You are on page 1of 56

PEMBERDAYAAN KELOMPOK TANI AGRIBISNIS

Kelompok Tani dan Ketahanan Pangan Dalam upaya meningkatkan pembangunan ketahanan pangan, peranan kelembagaan kelompok tani di pedesaan sangat besar dalam mendukung dan melaksanakan berbagai program Dalam upaya meningkatkan pembangunan ketahanan pangan, peranan kelembagaan kelompok tani di pedesaan sangat besar dalam mendukung dan melaksanakan berbagai program yang sedang dan akan dilaksanakan karena kelompok tani inilah pada dasarnya pelaku utama pembangunan ketahanan pangan. Keberadaan kelembagaan kelompok tani sangat penting diberdayakan karena potensinya sangat besar. Berdasarkan data dari Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Departemen Pertanian, pada tahun 2002 terdapat 27 juta lebih kepala keluarga (KK) yang bekerja di sektor pertanian. Dari jumlah tersebut, telah dibentuk kelembagaan kelompok tani sebanyak 275.788 kelompok. Kelembagaan kelompok tani ini sangat efektif sebagai sarana untuk kegiatan belajar, bekerja sama, dan pemupukan modal kelompok dalam mengembangkan usahatani. Pentingnya pemberdayaan kelompok tani tersebut sangat beralasan karena kalau kita perhatikan keberadaan kelompok tani akhir-akhir ini - terutama sejak era otonomi daerah dilaksanakan ada kecenderungan perhatian pemerintah daerah terhadap kelembagaan kelompok tani sangat kurang bahkan terkesan diabaikan sehingga kelembagaan kelompok tani yang sebenarnya merupakan aset sangat berharga dalam mendukung pembangunan ketahanan pangan belum berfungsi secara optimal seperti yang diharapkan. Mengingat semakin kompleks dan besarnya tantangan pembangunan ketahanan pangan mendatang, terutama untuk mencapai kemandirian pangan, maka kelembagaan kelompok tani yang tersebar di seluruh pelosok pedesaan perlu dibenahi dan diberdayakan, sehingga mempunyai keberdayaan dalam melaksanakan usahataninya. Untuk mencapai keberdayaan tersebut, program pemberdayaan kelompok tani yang dilakukan harus dapat meningkatkan kemampuan kelompok tani dalam hal (1) Memahami kekuatan (potensi) dan kelemahan kelompok; (2) Memperhitungkan peluang dan tantangan yang dihadapi, pada saat ini dan masa mendatang; (3) Memilih berbagai alternatif yang ada untuk

mengatasi masalah yang dihadapi, dan (4) Menyelenggarakan kehidupan berkelompok dan bermasyarakat yang serasi dengan lingkungannya secara berkesinambungan. Agar upaya memandirikan dan memberdayakan kelompok tani tersebut dapat dilaksanakan, setidaknya ada empat langkah strategis yang harus dilakukan. Pertama, peningkatan sumber daya manusia (SDM) petani. Hal ini sangat penting dilakukan, karena menurut data dari BPS (Badan Pusat Statistik) 2001, ternyata masyarakat yang berumur 15 tahun ke atas dan bekerja di bidang pertanian sebanyak 10,66 juta jiwa tidak tamat SD (sekolah dasar) dan 5.758 juta jiwa tidak pernah sekolah, sedang yang tamat SD sebanyak 15,932 juta jiwa. Upaya peningkatan SDM petani ini dapat dilakukan melalui proses pembelajaran melalui bimbingan penyuluhan, pelatihan, kursus, sekolah lapang, pendampingan dan lainnya. Materi dan cara penyampaiannya harus disesuaikan dengan kebutuhan petani dan kemampuan petani sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi kelompok tani. Ujung Tombak Mengingat peranan penyuluh pertanian sebagai "ujung tombak" dalam memberikan penyuluhan kepada kelompok tani, maka keberadaan penyuluh pertanian termasuk Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) sebagai wadah pertemuan, uji coba dan lainnya perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah, sehingga para penyuluh pertanian ini dapat melaksanakan penyuluhan secara profesional. Ke dua, kemudahan dalam akses sarana produksi pertanian. Mengingat sarana produksi seperti benih, pupuk, pestisida, permodalan, alat dan mesin pertanian merupakan faktor (input) yang sangat menentukan hasil (output), maka keberpihakan pemerintah dan pemangku kepentingan di bidang sarana produksi pertanian ini sangat diharapkan kelompok tani. Adanya slogan enam tepat (tepat mutu, jumlah, jenis, harga, waktu dan tempat) dalam penyaluran sarana produksi hendaknya tidak hanya manis di dalam kata-kata atau tulisan, tetapi benar-benar dapat diimplementasikan, sehingga benar-benar dapat dirasakan kelompok tani. Masih terjadinya kekurangan benih ketika musim tanam akan dilakukan dan terjadinya kelangkaan pupuk ketika masa pemupukan akan dikerjakan, hanya merupakan contoh kasus yang hendaknya dapat memacu pemerintah dan pemangku kepentingan di bidang sarana produksi pertanian untuk bekerja lebih baik lagi. Sebab, jika hal-hal tersebut tidak segera dibenahi dan masih dialami kelompok tani, sulit rasanya para petani dapat meningkatkan produksi dan produktivitas usahataninya secara optimal.

Untuk itu, berbagai lembaga pelayanan kelompok tani yang ada di pedesaan seperti perbankan, Lembaga Usaha Perekonomian Pedesaan (LUEP), koperasi tani, KUD, kios sarana produksi dan lainnya perlu lebih diberdayakan dan mendapat perhatian pemerintah daerah setempat sehingga dapat meningkatkan tugas dan fungsinya selaku mitra usaha petani dengan sebaik-baiknya. Ke tiga, akses terhadap informasi. Dalam era informasi sekarang ini, pendapat yang mengatakan bahwa petani/ kelompok tani tidak memerlukan informasi adalah pendapat yang sangat keliru. Karena itu dalam masa mendatang berbagai informasi khususnya mengenai pembangunan ketahanan pangan perlu disebarluaskan kepada petani, sehingga mereka dapat mengakses informasi/berita yang sedang dan akan terjadi, khususnya yang berkaitan dengan pembangunan pertanian. Misalnya tentang akan tibanya musim kemarau/hujan, gejala adanya serangan hama dan penyakit pada tanaman, perkembangan harga gabah di pasaran dan sebagainya. Dengan mengetahui perkembangan yang sedang dan akan terjadi yang dapat berpengaruh langsung terhadap usahatani yang dikerjakan, diharapkan para petani dapat bekerja sama dengan aparat untuk mengantisipasi permasalahan yang akan terjadi. Misalnya, ketika mengetahui harga gabah turun, para petani bisa menyimpan gabahnya terlebih dahulu di lumbung pangan kelompok, dan baru menjualnya ketika harga gabah sudah membaik dan menguntungkan. Mengingat informasi pertama yang diterima petani/ kelompok tani lebih banyak berasal dari petugas penyuluh pertanian dan penerangan, maka informasi yang akan disampaikan harus diolah dan dikemas sesuai dengan bahasa dan kemampuan daya serap petani, sehingga mudah dipahami. Ke empat, keberpihakan pemerintah pada sektor pertanian. Karena dari ketiga strategi yang diuraikan di atas sangat erat kaitannya dengan tugas aparat kelembagaan pemerintah di daerah sebagai fasilitator, motivator dan regulator, maka berbagai keberpihakan setiap pemimpin daerah terhadap pembangunan ketahanan pangan perlu terus ditingkatkan dan berbagai program yang direncanakan dapat diimplementasikan di lapangan. Dengan beberapa langkah strategis yang dipaparkan di atas, pada akhirnya selain kemandirian petani/kelompok tani dapat terus ditingkatkan, berbagai program pembangunan ketahanan pangan yang menjadi tanggung jawab pemerintah bersama masyarakat diharapkan dapat dilaksanakan dengan baik sebagaimana diharapkan.

Para anggota kelompok tani di Desa Kemuning Kecamatan Sambit, Ponorogo, pada akhir September panen palawija Sumber: macanponorogo.blogspot.com/2010_...ive.html

DINAMIKA KELOMPOK TANI Kondisi kelompok tani dari tahun ke tahun dapat dikatakan belum mengalami perkembangan atau dapat dikatakan stasioner atau pun menurun, selain akibat dari kondisi usaha pertanian secara umum kurang menggembirakan, juga diakibatkan dari ketidakpastian kebijakan pemerintah. Secara berturut-turut, dengan keluar- nya SKB menteri Pertanian dan Menteri Dalam Negeri Tahun 1986, Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dapat berfungsi dengan baik walaupun tidak optimal, SKB Menteri Pertanian dan Menteri dalam Negeri Tahun 1991 yang menjadikan BPP tidak berfungsi, karena BPP menjadi instalasi Dinas Subsektor, dengan keluarnya SKB Menteri Pertanian dan Menteri Dalam Negeri 1996, ingin mengusahakan berfungsinya BIPP dan BPP, namun belum sampai berhasil sudah tersusul dengan adanya otonomi daerah. Pada otonomi daerah ternyata terjadi variasi dalam penanganan penyuluhan pertanian di masing-masing Daerah Tingkat II, ada sebagian yang masih mempertahankan keberadaan BIPP (atau dengan nama lain apapun), namun sebagian lagi menyatakan tidak jelas atau justru menghapuskannya sama sekali. BIPP yang mempunyai instalasi BPP adalah pengelola kelompok tani, sehingga apabila lembaga pengelolanya pasang surut (gonjang-ganjing), maka keberadaan kelompok tani di wilayah tersebut tentu akan terjai goncang pula.

Dengan kata lain walaupun kelompok tani tersebut ada (pernah ada) namun akibat dari uraian di atas, umumnya kelompok tani tersebut tidak/kurang dinamis, peran, fungsi kelompok tani tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan, antara lain disebabkan oleh kurangnya pembinaan dari aparat (Penyuluh). Ditegaskan oleh Adjid (2001), dalam makalahnya Pembinaan Profesionalisme Penyuluhan Pertanian Dalam Otonomi Daerah, bahwa pada era Orde Baru, menjadikan penyuluh tidak berpihak pada petani, justru berpihak pada Dinas subsektor dengan segala proyek yang ada. Penyuluh tidak lagi melayani petani sebagai tugas utamanya, justru penyuluh banyak melayani dan disibukkan dengan administrasi dan proyek-proyek yang ada pada Dinas Subsektor. Memang keadaan yang demikian ini sangat bertentangan dengan paradigma penyuluhan yang seharusnya terdapat keberpihakan dan pemberdayaan petani. Di sisi lain kesiapan daerah dalam otonomi daerah pada sebagian besar belum siap. Justru sering terjadi polemik bahwa lembaga penyuluh dianggap beban bila dihubungkan dengan apa yang disebut PAD. Dari uraian tersebut menunjukkan pada era otonomi terjadi keragaman persepsi terhadap penyuluhan pertanian. Hal ini akan berakibat langsung terhadap keberadaan kelompok tani. Demikian juga di Wilayah Kabupaten Sukabumi khususnya di Kecamatan Sukaraja. Secara empiris dapat dikatakan bahwa keadaan kelompok tani di wilayah pedesaan berkondisi sebagai berikut: a. Sebagian tingkat kelas kelompoknya tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, status kelasnya lebih tinggi namun kegiatannya bila diukur dengan skore penilaian ternyata dinamikanya rendah. b. Sebagian kelompok tani sudah bubar namun masih terdaftar. Hal tersebut di atas disebabkan oleh tidak berfungsinya peran kelompok tani tersebut.

PPL berdialog dengan petani dan kelompok tani binaannya, untuk wilayah binaan BPP GONDANG terdapat lima kelompok tani yang aktif Sumber: bppgondang.wordpress.com/2009/09...tt-padi/

Keragaan Dinamika Kelompok Keragaan dinamika kelompok tani di suatu wilayah dapat dianalisis dengan menggunakan beberapa indikator dengan rincian materi: 1. Keragaan dinamika kelompok tani. Keragaan dinamika kelompok dapat dianalisis dengan indikator: a. Berapa besar (persen) kelompok tani yang dinamikanya termasuk kategori sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. b. Secara urut, ranking kelompok tani mana yang keragaan dinamika kelompok taninya paling tinggi dan kelompok mana yang paling rendah. c. Keragaan umum kelompok tani. 2. Keragaan dinamika dari masing-masing fungsi kelompok tani. Fungsi kelompok tani meliputi:

a. Fungsi kelompok tani mana yang keragaan dinamika fungsi kelompoknya paling tinggi dan fungsi kelompok mana yang rendah. b. Berapa besar (persen) kelompok tani yang fungsifungsi kelompok- nya termasuk kategori sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi. 3. Berapa besar (persen) alasan yang dikemukakan yang dapat mempengaruhi dinamika kelompok tani tersebut. Dinamika kelompok tani dikelompokkan menjadi kategori rendah, sedang dan tinggi ditinjau dari sisi: a. Produktivitas usaha tani. b. Peran pengurus kelompok. c. Peran pembina/aparat.

Kelompok Tani Maju Bersama Bangun Lumbung Ketahanan Pangan


Kelompok Tani (Keltan) Maju Bersama akan memiliki lumbung ketahanan pangan. Pembangunan lumbung telah dimulai, ditandai dengan peletakan batu pertama, oleh Ketua Keltan, didampingi Pendamping Desa Mandiri Pangan.

Sumber: agammediacenter.blogspot.com/200...gun.html

Pekerjaan pembangunan lumbung tersebut dilaksanakan secara gotongroyong segenap anggota Keltan Maju Bersama. Biaya pembangunan lumbung berukuran 6x8 m didukung

bantuan pemerintah (BP4K2P) Rp30 juta. Sedangkan sisanya, sekitar Rp15 juta merupakan swadaya anggota kelompok. Tahap persiapan dibantu pemerintah berupa dana pembangunan lumbung Rp30 juta. Tahap II, tahun angaran 2010, akan dibantu dana pembelian gabah, menurut informasi Rp100 juta. Tahap pengembangan, akan dibantu lagi Rp50 juta. Bantuan dimaksud akan dikucurkan, bila bantuan sebelumnya dimanfaatkan sesuai aturan. Bila tidak, maka bantuan selanjutnya tidak akan diberikan lagi. Keltan bertekad akan memanfaatkan dana bantuan pemerintah tersebut sebaik mungkin. Lumbung dimaksud akan digunakan untuk menyimpan gabah yang dibeli dari warga, sebagai cadangan di musim paceklik. Pembangunan lumbung merupakan tahap persiapan, tahap berikutnya akan dibantu untuk penumbuhan, dan tahap III merupakan pengembangan. Keltan ini merupakan kelompok berprestasi dan paling terurus di daeraj ini.. Bahkan dalam lomba perkebunan tingkat Kabupaten, Keltan tersebut pernah meraih juara II, tahun 2007 lalu; diharapkan dengan dibangunnya lumbung tersebut ini dapat membangkitkan kembali perekonomian para petani.

