You are on page 1of 23

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Hernia merupakan salah satu kasus dibagian bedah yang pada umumnya sering menimbulkan masalah kesehatan dan pada umumnya memerlukan tindakan operasi. Dari hasil penelitian pada populasi hernia ditemukan sekitar 10% yang menimbulkan masalah kesehatan dan pada umumnya pada pria. Hernia pada bayi dan anak dapat terjadi pada beberapa bagian tubuhnya, antara lain di pelipatan paha, umbilikus atau pusar, sekat rongga dada, dan perut (disebut diafragma) serta bagian-bagian lainnya (Stead LG, et all, 2003). Insiden hernia inguinal pada bayi dan anak-anak antara 1 dan 2%. Kemungkinan terjadi hernia pada sisi kanan 60%, sisi kiri 20-25% dan bilateral 15%. Kejadian hernia bilateral pada anak perempuan dibanding laki-laki sama (10%) (Sjamsuhidayat & Jong, 1997). Hernia ingunal indirek merupakan hernia yang paling sering ditemukan yaitu sekitar 50% sedangkan hernia ingunal direk sekitar 25% dan hernia femoralis 15%. Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa 25% penduduk pria dan 2% penduduk wanita menderita hernia inguinal didalam hidupnya, dan kasus yang paling banyak adalah hernia inguinal indirek (Stead LG, et all, 2003) Hernia dapat terjadi akibat kelainan kongenital maupun didapat. Pada anak-anak atau bayi, lebih sering disebabkan oleh kurang sempurnanya procesus vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya testis atau buah zakar. Pada orang dewasa adanya faktor pencetus terjadinya hernia antara lain kegemukan, beban berat, batuk-batuk kronik, asites, riwayat keluarga, dll (Stead LG, et all, 2003). Penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu tindakan konservatif dan operatif. Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian penyanggah atau penunjang untuk memepertahankan isi herniayang telah direposisi. Sedangkan prinsip dasar operasi hernia pada anak adalah herniotomi (Sjamsuhidayat & Jong, 1997).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hernia 2.1.1 Definisi Hernia Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian yang lemah dari dinding yang bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia (Schwartz, et all, 1988) Hernia adalah suatu penonjolan isi suatu rongga melalui pembukaan yang abnormal atau kelemahannya suatu area dari suatu dinding pada rongga dimana ia terisi secara normal (Lewis,SM, 2003). Hernia inguinalis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus/lateralis menelusuri kanalis inguinalis dan keluar rongga abdomen melalui anulus inguinalis externa/medialis (Mansjoer A,dkk 2000).

2.1.2

Klasifikasi Hernia
a. berdasarkan jenisnya secara umum hernia diklasifikasikan menjadi: (Mann CV, 1995)

1. Hernia eksterna, yaitu jenis hernia dimana kantong

hernia menonjol secara

keseluruhan (komplit) melewati dinding abdomen seperti hernia inguinal (direk dan indirek), hernia umbilicus, hernia femoral dan hernia epigastrika. 2. Hernia intraparietal, yaitu kantong hernia berada didalam dinding abdomen. 3. Hernia interna adalah hernia yang kantongnya berada didalam rongga abdomen seperti hernia diafragma baik yang kongenital maupun yang didapat.

4. Hernia reponibel (reducible hernia), yaitu apabila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk perut, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus. 5. Hernia ireponibel (inkarserata), yaitu apabila kantong hernia tidak dapat kembali ke abdomen. Ini biasanya disebabkan oleh perlengkatan isi kantong pada peritoneum kantong hernia. Hernia ini disebut hernia akreta, merupakan jenis hernia ireponibel yang sudah mengalami obstruksi tetapi belum ada gangguan vaskularisasi. 6. Hernia strangulasi adalah hernia yang sudah mengalami gangguan vaskularisasi.
b. Ada juga pembagian lain dari hernia yaitu: (Schwartz, et all, 1988) 1. Hernia inguinalis indirect atau disebut juga hernia inguinalis lateralis yaitu

