You are on page 1of 33

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN Istri Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Suku Agama Golongan darah Alamat No. CM Tgl. Masuk : Ny. S : 34 tahun, 10 bulan : SMA : Ibu rumah tangga : Sunda : Islam :O : KP. Sawit Darangdan, Purwakarta : 0-49878 : 16 Ferbruari 2012 / Jam 08:51 WIB Tn. M 36 tahun SMA Karyawan Swasta Sunda Islam Suami

B. ANAMNESIS Dilakukan autoanamnesis pada pasien pada tanggal 16 Februari 2012 Jam 09:00 WIB

Keluhan utama : Keluar air-air dari vagina sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

Keluhan tambahan : Mules (+) jarang, nyeri perut (-) , darah (-) , demam (-)

Riwayat penyakit sekarang : Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh keluar air-air dari kemaluannya. Cairan yang keluar berwarna jernih, tidak berbau, tidak disertai lendir dan darah. Jumlah cairan cukup banyak dan lama kelamaan, cairan menjadi sedikit keruh. Mules dirasakan jarang, tidak terlalu kuat serta tidak teratur. Keluhan saat ini tidak disertai demam, keputihan, gatal-gatal, serta nyeri perut.

Pasien mengatakan hamil 7 bulan dengan hari pertama haid terakhir (HPHT) tanggal 23 Juni 2011, dengan taksiran partus (TP) tanggal 30 Maret 2012. Pasien sering memeriksa kehamilan secara teratur ke dokter kandungan atau bidan. Selama kehamilan, tidak terdapat kelainan. Pasien mengaku tidak penah mengalami perdarahan selama kehamilannya, gerak janin terasa (+). Os menyangkal adanya pusing, penglihatan buram, nyeri ulu hati, sesak dan pemakaian obat-obatan. Oleh keluarganya pasien dibawa ke Poli RS Efarina Etaham.

C. RIWAYAT KEHAMILAN Pasien mengatakan ini kehamilan yang ketiganya. Anak pertama dan kedua lahir secara normal pervaginam di bidan tanpa komplikasi. Berat badan anak pertama 3200g dan anak kedua 3300g.

D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Pasien mengakut tidak ada riwayat operasi sebelumnya. Os tidak memiliki riwayat DM, TBC, hipertensi, alergi, asma, penyakit jantung, penyakit ginjal disangkal.

E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Pasien mengatakan tidak ada riwayat asma, alergi, DM, hipertensi dan penyakit jantung pada keluarganya.

F. RIWAYAT HAID Menarche Siklus Lama haid HPHT : 12 tahun : Teratur tiap bulan (28 hari) : 6-7 hari, ganti pembalut 3-4 kali/ hari, tidak disertai nyeri haid : 23 Juni 2011

Taksiran persalinan : 30 Maret 2012

G. STATUS PERKAHWINAN Status : Menikah

Pernikahan ke : 1 kali, tahun 2002 (Usia istri 24 tahun, usia suami 26 tahun) Lama : 10 tahun

H. RIWAYAT KB Pasien tidak menggunakan kontrasepsi.

I. PEMERIKSAAN FISIK a. Status generalis Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Suhu Pernafasan Mata Dada Paru Jantung Abdomen : Tampak Sakit Ringan : Compos mentis : 110/70 mmHg : 88 kali/ menit, teratur. : 36,80C : 18 kali/ menit : Konjungtiva anemis -/-, slera ikterik -/: Tampak simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-) : Suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-. : BJ I-II reguler murni, murmur (-), gallop (-) :Membuncit sesuai usia kehamilan, tampak linea nigra dan striae gravidarum, bising usus (+) Ekstremitas Tinggi badan Berat badan b. Status obstetri i. Pemeriksaan luar Inspeksi : Abdomen tampak membuncit, tampak linea nigra dan striae gravidarum. : Akral hangat ++/++, varises -/-, edema --/--, sianosis --/-: 158 cm : 62 kg

Palpasi

: TFU Leopold I Leopold II : 26 cm : Teraba lunak di bagian fundus : Teraba punggung di sebelah kanan

Leopold III : Teraba bagian keras belum masuk panggul Leopold IV His : : Tidak dilakukan : Tidak ada

Auskultasi DJJ TBJ

: 150x/mnt : (26-13) x 155 = 2015g

Pemeriksaan Genital Anogenital Inspeksi : Vulva dan vagina tenang, lendir dan darah tidak ada, edema -, varises -, anus tidak membuka, perineum tidak menonjol, portio licin, ostium terbuka 1 cm, flour albus (-), fluksus (-), valsava (+), tampak cairan mengalir dari ostium

Pemeriksaaan Dalam (VT) Dinding vagina : Tenang, licin, tidak teraba tumor Portio : Tebal, lunak Ketuban : + Pembukaan : 1 cm Bagian terendah janin : Kepala (Hodge 1)

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. USG di Poli, 16/02/2012 : Janin presentasi kepala tunggal hidup, hamil 34 minggu, oligohidramnion berat b. Laboratorium, 16/02/2012 : Hematologi : Hemoglobin : 11,8 * (12-16 g/dL)

