You are on page 1of 6

1. Fungsi dan Peranan Pers Fungsi dan peran pers menurut UU No.

40 tahun 1999 Pasal 3 Sebagai media informasi Sebagai pendidikan Sebagai hiburan Sebagai kontrol sosial Sebagai lembaga ekonomi

Fungsi Komunikasi Menurut Adler dan Rodman Sebagai upaya pemenuhan kebutuhan fisik manusia Sebagai upaya pemenuhan kebutuhan sosial manusia sebagai makhluk sosial Sebagai kebutuhan diri pribadi

Fungsi dan Tujuan Komunikasi Menurut Onong Uchjana Effendy Fungsi Tujuan

1. Menyampaikan informasi

1. Sikap

2. Mendidik

2. Pendapat

3. Menghibur

3. Perilaku

4. Mempengaruhi

4. Sosial

Sementara Pasal 6 UU Pers menegaskan bahwa pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut: memenuhi hak masyarakat untuk mengetahuimenegakkkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaanmengembangkan pendapat umum

berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benarmelakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umummemperjuangkan keadilan dan kebenaran Fungsi Utama Pers. Pada dasarnya, fungsi pers dapat dirumuskan menjadi 5 bagian yaitu6: 1. Pers sebagai Informasi (to inform) Fungsi pertama dari lima fungsi utama pers ialah menyapaikan informasi secepatcepatnya kepada masyarakat yang seluas-luasnya. Setiap informasi yang disampaikan harus memenuhi kriteri dasar: actual, akurat, factual, menarik atau penting, benar, lengkap, utuh, jelas-jernih, jujur adil, berimbang, relevan . bermanpaat dan etis. 2. Pers sebagai Edukasi (to educate). Apa pun infromasi yang disebarluaskam pers hendaklah dalam kerangka mendidik (to educate). Sebagai lembaga ekonomi, pers memang dituntut berorientasi komersil untuk memperoleh keuntungan financial . namun orientasi dan misi komersil itu, sama sekali tidak boleh mengurangi, apalgi meniadakan fungsi dan tanggung jawab social, Seperti ditegaskan Wilbur Schramm dalam men, messages, dan media (1973), bagi masyarakat, pers adalah weatcher, teacher dan forum (pengamat, guru dan forum). 3. Pers sebagai koreksi ( to influence). Pers adalah pilar demokrasi keempat setelah legislative, eksekutif, dan yudikatif dalam kerangka ini, kehadiran pers dimaksudkan untuk mengawasi atau mengontrol kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif agar kekuasaan mereka tidak menjadi korup dan absolut. Dalam negara-negara penganut paham demokrsi, pers mengemban fungsi sebagai pengawas pemerintah dan masyarakat (watchdog function). Pers senantiasa menyalak ketika melihat berbagai penyimpangan dan ketidakadilan dalam suatu masyarakat atau negara. Dengan fungsi kontrol sosial (social control) yang dimilikinya itu, pers bisa disebut sebgai institusi soail yang tidak pernah tidur. Namun dalam mengemban kontrol sosal, pers pun tunduk pada ketentuan perundang-

undangan yang berlaku. Pers tidak steril dari norma-norma sosial budaya adama stempat. Pers tidak kebal hukum, pers tidak bisa dianggap sebgai huku itu sendiri. Siapa pun yang dirugikan oleh pers bisa mengajukan gugatan hukum apabila penyelesaian melalui koridor yang ada seprti penggunaan hak koreksi, hak jawab dan pengajuan nota kebeqatan terhadap Dewan Pers, dianggap tidak memuaskan. 4. Pers sebagai rekreasi (to intertain). Fungsi keempat pers adalah meghibur, pes harus mampu memeankan dirinya sebagai wahan rekreasi yang mnyennagkan seklaigus yang menyehatkan bagi smeua lapisan masyarakat. Artinya apa pun pesan rekreatif yang disajikan mulai dari cerita pendek sampai kepada teka-teki silang dan anekdot, tidak boleh bersifat negatif apalagi destruktif. 5. Pers sebagai mediasi (to mediate) Mediasi artinya penghubung atau sebgai fasilatator atau mediator. Pers harus mampu menghubungkan tempat yang satu dengan tempat yang lain, peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain, orang yang satu dengan eristiwa yang lain, atau orang yang satu dengan orang yang lain pada saat yang sama. Dalam buku karya McLuhan, Understanding Media (19966) menyatakan pers adalah perpanjang dan perluasan manusia (the extented of man)

2. Perkembangan pers di Indonesia Di Indonesia, aktivitas jurnalistik dapat dilacak jauh kebelakang sejak penjajahn Belanda. Jurnalistik pers mulai dikenal pada abar 18, tepatnya pada 1744, ketika sebuah surat kabar berama Bataviasche Nouvelles diterbitkan dengan penguaaan orang-orang Belanda. Pada tahun 1776 , juga di Jakarta, tebit surat kabar Vendu Views yang mengutamakan diri pada berita pelelangan. Menginjak abad ke 19, terbit berbagai surat kabar lainnya yang kesemuanya masih dikelola oleh orang-orang Belanda. Sedangkan surat kabar pertama sebagai untuk kaum pribumi dimulai pada 1854 ketika majalah Bianglala diterbtikan, disusul oleh Bromartani pada 1885, kedua di Weltevreden, dan pada tahun 1856 terbit Soerat Kabar bahasa Melajoe di Surabaya.3