Revitalisasi Pertanian Harus didukung dengan Pergerakan Kelompok tani itu sendiri, penyuluh sebagai mitra kerjanya harus mampu memposisikan diri sebagai arsitektur pertanian yang handal dengan berbagai konsep membangun petani kearah kemandirian.

Sumber: http://s3pkurnia.files.wordpress.com/2009/12/dsc03521.jpg

Salah Satu Program Unggulan Revitalisasi pertanian SLPTT, dengan program ini produktivitas yang dicapai oleh para petani laladon mencapai 7,28 kg http://s3pkurnia.files.wordpress.com/2009/12/dsc035 21.jpg.

Musim hujan adalah berkah bagi petani karena mereka bisa menanam padi. Sumber: tovanphotograph.blogspot.com/200...adi.html

Pemberdayaan Kelompok Tani Upaya peningkatan produksi pertanian hanya nampak pada beberapa komoditi tanaman pangan yang sarat dengan muatan politis seperti halnya beras dan gula. Sementara berbagai komoditas potensial lain pada sub-sektor hortikultura, perkebunan dan peternakan, di samping jenis-jenis komoditi tanaman pangan lainnya masih belum berkembang dengan baik. Jika pun ada upaya untuk meningkatkan produksi berbagai komoditi agribisnis ini, namun hasilnya tidak jarang menjadi bumerang yang menyakitkan para petani. Meningkatnya produksi tidak jarang diikuti dengan anjloknya harga, sehingga pasar telah menjadi sesuatu yang sangat tidak bersahabat bagi petani dan pengembangan sektor pertanian itu sendiri. Proses kanibalisme aktivitas pemasaran terhadap aktivitas produksi di satu sisi menyebabkan petani tidak bergairah dalam menjalani profesinya. Hal ini menyebabkan kuantitas dan kualitas produksi yang dihasilkan menjadi rendah. Di sisi lain, proses kanibalisasi tersebut berpengaruh pada terhambatnya pertumbuhan ekonomi wilayah pedesaan, walaupun sebenarnya memiliki berbagai komoditas agribisnis unggulan. Tidak berkembangnya sektor pertanian dan wilayah pedesaan mengantarkan kita pada kondisi yang semakin mengkhawatirkan dimana dijumpai fenomena engganya para generasi muda pedesaan untuk melanjutkan profesi petani ini. Dalam konteks sistem agribisnis, disamping sub-sistem onfarm (budidaya) dan sub-sistem off-farm (baik yang di hulu yaitu penyediaan input faktor maupun yang di hilir yaitu pengolahan dan pemasaran hasil) terdapat sub-sistem penunjang (supporting service sub-system). Aktivitas pada sub-sistem penunjang ini mencakup pendidikan, latihan dan penyuluhan, penelitian dan pengembangan, permodalan dan asuransi, advokasi serta pengadaan aspek legal peraturan yang mendukung. Pada umumnya, sub-sistem penunjang ini ditafsirkan sebagai aktivitas yang seharusnya dijalankan oleh pemerintah. Karena tentunya petani secara perorangan tidak akan mampu melakukan peran tersebut. Namun demikian, jika para petani bergerak dalam suatu bentuk kerjasama yang solid, bukannya tidak mungkin berbagai aktivitas sub-sistem penunjang ini dapat mereka laksanakan dengan baik. Dewasa ini tingkat kesejahteraan petani terus menurun sejalan dengan persoalan-persoalan klasik yang dialaminya, sekaligus menjadi bagian dan dilema dari sebuah kegiatan agribisnis di tingkat produsen pertanian. Tingkat keuntungan kegiatan agribisnis selama ini lebih banyak dinikmati oleh para pedagang dan pelaku agribisnis lainnya di hilir. Oleh karena itu, diperlukan kelembagaan ekonomi pedesaan yang mampu memberikan kekuatan bagi petani (posisi tawar yang tinggi). Kelembagaan

pertanian dalam hal ini mampu memberikan jawaban atas permasalahan di atas. Penguatan posisi tawar petani melalui kelembagaan merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak dan mutlak diperlukan oleh petani, agar mereka dapat bersaing dalam melaksanakan kegiatan usahatani dan dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Peningkatan posisi tawar petani dapat meningkatkan akses masyarakat pedesaan dalam kegiatan ekonomi yang adil, sehingga bentuk kesenjangan dan kerugian yang dialami oleh para petani dapat dihindarkan. Pengembangan masyarakat petani melalui kelembagaan pertanian/kelompok tani ataupun Koperasi merupakan suatu upaya pemberdayaan terencana yang dilakukan secara sadar dan sungguh-sungguh melalui usaha bersama petani untuk memperbaiki keragaan sistem perekonomian masyarakat pedesaan. Arah pemberdayaan petani akan disesuaikan dengan kesepakatan yang telah dirumuskan bersama. Dengan partisipasi yang tinggi terhadap koperasi, diharapkan rasa ikut memiliki dari masyarakat atas semua kegiatan yang dilakasanakan koperasi akan juga tinggi.

Koperasi pondok pontren, koperasi dan kelompok tani menerima bantuan dari pemerintah daerah dalam rangka pemberdayaan SDM dan penguatan kelembagaannya Sumber: humaskuningan.blogspot.com/2009_...ive.html

Konsep pemberdayan masayarakat pedesaan melalui koperasi bukanlah konsep baru, banyak kendala dan hambatan yang harus diperhatikan dalam pengembangan koperasi di pedesaan, diantaranya adalah : (a) rendahnya minat masyarakat untuk bergabung dalam kelompok tani/koperasi, hal ini disebabkan karena

(b)

(c)

kegagalan-kegagalan dan stigma negatif tentang kelembagaan tani/koperasi yang terbentuk di dalam masyarakat. Kegagalan yang dimaksud diantaranya adalah ketidakmampuan kelembagaan tani/koperasi dalam memberikan kebutuhan anggotanya dan ketidakmampuan dalam memasarkan hasil produk pertanian anggotanya. adanya ketergantungan petani kepada tengkulak akibat ikatan yang ditimbulkan karena petani melakukan transaksi dengan para tengkulak (pinjaman modal, dan memasarkan hasil). rendahnya SDM petani di pedesaan menimbulkan pemahaman dan arti penting koperasi terabaikan.

Kelompok tani dan koperasi dan petani (anggota) harus memiliki hubungan yang harmonis, tanpa hubungan yang harmonis dan saling membutuhkan sulit dibayangkan kelompok tani/koperasi mampu dan dapat bertahan. Tapi dengan adanya prinsip saling membutuhkan tersebut kelompok tani/koperasi akan mampu menjadi lembaga perekonomian masyarakat pedesaan khususnya petani yang dapat memberikan keuntungan baik dari segi ekonomi dan sosial.

Petugas Penyuluh Lapangan dan Petugas dari Dinas Teknis Kabbupaten berdiskusi dengan kelompok tani. Sumber: distanak.donggala.go.id/album/ru...tani.htm

Prospek pertanian dan pedesaan yang berkembang setelah krisis ekonomi semakin mendorong kebutuhan akan adanya kelembagaan perekonomian komprehensif dengan kegiatan usaha yang dilakukan oleh petani atau pengusaha kecil. Hal ini sejalan dengan adanya pemahaman bahwa nilai tambah terbesar dalam

kegiatan ekonomi pertanian dan pedesaan terdapat pada kegiatan yang justru tidak dilakukan secara individual. Namun, nilai tambah tersebut didapatkan pada kegiatan perdagangan, pengangkutan, pengolahan yang lebih ekonomis bila dilakukan secara bersamasama dengan pelaku lain sehingga diharapkan keuntungan dapat dinikmati secara bersama-sama. Pengembangan kelembagaan pertanian, baik itu kelompok tani atau koperasi, bagi petani sangat penting terutama dalam peningkatan produksi dan kesejahteraan petani, dimana: (1) Melalui koperasi petani dapat memperbaiki posisi rebut tawar mereka baik dalam memasarkan hasil produksi maupun dalam pengadaan input produksi yang dibutuhkan. Posisi rebut tawar (bargaining power) ini bahkan dapat berkembang menjadi kekuatan penyeimbang (countervailing power) dari berbagai ketidakadilan pasar yang dihadapi para petani. (2) Dalam hal mekanisme pasar tidak menjamin terciptanya keadilan, koperasi dapat mengupayakan pembukaan pasar baru bagi produk anggotanya. Pada sisi lain koperasi dapat memberikan akses kepada anggotanya terahadap berbagai penggunaan faktor produksi dan jasa yang tidak ditawarkan pasar. (3) Dengan bergabung dalam koperasi, para petani dapat lebih mudah melakukan penyesuaian produksinya melalui pengolahan paska panen sehubungan dengan perubahan permintaan pasar. Pada gilirannya hal ini akan memperbaiki efisiensi pemasaran yang memberikan manfaat bagi kedua belah pihak, dan bahkan kepada masyarakat umum maupun perekonomian nasional. (4) Dengan penyatuan sumberdaya para petani dalam sebuah koperasi, para petani lebih mudah dalam menangani risiko yang melekat pada produksi pertanian, seperti: pengaruh iklim, heterogenitas kualitas produksi dan sebaran daerah produksi. (5) Dalam wadah organisasi koperasi, para petani lebih mudah berinteraksi secara positif terkait dalam proses pembelajaran guna meningkatkan kualitas SDM mereka. Koperasi sendiri memiliki misi khusus dalam pendidikan bagi anggotanya. Kelompok tani atau Koperasi merupakan salah satu struktur kelembagaan yang cukup penting di masa sekarang dan yang akan datang, dalam upaya pemberdayaan petani dan pemasaran komoditas yang dihasilkan di wilayahnya, sekaligus menjadi kelembagaan pertanian yang dapat memberikan jaminan kepastian harga produk pertanian, sehingga harga yang diterima dapat

menguntungkan petani. Bergabungnya petani dalam kelembagaan koperasi akan menguatkan institusi tersebut sebagai lembaga perekonomian pedesaan, dimana anggotanya akan memiliki posisi tawar yang kuat untuk dapat memasarkan hasil pertaniannya, sehingga kesejahteraan petani mengalami peningkatan hal ini diakibatkan naiknya pendapatan petani yang tergabung dalam kelompok tani atau koperasi.

GKSBS Sumberhadi : Kelompok usaha bersama ini aktif dalam meningkatkan ekonomi para anggotanya Sumber; www.gksbssumberhadi.org/

Salah satu bentuk kelembagaan yang ideal di pedesaan adalah kelompok tani, dimana tujuan awal pembentukan dari kelompok tani ini adalah untuk meningkatkan produksi pertanian dan meningkatkan kesejahteraan petani. Pemberdayaan petani dalam kelembagaan koperasi yakni KUD, merupakan suatu bentuk alternatif dari model pembangunan masyarakat pedesaan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang sebagian besar bermatapencarian sebagai petani/buruh tani. Koperasi dalam hal ini memberikan jaminan keuntungan bagi anggota baik dari segi sosial dan ekonomi, selain itu yang utama adalah peningkatan posisi tawar petani dapat ditingkatkan sehingga mereka mempunyai kekuatan untuk menentukan harga produk pertaniannya.

Program Pemberdayaan

Beragam program, kegiatan, dan fasilitasi telah diberikan pemerintah kepada petani dan kelompok tani. Program/ kegiatan/fasilitasi yang dimaksud antara lain meliputi bantuan pertemuan, pelatihan, permodalan, pemasaran dan sarana prasarana. Berbagai program/kegiatan/fasilitasi tersebut ditanggapi secara beragam oleh petani/kelompok tani. Bentuk tanggapan petani/kelompok tani dicerminkan melalui cara pemanfaatan dan pengelolaan program/kegiatan/ fasilitasi yang beraneka ragam pula. Salah satu program bantuan adalah bantuan modal. Modal yang telah dikucurkan pemerintah kepada petani/kelompok tani sudah sangat banyak. Modal tersebut kadang sulit kita deteksi keberadaannya. Gejala yang terjadi antara lain modal yang diterima dibagi habis kepada seluruh anggota kelompok tani tanpa harus mengembalikan kepada kelompok tani. Masing-masing anggota yang menerima modal tersebut memanfaatkan modal tadi untuk keperluan lain (di luar rencana) yang mestinya modal tadi untuk usaha pertanian. Dengan keadaan tersebut tentu modal langsung habis, kegiatan pertanian kurang berjalan dengan baik.

Kiat Menjadi POKTANI Kedelai Terbaik Nasional


Sebagaian besar penduduk Desa Glagahagung di Banyuwangi bermata pencaharian sebagai petani. Baik petani ternak maupun petani lahan. Populasi ternak sapi di Desa Glagahagung mencapai sekitar 500 ekor dan populasi ternak kambing kurang lebih mencapai 1.000 ekor. Sedangkan komoditi pertanian di Desa Glagahagung adalah kedelai, padi, jagung, cabai, jeruk dan buah naga dengan luas areal sawah 780 ha (teknis), lahan tegal seluas 113 ha dan hutan seluas 500 ha.

Sumber: bangkittani.com/profil/kiat-menj...asional/

Gejala lain sebagian petani memanfaatkan modal untuk usaha pertanian namun tidak mengembalikan. Fenomena berikutnya sebagian/seluruh petani memanfaatkan modal untuk usaha pertanian kemudian mengembalikan kepada kelompok tani. Namun pengurus kelompok tani ada yang menggunakan modal tanpa ada laporan yang jelas. Dan terkesan atau disengaja tidak membuat laporan untuk menghilangkan jejak. Administrasi tidak tertib. Gejala di atas dapat terjadi pada modal yang bersifat hibah. Untuk modal yang bersifat pinjaman, sebagian kelompok tani mengembalikan, sebagian tidak mengembalikan. Tingkat pengembalian juga sangat tergantung pada tingkat kepercayaan pada pengurus kelompok. Kegiatan yang difavoritkan petani/kelompok tani bila menerima adalah simpan pinjam uang. Di samping itu anggota lebih sering meminjam daripada menyimpan. Harapan sangat besar ada di depan mata, karena beberapa kelompok tani menunjukkan kinerja yang cukup baik. Hal ini merupakan embrio kemajuan sebagai modal atau batu loncatan untuk mencapai tujuan atau tujuan sejati yang diinginkan. Kita ketahui beberapa kelompok terus mengadakan pertemuan rutin. Pertemuan rutin tentu sangat signifikan pengaruh dan manfaatnya dalam proses percepatan kemajuan kelompok. Kemudian kita jumpai adanya kebersamaan dan gotong royong di tengah kelompok tani yang masih sangat kental. Nilai-nilai ini juga sangat mendukung proses percepatan kemajuan petani/kelompok tani. Manajemen kelompok sebagian berjalan cukup baik yang ditunjukkan antara lain dengan adanya administrasi dan pembagian kerja ketika ada kegiatan. Kegiatan simpan pinjam yang difavoritkan petani/kelompok tani berjalan. Modal simpan pinjam ini berasal dari pemerintah, perbankan maupun swadaya. Secara fisik kegiatan untuk memproduksi komoditas masih dilakukan petani/kelompok tani. Hal ini berarti petani masih termotivasi untuk menanam walaupun produksi masih ada yang di bawah rata-rata. Pemberdayaan petani/kelompok merupakan sesuatu yang sangat kompleks. Permasalahan pemberdayaan bagai benang kusut. Oleh sebab itu perlu disusun formulasi pemberdayaan secara sistematis dan menyeluruh. Formulasi revolusi pemberdayaan petani kelompok tani dimaksudkan agar terjadi akselerasi pada petani/kelompok tani dalam mencapai kesejahteraannya. Di samping itu formulasi ini dirancang agar memperoleh sisi-sisi yang baru dan segar yang tidak terdapat pada berbagai aturan-aturan yang ada terutama aturan yang berkaitan dengan pemberdayaan petani/kelompok tani.