Hematokrit Eritrosit Leukosit Trombosit MCV MCH MCHC

: 39 : 4,4 : 7,800 : 174,000 : 88 : 27 * : 30 *

(35-45%) (4,3-6,0 juta/uL) (4000-10000/uL) (140,000-400,000/Ul) (85-95 fl) (28-32 pg) (32-36 pg)

Bleeding time : 1 menit 30 detik (1-3 menit) Clotting time : 8 menit Golongan darah : O Rhesus : +/ positif (1-11menit)

K. RESUME 1 hari SMRS, pasien mengeluh keluar air-air dari kemaluannya. Cairan yang keluar berwarna jernih, tidak berbau, tidak disertai lendir dan darah. Jumlah cairan cukup banyak dan lama kelamaan, cairan menjadi sedikit keruh. Mules dirasakan jarang, tidak terlalu kuat serta tidak teratur. Keluhan saat ini tidak disertai demam, keputihan, gatalgatal, serta nyeri perut. Pasien mengatakan hamil 7 bulan. Os masih merasakan gerakan janin. Pada pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dbn. Pada pemeriksaan obstetrik didapatkan : Pemeriksaan Luar Inspeksi : Abdomen tampak membuncit, tampak linea nigra dan striae gravidarum. Palpasi : TFU Leopold I Leopold II : 30 cm : Teraba lunak di bagian fundus : Teraba punggung di sebelah kiri

Leopold III : Teraba bagian keras belum masuk panggul Leopold IV His : Tidak dilakukan : Tidak ada

Auskultasi DJJ TBJ

: 150x/mnt : (26-13) x 155 = 2015g

Pemeriksaan Genital Anogenital Inspeksi : Vulva dan vagina tenang, lendir dan darah tidak ada, edema -, varises -, anus tidak membuka, perineum tidak menonjol, portio licin, ostium terbuka 1 cm, flour albus (-), fluksus (-), valsava (+), tampak cairan mengalir dari ostium

Pemeriksaaan Dalam (VT) Dinding vagina : Tenang, licin, tidak teraba tumor Portio : Tebal, lunak Ketuban : + Pembukaan : 1 cm Bagian terendah janin : Kepala (Hodge 1)

L. DIAGNOSA KERJA Ibu : 1. G3 P2 A0 dengan usia kehamilan 34 minggu 2. Ketuban pecah dini (1 hari yang lalu) 3. Oligohidramnion berat

Janin : 1. Janin presentasi kepala, tunggal hidup intrauterin 2. Preterm

M. RENCANA PENATALAKSANAAN

Rencana diagnostik : a. Observasi TNSP/ jam, suhu/ 4 jam

Rencana terapi : Pasien di rencanakan SC sito atas indikasi H 34 minggu dengan KPD preterm dan oligohidramnion berat.

Rencana pendidikan : Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa saat ini air ketuban sudah berkurang menjadi sedikit dengan kehamilan yang belum cukup bulan, sehingga direncanakan operasi.

N. PROGNOSIS Ibu Janin : Ad bonam : Dubia

O. FOLLOW UP

17 Februari 2012, Jam : 07:30 WIB

S : Perdarahan (+) sedikit, mules (-), pusing (-), ASI (-), mobilisasi (-), BAK spontan (-), BAB (-), flatus (-) O : Kesadaran : CM TTV : TD : 120/70 mmHg Nadi : 80x/mnt Suhu : 36,20C RR : 20x/mnt Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Mata : CA -/-, SI -/Cor : BJ i-II reguler, murmur (-), gallop (-), Pulmo : Suara nafas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-) Abdomen : Sedikit membuncit, striae gravidarum (+), BU (+) normal Ekstremitas : Akral hangat ++/++, edema -/Pemeriksaaan Obstetrik Pemeriksaan luar : TFU 2 jari di bawah pusar, kontraksi baik. Pemeriksaan genitalia : v/v tidak ada kelainan, perdarahan (+) sedikit, tidak berbau. A : P3 A0 post partum SC atas indikasi KPD dengan oligohidramnion dan prematur P : Observasi TNP/jam, S/4jm, kontraksi dan perdarahan/jam, cek DPL post op. Imobilisasi 24 jam, IVFD RL 20 tpm, ampisilin 3x1 gr, ketoprofen 3x1 supp

TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN

Ketuban pecah dini atau ketuban pecah sebelum proses persalinan berlangsung, terjadi pada 2,7 17% kehamilan, dan 60% diantaranya terjadi pada usia kehamilan aterm. Selaput ketuban normalnya pecah pada akhir kala I atau permulaan kala II persalinan. Dan jika ketuban belum pecah, tidak jarang ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan hampir atau telah lengkap. Apabila ketuban telah pecah sebelum proses persalinan berangsung, maka hal tersebut disebut sebagai ketuban pecah dini (KPD) atau premature rupture of the membrane (PPROM). Penyebab KPD adalah multifaktorial. Kondisi-kondisi yang menyebabkan distensi berlebihan pada uterus, seperti kehamilan multiple dan polihidramnion dapat merupakan factor predisposisi terjadinya KPD. Infeksi juga memegang peranan penting, karena bakteri dapat menurunkan kekuatan dan elastisitas membrane. Selaput ketuban pada KPD memiliki perbedaan seperti berkurangnya ketebalan dan elastisitas, berkurangnya produksi kolagen, serta meningkatnya kolagenolisis dibandingkan dengan selaput ketuban yang tidak mengalami pecah dini. Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi khorioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. Oleh karena itu, upaya yang cepat dan tepat untuk penanganan KPD sangat diperlukan, dimana penanganan tersebut memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi dan komplikasi pada ibu dan janin, dan tanda-tanda persalinan. Kejadian KPD pada wanita hamil aterm sekitar 8%. Bila tidak dilakukan induksi persalinan, sekitar 70% akan mngalami persalinan spontan dalam 24jam dan lebih dari 95% trjadi persalinan spontan dalam 72jam.

