You are on page 1of 14

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jerami Nangka Menurut Widyastuti (1993), buah nangka (Artocarpus heterophyllus) merupakan buah majemuk yang terdiri dari kumpulan banyak buah. Buah ini sebenarnya merupakan rangkaian buah majemuk yang dari luar terlihat seperti satu buah. Buah nangka selain dipanen pada saat matang, juga dapat dipanen pada saat masih muda. Pemanenan buah nangka tergantung tujuan penggunaannya antara lain untuk bahan sayuran, untuk keripik dan untuk konsumsi sebagai buah segar (Rukmana, 1997). Buah sebenarnya adalah tangkai bunga yang tumbuh menebal dan berdaging serta dibungkus oleh tandan bunga yang saling melekat satu sama lain menjadi kulit buah. Selain itu buah nangka yang sebenarnya dikenal dengan sebutan satu nyamplung yang di dalamnya berisi satu biji. Di antara nyamplungan buah terdapat jerami yang sebenarnya merupakan bunga yang tidak diserbuki. Jumlah jerami dari satu buah nangka utuh sebesar 18.9%. Di antara jerami tersebut ada yang tebal berukuran besar dan manis rasanya sehingga masih dapat dimakan (Widyastuti, 1993).

Menurut Siregar (1996), komposisi kimia jerami nangka dapat dilihat dalam Tabel 1 berikut : Tabel 1. Komposisi Jerami Nangka per 100 gram Komponen Air (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Abu (%) Sumber : Siregar (1996) Jumlah (%) 76,24 1,30 6,06 15,87 0,53

2.2 Dodol Dodol merupakan salah satu produksi olahan hasil pertanian yang termasuk jenis pangan semi basah (Astawan dan Wahyuni, 1991). Maryati (1991), mengatakan bahwa dodol adalah jenis makanan setengah basah (intermediate moisture food) yang mempunyai kadar air 10-20%, Aw 0.70-0.85, teksturnya lunak, bersifat plastis, dapat langsung dimakan, tidak memerlukan pendinginan dan tahan lama selama penyimpanan. Menurut Munajim (1994), sifat pangan semi basah dapat dibedakan dari kadar airnya dan daya awetnya. Dodol adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung beras ketan, santan dan gula dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan (Anonymous, 1992). Dodol dibuat dengan cara mendidihkan gula, santan dan tepung ketan secara bersamaan dengan pengadukan yang konstan untuk menghasilkan suatu massa viskositas yang berwarna coklat (Mohamed, 1985). Kandungan air yang dimiliki dodol tergolong rendah (10-20%), menyebabkan bagian permukaannya menjadi kering dan cenderung mengalami

pengerasan selama penyimpanan. Bagian permukaan yang kering ini disebabkan adanya peristiwa dehidrasi yang mengakibatkan terjadinya pengurangan air secara langsung dari bahan, terutama pada permukaan ke lingkungan sekitar (Anonymous, 1981). Menurut Hui (1992), proses pengaturan air secara dehidrasi menyebabkan pengeringan tidak merata, yaitu hanya pada bagian permukaan produk saja, sedangkan bagian dalamnya masih terikat komponen penyusun dalam produk. Menurut Satiawihardja (1994), dodol yang berkualitas baik adalah dodol dengan tekstur yang tidak terlalu lembek, bagian luar mengkilap akibat adanya pelapisan gula atau glazing, rasa yang khas dan jika mengandung minyak tidak terasa tengik akibat adanya kerja enzim lipase yang tahan terhadap panas. Syarat mutu dodol dapat dilihat dalam Tabel 2. Tabel 2. Syarat Mutu Dodol berdasarkan SNI No. 01-4295-1996 Kandungan Gizi Keadaan (aroma, rasa, warna) Air Abu Gula dihitung sebagai sakarosa Protein Lemak Serat kasar Pemanis buatan Cemaran Logam : Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Arsen (As) Kapang dan Khamir Sumber : Anonymous (1996) Satuan % (b/b) % (b/b) % (b/b) % (b/b) % (b/b) % (b/b) mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg koloni/g Persyaratan Normal Maks 20 Maks1.5 Min 35 Min3 Min7 Maks2.5 Tidak boleh ada Maks 1.0 Maks 10.0 Maks 40.0 Maks 0.5 Maks1x102