hernia yang terjadi melalui cincin inguinal dan mengikuti saluran spermatik melalui kanalis inguinalis (Lewis,SM, 2003). Hernia inguinalis lateralis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus yang terletak di sebelah lateral vasa epigastrika inferior, menyusuri kanalis inguinalis dan keluar ke rongga perut melalui anulus inguinalis eksternus. Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penutunan testis tersebut akan menarik peritonium ke daerah skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut prosesus vaginalis peritonei. Pada bayi yang sudah lahir, umumnya prosesus ini sudah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. Namun dalam beberapa hal, sering kali kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri turun lebih dahulu maka kanalis kanan lebih sering terbuka. Dalam keadaan normal kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. Bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi), akan timbul hernia inguinalis kongenital. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup namun karena lokus minoris resistensie maka pada keadaan yang menyebabkan

peninggian tekanan intra abdominal meningkat, kanal tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis akuista.

2. Hernia inguinalis direct yang disebut juga hernia inguinalis medialis yaitu hernia

yang menonjol melalui dinding inguinal posterior di area yang mengalami kelemahan otot melalui trigonum hesselbach bukan melalui kanalis, biasanya terjadi pada lanjut usia (Ignatavicus,dkk 2004). Hernia inguinalis direk adalah hernia yang kantongnya menonjol langsung ke anterior melalui dinding posterior canalis inguinalis medial terhadap arteri vena epigastrika inferior. Pada hernia ini mempunyai conjoint tendo yang kuat, hernia ini tidak lebih hanya penonjolan umum dan tidak pernah sampai ke skrotum. Hernia ini sering ditemukan pada laki-laki terutama laki-laki yang sudah lanjut usia dan tidak pernah ditemukan pada wanita. Hernia direk sangat jarang bahkan tidak pernah mengalami strangulasi atau inkaserata. Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan hernia inguinalis direk adalah peninggian tekanan intraabdomen konik dan kelemahan otot dinding di trigonom Hasselbach, batuk yang kronik, kerja berat dan pada umumnya sering ditemukan pada perokok berat yang sudah mengalami kelemahan atau gangguan jaringan-jaringan penyokong atau penyangga dan kerusakan dari saraf ilioinguinalis biasanya pada pasien denga riwayat apendektomi. Gejala yang sering dirasakan penderita hernia ini

adalah nyeri tumpul yang biasanya menjalar ke testis dan intensitas nyeri semakin meningkat apabila melakukan pekerjaan yang sangat berat.

2.1.3

Etiologi Pada orang yang sehat, ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur m.oblikus internus abdominis yang menutup anulus inguinalis internus ketika berkontraksi dan adanya fasia transversa yang kuat yang menutupi trigonum Hasselbach yang umumnya hampir tidak berotot. Gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya herni (Sjamsuhidayat & Jong, 1997). Menurut Black,J dkk (2002).Medical Surgical Nursing, edisi 4. Pensylvania: W.B Saunders, penyebab hernia inguinalis adalah :
a. Kelemahan otot dinding abdomen. 1. Kelemahan jaringan 2. Adanya daerah yang luas diligamen inguinal 3. Trauma b. Peningkatan tekanan intra abdominal. 1. Obesitas 2. Mengangkat benda berat 3. Mengejan Konstipasi 4. Kehamilan 5. Batuk kronik 6. Hipertropi prostate

Pada neonatus kurang lebih 90 % prosesus vaginalis tetap terbuka, sedangkan pada bayi umur satu tahun sekitar 30 % prosesus vaginalis belum tertutup. Akan tetapi, kejadian hernia pada umur ini hanya beberapa persen. tidak sampai 10 % anak dengan prosesus vaginalis paten menderita hernia. Pada lebih dari separuh populasi anak, dapat dijumpai prosesus vaginalis paten kontralateral, tetapi insiden hernia tidak melebihi 20 %. Umumnya disimpulkan adanya prosesus vaginalis yang paten bukan merupakan penyebab tunggal terjadinya hernia, tetapi diperlukan faktor lain, seperti anulus inguinalis yang cukup besar (Sjamsuhidayat & Jong, 1997). Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus

internus turut kendur. Pada keadaan itu tekanan intraabdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Sebaliknya bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis. Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan n.ilioinguinalis dan iliofemoralis setelah apendektomi. Jika kantong hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum, hernia disebut hernia skrotalis (Mann CV, 1995).