BAB II ISI

I. DEFINISI Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan kurang dari 3 cm (pada primipara) atau kurang dari 5 cm (pada multipara). Dengan keluarnya cairan berupa air-air dari vagina setelah kehamilan berusia 20 minggu. Definisi lain menyebutkan bahwa KPD adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan mulai dan ditunggu 1 jam belum terjadi inpartu. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi pada kehamilan preterm maupun kehamilan aterm, yang dibagi menjadi dua, yaitu : PROM (premature rupture of membrane), pecahnya selaput ketuban pada usia kehamilan > 37 minggu. PPROM (preterm remature ruptur of membran), pecahnya selaput ketuban pada kehamilan < 37 minggu. Kondisi ini dibagi lagi atas : Ketuban pecah dini pada usia kehamilan 32-36 minggu (preterm PROM near term) Ketuban pecah dini pada usia kehamilan 23-31 minggu ( preterm PROM remote from term) Ketuban pecah pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu (previable PROM). Bila proses persalinan segera berlangsung sesudahnya maka akan terjadi kematian neonatus. Terjadinya ketuban pecah biasanya diikuti oleh proses persalinan. Periode laten dari pecahnya selaput ketuban hingga persalinan berkurang secara berlawanan dengan bertambahnya usia gestasi. Contohnya, pada usia gestasi 20-26 minggu periode latennya 12 hari sedangkan pada usia gestasi 32-34 minggu hanya 4 hari. Pada kehamilan aterm, 70% wanita mulai persalinan dalam 24jam dan 95% dalam 72jam setelah pecahnya selaput ketuban.

amniotic sac - a thin-walled sac that surrounds the fetus during pregnancy. The sac is filled with amniotic fluid - liquid made by the fetus and the amnion (the membrane that covers the fetal side of the placenta) which protects the fetus from injury and helps to regulate the temperature of the fetus. anus - the opening at the end of the anal canal. cervix - the lower part of the uterus that projects into the vagina. Made up of mostly fibrous tissue and muscle, the cervix is circular in shape. fetus - an unborn baby from the eighth week after fertilization until birth. placenta - an organ, shaped like a flat cake, that only grows during pregnancy and provides a metabolic interchange between the fetus and mother. (The fetus takes in oxygen, food, and other substances and eliminates carbon dioxide and other wastes.) umbilical cord - a rope-like cord connecting the fetus to the placenta. The umbilical cord contains two arteries and a vein, which carry oxygen and nutrients to the fetus and waste products away from the fetus. uterine wall - the wall of the uterus. uterus - the uterus is a hollow, pear-shaped organ located in a woman's lower abdomen, between the bladder and the rectum, that sheds its lining each month during menstruation and in which a fertilized egg (ovum) becomes implanted and the fetus develops. vagina - the part of the female genitals, behind the bladder and in front of the rectum, that forms a canal extending from the uterus to the vulva. www.armystudyguide.com/militarybaby/pregnancy...

AIR KETUBAN (LIQUOR AMNII) Didalam ruang yang diliputi oleh selaput janin yang terdiri dari lapisan amnion dan korion terdapat likuor amnii/ air ketuban. Volume air ketuban pada kehamilan cukup bulan kira-kira 1000 1500 cc. Air ketuban berwarna putih keruh, berbau amis, dan berasa manis.Reaksinya agak alkalis atau netral, dengan dengan berat jenis 1,008. Komposisinya terdiri atas 98% air, sisanya albumin, urea, asam urik, kreatinin, sel-sel epitel, rambut lanugo, verniks kaseosa, dan garam anorganik. Kadar protein kira-kira 2,6& g perliter, terutama albumin. Dijumpainya lesitin dan sfingomielin dalam air ketuban amat berguna untuk mengetahui apakah paru-paru janin sudah matang, sebab peningkatan kadar lesitin merupakan tanda bahwa permukaan paru-paru (alveolus) diliputi oleh zat surfaktan. Ini merupakan syarat bagi paru-paru untuk berkembang dan bernapas. Bila persalinan berjalan lama atau ada gawat janin atau janin letak sungsang, maka akan kita jumpai warna air ketuban yang keruh kehijauan karena telah bercampur dengan mekonium.

