You are on page 1of 7

EPISTAKSIS / MIMISAN Pengertian Perdarahan Hidung (Epistaksis, Mimisan) adalah pardarahan yang berasal dari hidung. Penyebab 1.

Infeksi lokal

Vestibulitis Sinusitis

2. Selaput lendir yang kering pada hidung yang mengalami cedera


Trauma, misalnya mengorek hidung, terjatuh, terpukul, adanya benda asing di hidung, trauma pembedahan atau iritasi oleh gas yang merangsang Patah tulang hidung

3. Penyakit kardiovaskuler

Penyempitan arteri (arteriosklerosis) Tekanan darah tinggi

4. Infeksi sistemik

Demam berdarah Influenza Morbili Demam tifoid

5. Kelainan darah

Anemia aplastik Leukemia Trombositopenia Hemofilia Telangiektasi hemoragik herediter

6. Tumor pada hidung, sinus atau nasofaring, baik jinak maupun ganas 7. Gangguan endokrin, seperti pada kehamilan, menars dan menopause 8. Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak (seperti pada penerbang dan penyelam/penyakit Caisson) atau lingkungan yang udaranya sangat dingin

9. Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan mimisan ringan disertai ingus berbau busuk 10. Idiopatik, biasanya merupakan mimisan yang ringan dan berulang pada anak dan remaja. Gejala

Epistaksis dibagi menjadi 2 kelompok: Epistaksis anterior : perdarahan berasal dari septum (pemisah lubang hidung kiri dan kanan) bagian depan, yaitu dari pleksus Kiesselbach atau arteri etmoidalis anterior. Biasanya perdarahan tidak begitu hebat dan bila pasien duduk, darah akan keluar dari salah satu lubang hidung. Seringkali dapat berhenti spontan dan mudah diatasi. Epistaksis posterior : perdarahan berasal dari bagian hidung yang paling dalam, yaitu dari arteri sfenopalatina dan arteri etmoidalis posterior. Epistaksis posterior sering terjadi pada usia lanjut, penderita hipertensi, arteriosklerosis atau penyakit kardiovaskular. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan. Darah mengalir ke belakang, yaitu ke mulut dan tenggorokan.

Diagnosa Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan lainnya yang dilakukan untuk memperkuat diagnosis epistaksis:

Pemeriksaan darah tepi lengkap Fungsi hemostatis Tes fungsi hati dan ginjal Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal dan nasofaring

Pengobatan 1. Epistaksis Anterior


Epistaksis anterior Penderita sebaiknya duduk tegak agar tekanan vaskular berkurang dan mudah membatukkan darah dari tenggorokan Epistaksis anterior yang ringan biasanya bisa dihentikan dengan cara menekan cuping hidung selama 5-10 menit Jika tindakan diatas tidak mampu menghentikan perdarahan, maka dipasang tampon anterior yang telah dibasahi dengan adrenalin dan lidocain atau pantocain untuk menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa nyeri Setelah perdarahan berhenti, dilakukan penyumbatan sumber perdarahan dengan menyemprotkan larutan perak nitrat 20-30% (atau asam trichloracetat 10%) atau dengan elektrokauter Bila dengan cara tersebut perdarahan masih terus berlangsung, maka diperlukan pemasangan tampon anterior yang telah diberi vaselin atau salep antibiotika agar tidak melekat sehingga tidak terjadi perdarahan ulang pada saat tampon dilepaskan. Tampon anterior dimasukkan melalui lubang hidung depan, dipasang secara berlapis mulai dari

dasar sampai puncak rongga hidung dan harus menekan sumber perdarahan. Tampon dipasang selama 1-2 hari. Jika tidak ada penyakit yang mendasarinya, penderita tidak perlu dirawat dan diminta lebih banyak duduk serta mengangkat kepalanya sedikit pada malam hari. Penderita lanjut usia harus dirawat.

2. Epistaksis posterior

Pada epistaksis posterior, sebagian besar darah masuk ke dalam mulut sehingga pemasangan tampon anterior tidak dapat menghentikan perdarahan. Perdarahan posterior lebih sukar diatasi karena perdarahan biasanya hebat dan sulit melihat bagian belakang dari rongga hidung. Dilakukan pemasangan tampon posterior (tampon Bellocq), yaitu tampon yang mempunyai tiga helai benang, 1 helai di setiap ujungnya dan 1helai di tengah. Tampon dipasang selama 2-3 hari disertai dengan pemberian antibiotik per-oral untuk mencegah infeksi pada sinus ataupun telinga tengah. Pada epistaksis yang berat dan berulang, yang tak dapat diatasi dengan pemasangan tampon, perlu dilakukan pengikatan arteri etmoidalis anterior dan posterior atau arteri maksilaris interna. Epistaksis akibat patah tulang atau septum hidung biasanya berlangsung singkat dan berhenti secara spontan, kadang-kadang timbul kembali beberapa jam atau beberapa hari kemudian setelah pembengkakan berkurang. Jika hal ini terjadi mungkin perlu dilakukan pembedahan terhadap patah tulang atau pengikatan arteri. Pada penderita telangiektasi hemoragik herediter (kelainan bentuk pembuluh darah), epistaksis yang hebat bisa menyebabkan anemia berat yang tidak mudah dikoreksi dengan pemberian zat besi tambahan. Untuk mengatasi anemia, dilakukan pencangkokan kulit ke dalam septum hidung.