2.1.4

Gambaran Klinis Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia. Pada hernia reponibel keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, atau mengedan dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang dijumpai kalau ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau periumbilikal berupa nyeri visceral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual muntah baru timbul kalau terjadi inkaserata karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangren. (Sjamsuhidayat & Jong, 1997)

Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada saat inspeksi saat pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateral muncul sebagai penonjolan di regio inguinalis yang berjalan dari lateral atas medial bawah. Kantong hernia yang kosong dapat diraba pada funikulus spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi gesekan dua permukaan sutera. Tanda ini disebut tanda sarung tangan sutera, tetapi pada umumnya tanda ini susah ditentukan. Kalau kantong hernia berisi organ, tergantung isinya, pada palpasi mungkin teraba usus, omentum maupun ovarium. Dengan jari telunjuk atau dengan jari kelingking, pada anak dapat dicoba mendorong isi hernia dengan cara mendorong isi hernia dengan menekan kulit skrotum melalui anulus eksternus sehingga dapat ditentukan apakah hernia ini dapat direposisi atau tidak. Dalam hal hernia dapat direposisi, pada waktu jari masuk berada dalam anulus eksternus, pasien diminta mengedan. Kalau ujung jari menyentu hernia berarti hernia inguinalis lateralis, dan bagian sisi jari yang menyentuhnya adalah hernia inguinalis medial (Sjamsuhidayat & Jong, 1997). Diagnosis ditegakkan atas dasar benjolan yang dapat direposisi, atau jika tidak dapat direposisi, atas dasar tidak adanya pembatasan jelas di sebelah kranial dan adanya hubungan ke kranial melalui anulus eksternus (Sjamsuhidayat & Jong, 1997).

2.1.5

Patofisiologi Hernia berkembang ketika intra abdominal mengalami pertumbuhan tekanan seperti tekanan pada saat mengangkat sesuatu yang berat, pada saat buang air besar atau batuk yang kuat atau bersin dan perpindahan bagian usus kedaerah otot abdominal, tekanan yang berlebihan pada daerah abdominal itu tentu saja akan menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis atau tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut dimana kondisi itu ada sejak atau terjadi dari proses perkembangan yang cukup lama, pembedahan abdominal dan kegemukan. Pertama-tama terjadi kerusakan yang sangat kecil pada dinding abdominal, kemudian terjadi hernia. Karena organ-organ selalu selalu saja melakukan pekerjaan yang berat dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sehingga terjadilah penonjolan dan mengakibatkan kerusakan

yang sangat parah.sehingga akhirnya menyebabkan kantung yang terdapat dalam perut menjadi atau mengalami kelemahan jika suplai darah terganggu maka berbahaya dan dapat menyebabkan ganggren (Oswari, E. 2000). Hernia inguinalis dapat terjadi karena kongenital atau karena sebab yang didapat. Insiden hernia meningkat dengan bertambahnya umur karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intra abdomen dan jaringan penunjang berkurang kekuatannya. Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus turut kendur. Pada keadaan ini tekanan intra abdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Bila otot dinding perut berkontraksi kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis. Pada orang dewasa kanalis tersebut sudah tertutup, tetapi karena kelemahan daerah tersebut maka akan sering menimbulkan hernia yang disebabkan keadaan peningkatan tekanan intra abdomen (Nettina, 2001).