Fungsi air ketuban: Untuk proteksi janin (melindungi janin terhadap trauma dari luar) Mencegah perlekatan janin dengan amnion Agar janin dapat bergerak bebas Regulasi terhadap panas dan perubahan suhu Mungkin untuk menambah suplai cairan janin, dengan cara ditelan atau diminum, yang kemudian dikeluarkan melalui kencing janin. Menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam basa (pH)dalam rongga amnion, untuk suasana lingkungan yang optimal bagi janin. Peredaran air ketuban dengan darah ibu cukup lancar dan perputarannya cepat, kira-kira 350-500cc Membersihkan jalan lahir(jika ketuban pecah) dengan cairan yang steril, dan mempengaruhi keadaan di dalam vagina, sehingga bayi kurang mengalami infeksi Asal air ketuban : Kencing janin(fetal urine) Transudasi dari darah ibu Sekresi dari epitel amnion

Air ketuban untuk diagnosis : Akhir-akhir ini air ketuban banyak menarik perhatian peneliti, terutama untuk memonitor perkembangan janin dalam kandungan yaitu antara lain : Jenis kelamin bayi Golongan darah ABO Rhesus iso imunisasi Maturitas janin Pemeriksaan tentang penyakit-penyakit Untuk itu diperlukan analisa air ketuban yang diambil dengan cara amniosintesis transvaginal atau amniosintesis transabdominal

PEMBENTUKAN AMNION dan KORION Bila nidasi terjadi, mulailah diferensiasi sel-sel blstula. Sel- sel yang lebih kecil membentuk entoderm dan yolk sac, sedangkan sel-sel yang besar menjadi ektoderm dan membentuk ruang amnion. Dengan ini di dalam blastula terdapat suatu embryonal plate yang terbentuk antara amnion dan yolk sac.

Sel-sel fibroblas mesodermal tumbuh disekitar embrio dan melapisi sebelah dalam trofoblas. Dengan demikian, terbentuk chorionic membrane yang nantinya akan menjadi korion. Pada minggu-minggu pertama perkembangan, villi/jonjot meliputi

seluruh lingkaran permukaan korion. Dengan berlanjutnya kehamilan maka vili korialis yang berhubungan dengan desidua basalis tumbuh dan bercabang-cabang dengan baik, disisni korion disebut korion frondosum. Sedangkan vili yang berhubungan dengan desidua kapsularis kurang mendapat makanan sehingga lambat laun menghilang, korion ini disebut korion laeve.

Pertumbuhan embrio terjadi dari embryonal plate yang selanjutnya terdiri atas tiga unsur lapisan, yakni sel-sel ektoderm, mesoderm dan entoderm. Sementara itu ruang amnion tumbuh dengan cepat dan mendesak eksoselom sehingga akhirnya dinding ruang amnion mendekati korion. Mesoblas antara ruang amnion dan embrio menjadi padat, dinamakan body stalk, dan merupakan hubungan antara embrio dan dinding trofoblas. Pada perkembangan selanjutnya, body stalk menjadi tali pusat sedangkan yolk sac dan alantois pada manusia tidak tumbuh terus.

Pada tali pusat yang berasal dari body stalk, terdapat pembuluh-pembuluh darah sehingga ada yang dinamakan vascular stalk. Dari perkembangan ruang amnion dapat dilihat bahwa bagian luar tali pusat berasal dari lapisan amnion. Antara membran korion dangan membran amnion terdapat rongga korion. Dengan berlanjutnya kehamilan, rongga tertutup akibat persatuan membran amnion dengan membran korion. Selaput janin selanjutnya disebut sebagai membran korion-amnion (amniochorionic membrane). Kavum uteri juga terisi oleh konsepsi sehingga tertutup persatuan chorion leave dengan desidua parietalis

STRUKTUR SELAPUT KETUBAN Selaput ketuban terdiri atas amnion dan korion yang saling berdekatan. Keduanya mengandung bermacam-macam sel, termasuk sel epitel dan sel-sel trofoblas, yang melekat pada matriks kolagen. Selaput ini menahan cairan amnion, mengeluarkan zat-zat ke dalam cairan amnion dan selanjutnya ke uterus dan melindungi janin dari infeksi asenden dari saluran genital. Amnion tidak mengandung darah atau syaraf dan kebutuhan nutrisinya diperoleh dari cairan ketuban. Amnion terdiri dari 5 lapisan yang berbeda yaitu epitel, membran dasar, lapisan kompakta, lapisan fibroblas dan lapisan spongiosa/intermediate. Lapisan epitel mensekresi kolagen tipe III dan IV serta glikoprotein non kolagen yang membentuk membrana basalis. Lapisan kompakta merupakan kerangka fibrosa utama pada amnion. Kolagen pada lapisan kompakta ini disekresi oleh sel- sel mesenkim pada pada lapisan fibrosa. Lapisan spongiosa yang terdapat diantara amnion dan korion berfungsi menyerap stress fisik karena lap.spongiosa dapat membuat lapisan amnion bergeser dari lapisan korion yang melekat erat pada desidua maternal. Korion lebih tebal daripada amnion namun amnion memiliki kekuatan regang yang lebih besar. Korion terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan retikuler dan membrana basalis.