Epistaksis (Mimisan)
Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik). Epistaksis bukan suatu penyakit melainkan gejala suatu kelainan. Etiologi Penyebab lokal : 1. Trauma, misalnya mengorek hidung, terjatuh, terpukul, benda asing di hidung, trauma pembedahan, atau iritasi gas yang merangsang. 2. Infeksi hidung dan sinus paranasal, seperti rinitis, sinusitis; serta granuloma spesifik, seperti lepra dan sifilis. 3. Tumor, baik jinak maupun ganas pada hidung, sinus paranasal dan nasofaring. 4. Lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak seperti pada penerbang dan penyelam (penyakit Caisson) atau lingkungan yang udaranya

sangat dingin. 5. Benda asing atau rinolit, dapat menyebabkan epistaksis ringan disertai ingus berbau busuk. 6. Idiopatik, biasanya merupakan epistaksi yang ringan dan berulang pada anak dan remaja. Penyebab sistemik : 1. Penyakit kardiovaskular, seperti hipertensi dan kelainan pembuluh darah. 2. Kelainan darah, seperti trombositopenia, hemofilia, dan leukemia. 3. Infeksi sistemik, seperti demam berdarah dengue, influenza, morbili, dan demam tifoid. 4. Gangguan endokrin, seperti kehamilan, menars, dan menopause. 5. Kelainan kongenital, seperti penyakit Osler (hereditary hemorrhagic telangiectasia). Patofisiologi Terdapat 2 sumber perdarahan, yaitu bagian anterior dan bagian posterior. Pada epistaksis anterior, perdarahan berasal dari pleksus Kiesselbach (yang paling banyak terjadi dan sering ditemukan pada anak-anak), atau dari arteri etmoidalis anterior. Biasanya perdarahan tidak begitu hebat dan bila pasien duduk, darah akan keluar melalui lubang hidung. Seringkali dapat berhenti spontan dan mudah diatasi. Pada epistaksis posterior, perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri etmoidalis posterior. Epistaksis posterior sering terjadi pada pasien usia lanjut yang menderita hipertensi, arteriosklerosis, atau penyakit kardiovaskular. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan. Penatalaksanaan Tiga prinsip utama penanggulangan epistaksis : 1. Menghentikan perdarahan 2. Mencegah komplikasi 3. Mencegah berulangnya epistaksis Alat-alat yang digunakan : lampu kepala, spekulum hidung, alat hisap, forseps bayonet, spatel lidah, kateter karet, pelilit kapas (cotton applicator), lampu spiritus, kapas, tampon posterior (tampon Bellocq), vaselin, salep antibiotik, larutan pantokain 2% atau semprotan silokain untuk anestesi lokal, larutan adrenalin 1/10.000, larutan nitras argenti 20-30 %, larutan triklorasetat 10 %, atau elektrokauter. Pertama-tama keadaan umum dan tanda vital harus diperiksa. Anamnesis singkat sambil mempersiapkan alat. Menghentikan perdarahan secara aktif, seperti pemasangan tampon dan kaustik lebih baik