2.1.6 Penatalaksanaan Hernia Inguinalis

Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi. Reposisi tidak dilakukan pada hernia strangulata kecuali pada anak-anak. Reposisi dilakukan secara bimanual dimana tangan kiri memegang isi hernia dengan membentuk corong dan tangan kanan mendorong isi hernia ke arah cincin hernia dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi. Pada anak-anak inkaserasi sering terjadi pada umur kurang dari dua tahun. Reposisi spontan lebih sering dan sebaliknya gangguan vitalitas isi hernia jarang terjadi dibanding orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh karena cincin hernia pada anak-anak masih elastic dibanding dewasa. Reposisi dilakukan dengan cara menidurkan anak dengan pemberian sedativ dan kompres es di atas hernia. Bila usaha reposisi ini berhasil maka anak akan dipersiapkan untuk operasi berikutnya. Jika reposisi tidak berhasil dalam waktu enam jam maka harus dilakukan operasi sesegera mungkin (Sjamsuhidayat & Jong, 1997)

Pemakaian bantalan atau penyangga hanya bertujuan agar menahan hernia yang sudah direposisi dan tidak pernah menyembuh dan harus dipakai seumur hidup. Cara ini mempunyai komplikasi antara lain merusak kulit dan tonus otot dinding perut di daerah yang ditekan sedangkan strangulasi tentang mengacam. Pada anak-anak cara ini dapat menimbulkan atrofi testis karena tekanan pada tali sperma yang mengandung pembuluh darah testis (Sjamsuhidayat & Jong, 1997) Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip pengobatan hernia adalah herniotomi dan hernioplasti (Sjamsuhidayat & Jong, 1997) Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya,

kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlengketan, kemudian direposisi, Kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong (Sjamsuhidayat & Jong, 1997) Pada hernioplastik dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplastik dalam mencegah residif dibandingkan dengan herniotomi. Dikenalnya berbagai metode hernioplastik seperti memperkecil anulus inguinalis internus dengan jahitan terputus, menutup dan memperkuat fasia tranversa, dan menjahitkan pertemuan m. tranversus abdominis internus dan m. internus abdominis yang dikenal dengan cojoint tendon ke ligamentum inguinal poupart menurut metode basinni atau menjahit fasia tranversa, m.tranversa abdominis, m.oblikus internus ke ligamentum cooper pada Mc Vay (Sjamsuhidayat & Jong, 1997) Teknik herniorafi yang dilakukan oleh basinni adalah setelah diseksi kanalis inguinalis, dilakukan rekontruksi lipat paha dengan cara mengaproksimasi muskulus oblikus internus, muskulus tranversus abdominis dan fasia tranversalis dengan traktus iliopubik dan ligamentum inguinale, teknik ini dapat digunakan pada hernia direk maupun hernia inderek. Kelemahan teknik Basinni dan teknik lain yang berupa variasi teknik herniotomi Bassini adalah terdapatnya regangan berlebihan dari otot yang dijahit. Untuk mengatasi

masalah ini pada tahun delapan puluhan dipopulerkan pendekatan operasi bebas regangan. Pada teknik itu digunakan protesis mesh untuk memperkuat fasia tranversalis yang membentuk dasar kanalis inguinalis tanpa menjahit dasar otot-otot ke inguinal.

2.2 Spinal Anastesi 2.2.1 Definisi Spinal Anestesi pertama kali ditemukan pada tahun 1885 oleh Leonard Corning, seorang ahli saraf di New York. Beliau bereksperimen dengan memasukan kokain pada saraf tulang belakang Anjing, kemudian ia melihat Anjing tersebut kehilangan rasa sakit, meskipun disayat dengan pisau. Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Lokasi dilakukan penyuntikan adalah daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5

2.2.2 Indikasi 1. Bedah ekstremitas bawah 2. Bedah panggul 3. Tindakan sekitar rektum perineum 4. Bedah obstetric-ginekologi 5. Bedah urologi 6. Bedah abdomen bawah 7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatric biasanya dikombinasikan dengan anesthesia umum ringan 2.2.3 Kontraindikasi a. Kontraindikasi absolute 1. Pasien menolak 2. Infeksi pada tempat suntikan 3. Hipovolemia berat, syok

4. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan 5. Tekanan intracranial meningkat 6. Fasilitas resusitasi minim 7. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi. b. Kontraindikasi relative 1. Infeksi sistemik 2. Infeksi sekitar tempat suntikan 3. Kelainan neurologis 4. Kelainan psikis 5. Bedah lama 6. Penyakit jantung 7. Hipovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronik

2.2.4 Persiapan Analgesia Spinal Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan,misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini: 1. Informed consent :kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anesthesia spinal 2. Pemeriksaan fisik : tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung 3. Pemeriksaan laboratorium

2.2.5 Tekhnik Anastesi Spinal Pada tindakan premedikasi sekitar 15-30 menit sebelum anestesi, berikan obatobat anti muntah , dan lakukan observasi tanda vital. Setelah tindakan antisepsis kulit daerah punggung pasien dan memakai sarung tangan steril, pungsi lumbal dilakukan dengan menyuntikkan jarum lumbal (biasanya no 23 atau 25) pada bidang median setinggi vertebra L3-4 atau L4-5. Jarum lumbal akan menembus berturut-turut beberapa ligamen, sampai akhirnya menembus duramater - subarachnoid. Setelah stilet dicabut, cairan serebro spinal akan menetes keluar. Selanjutnya disuntikkan larutan obat analgetik lokal kedalam ruang subarachnoid tersebut. Keberhasilan anestesi diuji dengan tes sensorik pada daerah operasi, menggunakan jarum halus atau kapas. Daerah pungsi ditutup dengan kasa dan plester, kemudian posisi pasien diatur pada posisi operasi. 2.2.6 Tinggi Blok Anestesi Spinal Factor yang mempengaruhi:
a. b. c.

Volume obat analgetik local: makin besar makin tinggi daerah analgesia Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas daerah Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang tinggi. Maneuver valsava: mengejan meninggikan tekanan liquor serebrospinal dengan

analgetik.
d.

Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk 1 ml larutan.


e.

akibat batas analgesia bertambah tinggi.


f. Tempat pungsi: pengaruhnya besar pada L4-5 obat hiperbarik cenderung berkumpul ke

kaudal(saddle blok) pungsi L2-3 atau L3-4 obat cenderung menyebar ke cranial.
g. h.

Berat jenis larutan: hiper,iso atau hipobarik Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama didapat batas

analgesia yang lebih tinggi.


i. Tinggi pasien: makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis makin besar dosis yang

diperlukan.(BB tidak berpengaruh terhadap dosis obat)

j. Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan,umumnya larutan analgetik sudah menetap

sehingga batas analgesia tidak dapat lagi diubah dengan posisi pasien. 2.2.7 Komplikasi Anestesi Spinal
a. Komplikasi sirkulasi 1. Hipotensi terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis, makin tinggi blok makin

berat hipotensi. Pencegahan hipotensi dilakukan dengan memberikan infuse cairan kristaloid(NaCl,Ringer laktat) secara cepat sebanyak 10-15ml/kgbb dlm 10 menit segera setelah penyuntikan anesthesia spinal. Bila dengan cairan infuscepat tersebut masih terjadi hipotensi harus diobati dengan vasopressor seperti efedrin intravena sebanyak 10 mg diulang setiap 3-4menit sampai mencapai tekanan darah yang dikehendaki.
2. Bradikardia dapat terjadi karena aliran darah balik berkurang atau karena blok

simpatis,dapat diatasi dengan sulfas atropine 0,3 mg IV.