II. INSIDEN Menurut Eastman, insiden PROM kira-kira 12 % dari semua kehamilan. Hanya sekitar 20 % kasus adalah PPROM. Dan PPROM inilah yang menyebabkan kira-kira 34% pada seluruh kasus kelahiran prematur. Kematian perinatal meningkat 2 kali, bila jarak pecahnya ketuban dan partus dalam 24 jam. Sementara itu jika terjadi dalam 48 jam, kematian perinatal meningkat 3 kali.

III. ETIOLOGI Penyebab dari KPD masih belum jelas, masih merupakan masalah kontroversi obstetri. Bisa dikarenakan berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intra uterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran dapat disebabkan oleh adanya infeksi yang berasal dari serviks atau vagina.

IV. PATOFISIOLOGI Menurut Taylor dkk., patofisiologi KPD berhubungan dengan adanya faktor predisposisi : a. Faktor infeksi Pada infeksi, terjadi peningkatan aktifitas interleukin 1 (IL-1) dan prostaglandin. Peningkatan ini menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi kolagen pada selaput korion/ amnion, yang menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan. b. Faktor trauma dan tekanan intra abdominal Adanya stress maternal dan fetal, menyebabkan peningkatan pelepasan kadar CRH (Cortikotropin releasing hormon), sehingga terjadi pembentukan enzim matriks metalloproteinase (MMP), yang menyebabkan ketuban pecah. c. Faktor selaput ketuban

Membran ketuban memiliki kemampuan material viscoelastis, dimana jika ada tekanan internal saat persalinan dan juga adanya infeksi membuat membran menjadi lemah dan rentan membran pecah

Mekanisme & faktor klinik yang berhubungan dengan ketuban pecah: Tempat pecahnya selaput ketuban Pada suatu penelitian, disimpulkan bahwa tempat terjadinya ruptur adalah membran diatas sevik yang tidak ditunjang oleh desidua, apalagi setelah kehamilan makin besar. Pada kasus PPROM usia gestasi 30-34 minggu didapatkan berkurangnya lapisan epitel dan berubah menjadi sel nekrotik, korion hanya mengandung sedikit sel yang dilindungi fibrin dan desidua biasanya tidak ada. Mekanik Peningkatan tekanan intraamnion karena kontraksi uterus merupakan ancaman bagi integritas membran. Tekanan sebesar 58-68mmHg cukup untuk memecahkan selaput ketuban dengan dilatasi servik 3-4cm. Hal ini menerangkan terjadinya ruptur membran pada proses persalinan. Ruptur membran yang terjadi pada kehamilan preterm dengan dilatasi servik yang yang lebih kecil atau tanpa dilatasi servik, membutuhkan tekanan yang lebih besar. Disamping itu, faktor lain yang juga berpengaruh adalah elastisitas dan viskositas membran. Kontraksi uterus yang berulang akan menyebabkan kerapuhan dan kerusakan lokal pada membran sehingga toleransi membran terhadap tekanan juga berkurang. Perubahan Biokimiawi Perubahan pada kolagen yang membentuk jaringan penghubung juga berperan dalam melemahnya membran korioamnionik. Jumlah kolagen berkurang sesuai dengan bertambahnya usia kehamilan. Suatu penelitian membuktikan bahwa kolagen tipe III berkurang pada pasien PROM , kolagen ini berperan dalam mempertahankan elastisistas membran. Kolagenase dan protease lain yang terdapat pada cairan amnion normal, sekret servik atau yang merupakan produk metabolisme bakteri dapat melemahkan membran amnion.

Bakteri dan sel-sel inflamasi maternal, terutama neutropil merupakan sumber enzim proteolitik yang potensial. Sitotoksik halida peroksidase merupakan komponen lain dari respon inflamasi yang dihasilkan oleh lisososom untuk menghancurkan bakteri. Inhibitor protease, terutama 1 antitripsin merupakan protein yang terbanyak setelah albumin, juga ditemukan pada cairan amnion. Konsentrasinya meningkat pada usia kehamilan 20-30 minggu dan menurun hingga aterm. Kadar 1 antitrpsin lebih rendah pada wanita yang mengalami PPROM. Suatu penelitian menemukan bahwa konsentrasi protease inhibitor saja tidak cukup untuk menerangkan terjadinya ruptur membran, tapi lebih dipertimbangkan lagi Kematian sel terprogram (apoptosis) Pada percobaan dengan tikus, terjadi apoptosis pada sel- sel epitelial saat kehamilan mendekati aterm. Pada selaput ketuban manusia dengan kehamilan aterm setelah terjadi ketuban pecah dini, ditemukan banyak sel-sel apoptosis pada area dekat tempat pecahnya selaput ketuban. Teregangnya selaput ketuban Overdistensi uterus baik akibat polihidramnion maupun kehamilan multipel menginduksi teregangnya selaput ketuban. Peregangan ini meningkatkan prostaglandin E2 dan interleukin-8 serta menngkatkan aktivitas MMP-1

Sumber lain menyebutkan, mekanisme terjadinya KPD : 1. Terjadinya pembukaan prematur serviks 2. Membran/ selaput ketuban, terkait dengan pembukaan, terjadi : a. Devaskularisasi b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan c. Jaringan ikat yang meyangga membran ketuban, makin berkurang d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan infeksi yang mengeluarkan enzim proteolitik dan kolagenase.