2.3 Tepung Ketan Pada pembuatan dodol, tepung ketan digunakan sebagai bahan campuran dan bahan pengikat agar diperoleh tekstur plastis yang dikehendaki (Astawan dan Wahyuni, 1991). Dalam pengolahan bahan pangan digunakan tepung beras ketan karena sifatnya yang lengket dan beraroma segar serta tahan lama

(Munasir dkk, 1987). Tepung beras ketan pada dasarnya adalah amilopektin. Hal ini merupakan sifat khas yang penggunaannya pada makanan. Kandungan amilopektin pada tepung ketan adalah di atas 98% (Susanto dan Saneto, 1994). Adapun proporsi amilosa untuk beras ketan sedikit sekali atau bahkan tidak ada sama sekali. Kalaupun beras ketan mengandung amilosa, biasanya hanya berkisar antara 1-2 %, sehingga untuk beras yang mengandung amilosa di atas 2% dapat digolongkan sebagai beras biasa, bukan beras ketan (Winarno, 1992). Komposisi kimia beras ketan dapat dilihat dalam Tabel 3. Tabel 3. Komposisi Kimia Beras Ketan tiap 100 g bahan Komposisi Jumlah Kalori (kal) 361.00 Protein (g) 7.40 Lemak (g) 0.80 Karbohidrat (g) 78.40 Serat (g) 0.40 Abu (g) 0.50 Kalsium (mg) 13.00 Sumber : Anonymous (1990) Komposisi Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (IU) Vitamin B (mg) Vitamin C (mg) Air (g) B.d.d (%) Jumlah 157.00 3.40 0.28 12.90 100

2.4 Santan Kelapa Menurut Woodroof (1975) dalam Susanto dan Saneto (1994), komposisi buah kelapa terdiri dari daging buah 28-34.9%, tempurung 12-13.1%, sabut

25-32.8% dan air kelapa 19.2-25%. Daging buah kelapa merupakan salah satu sumber lemak nabati dengan kandungan lemak sekitar 35%. Di samping itu daging buah kelapa juga merupakan sumber protein yang penting dan mudah dicerna. Jumlah protein terbesar terdapat pada buah kelapa setengah tua, sedangkan kandungan kalorinya mencapai maksimal ketika buah sudah tua, demikian juga dengan kandungan lemaknya. Dengan demikian, daging buah kelapa dapat diolah menjadi berbagai produk kebutuhan rumah tangga seperti santan, kopra, minyak kelapa dan kelapa parut kering (Luthony, 1993). Santan kelapa merupakan produk yang sering digunakan dalam industri makanan, seperti industri kembang gula, roti, biskuit dan untuk pembuatan makanan jajanan (Anjaya dkk, 1996). Menurut Palungkun (1993), kekhasan rasa dari santan kelapa belum dapat digantikan oleh bahan manapun. Santan secara umum adalah cairan yang terkandung dalam endosperm dari kelapa segar. Banyaknya santan tergantung dari ukuran, varietas, kematangan dan kesegaran dari kelapa (Woodroof, 1975). Peningkatan rendemen santan dapat dilakukan melalui variasi cara ekstraksi. Ekstraksi santan dari daging buah kelapa dimaksudkan untuk mengeluarkan minyak dan protein yang terdapat dalam daging buah kelapa (Anjaya dkk, 1996). Suhardiyono (1991), mengatakan bahwa untuk membebaskan cairan dan minyak, dinding sel harus dirusak. Hal ini dapat dicapai dengan memarut daging buah kelapa dan memerasnya (Palungkun. 1993). Komposisi kimia dari santan kelapa dapat dilihat dalam Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Kimia Santan Kelapa tiap 100 g bahan Komposisi Kelapa diperas tanpa air Kalori (kal) 324.00 Protein (g) 4.20 Lemak (g) 34.30 Karbohidrat (g) 5.60 Kalsium (mg) 14.00 Fosfor (mg) 45.00 Besi (mg) 1.90 Vitamin A (IU) Vitamin B (mg) 0.02 Vitamin C (mg) 2.00 Air (g) 54.90 B.d.d (%) 100 Sumber : Anonymous (1981) Kelapa diperas dengan air 122.00 2.00 10.00 7.60 25.00 30.00 0.10 0.60 2.00 80.00 100