b. Komplikasi respirasi

1. Analisa gas darah cukup memuaskan pada blok spinal tinggi,bila fungsi paru-paru normal. 2. Penderita PPOM atau COPD merupakan kontra indikasi untuk blok spinal tinggi. 3. Apnoe dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi atau karena hipotensi berat dan iskemia medulla. 4. Kesulitan bicara,batuk kering yang persisten,sesak nafas,merupakan tanda-tanda tidak adekuatnya pernafasan yang perlu segera ditangani dengan pernafasan buatan.
c. Komplikasi gastrointestinal

Nausea

dan

muntah

karena

hipotensi,hipoksia,tonus

parasimpatis

berlebihan,pemakaian obat narkotik,reflek karena traksi pada traktus gastrointestinal serta komplikasi delayed,pusing kepala pasca pungsi lumbalmerupakan nyeri kepala dengan cirri khasterasa lebih berat pada perubahan posisi dari tidur ke posisi tegak. Mulai terasa pada 24-48jam pasca pungsi lumbal,dengan kekerapan yang bervariasi. Pada orang tua lebih jarang dan pada kehamilan meningkat.

2.2.8 Pencegahan 1. Pakailah jarum lumbal yang lebih halus 2. Posisi jarum lumbal dengan bevel sejajar serat duramater 3. Hidrasi adekuat,minum/infuse 3L selama 3 hari 2.2.9 Pengobatan 1. Posisi berbaring terlentang minimal 24 jam 2. Hidrasi adekuat 3. Hindari mengejan 4. Bila cara diatas tidak berhasil berikan epidural blood patch yakni penyuntikan darah pasien sendiri 5-10ml ke dalam ruang epidural.

BAB III LAPORAN KASUS 1. IDENTITAS PASIEN a. Nama b. Umur


c. Jenis kelamin

: Tn. K : 30 tahun : laki laki : Islam : Buruh : HILL sinistra

d. Agama e. Pekerjaan f. Diagnose pre Op

g. Jenis operasi : herniotomy

2. PEMERIKSAAN PRE OP DAN ANESTESI a. Anamnesa i. Keluhan Utama : benjolan di buah zakar sejak 2 tahun yang lalu

ii. RPS

: benjolan ini biasanya hilang timbul, jika pasien mengedan maka benjolan di buah zakarnya akan membengkak, nyeri perut (+), mual (), nyeri pinggang (+)

iii. RPD

: Tidak ada riwayat DM, Asma, Hipertensi, alergi obat/ makanan

b. Pemeriksaan fisik a. Kesadaran b. Kesan : Compos mentis : Baik

c. Tanda vital : i. Tensi : 120/70 mmHg ii. Nadi iii. RR


iv. Suhu

: 88x / m : 16 x / menit : 36,5 C

d. Berat badan : 75 kg e. Status General : i. Keadaaan umum : Baik ii. Kepala leher 1. Normochepali
2. Mata

: anemis (-/-), Ikterus (-/-), pupil

isokor +/+, reflek cahaya (+/+) 3. Hidung : dalam batas normal

4. Telinga: simetris kiri dan kanan, secret (-) 5. Mulut : sianosis (-), gigi goyang (-), gigi

palsu (-), berlubang (-)

iii. Thorak
1. Pulmo :

- Inspeksi : pergerakan nafas kanan dan kiri simetris, jejas (-) - Palpasi : pergerakan nafas kanan dan kiri simetris, nyeri tekan (-) - Perkusi ; sonor di seluruh lapang paru, nyeri ketok (-) - Auskultasi : vesikuler diseluruh lapang paru, rhonki (-), wheezing (-)
2. Cor

-Inspeksi : iktus cordis tidak tampak - palpasi : iktus cordis tidak tampak - perkusi : batas jantung kesan normal - Auskultasi : S1 S2 tunggal, regular , murmur (-), gallop (-)

iv. Abdomen -Inspeksi : bentuk cembung, jejas (-)