V. FAKTOR RESIKO/ PREDISPOSISI 1. Serviks inkompeten

2. Overdistensi uterus 3. Hidramnion Gamelli

Riwayat persalinan preterm (kurang dari 37 minggu sebelumnya)

4. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban: Infeksi genitalia Meningkatnya enzim proteolitik Bakteriuria (resiko 2x)

5. Multipara 6. Sefalopelvik disproportion. Kepala janin tidak masuk pintu atas panggul sehingga selaput bagian bawah menggembung dan mudah pecah. 7. Koitus Tidak berpengaruh kepada resiko, kecuali jika higiene buruk, merupakan predisposisi terhadap infeksi. 8. Kelainan letak ( Lintang, sungsang) 9. Infeksi (amnionitis, khorioamnionitis) 10. pH Vagina > 4,5 (resiko 32%) 11. Stress psikologis meningkatkan kadar CRH 12. Faktor genetik. 13. Kadar Vitamin C yang rendah. 14. Trauma dan tekanan intra abdominal. 15. Selaput ketuban terlalu tipis ( Kelainan ketuban)

VI. DIAGNOSIS 1. Anamnesis Keluar cairan ketuban (berwarna jernih/ kuning/ putih keruh/ kehijauan/ kecoklatan) sedikit demi sedikit atau sekaligus banyak. Bau cairan ketuban yang khas (terutama jika sudah terjadi infeksi)

2. Pemeriksaan status generalis Suhu normal bila tidak terjadi infeksi

3. Pemeriksaan status obstetri Pemeriksaan luar : Nilai DJJ dengan stetoskop laenec, fetal phone, doppler, atau dengan CTG. Janin mudah dipalpasi karena air ketuban sedikit.

Inspekulo : Nilai apakah cairan keluar melalui ostium uteri eksternum atau terkumpul difoniks posterior. Tes lakmus (nitrazin). Jika kertas lakmus berubah menjadi biru, menunjukan adanya cairan ketuban. Jika kertas tetap merah, menunjukan bukan air ketuban (mungkin urin)

Pemeriksaan dalam : Selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering. Jika ketuban pecah, jangan sering periksa dalam, awasi terjadinya tanda-tanda infeksi

Tanda-tanda terjadinya infeksi intra uterin : Suhu ibu > 380 C Takikardi ibu (> 100 denyut permenit) Takikardi janin (> 160 detak permenit) Air ketuban yang keruh/ hijau/ berbau Leukositosis pada pemeriksaan darah tepi (>15.000 /mm3 ) Pemeriksaan penunjang lain : a. Leukosit esterase (LEA) + 3 b. CRP meningkat / > 2 mg menunjukan infeksi chorioamnionitis. Nyeri abdomen, nyeri tekan uterus

VII. DIAGNOSIS BANDING Kehamilan dengan fistula vesikovaginal Kehamilan dengan stress inkontinensia Hydrorrhoe gravidarum (pengeluaran cairan yang berlebihan karena sekresi kelenjar desidua yang berlebihan)

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Laboratorium Bila leukosit > 15.000 / mm3 atau tes LEA +3, mungkin ada infeksi. b. Tes nitrazin PH vagina berkisar antara 4,5 5,5, sedangkan cairan amnion berkisar 7,0 7,5. PH> 6,5 konsisten dengan ketuban pecah. Kertas nitrazin akan segera berubah warna menjadi biru jika cairan vagina berubah menjadi alkali. Tes positif palsu dapat terjadi jika terdapat kontaminasi dengan darah, semen, bakterial vaginosis atau cairan antiseptik. Sedangkan tes negatif palsu dapat terjadi jika cairan yang dianalisa sangat sedikit. c. Tes evaporasi Cairan endoservik dipanaskan hingga kandungan airnya menguap, jika yang terlihat adalah residu berwarna putih, berarti telah terjadi ketuban pecah. Namun jika residu berwarna coklat berarti selaput ketuban masih intak. d. Fluorescein atau pewarna intraamniotik Dengan menyuntikan sodium fluorescein atau pewarna seperti evans blue, methylene blue, indigo carmine atau fluorescein ke dalam kantung amnion melalui amniosintesis, jika zat tersebut kemudian ditemukan pada tampon yang dipasang di vagina, maka diagnosis ketuban pecah dapat ditegakkan. e. Tes diamin oksidase Diamin oksidase adalah enzim yang diproduksi oleh desidua yang berdifusi ke dalam cairan amnion. Pengukuran diamin oksidase pada vagina merupakan diagnosis akurat ketuban pecah. f. Fibronektin fetal