PARTISIPASI SEBAGAI STRATEGI PEMBERDAYAAN PETANI Pemberdayaan melalui strategi partsipatif petani miskin adalah aspek penting program pembangunan pertanian di pedesaan. Pemberdayaan petani miskin merupakan target yang hendak dicapai, sedangkan partisipasi petani miskin merupakan alat mencapai target tujuan. Peran partisipasi dari petani miskin adalah pendekatan yang strategis untuk mewujudkan pemberdayaan petani miskin di pedesaan. Melalui partisipasi mereka dalam program integrasi jagung-ternak, maka petani peternak telah mampu melakukan seleksi bibit sapi yang sehat dan menghasilkan keturunan; mengatasi masalah penyediaan pakan bagi ternak sapi sepanjang tahun, melalui pengawetan limbah tanaman jagung mereka; sistem kandang menetap; memelihara kesehatan hewan; menerapkan teknologi kawin suntik (IB) terhadap sapi; serta memperoleh keuntungan dari hasil menjual sapi potong dan sapi bakalan hasil pemeliharaan mereka. Manfaat peran partisipatif petani miskin adalah pemberdayaan mereka mengatasi permasalahan usahatani agroekosistem marjinal dengan meningkatnya produktivitas usahatani jagung, beragamnya jenis tanaman, yang akhirnya meningkatkan pendapatan yang dapat mereka peroleh setiap tahunnya. Dampak dari strategi pembangunan pertanian yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi semata tanpa didukung oleh tujuan pemerataan melalui pendistribusian yang baik mengakibatkan kesenjangan dalam masyarakat. Keadaan tersebut juga ditenggarai menjadi penyebab utama tingginya jumlah masyarakat miskin. Dengan memberdayakan aset ekonomi yang dimiliki masyarakat miskin merupakan bentuk pendistribusian yang bijaksana, dimana selama ini masyarakat miskin hanya mendapat pembagian (share) keuntungan terkecil dari kegiatan ekonomi yang ada. Campur tangan dan penetrasi pemerintah menjadi terlalu jauh dalam proses globalisasi yang hegemoni dalam memudahkan pelaksanaan kontrol global seringkali menyingkirkan norma dan nilai sosial lokal. Strategi pemerataan pembangunan melalui trickle down effect terbukti sulit diimplementasikan; dimana di satu sisi sumberdaya terkonsentrasi pada sebagian kecil masyarakat yang berkualitas dan berkuantitas ekonomi yang relatif mapan. Paham neoklasik yang dianut paradigma pembangunan pertanian, kurang berhasil mencapai pertumbuhan yang adil, bahkan menciptakan ketergantungan baik di tingkat lokal maupun nasional. Di Indonesia pelaksanaan pemikiran neo-klasik telah baik penerapannya, namun karena model ini bersifat kontradiktif dan kurang memberikan ruang bagi proses demokrasi bagi tipe

masyarakat yang bersifat demokratis, maka justru menghasilkan pemaksaan dan kesenjangan. Di sisi lain, masyarakat diasumsikan memiliki sifat rasional dan selalu bereaksi terhadap insentif material setiap saat. Di sisi lain, proses pembangunan yang sarat kapital menciptakan polarisasi dimana sebagian besar peysan terpaksa melepaskan penguasaan sumberdaya lahan menjadi kelompok petani gurem bahkan landless, buruh tani atau kelompok masyarakat miskin. Kondisi tersebut diperparah oleh krisis ekonomi yang melanda Indonesia yang telah menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk miskin; dimana berdasar data BPS (1998), pemerintah berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin dari 54,2 juta (1976) menjadi 22,5 juta (1998), namun kembali meningkat sekitar 23,8% menjadi 49,5 juta pada awal tahun 1999 yang ditenggarai sebagai dampak krisis tersebut. Berkembangnya iklim politik yang kondusif maupun kurang kondusif terkait dengan makin maraknya isu reformasi dengan jargon-jargon kebebasan berpendapat, hak asasi manusia (HAM), dan perubahan struktur kekuasaan negara. Kondisi tersebut memiliki peran penting dalam membentuk kesadaran kaum petani dan memberi pengaruh kuat terhadap gagasan partisipasi. Keadaan ini juga mempengaruhi proses terbentuknya kelembagaan (organisasi) kaum petani sebagai wacana dan wadah penyampaian aspirasi mereka terhadap pemerintah untuk menyuarakan ketidakadilan dan kemarjinalan yang dialami kaum petani. Pentingnya partisipasi masyarakat dalam program pembangunan berkelanjutan dapat dikaji melalui giatnya pelaksanaan Otonomi Daerah dengan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang menegaskan daerah Kabupaten dan Kota yang berwenang mengatur dan berdasarkan aspirasi masyarakat guna makin terwujud dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Pemerintah dan masyarakat dituntut agar mampu membina hubungan harmonis dan menjadikan pembangunan sebagai bagian yang sangat penting bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta mampu memberi ruang dan waktu untuk terciptanya masyarakat yang sejahtera dan maju. Hubungan harmonis tersebut dimaksudkan bilamana pemerintah dan masyarakat dapat berperan baik sebagai pemerakarsa maupun sebagai partisipan. Dalam konteks pelaksanaan program integrasi jagung-ternak sebagai salah satu program pembangunan pertanian, maka partisipasi masyarakat petani sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat di pedesaan sangat diharapkan demi terlaksana dan tercapainya tujuan dari program tersebut. Fokus utama program integrasi jagung-ternak adalah pemberdayaan petani agar mampu memanfaatkan kotoran ternak sapi sebagai pupuk (pukan) untuk memacu peningkatan unsur hara tanah sebagai sumber utama

kesuburan lahan usahatani, terutama dapat meningkatkan produksi jagung mereka. Aspek tujuan integrasi jagungternak lainnya adalah pemanfaatan limbah hijauan tanaman jagung sebagai sumber pakan ternak yang terutama, di samping penggunaan pakan konsentrat yang dianjurkan, sebagai hasil sampingan dari produksi jagung yang dapat dimakan dan dijual. Selain itu, nilai tambah lain yang diperoleh petani adalah bertambahnya pendapatan petani yang diperoleh dari hasil penjualan kelebihan kotoran ternak tersebut kepada petani lain yang membutuhkannya sebagai pupuk tanaman mereka. Peran partisipasi masyarakat petani dalam pelaksanaan program integrasi jagung-ternak dapat dijadikan sebagai salah satu strategi pemberdayaan mereka terhadap cengkeraman kemiskinan. Partisipasi mereka dalam program tersebut sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan produksi ternak dan usahatani jagung mereka melalui pemanfaatan limbah hijauan dan kotoran ternak, dalam rangka meningkatkan pendapatan rumahtangga petani di pedesaan. Justifikasi Semakin kuatnya penetrasi dan tekanan ekonomi kapitalis ke pedesaan, dalam bentuk penerapan teknologi modern dan sistem partisipasi yang mengutamakan efisiensi, menyebabkan semakin longgarnya norma dan nilai ikatan sosial yang terjalin dalam kelembagaan di pedesaan. Maraknya prinsip ekonomi uang semakin melemahkan peran lembaga tradisional di pedesaan, dimana sifatnya yang dipandang cenderung involutif karena lebih menekankan hubungan produksi dalam bentuk pertukaran (resiprositas). Namun, masih kuatnya sentimen individu dalam kelompok dan kemampuan merespon perkembangan teknologi menumbuhkan kemampuan beradaptasi petani dengan kemajuan pembangunan melalui partisipasi. Makna partisipatif yang paling sederhana adalah merupakan hak setiap orang untuk dapat ikut serta terlibat atau dilibatkan dalam segala proses pembangunan, melibatkan seluas-luasnya stake holder yang ada dalam setiap kebijakan publik, tidak sebatas lembaga formal semata. Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan monitoring dan evaluasi mencerminkan upaya mewujudkan kemandirian daerah yang transparan dan akuntukabel antara komponen pemerintah, masyarakat, dan swasta, yang dilandasi aturan kebijakan untuk berpartisipasi sesuai proporsi dan kompetensi yang dimiliki secara terukur dan berkelanjutan. Kondisi ini dapat berlangsung dengan mengedepankan prinsip-prinsip dasar pemerintahan yang baik (good governance), yaitu: 1) partisipatif; 2) tranparansi; 3) akuntabilitas. Partisipatif dalam proses pembangunan diantaranya melalui berbagai program kebijakan pembangunan pertanian dimaksudkan

agar dapat menjembatani antara aspirasi dan kebutuhan masyarakat petani di pedesaan. Selain itu, makna partisipatif juga diharapkan dapat menggugah kesadaran publik bahwa terjadinya keberhasilan maupun kegagalan proses pembangunan pertanian di pedesaan bukan tanggung jawab pemerintah semata, melainkan sangat bergantung pada keberhasilan keterlibatan masyarakat petani dalam penyelenggaraan pembangunan tersebut, dari awal hingga akhir, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani. Di beberapa wilayah dimana sifat dan naluri partisipasi masyarakat dalam membentuk lembaga seperti kelompok tani, paguyuban, dan lainnya sebagai lembaga tradisional yang masih hidup dan bertahan. Keadaan ini dapat diberdayakan dan dimanfaatkan sebagai asset pembangunan yang perlu ditingkatkan tanpa menghancurkan inti budaya yang menjiwainya. Di samping itu, dapat menjadi salah satu potensi yang bisa dikembangkan menjadi lembaga, baik yang adop teknologi maupun berorientasi pasar, serta bermanfaat wadah untuk menampung dan mengembangkan diri petani di pedesaan. Kelembagaan ini merupakan konstruksi sosial yang diterima dan disepakati sebagai bentuk penyesuaian masyarakat dengan lingkungan material dan non-material. Masyarakat selanjutnya jadi semakin tergantung pada nilai dan kekuatan luar desa seperti pasar dan industri perkotaan yang bersifat ekonomi dan individualis; dimana ukuran yang digunakan tidak lagi menyangkut kelestarian dan kebersamaan, melainkan eksploitasi dan sukses finansial semata. Artinya, masyarakat desa sangat rapuh terhadap faktor yang berada di luar pengendaliannya. Implikasi lain adalah memudarnya keterjaminan kehidupan sosial bermasyarakat bagi kaum petani yang selama ini eksis dan hidup di pedesaan akibat memudarnya sistem ekonomi moral yang sebenarnya; dimana etika subsistensi yang berakar dalam kebiasaan ekonomi dan pertukaran sosial tidak dapat difungsikan dalam era pembangunan modern (era globalisasi). Kerangka Analisis Partisipatory on farm dan lintas sektoral merupakan pendekatan pemberdayaan petani di lahan marginal sebagai sumberdaya yang potensial dan strategis yang dapat dilaksanakan dalam pembangunan pertanian. Pendekatan tersebut dilakukan dengan berfokus pada daya dukung sumberdaya lokal, mempehatikan ekologi kultural setempat melalui pendekatan holistic, integratif, berkesinambungan, pemanfaatan kearifan lokal yang maksimal dan mampu diadopsi oleh petani. Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa hampir sebagian besar petani yang berada di pedesaan dengan

fasilitas infrastruktur yang kurang memadai, yang mengakibatkan keterbatasan mereka terhadap akses pasar input dan output (produk) serta kredit. Untuk memberdayakannya, inovasi teknologi usahatani saja tidaklah cukup. Penyediaan infrastruktur yang memadai dan prosedur bantuan permodalan yang terjangkau (kredit lunak) merupakan salah satu upaya yang dapat dikembangkan terhadap para petani untuk menolong dirinya sendiri dan mendorong mereka agar mampu mandiri. Konsep tersebut diarahkan kepada peningkatan daya tahan, daya tarik dan daya saing yang berbasis market driven dan market driving baik melalui inovasi teknologi tepat guna dan penyediaan serta pengembangan infrastruktur terkait dan bantuan kredit lunak dengan prosedur yang disesuaikan dengan kondisi petani di lahan marginal tersebut. Dari uraian tersebut di atas, dapat disusun suatu kerangka berpikir seperti yang dikemukakan pada bagan berikut.

Pemberdayaan (empowerment) dan partsipatif (partisipatory) petani miskin merupakan dua aspek penting yang menjadi fokus dalam program pembangunan pertanian di pedesaan. Pemberdayaan petani miskin merupakan target yang hendak dicapai, sedangkan partisipasi petani miskin merupakan alat pencapaian tujuan yang ditargetkan. Dengan demikian, peran partisipasi dari petani miskin merupakan pendekatan yang strategis untuk mewujudkan pemberdayaan petani miskin di pedesaan. Pemberdayaan petani miskin dapat terwujud dari peran keikutsertaan (partisipasi) mereka dalam pelaksanaan program integrasi jagung-ternak dengan cara melakukan kaidahkaidah dan teknologi yang dianjurkan pada program tersebut. Melalui integrasi jagungternak diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan nilai tambah yang dihasilkan dari limbah hijauan jagung sebagai pakan ternak sapi serta limbah (kotoran) sapi sebagai pupuk bagi tanaman jagung mereka.