2.5 Gula Pasir Gula yang ditambahkan dalam adonan digunakan untuk menambah viskositas pasta/gel pati. Penambahan gula berpengaruh terhadap kekentalan gel dan dengan adanya gula akan meningkatkan cita rasa pada bahan makanan. Gula tersebut pada konsentrasi tinggi dapat mencegah pertumbuhan mikroba sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengawet (Winarno, 1992). Menurut Faridi (1994), gula dengan air pada proses pemanisan akan mengalami pelelehan dan membentuk kristal baru dengan adanya komponen lain seperti pati dan protein. Bertambahnya konsentrasi gula berakibat volume molekul pada larutan juga bertambah dan viskositas akan meningkat. Buckle et al. (1987), juga mengungkapkan bahwa daya larut yang tinggi dan daya mengikat air adalah sifat-sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam pengawetan bahan pangan. Gula yang ditambahkan dalam bahan pangan dengan konsentrasi tinggi akan

mengakibatkan air yang ada dalam bahan pangan tersebut menjadi tidak tersedia bagi pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air bahan pangan itu akan turun. Fennema (1976), menambahkan bahwa gula juga dapat memberikan aroma, sebagai sumber nutrisi, dan sebagai humektan (substansi yang dapat menaikkan retensi air), plastisizer, pembentukan tekstur dan pengikat flavor melalui reaksi pencoklatan.

2.6 Gula Merah Gula merah merupakan salah satu produk gula khas yang banyak terdapat di pasaran. Gula ini diperoleh dari ekstraksi nira beberapa tanaman antara lain tebu, aren siwalan, kelapa dan palmira. Kualitas gula merah ditentukan oleh kandungan yang ada dalam gula dan oleh penampakannya, yakni bentuk, warna dan kekerasannya. Berdasarkan penilaian dari warnanya, gula yang berwarna cerah mempunyai mutu yang lebih baik daripada yang berwarna gelap (Goutara dan Wijandi, 1975). Standar mutu gula kelapa di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5. Gula dalam pembuatan dodol berfungsi sebagai penambah cita rasa, aroma, tekstur dan sebagai bahan pengawet. Jenis gula yang digunakan untuk pembuatan dodol berpengaruh terhadap pembentukan lapisan kristal selama penyimpanan (Buckle et al., 1987).

10

Tabel 5. Standar Mutu Gula Kelapa Indonesia Parameter Kenampakan : Bentuk Warna Rasa Air Abu Gula reduksi Jumlah gula dihitung sebagai sukrosa Bagian yang tidak larut dalam air SO2 sisa Logam : Timbal Tembaga (Cu) Seng (Zn) Arsen Pemanis buatan Sumber : Anonymous (1981) Satuan Persyaratan Padatan normal Kuning kecoklatan Khas Maks 10 Maks 2 Maks 12 Min 77 Min 1 Maks 300 Tidak ternyata Tidak ternyata Tidak ternyata Tidak ternyata Tidak ternyata

% (b/b) % (b/b) % (b/b) % (b/b) mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg

2.7 Gliserin Gliserol merupakan sebuah trihidrik alkohol dengan nama kimia 1,2,3 propanetriol dengan nama dagang gliserin. Gliserin mempunyai sifat sebagai penghilang warna yang tidak disukai, penghilang bau yang tidak disukai, pemanis, larutannya dapat digunakan untuk penambah rasa, meningkatkan tekstur pada roti agar lebih baik, sebagai humektan (Bender, 1975). Sifat fisik gliserin dapat dilihat pada Tabel 6.