-Auskultasi : peristaltic usus kesan normal -Palpasi : perut supel, nyeri tekan (-) -Perkusi : nyeri ketok (-), timpani (+) v. Ekstremitas 1. Edema : tidak di temukan 2. Tidak ada deformitas 3. Akral hangat

c. Pemeriksaan Laboratorium PEMERIKSAAN WBC RBC HGB PLT CT BT GDS HASIL 10,0 x 103//uL 4,82 x 106//uL 14,4 (g/dL) 319x103//uL 3, 55 5, 30 92 mg/dl

3. RENCANA ANESTESI a. Persiapan i. Persetujuan tindakan ii. Puasa 6 jam sebelum operasi iii. Infus RL 20 tpm abocate ukuran 18
iv. Pasang DC no 16 untuk pemantauan produksi urin

v. Obeservasi tanda tanda vital : tekanan darah, Nadi, Suhu, SpO2

b. Jenis operasi i. Herniotomy c. Jenis anestesi i. Spinal anestesi d. Premediksi 1. Ondansetron 4 mg iv

2. Ketorolac 3% (30 mg) iv 3. Midazolam

2 mg

iv

e. Maintance
i. O2 nasal kanul 3 liter per menit

f. Monitoring
i. Vital sign : tensi, nadi, suhu, respirasi

ii. perdarahan g. Observasi di recovery room

4. PENATALAKSANAAN ANESTESI a. Persiapan spinal anestesi i. Spuit 3,5 cc

ii. Betadine iii. Kassa iv. Jarum spinal

Obat obatan
1. Bupivacain 2. Ondansentron 3. Efedrin 4. Ketorolac 5. Midazolam

20 mg (1 ampul) 4 mg (1 ampul) 50 mg(1 ampul) 30 mg(1 ampul) 5 mg (1 ampul)

b. Persiapan di ruang operasi i. Pasien di anestesi spinal 1. Di injeksi antara lumbal 4-5 2. Pastikan sampai cairan serbro spinal keluar
3. Injeksikan bupivacaine sebanyak 3 cc (15 mg)

4. Cabut jarum, kemudian posisikan kepala lebih tinggi ii. Pasang monitor iii. Pasang manset tensimeter iv. Pasang pulse oksimeter di lengan yang berlawanan dengan tensi meter
v. Pasang nasal kanul dengan oksigen 2-3 liter permenit

vi. Injeksi obat

1. Ondansetron 4 mg

iv

2. Ketorolac 3% (30 mg) iv 3. Midazolam

2 mg

iv

5. PEMBAHASAN Penggunaan metode anestesii spinal ini biasa di lakukan untuk indikasi : bedah ekstermitas bawah, bedah panggung, bedah obstetric dan ginekologi. Penggunaan ondansentron di gunakan untuk mencegah rasa mual dan muntah 6. TERAPI CAIRAN Perkiraan BB Perkiraan operasi : 75 kg : 1 jam

Perkiraan darah yang hilang : 100 cc

EBV = 70 ml / kg BB = 5250 ml Kebutuhan cairan kristaloid Maintance : 2 cc/kg BB x jam operasi = 150 cc

Pengganti puasa

: 2 cc/kg BB x jam op x jam puasa = 900 cc

Stress oprasi : 6 x 75 = 450 cc Estimasi pendarahan 100 cc/ 5250 x 100% = 1,9 cc = 2 %

Urine output : 0,5 cc/kgBB/jam 0,5 x 75 = 37,5 cc

Perhitungan pemberian cairan kristaloid M + PP + SO + perdarahan + pengganti urine = 1387 cc = 3 flash RL

7. INSTRUKSI POST OP a. Head up b. Observasi vital sign c. Makan minum bebas tapi sedikit sedikit

8. RESUME Pasien laki laki usia 30 tahun datang ke RSUD praya dengan keluhan benjolan di buah zakar sebelah kiri yang sudah di rasakan sejak 2 tahun yang lalu. Pasien di diagnose dengan hill (hernia inguinalis lateralis ) sinistra Di lakukan pembedahan dengan meggunakan teknik herniotomy dengan anestesi Spinal.

You might also like