Manfaat keikutsertaan (partisipasi) petani dalam pelaksanaan program integrasi jagung-ternak adalah: 1) petani menjadi mampu memilih ternak yang baik dan benar (sehat dan mampu beranak); 2) mampu menyediakan kesinambungan persediaan pakan ternak dari tanaman jagung mereka termasuk saat musim kering, dengan teknologi pengawetan pakan; 3) melaksanakan sistem perkandangan yang menetap; 4) melakukan pemeliharaan kesehatan hewan melalui suntikan/ imunisasi sesuai kondisi dan umur ternak sapi (baik bila sakit maupun sehat); 5) mengerti lebih berhasilnya proses reproduksi melalui perkawinan suntik (IB); 6) mengetahui dan mampu menangani proses kelahiran dan pemeliharaan anak ternak; 7) mampu memasarkan ternak bila sudah cukup umur untuk dijual. Penerapan model pembangunan partisipatif pada program integrasi jagung-ternak, merupakan suatu implikasi yang sangat bijak, yang menjadikannya sangat strategis dalam mengupayakan pemberdayaan petani miskin dalam pembangunan pertanian di pedesaan, menuju peningkatan pendapatan dan kesejahteraan rumahtangga petani miskin. Perlunya pemberdayaan melalui partisipatif petani terhadap program integrasi jagung-ternak dapat terlaksana dengan dukungan aparat pemerintahan yang baik (good governance), transparatif, dan akuntukabel demi tercapainya tujuan pembangunan pertanian di pedesaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani.

PEMBERDAYAAN PETANI UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN (PPMP)


Fenomena kemiskinan bagi masyarakat di daerah pedesaan, umumnya bersumber dari sektor pertanian. Kurangnya dukungan pengetahuan tentang pemahaman masyarakat petani terutama di lahan marginal sebagai kantong kemiskinan selama ini, menyebabkan usaha pemerintah tampaknya masih belum terlaksana dengan sempurna, baik mengenai kesuburan lahan, infrastruktur maupun kelembagaan agribisnisnya. Dalam kerangka itulah, pemerintah melaksanakan beragam program pemberdayaan petani untuk meningkatkan pendapatan (PPMP). Ini merupakan salah satu program pembangunan yang didesain untuk membantu petani dalam membangun sistem agribisnis yang menguntungkan. Upaya peningkatan pendapatan petani tersebut dilakukan dengan memberdayakan petani melalui mobilisasi kelompok dan perencanaan desa, pengembangan kelembagaan, dan dapat berpartisipasi dalam menentukan sarana dan prasarana desa yang dibutuhkan disertai dukungan teknologi pertanian yang sesuai dengan kebutuhan terutama pada lahan-lahan marjinal serta memberikan akses yang luas kepada petani terutama dalam bidang informasi. Sasaran dari kegiatan program ini adalah peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat khususnya petani; juga terciptanya kreatifitas, prakarsa dan inovasi pada masyarakat petani sehingga bisa mandiri. Untuk mencapai kemandirian masyarakat diperlukan suatu proses dengan bertitik tolak agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, dengan menggunakan dan mengakses sumberdaya setempat sebaik mungkin, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia. Pentingnya budaya lokal sebagai suatu aset dalam pembangunan merupakan faktor pendorong yang memposisikan masyarakat sebagai individu dalam interaksi sosial. Untuk menjaga dinamika sistem sosial, perlu didukung dengan meningkatkan kemampuan masyarakat dan manusia sebagai individu dengan mengikutsertakan semua potensi yang ada pada masyarakat. Dengan melibatkan masyarakat untuk berperan serta dalam pembangunan, akan menumbuhkan perasaan memiliki dan pada gilirannya masyarakat akan memperoleh manfaat atas perubahan yang terjadi di sekitar mereka. Sebagian besar penduduk Indonesia hidup di daerah pedesaan dan mengandalkan bertani sebagai kehidupannya. Dalam realitas ini, banyak orang menganggap hidup sebagai petani adalah hidup marginal dan terabaikan. Kemiskinan merupakan bagian dari masyarakat desa yang umumnya bersumber dari sektor pertanian.

Kemiskinan bagi masyarakat petani merupakan wujud dari ketidakcukupan, ketidakmampuan dan ketidakberdayaannya dalam memenuhi segi kebutuhan tertentu menurut sistem nilai yang dianut masyarakat. Masyarakat petani secara umum sering dipahami sebagai suatu kategori sosial yang seragam dan bersifat umum. Pemahaman dan usaha pemerintah selama ini tampaknya masih belum dapat dilaksanakan dengan sempurna karena kurangnya dukungan pengetahuan tentang masyarakat petani di lahan marginal sebagai kantong kemiskinan, baik yang menyangkut sistem pertanian maupun kehidupan sosial budaya masyarakatnya. Untuk menjaga dinamika sistem sosial, perlu didukung dengan meningkatkan kemampuan masyarakat dan manusia sebagai individu melalui pemberdayaan. Konsep pemberdayaan (empowerment) sebagai upaya memberikan otonomi, wewenang, dan kepercayaan kepada setiap individu dalam suatu organisasi, serta mendorong mereka untuk kreatif agar dapat menyelesaikan tugasnya sebaik mungkin. Interaksi yang terjalin di antara stakeholder merupakan modal sosial yang memberikan keuntungan dalam perspektif individu maupun kelompok dengan mengakui pentingnya interaksi dan jaringan sosial sebagai aset kolektif, di mana hubungan antara interaksi sosial yang dilakukan secara individual dan norma serta nilai kepercayaan pada kelompok bersifat timbal balik. Dengan demikian, Konsep pemberdayaan merupakan upaya memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki dalam menentukan pilihan kegiatan untuk menjadi lebih baik dengan memberikan kepercayaan kepada setiap individu dalam suatu organisasi melalui serangkaian proses. Usaha memandirikan masyarakat desa serta menanggulangi kemiskinan dan kesenjangan menjadi genomena yang kompleks. Pembangunan pedesaan dalam perkembangannya tidak sematamata terbatas pada peningkatan produksi pertanian tetapi lebih dari itu yaitu sebuah upaya atau proses dalam spektrum kegiatan yang menyentuh pemenuhan berbagai macam kebutuhan, sehingga segenap anggota masyarakat dapat mandiri, percaya diri, dan tidak tergantung pada orang lain. Keterlibatan masyarakat sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu program pembangunan, partisipasi merupakan komponen penting dalam pembangkitan kemadirian dan proses pemberdayaan. Dengan berpartisipasi aktif, akan menumbuhkan rasa kesadaran dan tanggung jawab masyarakat yang tercermin dengan adanya perubahan sikap mental, pandangan hidup, cara berpikir dan cara bekerja. Proses Pemberdayaan Petani

1. Konsep Realita Perubahan Sosial Pemberdayaan merupakan upaya memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki dalam menentukan pilihan kegiatan untuk menjadi lebih baik melalui serangkaian proses sehingga tercipta perubahan sosial. Realita yang ada dalam masyarakat petani menunjukkan bahwa perubahan muncul sebagai akibat dari perubahan perilaku masing-masing individu, dimana setiap individu memiliki motif dan alasan tersendiri dalam keikutsertaannya melaksanakan kegiatan pembangunan investasi, sehingga manfaatnya telah membawa perubahan prilaku masyarakat baik terhadap aktivitas petani maupun dampaknya pada penambahan nilai produksi dan nilai jual tanah yang dilalui oleh kegiatan tersebut. Dengan kata lain kegiatan PPMP mempunyai dampak teknis, sosial dan ekonomi terhadap kelompok sasaran. Partisipasi nyata sejak dari sosialisasi hingga pasca kegiatan berupa pemanfaatan dan pemeliharaan hasil investasi merupakan wujud penggalian potensi kemampuan yang dimiliki masyarakat dengan memberikan kepercayaan kepada masing-masing individu melalui kelompok sebagai intitusi untuk mengimplementasikan kegiatan PPMP. Kesempatan mengemukakan pendapat dalam musyawarah desa merupakan bentuk nyata proses dari pemberdayaan politik, di mana mereka dapat belajar berdemokrasi. Meskipun disadari masih terdapat beberapa kelemahan dalam implementasi PPMP, akan tetapi realita perubahan sosial dalam proses pemberdayaan petani sudah terekspresi melalui proses dinamis yang terjadi dalam masyarakat petani. 2. Konsep Modal Sosial Jalinan sosial antara pengurus KELOMPOK dengan masyarakat penerima manfaat dalam suatu kelembagaan KELOMPOK merupakan bentuk modal sosial yang terbangun dalam pelembagaan. Melalui organisasi ini dapat melancarkan interaksi dan transaksi sosial sehingga segala urusan bersama masyarakat terkait dengan pelaksanaan kegiatan PPMP dapat diselenggarakan dengan mudah. Hubungan kekerabatan, interaksi dan kepercayaan warga subak sebagai sasaran penerima manfaat dengan pekasih maupun yang terjalin melalui KELOMPOK, terlihat dengan adanya keterlibatan masyarakat dalam kegiatan gotong royong pembangunan investasi desa, di mana gotong royong tersebut tidak terlepas dari ikatan adat, tradisi serta kerukunan sosial yang terbina dalam modal sosial. Hal ini membuktikan bahwa interaksi dan kualitas yang baik dari modal sosial akan memiliki dampak positif terhadap kesejahteraan dan pembangunan di tingkat lokal melalui proses pembelajaran. 3. Konsep Kemampuan Inovatif

Setiap individu memiliki kekuatan/daya untuk mengembangkan potensi-potensi dan keterampilan mereka untuk meningkatkan kehidupannya, sehingga mereka mampu membentuk inisiatif, melahirkan kreasi dan melakukan inovasi-inovasi di dalam lingkungannya. Kemampuan yang dimiliki masyarakat Desa dituangkan melalui kelompok tani yang terbentuk, sebagai upaya pendukung dalam melakukan aktivitas pembangunan di tingkat lokal, meskipun secara formal belum ada mobilisasi kelompok tani. Kemampuan inovatif ini tercermin pada kegiatan kelompok tani yang bekerjasama dengan KELOMPOK lain dalam mengangkat kearifan lokal masyarakat dengan memanfaatkan limbah pertanian menjadi pupuk kompos dan insektisida nabati serta mampu dalam mengadopsi dan menerapkan inovasi yang diberikan oleh pemerintah (BPTP). Dengan demikian, aspek sosial budaya menjadi sangat penting dalam menggali nilai-nilai lokal masyarakat sebagai faktor pendorong terciptanya inisiatif masyarakat untuk menerapkan inovasi. 4. Konsep peranan Unsur Eksternal Dalam mengimplementasikan kegiatan PPMP tidak terlepas dari peranan unsur eksternal. Peran pemerintah yang paling menonjol sesungguhnya terletak pada penentuan kebijakan dan dukungan pendanaan. Otorita lokal menyebabkan munculnya perilaku kelompok yang cenderung project orientid. Hal ini tentu saja mengganggu proses interaksi di antara stakeholder pemberdayaan. Di tingkat desa, organisasi kelompok tani yang ada akan tumbuh dan berkembang sehingga memerlukan mitra-mitra kerja yang lain atau dukungan dari jaringan sumber daya lokal dalam memberikan transformasi pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan keberadaan LSM dan konsultan pasca kegiatan sangat penting dalam memfasilisasi memobilisasi kelompok tani dan melakukan penguatan kelembagaan KELOMPOK di tingkat desa sehingga diharapkan KELOMPOK ini lebih aktif dan berdaya pasca kegiatan investasi. Pengimplementasian PPMP di suatu lokasi membentuk sistem setting, di mana masing-masing kegiatan terdiri dari sub-sub kegiatan yang saling berhubungan dengan membentuk suatu sistem kegiatan. Sebagai salah satu komponen dari PPMP, pemberdayaan petani dilakukan dengan tujuan meningkatkan kemampuan petani dalam perencanaan dan implementasi investasi di desa, sehingga dapat mendukung inovasi produksi pertanian dan pemasaran melalui mobilisasi kelompok tani, pengembangan kelembagaan serta pembangunan investasi desa. Pembangunan investasi desa merupakan kegiatan utama dalam pemberdayaan petani untuk menunjang inovasi dalam rangka

pengembangan agribisnis. Untuk membangun investasi desa, diperlukan pengembangan kelembagaan sebagai motor penggerak kegiatan di tingkat lokal. Proses pelembagaan yang terjadi melalui kelompok tani yang ada, menanamkan sikap mental masyarakat terhadap realita perubahan sosial yang terjadi di lingkungannya. Jalinan sosial antara pengurus KELOMPOK dengan masyarakat penerima manfaat dalam suatu kelembagaan merupakan bentuk modal sosial yang terbangun dalam pelembagaan. Melalui organisasi ini dapat melancarkan interaksi dan transaksi sosial sehingga segala urusan bersama masyarakat terkait dengan pelaksanaan kegiatan PPMP dapat diselenggarakan dengan mudah. Konsep modal sosial sebagai suatu fenomena alamiah dari kehidupan masyarakat memperlihatkan bahwa manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri, ia membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Keterlibatan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan sejak dari proses awal sosialisasi hingga pasca kegiatan, hal ini tentu saja dapat membangkitkan kemandirian dalam proses pemberdayaan serta menanamkan kesadaran pada potensi diri dengan mengajak masyarakat untuk merencanakan dan menentukan kegiatan investasi. Kesadaran ini tumbuh dan berawal dari masing-masing individu sehingga memampukan dirinya untuk berpartisipasi dan partisipasi juga membantu masyarakat miskin untuk melihat realita sosial ekonomi yang mengelilingi mereka. Aktivitas KELOMPOK sebagai forum kebersamaan telah menjalin kerjasama dengan memanfaatkan kelompok tani Horsela yang ada di desa, meskipun secara formal belum ada mobilisasi kelompok tani. Dengan adanya interaksi yang terjalin, mampu membangkitkan potensi yang dimiliki dengan membentuk inisiatif dan kreasi memanfaatkan limbah pertanian bawang putih dan jerami padi lokal untuk pembuatan pupuk kompos dan insektisida nabati. Inovasi yang digali berdasarkan nilai-nilai lokal masyarakat ini merupakan faktor pendorong terciptanya inisiatif masyarakat sebagai bentuk kemampuan inovatif, sehingga keterikatan antar anggota kelompok tani memiliki kebutuhan yang sama untuk maju dan berkembang. Dengan demikian, masyarakat akan semakin terbuka dan merasa membutuhkan pengetahuan dan keterampilan untuk memperbaiki kondisinya. Perlunya mitra-mitra kerja yang lain atau dukungan dari jaringan sumber daya lokal dalam memberikan transformasi pengetahuan dan keterampilan, berkat adanya peranan pemerintah. Namun disadari, institusi yang terbentuk masih lemah dan kapasitas manajemen penyelenggaraan proyek masih di luar kemampuan pelakunya, terutama sekali keberlanjutan pasca kegiatan investasi. Untuk itu, keberadaan LSM dan konsultan pasca kegiatan, sangat penting dalam memfasilisasi memobilisasi kelompok tani dan

melakukan penguatan kelembagaan KELOMPOK di tingkat desa sehingga diharapkan KELOMPOK lebih aktif dan berdaya pasca kegiatan investasi. Sistem setting kegiatan PPMP di suatu daerah dalam konteks natural memperlihatkan bahwa proses pemberdayaan petani yang terjadi merupakan serangkaian kegiatan dengan memampukan potensi yang dimiliki dan keterlibatan masyarakat dalam berbagai macam kegiatan pembangunan investasi desa sebagai bentuk dari realita perubahan sosial. Kepercayaan, interaksi serta hubungan kekerabatan yang terjalin merupakan modal sosial yang tumbuh dalam masyarakat sehingga melalui kelembagaan kelompok tani yang ada, mampu menggali nilai-nilai lokal sebagai bentuk dari kemampuan inovatif meskipun secara formal belum ada mobilisasi kelompok tani, dan semua ini tidak terlepas dari peranan unsur eksternal baik pemerintah maupun LSM pendamping dalam memberikan trasformasi pengetahuan dan keterampilan. Namun disadari, institusi lokal di masyarakat yaitu KELOMPOK yang terbentuk dan keberadaan FD masih lemah dan kapasitas manajemen penyelenggaraan proyek masih di luar kemampuan pelakunya, terutama sekali keberlanjutan pasca kegiatan investasi. Untuk itu, perlu dilakukan penguatan kelembagaan dengan menjalin kemitraan baik dengan pemerintah maupun pihak swasta sehingga lebih progresif dalam meningkatkan produktivitas usaha tani. Rekomendasi yang dapat diberikan untuk menyempurnakan pelaksanaan PPMP dalam memberdayakan petani miskin di masa yang akan datang adalah keberlanjutan kegiatan pasca pembangunan investasi desa, perlu dipikirkan penguatan modal KELOMPOK sehingga dapat meningkatkan kapasitas kelemcagaan dan mengingat begitu banyaknya program-program pembangunan pedesaan, untuk itu harus ditanamkan kepada stakeholder desa, agar PPMP bisa disinergikan dengan program lainnya sehingga perencanaan pembangunan di pedesaan secara bertahap akan terkadi peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan sumberdaya alamnya.