Fibronektin fetal merupakan glikoprotein yang banyak ditemukan pada cairan amnion. Zat ini dapat dideteksi pada endoservik atau vagina dengan pemeriksaan ELISA. g. Tes Alfa fetoprotein Alfa Feto protein (AFP) terdapat dalam konsentrasi tinggi di dalam cairan amnion, sehingga ditemukannya AFP pada cairan vagina merupakan diagnosis akurat untuk ketuban pecah. h. Tes pakis Dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan mengering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukan kristal cairan amnion dan gambaran daun pakis. i. USG Membantu dalam menentukan usia kehamilan, letak janin, berat janin, letak dan derajat maturasi plasenta dan indeks cairan amnion (jumlah air ketuban). USG bukan merupakan alat utama untuk mendiagnosa ketuban pecah. Namun jika pada pemeriksaan USG ditemukan cairan ketuban yang sedikit atau tidak ada, pikirkan kemungkinan telah terjadi ketuban pecah. j. Kardiotokografi (CTG) Bila ada infeksi intra uterin atau peningkatan suhu tubuh ibu, maka akan terjadi takikardi janin.

IX. PENATALAKSANAAN 1. Konservatif Tindakan : a. Rawat di RS (bed rest) b. Umur kehamilan kurang dari 32 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi. c. Pada usia kehamilan 32 34 minggu dimana air ketuban masih tetap keluar, maka dapat dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan pada usia 35 minggu ( hal ini sangat tergantung dari kemampuan melakukan perawatan terhadap bayi premature)

d. Pada usia kehamilan 32 34 minggu dapat diberikan steroid untuk memacu pematangan paru janin serta dilakukan pemeriksaan kadar lesitin & sfingomielin jika memungkinkan. e. Bila KPD lebih dari 6 jam, diberikan antibiotik ( golongan penisilin seperti ampisilin atau amoksisilin, atau eritrosin jika tidak tahan terhadap penisilin) f. Jika tidak ada infeksi dan kehamilan kurang dari 37 minggu: Antibiotik untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin : Ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari ditambah eritromisin peroral 3 x 250 mg perhari selama 7 hari. Kortikosteroid pada ibu, untuk memperbaiki kematangan paru janin. Dexamethasone 6 mg IM dalam 4 dosis setiap 6 jam, atau Betamethasone 12 mg IM dalam 2 dosis setiap 12 jam. Lakukan persalinan pada kehamilan 37 minggu Jika terdapat his dan lendir darah, kemungkinan telah terjadi persalinan preterm Jika sudah inpartu, berikan tokolitik untuk mengurangi kontraksi uterus, atau mencegah partus preterm. Dan kortikosteroid untuk pematangan paru janin. g. Jika tidak terdapat infeksi dan kehamilan lebih dari 37 minggu : Jika ketuban telah pecah > 18 jam, berikan antibiotik profilaksis untuk mengurangi resiko infeksi streptokokus grup B. : Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam. Penisilin G 2 juta unit IV setiap 6 jam sampai persalinan Jika tidak ada infeksi pasca persalinan, hentikan pemberian antibiotik. Nilai serviks : Jika serviks sudah matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin. Jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan prostaglandin dan infus oksitosin atau lahirkan secara SC h. Jika ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotik sama halnya jika terjadi amnionitis, yaitu : Berikan antibiotik kombinasi sampai persalinan Ampisilin 2 gr IV setiap 6 jam, ditambah gentamisin 5 mg/ kgbb IV setiap 24 jam.

Jika persalinan pervaginam, hentikan antibiotik pasca persalinan. Jika persalinan dengan SC, lanjutkan antibiotik dan berikan metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam sampai bebas demam selama 48 jam. Nilai serviks Jika serviks matang, lakukan induksi dengan oksitosin. Jika serviks belum matang, matangkan dengan prostaglandin dan infus oksitosin atau lakukan SC. i. Vitamin C 1000 mg / hari 2. Aktif, dilakukan jika janin sudah viable (> 36 minggu) : a. Kehamilan > 36 minggu, atau TBJ >2500 gr, induksi dengan oksitosin, dan bila gagal, lakukan SC b. Pada keadaan letak lintang, CPD, bokong, dilakukan SC c. Bila janin hidup dan terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan posisi panggul lebih tinggi dari badannya, bila mungkin dengan posisi bersujud, Kalau perlu kepala janin didorong ke atas dengan 2 jari agar tali pusat tidak tertekan kepala janin. Tali pusat di vulva dibungkus kain hangat yag dilapisi plastik. d. Bila ada demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi saat rujukan atau ketuban pecah lebih dari 6 jam, berikan antibiotik seperti penisilin prokain 1,2 juta IU intramuskular dan ampisilin 1g peroral. Bila pasien tidak tahan ampisilin, berikan eriromisin 1g peroral. e. Bila keluarga pasien menolak dirujuk, pasien disuruh istirahat dalam posisi berbaring miring, berikan antibiotik penisilin prokain 1,2 juta IU intramuskular dan ampisilin 1g peroral diikuti 500mg tiap 6jam atau eritromisin dengan dosis yang sama. f. Jika ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri : Bila pelvic skor < 5, akhiri persalinan dengan SC. Bila pelvic skor > 5, induksi persalinan, partus pervaginam. bila ada infeksi berat, lakukan SC.

