You are on page 1of 5

EKONOMI SUMBERDAYA ALAM

Konservasi dan deplesi Sumber Daya Alam

Oleh : YANS MICHAEL G R B HUTAGALUNG 150610100005 AGRIBISNIS A

Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

I. Pendahuluan
Pengertian Konservasi, Deplesi Gifford Pinchot mengartikan konservasi sebagai penggunaan Sumber Daya Alam untuk kebaikan secara optimal, dalam jumlah yang terbanyak dan untuk jangka waktu yang paling lama. Selanjutnya Prof. Wantrup menyatakan bahwa konservasi Sumber Daya Alam bukanlah memelihara persediaan secara permanen, tanpa pengurangan dan perusakan. Konservasi dapat juga diartikan menjaga kelestarian terhadap alam demi kelangsungan hidup manusia. Tindakan-tindakan konservasi dapat berupa : 1. Melakukan perencanaan terhadap pengambilan Sumber Daya Alam yaitu dengan pengambilan secara terbatas. 2. Mengusahakan eksploitasi Sumber Daya Alam secara efisien 3. Mengembangkan Sumber Daya Alam alternatif 4. Menggunakan unsur-unsur teknologi yang sesuai dalam mengeksploitasi Sumber Daya Alam 5. Mengurangi, membatasi dan mengatasi pencemaran lingkungan. Deplesi berasal dari kata depletion yang berarti suatu cara pengambilan Sumber Daya Alam secara besar-besaran, yang biasanya demi memenuhi kebutuhan akan bahan mentah. Bagi Sumber Daya Alam yang tidak dapat diperbaharui, deplesi berarti pengrusakan Sumber Daya Alam yang ada karena tidak ada penciptaan yang baru, sedangkan untuk Sumber Daya Alam yang dapat diperbaharui deplesi dapat diimbangi dengan konservasi. Persediaan atau cadangan merupakan Sumber Daya Alam yang sudah diketahui dan terbukti serta bernilai ekonomis.

II. Studi Kasus , Pendapat Penulis, dan Kesimpulan


Jadi dapat disimpulkan bahwa konservasi adalah suatu tindakan untuk mencegah pengrusakan SDA dengan cara pengambilan yang tidak berlebihan sehingga dalam jangka panjang SDA tetap tersedia. Upaya konservasi sumber daya alam selama ini nampaknya tenggelam di tengah gemuruh upaya eksploitasi besar-besaran yang tidak terkendali demi kepentingan sesaat. Pun kita bisa lihat bahwa utilisasi dari sumber daya alam yang kita miliki tidak sepenuhnya bisa dinikmati oleh rakyat dalam bentuk kemakmuran sebagaimana yang diamanahkan oleh konstitusi kita. SDA kita banyak dieksploitasi untuk kemudian diekspor ke negara lain dengan harga yang sangat murah karena kita tidak pernah menghitung biaya kerusakan alam yang diakibatkannya. Hasil dari pendapatan akan penjualan kekayaan alam kita pun tidak kemudian otomatis diinvestasikan untuk memperkuat akumulasi modal fisik dan modal manusia Indonesia. Kita bisa lihat bahwa kualitas Human Development Index kita masih rendah dibandingkan negara yang tidak memiliki kekayaan alam seperti yang dimiliki Indonesia di kawasan Asia Tenggara. Hampir sebagian besar pendapatan yang diperoleh dari pemanfaatan kekayaan kita tidak sepenuhnya berhasil ditransformasikan ke dalam bentuk penguatan akumulasi modal baik yang bersifat fisik maupun insani. Untuk itu, seyogianya kita sudah harus mulai berpikir bagaimana memanfaatkan SDA yang kita miliki dengan bijaksana dan berkesinambungan dan melakukan upaya konservasi yang sungguh-sungguh sebagai bentuk investasi jangka panjang.

Deplesi Sumberdaya Alam khususnya air dan lahan, yang ditandai dengan deplesi sumber alam (permukaan dan air bawah tanah, baik kuantitas maupun kualitasnya), semakin meluasnya tanah kritis dan DAS kritis, penurunan produktifitas lahan, semakin meluasnya kerusakan hutan (terutama karena perambahan) baik hutan pegunungan maupun hutan pantai (mangrove). Perubahan Penggunaan Lahan Data dan fakta yang teramati menunjukkan bahwa selama dekade terakhir degradasi lahan semakin meningkat. Pada tahun 1993 jumlah luas lahan kritis di Jawa Barat diperkirakan sebesar 530.000 hektar (15% dari luas wilayah). Pada tahun 1996 lahan kritis tersebut mencapai 1.06 juta hektar, meningkat dua kali lipat atau mendekati sepertiga dari luas Provinsi Jawa Barat. Kondisi terburuk dengan jumlah lahan kritis yang besar berada di wilayah kabupaten Cianjur, Bandung, Garut dan Tasikmalaya. Pada umumnya, sebagian besar lahan kritis adalah lahan pertanian, yang menggambarkan buruknya konservasi tanah dan penggarapan yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan struktur tanah, hilangnya kandungan bahan organik, dan hilangnya kesuburan tanah Sumber Daya Air Permintaan air sekarang untuk kebutuhan domestik, konsumsi industri, dan irigasi pertanian diperkirakan 17,5 milyar m3 pertahun, dan diperkirakan akan terus naik sekitar satu persen per tahun. Permintaan air irigasi sekitar 80% dari total permintaan air, meskipun angka ini diperkirakan berkurang dalam jangka panjang, mengingat kebutuhan domestik, perkotaan dan industri tumbuh lebih cepat. Kebutuhan ini dipenuhi dari sumber-sumber seperti: air permukaan dari sungai di wilayah Provinsi Jawa Barat dan air tanah.