PENGUATAN MODAL USAHA KELOMPOK PETANI PENDAHULUAN Peran sektor pertanian yang strategis dan telah memiliki kaitan kuat di hulu dan hilir, ternyata belum mampu mendorong partisipasi masyarakat dan swasta karena adanya berbagai kendala terutama yang terkait dengan pemanfaatan peluang ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat tidak hanya diperlukan pendekatan teknis tetapi juga pendekatan sosial budaya (socio-cultural) yang dapat merangsang perubahan sikap, perilaku dan pola kerja. Salah satu pola kegiatan pemberdayaan yang telah dilakukan Departemen Pertanian adalah melalui fasilitasi Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK). Kegiatan seperti ini bertujuan untuk (1) memperkuat modal pelaku usaha dalam mengembangkan usaha agribisnis dan ketahanan pangan; (2) meningkatkan produksi, produktivitas dan pendapatan pelaku usaha pertanian; (3) mengembangkan usaha pertanian dan agroindustri di kawasan pengembangan; (4) meningkatkan kemandirian dan kerjasama kelompok; serta (5) mendorong berkembangnya lembaga keuangan mikro. Alokasi dana PMUK diatur melalui mekanisme penyaluran langsung (LS) untuk kegiatan yang dikelola oleh kelompok untuk memperkuat modal, termasuk kegiatan simpan pinjam, pendampingan, pengembangan sumberdaya manusia dan kegiatan produksi serta operasionalisasi usaha kelompok dan selanjutnya digulirkan guna memperluas sasaran penerima manfaat. Dalam rangka mengatasi permasalahan pola perguliran dan penyediaan modal jangka panjang perlu dirangsang tumbuhnya Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) di perdesaan. Fokus pemberdayaan kelompok diarahkan untuk pengembangan kelembagaan, manajemen dan usaha-usaha bidang pertanian. Pendampingan dapat dilakukan oleh penyuluh pertanian dan penyuluh swakarsa, BPTP, swasta, LSM, perguruan tinggi, KTNA dan lainnya. Sementara itu, pengendalian dilakukan oleh tim teknis kabupaten/kota, serta tim pembina propinsi dan pusat; sedangkan pengawasan dilakukan oleh pemerintah melalui aparat pengawas fungsional (Inspektorat Jenderal, Badan Pengawas Daerah, dan lainnya). Dalam kerangka pengembangan ekonomi nasional, terlihat bahwa peran sektor pertanian strategis dan memiliki kaitan kuat di hulu dan

hilir. Namun demikian peran strategis tersebut belum mampu mendorong partisipasi masyarakat dan swasta, antara lain karena berbagai kendala permasalahan aktual yang berkaitan dengan pemanfaatan peluang ekonomi yang dapat membawa perubahan dan dinamisasi kesejahteraan masyarakat. Upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dan swasta dihadapkan pada berbagai kendala, untuk itu dalam rangka pemberdayaan masyarakat tidak saja memerlukan pendekatan teknis seperti yang telah diterapkan selama ini, tetapi juga pendekatan sosial budaya (socio-cultural) yang mampu merangsang perubahan sikap, perilaku dan pola kerja. Untuk mendukung proses perubahan tersebut, maka peran pemerintah yang dapat dilakukan antara lain melalui: (1) fasilitasi penyediaan sarana dan prasarana fisik yang difokuskan pada pemenuhan kebutuhan publik untuk mendukung sektor pertanian serta lingkungan usaha secara luas; (2) fasilitasi dalam rangka percepatan pembangunan di wilayah; (3) fasilitasi untuk terciptanya iklim yang kondusif bagi perkembangan kreativitas dan kegiatan ekonomi masyarakat serta merangsang tumbuhnya investasi masyarakat dan dunia usaha; serta (4) penerapan berbagai pola pemberdayaan masyarakat pelaku pembangunan pertanian. Pola pemberdayaan dilakukan guna mengatasi masalah utama di tingkat usahatani yaitu keterbatasan modal petani, di samping masalah belum berkembangnya usaha di hulu, hilir dan jasa penunjang dalam pembangunan pertanian, rendahnya penguasaan teknologi serta lemahnya SDM dan kelembagaan petani. Departemen Pertanian sudah sejak lama merintis penerapan pola pemberdayaan seperti ini melalui berbagai kegiatan pembangunan di daerah. Salah satu perwujudan pemberdayaan dilaksanakan melalui fasilitasi Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) yang langsung ditransfer ke rekening kelompok. Pemanfaatan dana PMUK ini dilakukan dalam format bergulir dalam rangka pemantapan kelembagaan kelompok menjadi lembaga usaha yang dapat meningkatkan kewirausahaan dan pengembangan usaha ekonomi produktif. Pola pemberdayaan seperti ini diharapkan dapat merangsang tumbuhnya kelompok usaha dan mempercepat terbentuknya jaringan kelembagaan pertanian yang akan menjadi embrio tumbuhnya inti kawasan pembangunan wilayah. Tujuan pemberdayaan masyarakat pertanian melalui penguatan modal usaha kelompok adalah:

1) 2) 3) 4) 5)

Memperkuat modal pelaku usaha dalam mengembangkan usaha agribisnis dan ketahanan pangan; Meningkatkan produksi, produktivitas dan pendapatan pelaku usaha pertanian; Mengembangkan usaha pertanian dan agroindustri di kawasan pengembangan; Meningkatkan kemandirian dan kerjasama kelompok; Mendorong berkembangnya lembaga keuangan mikro agribisnis dan kelembagaan ekonomi perdesaan lainnya.

Sasaran pemberdayaan masyarakat pertanian melalui penguatan modal usaha kelompok antara lain: 1) Menguatnya modal pelaku usaha dalam mengembangkan usaha agribisnis dan ketahanan pangan; 2) Meningkatnya produksi, produktivitas dan pendapatan pelaku agribisnis; 3) Berkembangnya usaha agribisnis dan agroindustri di kawasan pengembangan; 4) Meningkatnya kemandirian dan kerjasama kelompok; dan 5) Tumbuh dan berkembangnya lembaga keuangan mikro agribisnis dan kelembagaan ekonomi perdesaan lainnya. Indikator Keberhasilan Indikator keberhasilan (outcome) kegiatan pemberdayaan masyarakat pertanian melalui penguatan modal usaha kelompok antara lain: 1) Tumbuhnya usaha kelompok yang mampu mengelola permodalan sesuai kaidahkaidah bisnis melalui pemanfaatan dana PMUK sesuai sasaran; 2) Terjadinya peningkatan produktivitas usahatani kelompok penerima PMUK; 3) Terjadinya pemupukan modal dan pengembalian/perguliran dari komponen yang harus digulirkan ke kelompokkelompok lain sehingga dapat menjangkau kelompok sasaran yang lebih luas. Sedangkan indikator keberhasilan (impact dan benefit) dari pemberdayaan masyarakat pertanian melalui penguatan modal usaha kelompok antara lain: 1) peningkatan modal usaha agribisnis dan ketahanan pangan;

2) peningkatan produksi, produktivitas dan pendapatan pelaku agribisnis; 3) perkembangan usaha agribisnis dan agroindustri di kawasan pengembangan; 4) peningkatan kemandirian dan kerjasama kelompok; 5) pertumbuhan dan perkembangan lembaga keuangan mikro agribisnis dan lembaga ekonomi perdesaan lainnya. Pengertian dan definisi 1). Pelaku agribisnis adalah semua pihakyang berperan dan mempengaruhi berfungsinya sistem dan usaha agribisnis, mencakup masyarakat petani/peternak/pekebun, serta pelaku usaha (yang bergerak dalam usaha produksi dan perdagangan barang dan jasa: input produksi, pengolahan dan pemasaran hasil), kelembagaan usaha ekonomi dan sosial kemasyarakatan serta instansi pemerintah yang tugas dan fungsinya secara langsung atau tidak langsung mendorong serta mempengaruhi pembangunan agribisnis. 2) Ketahanan pangan diartikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah dan mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Pemenuhan kebutuhan pangan sejauh mungkin dipenuhi dari produksi dalam negeri dengan mengandalkan keunggulan sumberdaya, kelembagaan dan budaya masingmasing daerah yang beragam. 3) Pemberdayaan masyarakat agribisnis adalah upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat agribisnis sehingga secara mandiri mampu mengembangkan diri dan usahanya secara berkelanjutan. Pemberdayaan dilakukan melalui fasilitasi dan penciptaan iklim kondusif yang memungkinkan masyarakat berkembang, memperkuat potensi dan daya yang dimiliki masyarakat, serta memberikan perlindungan seperlunya. Pemberdayaan merupakan proses pembelajaran yang perlu dilakukan secara terus-menerus guna meningkatkan partisipasi dan kemampuan pelaku agribisnis. 4) Pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat merupakan kunci pemantapan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, karena pelaku utama pencapaian ketahanan pangan yang berkelanjutan adalah masyarakat itu sendiri. Pemberdayaan masyarakat dalam ketahanan pangan diarahkan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki rumah tangga yang terbatas dengan cara memanfaatkan kelembagaan sosial

5)

6)

7)

8)

ekonomi yang telah ada dan dapat dikembalikan di tingkat perdesaan. Penguatan modal usaha kelompok adalah stimulasi dana bagi pelaku pertanian yang mengalami keterbatasan modal sehingga selanjutnya mampu mengakses pada lembaga permodalan secara mandiri. Fasilitasi penguatan modal usaha kelompok ini merupakan bagian dari upaya pemberdayaan masyarakat petani, yang dikawal dengan kegiatan terkait yaitu penguatan kelembagaan petani dan peningkatan SDM petani melalui pembinaan, penyuluhan, pelatihan, monitoring, evaluasi, dan lainnya. Kelompok usaha yang bermasalah dengan kredit adalah kelompok usaha yang sebagian atau seluruh anggotanya pernah menerima fasilitas kredit yang tidak berniat baik dan atau tidak mengembalikan seluruh atau sebagian kredit yang diterimanya sesuai ketentuan, kecuali sebagai akibat dari puso atau force majeure (bencana alam, serangan hama penyakit/OPT dan lainnya) yang dinyatakan dengan keterangan dari instansi yang berwenang. Lembaga keuangan mikro perdesaan adalah kelembagaan usaha yang mengelola jasa keuangan untuk membiayai usaha skala mikro di perdesaan baik berbentuk formal maupun informal yang dibangun oleh masyarakat atau pemerintah. Kelembagaan ditumbuh kembangkan berdasarkan semangat untuk memajukan usaha dan mensejahterakan masyarakat di perdesaan, baik untuk kegiatan produktif maupun konsumtif. Bentuk usaha lembaga ini mencakup pelayanan jasa pinjaman/kredit dan penghimpunan dana masyarakat yang terkait dengan persyaratan pinjaman atau bentuk pembiayaan lainnya. Contoh lembaga keuangan mikro: Credit Union (CU), Baitul Mal Wattanwil (BMT), Pusat Inkubator Bisnis dan Usaha Kecil (PINBUK), Lumbung Petitih Nagari, Kelompok Usaha Mandiri, dan lainnya. Perguliran adalah usaha untuk menciptakan keberlanjutan usaha agribisnis masyarakat penerima dana penguatan modal usaha kelompok atau sebelumnya disebut Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dan Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) serta memperluas cakupan individu/kelompok/masyarakat melalui pemberian keuntungan, hasil, nilai tambah usaha baik dalam bentuk tunai maupun fisik/natura (hasil panen/benih/ bibit, dll). Bentuk perguliran dapat berupa pola-pola tradisional perorangan/kelompok yang sudah berkembang di masyarakat maupun melalui kelembagaan keuangan mikro yang dibangun oleh masyarakat seperti lumbung, simpan pinjam serta bentuk-bentuk lainnya.