11

Tabel 6. Sifat Fisik Gliserin Sifat Fisik Berat molekul (g/mol) Titik cair (0C) Titik didih (0C) Densitas (250C) (cm3/g) Viskositas (250C) (cps) Higroskopitas Kelarutan dalam air (250C) Ketahanan terhadap suhu tinggi Viskositas pada 70% pada 250C (cps) Sumber : Griffin and Lyrich (1968) Karakteristik 92 18.6 290 1.2613 954 menengah tinggi terbatas stabil 17

Menurut Davies et al. (1977), kemampuan gliserin untuk mengikat air akan memberikan tekstur yang tidak begitu keras pada bahan makanan. Gliserin akan bekerja optimal sebagai humektan, bila kadarnya 10% dari total berat padatan di dalam adonan yang ditambahkan gliserol itu. Jika kadarnya ditambah sampai dua kalinya, kenaikan kemampuan menahan airnya hanya naik sebesar 5% (Tranggono, 1990). Pengaturan Aw makanan dengan menggunakan humektan harus

dilaksanakan secara hati-hati, terutama dalam pemilihan humektan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan humektan adalah

pengaruhnya terhadap rasa dan bau, daya larutnya, berat molekul, derajat ionisasi, penurunan pH dan toksisitas. Tiga golongan humektan yang biasa digunakan adalah gula alkohol, gula, garam. Gula alkohol baik dipakai sebagai humektan karena memiliki berat molekul yang relatif rendah, mempunyai daya ikat terhadap air yang tinggi dan toksisitas rendah (Adnan, 1982). Gliserin yang dikonsumsi dalam jumlah sedikit tidak memberikan efek toksik, tetapi jika dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan dapat menyebabkan kematian. Menurut Drill (1958), gliserin yang ditambahkan sebagai bahan

12

tambahan makanan sebaiknya dibatasi maksimal 30-50 gr perhari. Menurut Minifie (1999), gliserin biasa digunakan sebagai humektan dalam industri permen sebanyak 2-3 %.

2.8 Pemilihan Perlakuan Terbaik Optimalisasi didefinisikan sebagai pencapaian hasil terbaik dari situasi perlakuan yang diberikan. Optimalisasi membuka kemungkinan untuk mencapai kesempurnaan serta memilih perlakuan terbaik yang berpengaruh dari beberapa alternatif yang diberikan (Anonymous, 1991). Tujuan dari optimalisasi adalah untuk menentukan nilai dari variabel-variabel dalam suatu proses yang menghasilkan nilai terbaik dari kriteria produk (Himmelblau, 1998). Pengambilan suatu keputusan untuk mencari kondisi yang optimal dari suatu percobaan dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain dengan pemodelan sederhana menggunakan analisis regresi, dan analisis multiple atribut.

2.8.1 Analisis Regresi Analisa regresi merupakan suatu teknik statistik untuk membuat model dan menyelidiki hubungan antara dua variabel atau lebih. Model ini dapat digunakan untuk tujuan optimalisasi atau tujuan proses kontrol (Hines dan Montgomery, 1990). Dalam analisis regresi dibedakan dua jenis variabel yaitu variabel bebas dan variabel tak bebas. Penentuan variabel mana yang bebas dan mana yang tak bebas dalam beberapa hal tidak mudah dilaksanakan. Studi yang cermat, diskusi yang seksama, berbagai pertimbangan, kewajaran masalah yang dihadapi dan

13

pengalaman akan memudahkan penentuan. Variabel yang mudah didapat atau tersedia sering dapat digolongkan ke dalam variabel bebas sedangkan variabel yang terjadi karena variabel bebas itu merupakan variabel tak bebas. Untuk keperluan analisis, variabel bebas akan dinyatakan dengan X1, X2, , Xk. (k 1) sedangkan variabel tak bebas akan dinyatakan dengan Y (Sudjana, 2002). Suatu model regresi baru akan ditentukan apabila hasil analisis ragam dari percobaan menunjukkan adanya pengaruh dari suatu fakta tertentu terhadap respon yang diamati. Sebagai contoh, jika telah dilakukan analisis ragam, model regresi yang akan digunakan dapat diidentifikasikan, apakah perlu menggunakan model linier dengan interaksi antar faktor atau model linier tanpa interaksi antar faktor, demikian pula apakah perlu menggunakan regresi non linier (misalnya kuadratik, logaritmik, dan sebagainya) (Gasperz, 1992). Menurut Sudjana (2002), regresi kuadratik merupakan salah satu persamaan regresi non linier yang dapat dinyatakan dengan : Y = a + bX + cX2, dimana koefisien-koefisien a, b dan c harus ditentukan berdasarkan data hasil pengamatan. Dengan menggunakan metode kuadrat terkecil, maka a, b dan c dapat dihitung dengan sistem persamaan : Yi = na + bXi + cXi2

XiYi = aXi + bXi2 + cXi3 Xi2Y = aXi2 + bXi3 + cXi4 Apabila telah didapatkan model yang tepat maka selanjutnya dilakukan pencarian titik optimal dengan garis pertidaksamaan. Dari pertidaksamaan tersebut, dihasilkan angka yang memenuhi range yang telah ditentukan.

