. J antimicrob chemother 2002;50:805-10

15

You might also like