KELOMPOK SASARAN, KRITERIA, TATA CARA SELEKSI, DAN PENYALURAN DANA Kelompok sasaran Kelompok sasaran adalah kelompok yang menjalankan usaha agribisnis dan ketahanan pangan dengan prioritas pada kelompok yang memiliki kendala modal karena terbatasnya akses terhadap sumber permodalan. Guna memperoleh manfaat secara luas, maka penetapan kelompok sasaran perlu mempertimbangkan asas pemerataan bagi pelaku pembangunan dan memperhatikan aspek gender. Proses seleksi kelompok sasaran dan calon lokasi dilakukan oleh Tim Teknis Kabupaten/ Kota. Proses seleksi dilakukan secara terbuka, ditetapkan secara musyawarah atas dasar kepentingan pengembangan usaha pertanian di daerah dan usulan dari masyarakat. Kriteria umum calon kelompok sasaran Kriteria umum calon kelompok sasaran adalah: 1) kelompok usaha pertanian yang sudah ada/telah eksis minimal 3 tahun dan aktif, bukan bentukan baru, dapat dipercaya serta mampu mengembangkan usaha melalui kerjasama kelompok, jumlah anggota minimal 20 orang. 2) kelompok yang bersangkutan belum pernah mendapat penguatan modal, BLM, BPLM atau fasilitasi dari kegiatan lain pada saat yang bersamaan atau pada tahun-tahun sebelumnya. 3) kelompok yang bersangkutan tidak bermasalah dengan perbankan, kredit atau sumber permodalan lainnya. 4) anggota kelompok adalah pelaku usaha yang berpotensi dan berminat menjadi penggerak dalam mendorong perkembangan usaha agribisnis atau mewujudkan ketahanan pangan masyarakat secara luas. 5) anggota kelompok memiliki kesulitan dalam mengakses sumber permodalan komersial, sehingga sulit untuk menerapkan rekomendasi teknologi anjuran secara penuh dan memanfaatkan peluang pasar. Kriteria calon kelompok sasaran agar diatur lebih rinci dalam Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) yang disusun oleh Propinsi berdasarkan kondisi wilayah dan dijabarkan secara lebih spesifik dalam Petunjuk Teknis (Juknis) oleh Kabupaten/Kota sesuai kondisi petani dan sosial budaya setempat. Kriteria umum calon lokasi/lahan antara lain:

(1) secara agroklimat cocok untuk budidaya pertanian yang akan dikembangkan, (2) lahan telah tersedia dan slap untuk dilakukan usaha pertanian, dan (3) relatif kompak dalam skala ekonomi. Tata cara seleksi calon kelompok sasaran Seleksi calon kelompok sasaran didasarkan kepada prioritas pengembangan pertanian wilayah dan usulan/proposal dari kelompok pelaku usaha pertanian. Proses seleksi calon kelompok sasaran dilakukan secara bertahap dan seyogyanya telah dipersiapkan sebelumnya oleh pemerintah daerah (t-1). Salah satu kunci keberhasilan pemberdayaan masyarakat pertanian, termasuk pengembangan modal dan perguliran terletak pada ketepatan dan kebenaran dalam menentukan kelompok sasaran. Seleksi calon kelompok sasaran setidaknya dilakukan dalam dua tahap. Seleksi Tahap-1, Tim Teknis Kabupaten/Kota melakukan penilaian terhadap usulan/proposal/rencana usaha dari kelompok pelaku usaha. Proposal/ rencana usaha setidaknya memuat: deskripsi usaha kelompok saat ini, sumberdaya dan sarana yang telah dimiliki kelompok, potensi yang dapat dikembangkan, rencana usaha yang akan dilakukan, kelayakan rencana usaha dan prospek pasarnya, serta besarnya anggaran yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha kelompok. Seleksi Tahap-II dilakukan penilaian terhadap kelompok yang lulus seleksi Tahap-I. Aspek penilaian Tahap-II mengenai kelengkapan persyaratan administrasi kelompok sesuai kriteria yang ditentukan di dalam Pedum, Juklak dan Juknis. Setelah dilakukan seleksi tahap I dan II, Tim Teknis menyelenggarakan musyawarah kabupaten/kota dan memaparkan hasil seleksinya yang dihadiri oleh stakeholder meliputi: instansi terkait, perguruan tnggi, KTNA, tokoh masyarakat, LSM dan pelaku usaha lainnya. Hasil musyarawah dituangkan dalam Berita Acara yang memuat daftar kelompok pelaku usaha calon penerima penguatan modal dan atau calon penerima perguliran. Penyelenggaraan musyawarah tersebut dilakukan melalui forum Koordinasi Perencanaan Pembangunan Pertanian Kabupaten/Kota. Mekanisme penetapan kelompok sasaran Berdasarkan berita acara hasil musyarawah kabupaten/kota, Tim Teknis mengusulkan kelompok pelaku usaha calon penerima dan calon kelompok penerima perguliran untuk ditetapkan dengan SK Bupati/Walikota atau Kepala Dinas/Kantor Iingkup pertanian kabupaten/kota. Hasil seleksi dan penetapan kelompok diumumkan/

disosialisasikan kepada masyarakat luas oleh Tim Teknis kabupaten/kota melalui media massa/cetak/elektronik atau media komunikasi lainnya. Mekanisme seleksi kelompok dan tahapan penyusunan Rencana usaha kelompok (RUK) secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Mekanisme seleksi kelompok dan penyusunan RUK (Sumber: ABDUL BASYID. 2007. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PERTANIAN MELALUI PENGUATAN MODAL USAHA KELOMPOK PETANI. Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi)

Pengorganisasian kelompok Pada dasarnya organisasi kelompok usaha adalah organisasi yang berorientasi bisnis, bukan organisasi yang bersifat sosial. Dinamika organisasi kelompok masing-masing daerah sangat beragam dilihat dari sisi perkembangan usaha dan manajemen, sehingga pengembangan organisasi kelompok disesuaikan dengan keragaman dan dinamika kelompok tersebut. Untuk itu pengembangan organisasi kelompok diarahkan untuk memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut: 1) Kelompok usaha mempunyai struktur organisasi yang dilengkapi dengan uraian tugas dan fungsi secara jelas dan disepakati bersama anggota; 2) Pengurus dipilih secara demokratis oleh anggota, bertanggung jawab kepada anggota dan pertanggungjawabannya disampaikan dalam rapat kelompok yang dilakukan secara periodik; 3) Mekanisme dan tata hubungan kerja antar berbagai komponen di dalam maupun antar kelompok disusun secara partisipatif;

4)

5) 6) 7)

Proses pengambilan keputusan dilakukan secara musyawarah dan dituangkan dalam berita acara atau risalah rapat yang ditandatangani oleh pengurus dan diketahui oleh unsur pembina atau instansi terkait; Anggota melakukan pengawasan terhadap perkembangan usaha; Kelompok membangun kerjasama kemitraan dengan pihak terkait; Pengembangan kelembagaan kelompok diarahkan menuju terbangunnya lembaga ekonomi seperti koperasi atau unit usaha berbadan hukum lainnya.

Penyaluran dan pemanfaatan dana penguatan modal usaha kelompok Dana PMUK dialokasikan dalam bentuk yang tidak terinci dan dituangkan pada pos belanja bantuan sosial. Tata cara penyaluran dana PMUK ini berdasarkan Surat Edaran Menteri Pertanian dan Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan, Departemen Keuangan. Alokasi dana ini diatur melalui mekanisme penyaluran langsung (LS) untuk kegiatan yang dikelola oleh kelompok. Dana yang dikelola oleh kelompok disalurkan melalui mekanisme LS digunakan untuk memperkuat modal, termasuk kegiatan simpan pinjam yang menuju pada transformasi kelompok ke LKM, pendampingan, pengembangan sumberdaya manusia dan kegiatan produksi serta operasionalisasi usaha kelompok. Sedangkan anggaran yang kegiatannya dilaksanakan oleh kabupaten/kota dimanfaatkan untuk penyusunan Petunjuk Teknis, perencanaan, seleksi calon kelompok sasaran, sosialisasi, pembinaan, pengendalian evaluasi dan pelaporan, serta berbagai jenis pelatihan baik bagi Penyuluh Pertanian, maupun bagi kelompok dan administrasi kegiatan serta lainnya. Pemanfaatan dan pertanggungjawaban dana penguatan modal usaha kelompok Dana yang disalurkan kepada kelompok merupakan penguatan modal yang perlu dipupuk menjadi modal kelompok dan selanjutnya digulirkan kepada kelompok lain yang ditunjuk setelah usaha kelompok yang bersangkutan mandiri. Dengan demikian anggota kelompok tidak memperolehnya secara cuma-cuma, namun mereka harus mengembalikan, dengan cara/pola pengembalian, jangka waktu dan tingkat bunga yang disepakati dengan mempertimbangkan keuntungan dan keberlanjutan usaha yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing kelompok.

Pemanfaatan dana kelompok untuk modal usaha direncanakan bersama secara transparan oleh kelompok dan difasilitasi oleh pendamping. Pemanfaatan dana kelompok untuk pengadaan saprotan dilaksanakan oleh kelompok, secara langsung tanpa lelang/ tender. Pengadaan tersebut dilakukan secara transparan dengan jenis dan jumlah sarana produksi diputuskan oleh anggota kelompok. Penyaluran sarana produksi (natura) kepada anggota dilegitimasi dengan berita acara serah terima barang. Pengurus kelompok membukukan seluruh aktivitas penarikan dana, pembelanjaan dan penyerahan barang kepada anggota kelompok. Tata cara penggunaan dana penguatan modal usaha kelompok harus diatur secara jelas dalam Juklak yang disusun oleh Tim Pembina Propinsi dan diatur secara spesifik berdasarkan jenis komoditas yang diusahakan dan tingkat perkembangan usaha kelompok di dalam Juknis yang disusun oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota. Pemupukan modal kelompok dan perguliran dana Dana yang disalurkan langsung kepada kelompok merupakan penguatan modal untuk terus dipupuk dan selanjutnya digulirkan guna memperluas sasaran penerima manfaat. Dana penguatan modal dapat digulirkan dengan pola perguliran yang bersifat spesifik lokal yang bervariasi menurut komoditas (musiman atau tahunan), jangka waktu, jenis usaha dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Perguliran dapat dilakukan baik dalam bentuk barang maupun uang sesuai kesepakatan kelompok. Perguliran dapat dilakukan antar anggota di dalam kelompok sehingga dapat menjangkau anggota yang lebih luas, perguliran antar kelompok, maupun melalui Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Dana penguatan modal dan pergulirannya diberikan dalam rangka pemberdayaan masyarakat untuk mengembangkan usaha pertanian. Dana tersebut tidak dikembalikan ke Kas Negara, Kas Daerah, rekening dinas maupun rekening individu aparat, namun dikelola oleh kelompok atau lembaga keuangan mikro (LKM) yang dibangun sendiri oleh kelompok pelaku. Dalam rangka mengatasi permasalahan pola perguliran dan penyediaan modal jangka panjang perlu dirangsang tumbuhnya lembaga keuangan mikro agribisnis di perdesaan. Fasilitasi penumbuhan lembaga keuangan mikro agribisnis tersebut berasal dari dana pembinaan operasional yang pelaksanaannya dapat melibatkan LSM, perguruan tinggi dan lembaga lain yang berpengalaman dalam pengembangan lembaga keuangan mikro di perdesaan. Secara lebih rinci teknis pemupukan modal usaha kelompok, pola perguliran, besarnya modal yang digulirkan, jenis komponen

kegiatan/barang yang digulirkan serta jangka waktunya diatur dalam Juklak yang disusun oleh Tim Pembina Propinsi dan Juknis yang disusun oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota. PEMBERDAYAAN PERTANIAN DAN PENGEMBANGAN USAHA

Pemberdayaan masyarakat pertanian 1. Konsepsi Secara konseptual pemberdayaan masyarakat pertanian cakupannya dapat dipersempit menjadi pemberdayaan kelompok yang diartikan sebagai upaya meningkatkan kemampuan kelompok dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya secara mandiri dan berkelanjutan. Kelompok yang dimaksud adalah kelompok usaha di bidang pertanian yang dikelola oleh petani atau kelompok tani dan pelaku agribisnis lain. Dalam hal ini pemberdayaan masyarakat pertanian mencakup pemberdayaan masyarakat agribisnis maupun pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat dengan pendekatan kelompok usaha. Kemandirian kelompok dapat terwujud apabila kelompok mampu mengembangkan usaha di bidang pertanian secara mandiri yang mencakup aspek kelembagaan, manajemen dan usaha pertaniannya. Dengan demikian, fokus pemberdayaan kelompok diarahkan dalam rangka pengembangan kelembagaan, manajemen dan usaha-usaha bidang pertanian. Proses pemberdayaan kelompok dilakukan dengan menumbuhkan kesadaran kelompok dalam mengembangkan usahanya secara partisipatif. Kegiatan pemberdayaan dapat pula diartikan sebagai upaya mengurangi ketergantungan pelaku usaha terhadap berbagai fasilitas dan kemudahan yang harus disediakan pemerintah, serta meningkatkan kemandirian kelompok. Mengingat proses pemberdayaan memerlukan waktu yang cukup panjang, maka kegiatan pemberdayaan perlu dirancang secara sistematis dengan tahapan kegiatan yang jelas dan dilakukan terus-menerus dalam kurun waktu yang cukup berdasarkan kemampuan dan potensi usaha agribisnis masyarakat. 2. Ruang lingkup pemberdayaan kelompok PMUK merupakan salah satu bentuk fasilitasi dalam kerangka dasar pemberdayaan kelompok. Prinsip dasar pemberdayaan kelompok adalah: 1) Dana PMUK merupakan dana stimulan dalam mendukung usaha kelompok, sedangkan motor

2) 3)

4)

5) 6)

7)

8)

penggerak utama pengembangan usaha kelompok adalah kemauan dan kemampuan kelompok itu sendiri; Dana penguatan modal usaha kelompok wajib dipupuk dan digulirkan; Besarnya penyaluran dana penguatan modal disesuaikan dengan tahapan kebutuhan pengembangan usaha kelompok, yang dituangkan dalam proposal/rencana usaha kelompok (RUK); Dana penguatan modal usaha kelompok dipergunakan untuk kegiatan usaha agribisnis maupun usaha ketahanan pangan yang diarahkan untuk menumbuhkan dan memperbesar skala usaha, efisiensi dan jaringan usaha, memanfaatkan sumberdaya lokal secara optimal, dan pemenuhan tambahan pangan dan gizi keluarga; Pengembangan kelembagaan kelompok diarahkan pada kelembagaan koperasi bidang pertanian dengan manajemen profesional dan mandiri; Pengembangan manajemen usaha kelompok diarahkan pada peningkatan kemampuan pengurus kelompok dalam mengelola usaha dan menumbuhkan partisipasi aktif para anggotanya sehingga tercapai kemandirian kelompok; Dalam rangka pengembangan kelembagaan, manajemen dan usaha kelompok difasilitasi dengan kegiatan pembinaan, pelatihan, sekolah lapang, pendampingan serta kemitraan dengan swasta; dan Untuk optimalisasi kinerja kelompok dan pengendalian dilakukan kegiatan monitoring, evaluasi dan pelaporan.