Lama perawatan * Konservatif : Sangat tergantung pada usia kehamilan, lamanya KPD serta KU pasien (apakah terjadi infeksi atau tidak) * Aktif : 3 4 hari untuk partus pervaginam & 4-5 hari untuk SC

Masa pemulihan * Partus pervaginam sekitar 40 hari * Pada SC sekitar 3 bulan

Output * Sembuh total, * Infeksi, sepsis s/d meninggal

X. PENGARUH KPD PADA IBU, JANIN, KEHAMILAN DAN PERSALINAN a. Pengaruh KPD pada kehamilan dan persalinan Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan persalinan disebut periode laten / LP/ Lag Period. Makin muda umur kehamilan, makin memanjang LPnya, makin tinggi kemungkinan infeksi, dan makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin. Pengaruh KPD pada persalinan adalah memperpendek lamanya persalinan. Pada primigravida 10 jam dan multigravida 6 jam.

b. Pengaruh KPD terhadap janin Walaupun ibu belum menunjukan gejala infeksi, tetapi janin mungkin sudak terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi (mis: amnionitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan, sehingga akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal.

c. Pengaruh KPD terhadap ibu Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi jika terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu dapat dijumpai infeksi puerpuralis, peritonitis, septikemia, serta dry labor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lama, maka suhu badan akan naik, nadi cepat dan timbul gejala-gejala infeksi. Hal tersebut akan meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas ibu.

XI. PROGNOSIS Ditentukan dari cara penatalaksanaan dan komplikasi-komplikasinya yang timbul, serta umur dari kehamilan.

XII. KOMPLIKASI Pada ibu : Partus lama Infeksi s/d sepsis. Peritonitis khususnya dilakukan pada pembedahan Atonia uteri Perdarahan pospartum atau infeksi nifas. Kematian ibu karena septikemia.

Pada janin : IUFD (intra uterine fetal death) Asfiksia Prematuritas

BAB III KESIMPULAN

KPD adalah pecahnya ketuban secara spontan pada saat pasien belum inpartu. Dimana penyebab dari KPD tidak atau masih belum jelas. Diagnosis berdasarkan anamnesis, dan pemeriksaan fisik. Sebagai penunjang dilakukan pemeriksaan laboratorium, tes pakis, USG, CTG, tes nitrazin, tes evaporasi, fluorescein, tes diamin oksidase, fibronektin fetal, serta tes alfa feto protein. Penatalaksanaan KPD dilakukan secara konservatif dan aktif, tergantung dari usia kehamilan dan komplikasi yang terjadi, serta indikasi-indikasi obstetrik lainnya. Manajemen ketuban pecah dini pada kehamilan aterm berupa manajemen aktif, dimana dilakukan upaya untuk mempercepat persalinan sehingga mengurangi resiko infeksi. Indikasi tindakan SC pada kasus ketuban pecah dini sama seperti indikasi SC pada kasus lain. Sedangkan prognosis tergantung dari cara pelaksanaannya dan komplikasikomplikasi yang mungkin timbul serta usia dari kehamilannya. Komplikasi yang dapat terjadi : Pada ibu : Partus lama, infeksi, atonia uteri, perdarahan post partum atau infeksi nifas hingga kematian karena septikemia. Pada janin : IUFD, asfiksia dan prematuritas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Chen Peter, M.D. Premature Rupture of University of Pennsylvania Scool

Membranes. Obstetri and Gynecology, of Medicine. Available from

www.umm.edv/pregnancy/labordelivery/articles/membranebreaks.html. Review data : June 29, 2001. 2. Endjun JJ. Standar pelayanan Medis Sub Bag Fetomaternal, Dept. Obstetri dan ginekologi RSPAD Gatot Subroto. Hal 49-52. 3. Gede IB. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta 2001. Hal 221-225. 4. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid I. Media Aesculapius FKUI. Jakarta 2001. Hal 310-313. 5. Marjono AB. Catatan kuliah Obstetri Ginekologi Plus. Edisi pertama. Hal 112-113. 6. Mochtar R, Lutan D, Editor. Sinopsis Obstetri : Obstetri fisiologi, Obsteri patologi edisi II jilid I. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta 1998. Hal 251-258. 7. Obstetri. Obsgin FKUI. Jakarta 1996. Hal 49-52. 8. Saifuddin AB. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta 2002. Hal 112-115. 9. Saifuddin AB. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta 2002. Hal 218-220. 10. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi Bagian I. Pengurus besar perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Jakarta 1991. 11. Prawiroharjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga. Cetakan keenam. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta 2002. Hal 180-191. 12. www.healthatoz.com/healthatoz/atoz/ency/prematureruptureofmembranes.jps 13. Wiknojosastro H. Ilmu Bedah Kebidanan, Edisi pertama. Cetakan keenam. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta 2005. Hal 74-76.

LAPORAN KASUS

KETUBAN PECAH DINI

Disusun Oleh : Nurul Liyana Mohd Yusof 11 2010 105 FK UKRIDA

Pembimbing : Dr. Jeffry Naek Tua P., SpOG

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT OBSTETRI GINEKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA RS EFARINA ETAHAM, PURWAKARTA PERIODE 26 DESEMBER 2011 3 MARET 2012

You might also like