daripada memberikan obat-obatan hemostatik sambil menunggu epistaksis berhenti. Pasien diminta duduk tegak (agar tekanan vaskuler berkurang dan mudah membatukkan darah di faring). Bila dalam keadaan lemah atau syok, pasien dibaringkan dengan bantal di belakang punggung. Sumber perdarahan dicari dengan bantuan alat hisap agar hidung bersih dari bekuan darah. Kemudian pasang tampon anterior yang telah dibasahi dengan adrenalin dan lidokain atau pantokain untuk menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa nyeri untuk tindakan selanjutnya. Biarkan 3-5 menit dan tentukan apakah sumber perdarahan di bagian anterior atau posterior. Pada anak yang sering mengalami epistaksi ringan, perdarahan dihentikan dengan cara menekan kedua cuping hidung ke arah septum selama beberapa menit. Perdarahan Anterior Jika terlihat, sumber perdarahan dikaustik dengan larutan nitras argenti 20-30 % (atau asam triklorasetat 10 %) atau elektrokauter. Sebelumnya digunakan analgesik topikal. Bila dengan cara ini perdarahan masih terus berlangsung maka diperlukan pemasangan tampon anterior, yaitu kapas atau kasa menyerupai pita dengan lebar kira-kira 0,5 cm yang diberi vaselin atau salep antibiotik agar tidak melekat sehingga tidak terjadi perdarahan ulang saat pencabutan. Tampon anterior dimasukkan melalui nares anterior, diletakkan berlapis mulai dari dasar sampai puncak rongga hidung dan harus menekan tempat asal perdarahan. Tampon dipertahankan 1-2 hari. Jika tidak ada penyakit yang mendasarinya, pasien diperbolehkan rawat jalan dan diminta lebih banyak duduk serta mengangkat kepalanya sedikit pada malam hari. Pasien lanjut usia harus dirawat. Perdarahan Posterior Terjadi bila sebagian besar darah yang keluar masuk ke dalam faring, tampon anterior tidak dapat menghentikan perdarahan, dan pada pemeriksaan hidung tampak perdarahan di posterior superior. Perdarahan posterior lebih sukar diatasi karena perdarahan biasanya hebat dan sukar melihat bagian posterior dari kavum nasi. Dilakukan pemasangan tampon posterior (tampon Bellocq), yaitu tampon yang mempunyai 3 utas benang, 1 utas di tiap ujung dan 1 utas di tengah. Tampon harus dapat menutup koana (nares posterior). Tampon dibuat dari kasa padat berbentuk bulat atau kubus dengan diameter sekitar 3 cm. Untuk memasang tampon Bellocq, kateter karet dimasukkan melalui salah satu nares anterior sampai tampak di orofaring dan ditarik keluar melalui mulut. Ujung kateter diikat pada salah satu benang yang ada pada salah satu ujung tampon kemudian kateter ditarik melalui hidung sampai benang keluar dari nares anterior. Dengan cara yang sama benang yang lain dikeluarkan melalui lubang hidung sebelahnya. Benang yang keluar kemudian ditarik dan dengan bantuan jari telunjuk tampon tersebut didorong ke arah nasofaring. Agar tidak bergerak, kedua benang yang keluar dari nares anterior diikat pada sebuah gulungan kasa di depan lubang hidung. Ujung

benang yang keluar dari mulut, dilekatkan pada pipi. Benang tersebut berguna bila hendak mengeluarkan tampon. Jika dianggap perlu, dapat pula dipasang tampon anterior. Pasien dengan tampon posterior harus dirawat dan tampon dikeluarkan dalam waktu 2-3 hari setelah pemasangan. Dapat diberikan analgesik atau sedatif yang tidak menyebabkan depresi pernapasan. Bila cara diatas dilakukan dengan baik maka sebagian besar epistaksis dapat ditanggulangi. Sebagai pengganti tampon posterior, dapat pula dipakai kateter Foley dengan balon. Selain itu dapat pula dipakai obat-obatan hemostatik seperti vitamik K atau karbazokrom. Pada epistaksis berat dan berulang yang tak dapat diatasi dengan pemasangan tampon, diperlukan ligasi arteri etmoidalis anterior dan posterior atau arteri maksila interna. Untuk ini, pasien harus dirujuk ke rumah sakit. Epistaksi akibat fraktur nasi atau septum nasi biasanya berlangsung singkat dan berhenti secara spontan. Kadang-kadang timbul kembali beberapa jam atau beberapa hari kemudian setelah edema berkurang. Sebaiknya pasien dirujuk untuk menjalani perawatan fraktur nasi dan ligasi bila diperlukan. Pemeriksaan Penunjang Untuk menilai keadaan umum dan mencari etiologi, dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, fungsi hemostasis, uji faal hati dan ginjal. Dilakukan pula pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal dan nasofaring, setelah keadaan akut diatasi. Komplikasi Dapat terjadi langsung akibat epistaksis sendiri atau akibat usaha penanggulangannya. Akibat perdarahan hebat : 1. Syok dan anemia 2. Tekanan darah yang turun mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, insufisiensi koroner dan infark miokard dan akhirnya kematian. Harus segera dilakukan pemberian infus atau transfusi darah. Akibat pemasangan tampon : 1. Pemasangan tampon dapat menimbulkan sinusitis, otitis media bahkan septikemia. Oleh karena itu pada setiap pemasangan tampon harus selalu diberikan antibiotik dan setelah 2-3 hari harus dicabut meski akan dipasang tampon baru bila masih berdarah. 2. Sebagai akibat mengalirnya darah secara retrograd melalui tuba Eustachius, dapat terjadi hemotimpanum dan air mata yang berdarah. 3. Pada waktu pemasangan tampon Bellocq dapat terjadi laserasi palatum mole dan sudut bibir karena benang terlalu kencang dilekatkan.

Prognosis 90 % kasus epistaksis dapat berhenti sendiri. Pada pasien hipertensi dengan/atau tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat, sering kambuh dan prognosisnya buruk.

You might also like