Pengembangan usaha agribisnis dan ketahanan pangan 1. Penguatan kelembagaan usaha Kelembagaan usaha dikembangkan seiring dengan semakin meningkatnya skala usaha kelompok dan permintaan hasil produknya. Pengembangan kelembagaan usaha kelompok bersifat bertahap, dinamis dan berkelanjutan. Bila kelompok sudah mapan serta skala usaha semakin besar, maka kelembagaan usaha dapat ditingkatkan menjadi Gabungan Kelompok, koperasi maupun bentuk usaha berbadan hukum lainnya. Penguatan kelembagaan usaha dilakukan melalui: pengembangan aktivitas organisasi kelompok; pengembangan kemampuan memupuk modal; pengembangan kemampuan kelompok memilih bentuk dan memanfaatkan peluang usaha yang menguntungkan; serta pengembangan jaringan kerjasama dengan pihak lain. 2. Pengembangan manajemen

Manajemen usaha kelompok dikelola dalam rentang kendali di bawah satu manajemen usaha yang profesional. Guna meningkatkan partisipasi anggota kelompok serta tercapainya kesejajaran dan keterbukaan antara anggota dengan pengurus, maka mulai tahap perencanaan, pelaksanaaan maupun evaluasi para anggota kelompok dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan dan penanggulangan resiko usaha. Partisipasi dan peran aktif anggota dapat ditingkatkan melalui pengembangan SDM petani seperti pelatihan, magang dan lainnya. 3. Pengembangan jenis usaha Jenis-jenis usaha yang dikembangkan oleh kelompok searah dengan pengembangan kawasan yang telah ditetapkan. Berbagai jenis usaha yang dapat dikembangkan difokuskan kepada usaha pertanian on-farm (budidaya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan) secara monokultur maupun usahatani terpadu, dan off-farm (pengolahan dan pemasaran hasil, lumbung pangan, tunda jual, kios saprodi, dan lainnya). Penentuan jenis usaha kelompok sasaran agar dapat dilakukan dengan pendekatan Participatory Rural Appraisal (PRA) yang dilakukan oleh kelompok itu sendiri dan disinergiskan dengan kegiatan pemberdayaan dan penyuluhan pertanian di kabupaten/kota. Tahapan pengembangan jenis usaha kelompok disesuaikan dengan prioritas kebutuhan pengembangan dengan kriteria: potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, permodalan, aksesibilitas dan infrastruktur, kelayakan ekonomi dan potensi pasar. Secara lebih rinci jenis-jenis usaha kelompok dan prioritas kebutuhan pengembangan usaha disesuaikan dengan potensi dan kondisi setempat dengan mengacu kepada kriteria-kriteria tersebut dan diatur lebih lanjut ke dalam Petunjuk Teknis yang disusun oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota. Pemanfaatan dana penguatan modal usaha kelompok Setiap satuan kerja lingkup pertanian di kabupaten/kota dalam melaksanakan kegiatan pemberdayaan masyarakat pertanian melalui PMUK dan beberapa kegiatan lainnya mengacu kepada Pedoman Teknis dari Eselon-1 lingkup Departemen Pertanian. Besarnya alokasi dana untuk kegiatan dimaksud disesuaikan dengan kemampuan anggaran yang tersedia. Dana PMUK disalurkan langsung ke rekening kelompok sasaran yang telah ditetapkan. Penentuan besar kecilnya dana yang dialokasikan kepada kelompok didasarkan oleh usulan (proposal) yang diajukan oleh kelompok. Pemanfaatan dana dikelola oleh kelompok yang bersangkutan dan penentuan penggunaannya didasarkan pada hasil keputusan bersama seluruh anggota

kelompok yang ditunjukkan dengan Berita Acara Hasil Rapat Kelompok. Arahan penggunaan dana PMUK ini merupakan pilihan-pilihan sesuai prioritas kelompok sasaran antara lain: 1) Digunakan untuk membiayai sarana dan fasilitas kelompok seperti membangun/ rehabilitasi jaringan irigasi, tata air mikro, embung, jalan usahatani, jalan produksi dan sarana lainnya sesuai kebutuhan kelompok; 2) Digunakan untuk pengadaan/rehabilitasi atau optimalisasi pemanfaatan alat dan mesin pra-produksi, produksi, dan pengolahan hasil; 3) Digunakan untuk pengadaan sarana produksi (benih/bibit, pupuk, pestisida/ obat-obatan) bervariasi menurut kebutuhan dan jenis komoditasnya. Pada subsektor tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan besarnya dana untuk pengadaan sarana produksi dibatasi maksimum 60% dari pagu PMUK yang diterima kelompok sasaran, dengan demikian sebagian besar dana PMUK diarahkan untuk kegiatan yang bersifat investasi. Sedangkan untuk komoditas peternakan tidak dibatasi besarnya dana untuk pengadaan sarana produksi. 4) Digunakan untuk pemenuhan tambahan pangan keluarga (halaman rumah, pekarangan, kebun), pengembangan aneka ragam pangan (makanan khas nusantara/tradisional), pengembangan cadangan pangan masyarakat (lumbung), dan pemberian bantuan saprodi untuk daerah rawan pangan. 5) Digunakan untuk kegiatan pengembangan kelembagaan antara lain memperluas pemasaran, pengembangan usaha penunjang agribisnis, jaringan kerja dengan mitra usaha; 6) Digunakan dalam rangka peningkatan dan pengembangan kemampuan melalui pelatihan pengurus/anggota kelompok, untuk memperoleh hasil yang optimal agar dalam pelaksanaan pelatihan dikoordinasikan dengan Balai Diklat Pertanian setempat. 7) Pembinaaan kelompok dapat difasilitasi Dinas Teknis/ instansi kelembagaan penyuluhan dengan memanfaatkan penyuluh pertanian, penyuluh swakarsa, KTNA, Pusa pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) swasta, LSM dan lainnya. Dana PMUK yang disalurkan ke rekening kelompok agar dimanfaatkan untuk usaha produktif dan permodalan terus dipupuk serta dikelola dengan manajemen Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Penerapan pola LKM ini merupakan tahapan lebih lanjut proses

pembelajaran bagi pelaku usaha dari pola BLM/BPLM menuju ke tahap lebih lanjut untuk dapat meng-akses modal ke lembaga permodalan. Dengan demikian kegiatan pemberdayaan ini turut mendorong tumbuh berkembangnya LKM-LKM di perdesaan. Pemanfaatan dana pembinaan operasional Tujuan dan sasaran kegiatan di propinsi harus mengacu kepada alokasi dana yang tercantum dalam Surat Rincian Alokasi Anggaran (SRAA) dan DIPA Propinsi. Dana pembinaan operasional Propinsi digunakan untuk: memfasilitasi koordinasi perencanaan, menyusun Juklak, sosialisasi, perancangan/ pedoman penumbuhan/ pengembangan LKM, pemantauan, evaluasi dan pelaporan serta lainnya. Implementasi kegiatan pemberdayaan masyarakat pertanian melalui penguatan modal usaha kelompok ini berada di kabupaten/kota bersumber dari dana tugas pembantuan pada pos belanja Bantuan Sosial. Guna mendukung pencapaian tujuan dan sasaran kegiatan di kabupaten/ kota, perlu dilakukan sinergi kegiatan antara anggaran dekonsentrasi di propinsi dan tugas pembantuan yang teralokasi di daerah tersebut. Untuk itu peran Tim Teknis Kabupaten/Kota agar dapat mensinergiskan seluruh kegiatan di daerahnya, seperti kegiatan pengembangan komoditas dengan kegiatan penyuluhan yang dilaksanakan di tingkat kabupaten/kota. Kegiatan pembinaan difasilitasi dari dana pendamping APBD kabupaten/kota dan dana tugas pembantuan yang dialokasikan di kabupaten/kota dari dana pembinaan operasional (dana non penguatan modal usaha kelompok). Bentuk fasilitasi tersebut antara lain: (1) penyusunan Juknis, (2) sosialisasi di tingkat kabupaten/kota, (3) identifikasi dan seleksi kelompok sasaran, (4) pendampingan penyusunan rencana usaha kelompok, (5) pelatihan manajemen dan teknis bagi kelompok sasaran, (6) pembinaan/ pendampingan manajemen, teknis usaha kelompok, (7) penumbuhan/pengembangan LKM, (8) pemantauan dan pelaporan, (9) pembinaan lanjutan dan evaluasi pasca kegiatan dengan dukungan dana daerah dan (10) lainnya. Dana pembinaan operasional juga digunakan untuk menggerakkan dan mengkonsolidasikan masyarakat dan pelaku usaha, serta untuk pengembangan usaha di seluruh kawasan kabupaten/kota antara lain:

(1). pembinaan lanjutan bagi kelompok sasaran tahun-tahun sebelumnya, (2) penumbuhan kelompok baru, (3) pembinaan kelompok bukan sasaran, (4) peningkatan kapasitas aparat, (5) merangsang tumbuhnya lembaga keuangan mikro perdesaan, (6) koordinasi perencanaan dan evaluasi pembangunan pertanian, (7) penyusunan petunjuk praktis pemilihan bidang usaha, dan petunjuk lainnya, (8) pengembangan statistik pertanian, serta (9) pelaporan kinerja pembangunan pertanian. Pelaksanaan kegiatan bimbingan/ pelatihan teknis dan manajemen usaha kelompok, pelayanan konsultasi, serta pendampingan kelompok dilakukan oleh Tim Teknis dan dapat bekerjasama dengan perguruan tinggi, lembaga pelatihan, LSM dan lainnya. Materi bimbingan/pelatihan sesuai dengan kebutuhan kelompok dalam mengembangkan usahanya dan ditetapkan berdasarkan keputusan bersama seluruh anggota kelompok. Kontribusi kelompok Dana penguatan modal usaha kelompok merupakan stimulan bagi kelompok. Anggota kelompok sasaran harus memberikan kontribusi dalam penyediaan modal usaha yang besarnya ditetapkan atas kesepakatan seluruh anggota kelompok. Diharapkan agar penyediaan sarana produksi seperti benih, pupuk, pestisida dan lain sebagainya dibiayai sendiri oleh petani/ kelompok tani, sedangkan sarana kelompok serta alat dan mesin pertanian (pra-produksi, produksi dan pengolahan hasil) yang tidak bisa disediakan oleh kelompok, dapat dibiayai dari dana penguatan modal usaha kelompok. Peran Pemda, swasta dan masyarakat Pelaksanaan pemberdayaan kelompok usaha ini akan berhasil secara optimal apabila pihak pemda, swasta dan masyarakat memberikan dukungan sepenuhnya. Pihak pemda harus mampu membuka peluang usaha bagi masyarakat tani melalui peraturan dan kebijakan daerah, penyediaan sarana dan prasarana pendukung seperti penyediaan prasarana transportasi jalan, saluran irigasi, pasar, saluran listrik, serta alokasi dana yang memadai bagi kegiatan pendampingan kelompok. Kegiatan pendampingan harus dilakukan secara berkelanjutan. Pemda juga bertanggung jawab dalam pembinaan lanjutan bagi kelompok sasaran dalam bentuk

supervisi, pemantauan, evaluasi dan pelaporan. Pihak swasta (pengusaha, Lembaga Swadaya Masyarakat/LSM, dan lainnya) berperan dalam penyediaan sarana produksi, alat dan mesin pertanian, pengolahan dan pemasaran hasil, transfer teknologi, pendidikan dan pelatihan, maupun kerjasama usaha dengan petani melalui pola kemitraan. Diharapkan masyarakat (KTNA, asosiasi petani, tokoh masyarakat, dan lainnya) berperan dalam melakukan kontrol terhadap pemanfaatan dana penguatan modal dan memantau proses perguliran dana. Setiap pihak difungsikan perannya di bawah koordinasi dinas pertanian terkait dan dijalankan secara sinergi dalam tugas dan fungsi masing-masing. Pendampingan kelompok usaha Dalam rangka pemberdayaan kelompok usaha diperlukan pendampingan yang dapat dilakukan oleh Penyuluh Pertanian dan Penyuluh Swakarsa, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), swasta, LSM, perguruan tinggi, KTNA, dan lainnya. Kegiatan pendampingan mencakup pengembangan kelembagaan, manajemen dan usaha kelompok, dimulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan dan pasca kegiatan. Kegiatan pendampingan tersebut agar disinergiskan dengan kegiatan pendampingan/ penyuluhan pertanian dari pos kegiatan pemberdayaan/ penyuluhan. Penumbuhan dan pengembangan lembaga keuangan mikro agribisnis Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di perdesaan dikembangkan berdasarkan semangat untuk membantu dan memfasilitasi masyarakat yang pada umumnya petani untuk kegiatan produktif. LKM telah lama menjadi sarana efektif untuk mengembangkan ekonomi rakyat dan memberdayakan usaha kecil. Keberadaan LKM tersebut ditujukan untuk memenuhi kebutuhan modal dan pelayanan keuangan lain bagi ekonomi rakyat yang memilih metode dan prosedur yang sederhana. LKM merupakan pelayanan pembiayaan dengan prinsip-prinsip: 1). LKM tumbuh dari, oleh dan untuk anggota atas kesadaran sendiri. 2). LKM harus berpedoman pada prinsip kehati-hatian. 3). Modal LKM harus bersumber dari anggotanya sendiri yang dihimpun dari simpanan pokok dan simpanan wajib dan dapat pula ditambahkan simpanan pokok khusus sebagai penguat modal serta dapat pula membuka jenis jenis tabungan (simpanan sukarela). 4). Pelayanan kredit/pinjaman (pembiayaan) hanya fokus diberikan kepada anggota dan calon anggota LKM.

5). Jaminan barang/agunan boleh diterapkan, namun pertimbangan yang terbaik tetap atas watak/karakter peminjam sendiri. 6). LKM dioperasionalkan melalui koperasi atau badan hukum lainnya yang cocok dengan prinsip-prinsip keuangan mikro. Aspek kegiatan yang diperlukan dalam menjalankan suatu LKM adalah: (1) aspek administrasi (keuangan dan non keuangan), (2) aspek permodalan (modal sendiri, utang dan kewajiban), (3) aspek kegiatan usaha, meliputi: usaha penyaluran saprodi, kredit, usahatani, pengolahan hasil, pengemasan dan transportasi, serta pemasaran hasil, serta (4) aspek pengawasan, mencakup pengawasan internal yang dilakukan oleh anggota sendiri maupun eksternal oleh instansi pembina, auditor atau lembaga pengawas yang ditunjuk. Untuk mewujudkan LKM yang baik maka sangat ditentukan oleh: 1). Pengurus mempunyai komitmen, tanggung jawab serta partisipasi yang tinggi. 2). Tingkat solidaritas yang tinggi antar anggota. 3). Kemampuan pengurus dalam mengelola keuangan secara efisien dan efektif. 4). Kepercayaan anggota terhadap LKM. 5). Pembinaan dan pendampingan. Kepada Tim Teknis Kabupaten agar menyusun rancangan penumbuhan LKM serta tahapan-tahapan pengembangan LKM mengacu pada Pedoman umum Pemberdayaan Kelompok Tani Penerima Penguatan Modal Usaha sebagai Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A). Disamping itu agar melakukan identifikasi kelompok sasaran yang potensial untuk dibentuk/ dikembangkan LKM sesuai dengan potensi dan kemampuannya. PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN Pembinaan Pembinaan kelompok dilakukan secara berkelanjutan sehingga kelompok mampu mengembangkan usahanya secara mandiri. Untuk itu diperlukan dukungan dana pembinaan lanjutan yang bersumber dari APBD.