Analisis terhadap 40 DAS di Jawa Barat mengindikasikan telah merosotnya fungsi hidrologis dari DAS tersebut, yaitu 14 DAS dari 22 DAS yang mengalir ke utara sudah dalam kategori sangat kritis dan sisanya masuk kategori kritis. Berdasarkan ketersediaan air mantapnya, maka ada lima DAS sudah termasuk tidak tersedia, sementara 14 DAS termasuk memiliki ketersediaan air mantap. Ditinjau dari tingkat erosi lahannya, maka 15 DAS dari 22 DAS tersebut termasuk dalam kategori kritis hingga sangat kritis. Dari tiga SWS yang mengalir ke pantai utara, yang paling penting sebagai pemasok air adalah Citarum, namun kondisi kemantapan alirannya sudah makin merosot seperti halnya hampir semua DAS lainnya. Muka airtanah (water table) di Cekungan Bandung telah mengalami penurunan setiap tahunnya. Bandung adalah kota yang sangat rawan menghadapi masalah penyediaan air di masa yang akan datang, demikian pula wilayah Cirebon memerlukan pemecahan masalah yang berkaitan dengan kekeringan dan intrusi air laut, jika memang benar-benar wilayah ini akan dikembangkan sesuai dengan rencana induknya. Frekuensi banjir di Jawa Barat nampak semakin meningkat. Wilayah yang paling luas terkena banjir adalah kabupaten/kota di daerah dataran rendah dan pantai, khususnya Indramayu, dan Karawang yang berada di hilir sungai Citarum dan anak-anak sungainya, dan wilayah Cirebon, yang berada di bagian hilir sungai Cimanuk Cisanggarung. Sementara sepanjang musim penghujan terjadi banjir yang semakin serius dan meluas, tingkat infiltrasi dan retensi menurun karena berkaitan dengan kerusakan hutan dan erosi, dan berakibat semakin luas wilayah dan lamanya kekeringan. Kekeringan dan kekurangan air adalah salah satu permasalahan yang dirasakan di sebagian daerah dataran tinggi, tapi yang paling luas adalah di sepanjang pantai utara. Sumberdaya Hutan Kerusakan atau degradasi hutan saat ini merupakan satu masalah lingkungan yang paling serius yang dihadapi Jawa Barat. Bukan hanya karena dampaknya terhadap persediaan kayu ataupun sumberdaya non-kayunya, tetapi juga dampaknya terhadap konservasi keanekaan hayati dan fungsi ekologisnya hutan bagi kepentingan hidup manusia. Besarnya degradasi hutan terjadi mengingat tegakan hutan di Jawa Barat sekarang hanya tinggal 9%, dibandingkan fakta bahwa 23% luas wilayah Provinsi diklasifikasikan sebagai kawasan hutan negara. Antara tahun 1994 hingga 2001 luas tutupan/tegakan hutan lindung berkurang sekitar 24%, sementara di hutan produksi terjadi penurunan luas sekitar 31%. Diperkirakan jika tidak ada upaya-upaya pengendalian konversi fungsi hutan dan pengendalian penggunaan lebih (over utilization), hutan primer di Jawa Barat akan hilang. Sementara kerusakan hutan semakin serius akibat dari tindakan perambahan oleh beberapa keluarga petani miskin, perambahan hutan juga dilakukan secara tidak langsung oleh pengusaha komersial karena lemahnya pengawasan dan penegakan hukum oleh instansi yang bertanggung jawab. Statistik menunjukkan bahwa industri-industri perkayuan di Jawa Barat memerlukan sekitar 2,5 juta m3 per tahun kayu untuk bahan bakunya. Akan tetapi, produksi kayu legal dari Perum Perhutani hanya antara 300.000 500.000 m3 per tahun. Ketidakseimbangan antara permintaan dan pemenuhan kayu membuat penebangan-penebangan liar menjadi lebih marak.

Pertambangan Eksploitasi sumber daya mineral di Jawa Barat terutama yang tergolong bahan Galian C, yaitu penambangan pasir dan batu di sepanjang alur sungai, basalt dan andesit dari daerah pegunungan, tanah lempung-liat dari endapan alluvial yang digunakan sebagai bahan dan/atau konstruksi bangunan dan juga batugamping. Penambangan emas dan perak dan sumber daya mineral lainnya di Jawa Barat masih terbatas. Eksploitasi minyak dan gas telah dilakukan di kawasan pantai utara antara kabupaten Karawang dan Cirebon. Eksploitasi bahan Galian C, pasir besi dan kegiatan penambangan lainnya sering menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan seperti hilangnya tegakan tumbuhan, tanah longsor, abrasi, erosi, sedimentasi/pendangkalan saluran dan sungai serta meningkatnya kekeruhan air.

You might also like