14

2.8.2 Analisis Multiple Atribut Analisis Multiple Atribut yaitu mengadakan perbandingan antara aspek kualitas dan aspek finansial dari tiap produk yang dihasilkan dari tiap perlakuan berdasarkan atribut-atribut yang berpengaruh. Atribut adalah sifat-sifat yang dimiliki oleh produk. Atribut dinotasikan dengan Xi dimana i = 1,2,3,.n sedangkan alternatif adalah kombinasi perlakuan yang dinotasikan dengan Xk dimana k = 1,2,3,.m. Pada metode Multiple Atribut, terlebih dahulu ditentukan nilai ideal dari masing-masing atribut. Nilai ideal adalah nilai yang diharapkan dari tiap atribut, dimana nilainya maksimum atau minimum. Selanjutnya dihitung derajat kerapatannya ( d i ) terhadap nilai ideal yang telah ditentukan sesuai fungsi maksimum atau minimum. Derajat kepentingan merupakan jarak antara nilai suatu atribut pada suatu alternatif tertentu ( xi ) terhadap nilai ideal (X*). Jika nilai ideal (X*) minimum, maka : d ik = X* X ik
k k

Jika nilai ideal (X*) maksimum, maka : d ik = X ik X*

Selanjutnya dihitung jarak kerapatan (Lp) dari tiap-tiap alternatif. Jarak kerapatan (simpangan) adalah nilai yang mengevaluasi jarak antara alternatif ideal (d*) dengan derajat vektor kerapatan yang dipengaruhi oleh alternatif yang ada

15

(dk). Nilai jarak kerapatan yang paling minimum dipilih sebagai alternatif terbaik. Perhitungan jarak kerapatan (Lp) adalah sebagai berikut :
k L1 (,k) = 1 (i xd i ) i =1 n

k L2 (,k) = [ i x(1 d i ) 2]1/2

k L (,k) = Maks [i (1 d i )]

Nilai L1, L2, dan L masing-masing dicoba pada alternatif-alternatif perlakuan sehingga diperoleh data derajat kerapatan dan jarak kerapatan untuk setiap atribut pada masing-masing atribut. Alternatif yang terbaik adalah alternatif yang mempunyai nilai derajat kerapatan L1, L2, dan L yang paling kecil.

2.9 Analisis Finansial 1. Break Even Point (BEP) Analisa Break Even biasanya dipergunakan untuk memperkirakan berapa minimal perusahaan harus bisa menghasilkan dan menjual produknya agar tidak menderita rugi, atau sering juga dikatakan bahwa perusahaan yang Break Even, adalah perusahaan yang memperoleh laba sebesar 0 (Husnan dan Suwarsono, 1992). Menurut McWatters et al. (2001), rumus perhitungan BEP adalah sebagai berikut : BEP (unit) = FC P VC BEP (rupiah) = FC

16

1 (VC / P) Keterangan : FC VC P 2. : biaya tetap : biaya variabel per unit : harga jual per unit Payback Period (PP) Menurut Husnan dan Suwarsono (1992), metode ini mencoba mengukur seberapa cepat suatu investasi bisa kembali. Karena itu satuan hasilnya bukan persentase, tetapi satuan waktu, seperti tahun atau bulan. Metode Payback Period merupakan perhitungan atau penentuan jangka waktu yang dibutuhkan oleh suatu proyek setelah perhitungan tax-cash inflow untuk mengakumulasikan sejumlah perhitungan untuk menutup initial investment dari proyek tersebut (Hilton, 2001). Rumus perhitungan Payback Period menurut Hilton (2001), adalah sebagai berikut : Payback Period = Initial Investment tax-cash inflow

17

You might also like