1. Struktur organisasi Agar pelaksanaan kegiatan ini memenuhi kaidah pengelolaan sesuai prinsip pelaksanaan pemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintah yang bersih (clean government), maka pelaksanaan kegiatan harus mematuhi prinsip-prinsip: 1) Mentaati ketentuan peraturan dan perundangan; 2) Membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN); 3) Menjunjung tinggi keterbukaan informasi, tranparansi dan demokratisasi; 4) Memenuhi asas akuntabilitas. 2. Penanggung jawab program Departemen Pertanian memfasilitasi koordinasi persiapan, pemantauan dan evaluasi kegiatan-kegiatan, dengan melaksanakan tugas antara lain: 1) Menyusun pedoman teknis untuk mengarahkan kegiatankegiatan dalam mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan; 2) Menggalang kemitraan dengan propinsi dan kabupaten/kota dalam pelaksanaan advokasi, pemantauan/pengendalian dan evaluasi; 3) Menyusun laporan pelaksanaan pemberdayaan masyarakat sebagai ujung tombak dari pelaksanaan program dan anggaran. 3. Tim teknis kabupaten Tim teknis kabupaten lazimnya beranggotakan dinas teknis lingkup pertanian, instansi terkait, lembaga penyuluhan pertanian kabupaten, perguruan tinggi, KTNA/petani ahli/asosiasi petani, LSM dan lainnya sesuai kebutuhan dan ketersediaan anggaran. Tugas tim teknis kabupaten adalah: 1) Menyusun Petunjuk Teknis (Juknis) dengan mengacu Pedum dan Juklak disesuaikan dengan kondisi sosial budaya setempat dan usaha yang dikembangkan; 2) Melakukan sosialisasi dan seleksi calon kelompok sasaran; 3) Melakukan pembinaan, pemantauan dan pengendalian; 4) Membuat laporan hasil pemantauan dan pengendalian. Perencanaan pperasional Kegiatan operasional dituangkan ke dalam Juklak yang disusun oleh tim pembina propinsi dan Juknis yang disusun oleh tim teknis

kabupaten/kota mengacu kepada Pedum Pemberdayaan masyarakat dan Pedum Teknis dari Ditjen/Badan lingkup Departemen Pertanian. Juklak dan Juknis disusun untuk mengatur hal-hal yang belum jelas dan belum diatur dalam Pedum. Untuk itu Juklak dan Juknis agar disusun secara fleksibel dengan memperhatikan aspirasi dan kondisi masingmasing wilayah. Namun demikian agar Juklak dan Juknis dapat bersifat operasional sesuai pencapaian tujuan dan sasaran program/kegiatan, maka dalam penyusunan Juklak dan Juknis memuat antara lain butir-butir seperti berikut: Butir-butir pokok penyusunan juklak 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) Memuat penjabaran Pedum sesuai kondisi kebutuhan setempat. Memuat rekapitulasi data kelompok yang pernah mendapat penguatan modal pada tahun-tahun sebelumnya di seluruh kabupaten/kota. Memuat penjelasan model-model pemberdayaan masyarakat pertanian (agribisnis dan ketahanan pangan). Memuat kriteria umum calon kelompok sasaran dan metode seleksi calon kelompok sasaran. Memuat prosedur dan standar minimal kualitas usulan/proposal/rencana usaha kelompok. Memuat model-model perguliran yang telah berhasil sesuai kondisi setempat. Memuat desain mekanisme pemupukan modal dan perguliran. Memuat profil lembaga keuangan mikro agribisnis di perdesaan tingkat propinsi.

Butir-butir pokok penyusunan juknis 1) Memuat penjabaran Pedum dan Juklak Propinsi sesuai kondisi kebutuhan setempat. 2) Memuat hasil inventarisasi kelompok yang pernah mendapat penguatan modal pada tahun-tahun sebelumnya. 3) Memuat penjelasan model-model pemberdayaan masyarakat pertanian (agribisnis dan ketahanan pangan) tahun 2006. 4) Memuat kriteria spesifik calon kelompok sasaran dan mekanisme rinci seleksi kelompok sasaran.

5) Memuat kriteria, standar minimal kualitas proposal serta prosedur penilaian usulan/proposal/rencana usaha kelompok. 6) Memuat hasil inventarisasi data dasar kelompok sasaran sebelum dan sesudah menerima penguatan modal. 7) Memuat model-model perguliran yang telah berhasil spesifik lokasi. 8) Memuat mekanisme rinci pemupukan modal dan perguliran. 9) Memuat profil lembaga keuangan mikro agribisnis di perdesaan tingkat kabupaten/kota. Sosialisasi Sosialisasi dilakukan dalam rangka penyamaan persepsi, membangun komitmen, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan program pembangunan pertanian. Kegiatan sosialisasi ini juga sekaligus untuk menampung aspirasi masyarakat melalui konsultasi publik (public consultation), sehingga pemanfaatan dana penguatan modal usaha kelompok dapat lebih terarah dan bermanfaat bagi masyarakat pertanian. Pelaksanaan sosialisasi dilakukan secara berjenjang mulai di tingkat pusat, propinsi, kabupaten/kota sampai tingkat desa/kelompok. Sosialisasi di tingkat desa/kelompok bertujuan untuk membangun komitmen, transparansi pelaksanaan kegiatan, meningkatkan minat dan motivasi masyarakat dalam pembangunan pertanian serta menjelaskan hak, kewajiban, sanksi dan penghargaan bagi kelompok sasaran yang akan mengelola dana penguatan modal usaha kelompok. Pengendalian dan pengawasan Untuk meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan pemberdayaan masyarakat pertanian melalui penguatan modal usaha kelompok perlu dilakukan pengendalian dan pengawasan. Pengendalian melalui jalur struktural dilakukan oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota, Tim Pembina Propinsi dan Pusat. Pengendalian kegiatan dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen dan Kuasa Pengguna Anggaran. Proses pengendalian di setiap wilayah direncanakan dan diatur oleh masing-masing instansi. Pengawasan dilakukan oleh pemerintah melalui aparat pengawas fungsional (Inspektorat Jenderal, Badan Pengawas Daerah maupun lembaga/instansi pengawas lainnya) dan pengawasan oleh masyarakat, sehingga diperlukan penyebarluasan informasi kepada pihak yang terkait (Penyuluh Pertanian, pengurus kelompok, anggota kelompok, tokoh masyarakat, KTNA, LSM, aparat instansi di daerah,

perangkat pemerintahan mulai dari desa sampai kecamatan, anggota lembaga legislatif dan lembaga lainnya). Ada enam (6) tahapan kritis yang perlu diperhatikan yaitu: 1) Tahap sosialisasi yang dilakukan oleh Tim Pembina Propinsi dan Tim Teknis Kabupaten/Kota; 2) Tahap persiapan pelaksanaan seleksi calon kelompok sasaran dan calon lokasi yang dilakukan oleh Tim Teknis Kabupaten/ Kota; 3) Tahap penyaluran dana penguatan modal ke rekening kelompok; 4) Tahap pencairan dana penguatan modal yang dilakukan oleh kelompok; 5) Tahap kebenaran serta ketepatan pemanfaatan dana penguatan modal yang dilakukan oleh kelompok; dan 6) Tahap pemupukan modal dan perguliran dana yang dilakukan oleh kelompok. Pada tingkat lokal/desa/kelompok, pengawasan masyarakat terhadap ketepatan sasaran program dilakukan oleh perangkat desa, anggota kelompok, penyuluh lapangan, maupun LSM. Laporan pengaduan penyimpangan terhadap pengelolaan dana dapat disampaikan kepada tim teknis kabupaten/kota. Pengaduan dari masyarakat segera ditanggapi secara Iangsung oleh pihak yang terkait. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN Kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan dana penguatan modal usaha kelompok ada pada kelompok sasaran. Agar pemanfaatan dana oleh kelompok berjalan secara efektif, dan tepat penggunaannya dalam pengelolaan usaha, maka kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan sedini mungkin untuk mengetahui berbagai masalah yang mungkin timbul maupun tingkat keberhasilan yang dapat dicapai. Kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkala dan berjenjang sesuai dengan tahapan kegiatan pengembangan usaha kelompok. Dengan demikian kegiatan monitoring dan evaluasi harus dilakukan pada saat ex-ante, on-going dan ex-post. Tim teknis kabupaten/kota dan tim pembina propinsi wajib melakukan monitoring, evaluasi serta membuat laporan pengendalian dalam semesteran dan tahunan secara berjenjang dilaporkan ke pusat mencakup: 1) Kemajuan pelaksanaan kegiatan sesuai indikator kinerja; 2) Kermasalahan yang dihadapi dan penyelesaiannya di tingkat kabupaten/kota dan propinsi;

3)

4) 5)

Format pelaporan menggunakan format yang disepakati oleh daerah dan dituangkan dalam juklak yang disusun oleh tim pembina propinsi serta juknis yang disusun oleh tim teknis kabupaten/ kota; Laporan mencakup perkembangan kelompok sasaran dalam pengelolaan usahanya berikut realisasi fisik dan keuangan; Laporan disampaikan secara berkala dan berjenjang mulai dari tingkat kelompok sampai ke pusat mengenai pencapaian sasaran fungsional dengan contoh format laporan dari kelompok disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing atau mengacu kepada pedum sebelumnya. Ketaatan, kelengkapan dan kelancaran pelaporan menjadi pertimbangan pengalokasian anggaran pada tahun berikutnya.

PENUTUP Kegiatan pembangunan pertanian merupakan bentuk fasilitasi dalam rangka pemberdayaan/peningkatan partisipasi masyarakat tersebut. Dalam rangka meningkatkan keberhasilan pembangunan pertanian, maka proses perencanaan harus dilakukan secara komprehensif dengan memperhatikan aspirasi petani serta perkembangan yang ada. Dalam hal ini diberi kesempatan yang luas bagi daerah untuk merancang kegiatan secara tepat dan bekerja lebih optimal dengan komitmen yang kuat dalam melaksanakan kegiatan. Beberapa langkah yang harus dilakukan antara lain melalui pemberdayaan birokrasi dan stakeholder lingkup pertanian agar menjadi insan yang bersih, amanah dan profesional menjalankan tugas dan fungsinya dalam pembangunan pertanian. Pedum ini merupakan acuan bagi semua pihak terkait dalam melaksanakan program dan kegiatan pembangunan pertanian. Pedum ini akan ditunjang dengan pedum teknis dari Ditjen/Badan lingkup Departemen Pertanian untuk menjelaskan kegiatan pemberdayaan masyarakat pertanian dalam mengakomodasi program dan kegiatan pada masing-masing eselon I yang bersangkutan. Diberikan keleluasan bagi daerah untuk menjabarkan lebih lanjut ke dalam juklak yang disusun oleh tim pembina propinsi dan juknis yang disusun oleh tim teknis kabupaten/kota sesuai dengan keragaman kondisi setempat. Keberhasilan pembangunan pertanian sangat tergantung kepada komitmen semua pihak terkait dalam melaksanakan kegiatan pembangunan pertanian.

DAFTAR PUSTAKA Adjid D.A., 2001. Pembinaan Profesionalisme Penyuluhan Pertanian dalam Era Otonomi Daerah (Makalah pada Lokakarya Penyuluhan Pertanian dalam Era Otonomi Daerah PERHIPTANI Cabang Sukabumi, 21 Juni 2001. BMIP, 1995. Menumbuhkan dan Membina Kelompok Tani. Balai Metodologi Informasi Pertanian, Ciawi. Budiman, A. 1991. Model Pembangunan Teknokrat kita. Yayasan Paramadina dan LP3ES. Jakarta. Hayami dan Kikuchi. 1987. Dilema Ekonomi Desa. Suatu Pendekatan Ekonomi terhadap Perubahan Kelembagan di Asia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Hikmat, H., 2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Penerbit Humoniora, Bandung. Ife, Jim., 1996. Commuoity Development, Creating Community Alternatives-Vision, Analysis and Practice. Addison Wesley Longman, Australia. Irawan, P. B. dan H. Romdiati. 2000. Dampak Krisis Ekonomi Terhadap kemiskinan dan Beberapa Implikasinya Untuk Strategi Pembangunan. LIPI. Jakarta. Khairuddin, 2000. Pembangunan Masyarakat, Tinjauan Aspek: Sosiologi, Ekonomi dan Perencanaan. Liberty, Yogyakarta. Korten, D. C. dan Sjahrir. 1984. Pembangunan Bedimensi Kerakyatan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Mardikanto T., 1991. Penyuluhan dan Pembangunan. Sebelas Maret Press, Surakarta. Marzuki, Sy., 1996. Pedoman Kelompok Modul USAHA TANI. Depdikbud. 1996. Masik, Agustomi, 2005. Hubungan Modal Sosial dan Perencanaan. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 16/No.3, Desember 2005, hlm 1-23. Menteri Pertanian, 2000. Sambutan dalam rangka Seminar Sehari Pemberdayaan Penyuluhan Pertanian dalam Rangka Meningkatkan Kelembagaan Ekonomi Kerakyatan. 13 November 2000. APP Bogor. Mounder A.H., 1972. Agricultural Extension, Food and Agricure. Organization of the United Nation, Rome. Muhadjir, Noeng, 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Penerbit Rake Sarasin, Yogyakarta. Onny, S. P. dan Pranarka, A.M.W. 2000. Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan, dan Implementasi. CSIS. Jakarta. Pakpahan, A., dkk. 1995. Prosiding Kemiskinan di Pedesaan. PSE. Bogor.

Pusat Penyuluhan Pertanian, 1996. Pedoman Pembinaan dan Pengembangan Kelompok Tani. Departemen Pertanian, Jakarta. Rachman, A. MA. 1998. Pemberdayan Masyarakat Kecil Memasuki Era Global. Faperta. IPB. Bogor. Rahardjo, 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Saliem, H. P dan T. B. Purwantini. 1995. Identifikasi Penduduk Miskin di Provinsi NTB. PSE. Bogor. Scott, J. 1981. Moral Ekonomi Petani. Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara. LP3ES. Jakarta. Sinis, M., 2000. Seminar Sehari Pemberdayaan Penyuluhan Pertanian dalam Rangka Meningkatkan Kelembagaan Ekonomi Kerakyatan, 13 November 2000. APP Bogor. Sumodiningrat. G. 1997. Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat. Bina Rena Pariwara. Jakarta. Sumodiningrat. G. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial. Gramedia. Jakarta.

You might also like