Sejarah jurnalistik pers pada abad 20, ditandai dengan munculnya surat kabar pertman milik bangsa Indonesia, namnaya Medan Prijaji, terbit di Bandung. Surat kabar ini diterbitkan dengan modal dari bangsa Indonesia untuk Indonesia. Medan Prijaji yang dimiliki dan dikelola oleh Tirto Hadisuryo alias Raden Mas Djikomono ini pada mulanya, 1907, terbentuk mingguan. Baru tiga minggu kemudian, 1910 berubah menjadi harian. Tirto Hadisurjo inilah yang dianggap sebagai pelopor yang meletakan dasar-dasar jurnalistik modern di Indonesia, baik dalam cara pemberitaan maupun dalam cara pembuatan karangan dan ikatan 4 B.2.1.Dari bulan madu ke Gelap Gulita. Setelah proklamasi ekmerdekaan, 1945, pers Indonesia menikmati masa bulan madu. Di Jakarat dan di berbagai kota, bermunculan surat kabar baru, pada masa ini, pers nasional bias disebut meujukan jatidirinya sebagai pers perjuangan. Orientasi meteka hanya bagaiaman mengamankan dan mengisi kekosongan kemerdekaan. Lain tidak. Bagi pers saat itu, tidak ada tugas yang mulia kecuali mengibarkan merah peutih setinggi-tingginya. Pers pada masa ini lebih banyak memerankan diri sebagai corong atau teompet partai- partai politik besar. Era inilah yang disebut era pers partisan. Dalam era ini pers Indonesia terjebak dalam pole sekterian. Secara filosofis pers tidak lagi mengabdi kepada kebenaran untuk rakyat, melainkan kepada kemenangan untuk pejabat partai. Sejak Dekrit Presiden 1 Juli 1959, pers nasional memasuki masa gelap gulita, setiap perusahaan penerbitan pers diwajibkan memiliki surat izin terbit (SIT). Lebih parah lagi, setiap surat kabar diwajibkan menginduk (berafiliasi) pada organisasi politik atau organisasi massa. B.2.2.Kebebasan Jurnalistik pasca 1965. Menurut Jakob Oetama, sejka 1965 itulah terjadi perubahan besar dalam dunia jurnalistik Indonesia. Pada mulanya, perkembangan itu disebabkan oleh tiga hal. Pertama, peristiwa-peristiwa tegang yang terjadi setelah G 30 S/PKI. Kedua, kebebasan pers yang menjadi lebih leluasa dibandingkan denga periode sebelumnya. Ketiga, barangkali juga embrio sikap profesionalisme dalanm redaksi dan dalam pengelolaan bisnis berupa sirkulasi, iklan, serta pengelolaan keuangan5 dan saat

tahun 1966 terjadi pasang surtu ekonomi, politik, social dan budaya, fluktuasi kebebasan pers masih tetap lebih besar daripada sebelumnya. B.2.3.Jurnalistik dalam orde reformasi. Seperti biasa, setiap kali suatu rezim tumbang, disitulah pers menikmati masa bulan madu. Kelahiran orde reformasi sejak pukul 12.00 siang, kamis 21 Mei 1998 setelah Suharto menyerahkan jabatan presiden kepada wakilnay B.J. Habibie, disambut dengan suka cita. Terjadilah euphoria di mana-mana. Kebebasan jurnalistik berubah secar drastic menjadi kemerdekaan jurnalistik, Departemen Penerangan sebagaai malaikat pencabut nyawa pers, dengan serta merta dibubarkan. Secara yuridis, UU Pokok Pers No.21/1982 pun diganti dengan UU pkok pers No.40/1999. dengan undang-undang dan pemerintahan baru, siapa pun bisa menerbitan dan mengelola pers. Siapa pun bisa mnejadi wartawan dan masuk dalam organisasi pers mana pun. Tak ada lagi kewajiban hanya menginduk kepada satu organisasi pers. Seperti ditegaskan Pasal 9 Ayat (1) UU Pokok Pers No.40/1999, setiap warga negara indonewsia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers. Pada pasal yang sams ayat berikutnya 92) ditegaskan lagi, setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum indonesia. Dalam era reformasi, kemerdekaan pers benar-benra dijamin dan senantiasa diperjuangkan untuk diwujudkan. Semua komponen bangsa memilki komitmen yang sama: pers harus hidup dan merdeka. Hidup menurut kaidah manajamen dan perusahaan sebagai lembaga ekonomi. Merdeka menurut kaidah demokrasi, hak asasi manusia, dan tentu saja supemasi hukum. B.2.4.Pers Indonesia menggenggam bara. Pers Indonesia menggenggam bara. Judul itulah yang ditampilkan Harian Pagi kompas Edisi 7 Febuari 2005 ketika mengangkat laporan hasil jejak pendapat (polling) memperingati Hari Pers Nsional 9 Febuari 2005. Hasil jejak pendapat anara lain menyimpulkan, setelah tujuh tahun kemerdekaan dinikmati, dunai pers indonesia kembali dihadapkan pada posisi dilematis, antara mempertahankan ataukah mengerem kebebasan yang dimiliki. Di satu sisi kekuasaan represif Orde baru membuat dunia pers menikmati masa gemilang

dengan kebebasan yang seolah tidak terbatas. Namun, di sisi lain, liberaliasi pada akhirnya mengundang kekhawatiran publik.

3. Manfaat Pers Sesuai dengan Fungsinya 1. Mascara Keuntungan Finansial (Material)

Secara ekonomi, pers merupakan salah satu bidang usaha yang berpeluang
memiliki keuntungan secara material dari dua pihak, baik pers maupun masyarakat saling membutuhkan. 2. Pengawas Masyarakat (Social Control) Pers harus memiliki idealisme dalam bentuk kebebasan menyatakan pendapat dan kebebasan untuk menyatakan kebenaran sehingga dapat berperan sebagai pengawas masyarakat.

Pers juga harus memiliki tanggungjawab sosial, yaitu tanggungjawab kepada


masyarakat terhadap sesuatu yang dicetak dan dipublikasikan.

You might also like