You are on page 1of 19

Tekanan pada Orang Tua dan Fungsi Ibu Secara Psikologis dari Anak Prasekolah Penderita Austisme dan

Keterlambatan Perkembangan
Oleh: A N N E T T E E S T E S University of Washington, USA J E F F R E Y M U N S O N University of Washington, USA G E R A L D I N E DAWSON University of Washington, USA E L I Z A B E T H KO E H L E R University of Washington, USA X I AO - H UA Z H O U University of Washington, USA RO B E RT A B B OT T University of Washington, USA

Abstrak
Orang tua dengan anak yang mengalami cacat dalam perkembangan, khususnya pada gangguan spektrum autisme (ASDs), memiliki resiko tingkat stress yang tinggi. Faktor-faktor yang menyebabkan hal itu masih belum jelas. Penelitian ini meneliti bagaimana karakteristik anak yang mempengaruhi tingkat stress dan kekhawatiran psikologis pada orang tua. Objek penelitian terdiri dari para ibu dan anak pra sekolah yang masih dalam masa pertumbuhan penderita ASD (N=51) dan anak yang mengalami keterlambatan perkembangan tanpa autisme (DD) (N=22). Bukti yang menunjukkan lebih tingginya tingkat stress dan kekhawatiran psikologis pada orang tua ditemukan pada ibu-ibu dalam kelompok ASD dibandingkan pada ibu dalam kelompok DD. Masalah perilaku pada anak berhubungan dengan peningkatan tingkat stress dan kekhawatiran psikologis pada orangtua pada para ibu dalam kelompok ASD dan DD. Hubungan ini terlihat sangat kuat pada kelompok DD. Kemampuan sehari-hari tidak berhubungan dengan tingkat stress dan kekhawatiran psikologis pada orang tua . Hasil penelitian menyarankan adanya pelayanan secara klinis yang bertujuan untuk mendukung orang tua yang fokus dalam mengurangi masalah perilaku pada anak penderita gangguan perkembangan.

Sudah dinyatakan dengan jelas bahwa ibu dengan anak yang mengalami gangguan dalam mental dan perkembangan memiliki resiko stress lebih besar dibandingkan dengan para ibu dengan anak yang memiliki perkembangan (Baker et al., 2002; Dumas et al., 1991; Hauser-Cram et al., 2001; Hodapp et al., 2003; Johnston et al., 2003; Rodrigue et al., 1990). Beberapa penelitian menyarankan para ibu dengan anak yang mengalami ASDs mungkin memiliki tingkat tekanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak dengan gangguan lain (e.g. Gallagher and Bristol, 1989). Contohnya, ibu dengan anak yang mengalami ASDs menunjukkan kesehatan yang lebih rendah secara psikologis dibandingkan dengan ibu dengan anak penderita keterbelakangan mental, X yang rapuh dan kelumpuhan pada otak (Abbeduto et al., 2004; Blacher and McIntyre, 2006; Eisenhower et al., 2005; Kasari and Sigman, 1997). Ibu dengan anak yang mengalami ASDs juga melaporkan memiliki tingkat stress yang lebih tinggi dan gejala depresi dibandingkan dengan ibu dengan anak yang divonis memiliki keterlambatan pada perkembangan (Dumas et al., 1991).
1

Dua buah penelitian menemukan perbandingan tingkat stress pada ibu dengan anak yang mengalami ASDs dan kelainan pada tubuh bagian luar (Donnenberg and Baker, 1993; Dumas et al., 1991), tapi tidak ada penelitian terbaru yang menemukan kelompok ibu dengan tingkat stress yang lebih tinggi daripada ibu dengan anak yang mengalami ASDs. Hasil penelitian ini telah memberikan kontribusi pemahaman pada kita tentang proses yang terjadi dalam keluarga penderita dan telah menunjukkan bukti yang menyarankan ibu dengan anak yang mengalami gangguan pada perkembangan, khususnya autisme, bisa saja terkena resiko yang menghambat fungsi psikologis. Para ibu menghadapi tantangan yang unik berhubungan dengan karakteristik anak yang mengalami ASDs. Khususnya, autisme, tidak seperti gangguan perkembangan yang lain, hal ini merusak hubungan sosial, yang mungkin saja menyakitkan secara emosional bagi ibu. Tapi, tidak seluruhnya, anak yang mengalami ASDs juga menunjukkan bahasa dan bentuk komunikasi yang sangat tidak biasa, seperti cara bicara yang tipikal, aneh, dan perilaku yang yang bersifat ritual. Perilaku tersebut mungkin menyebabkan posisi yang sulit bagi ibu mereka menghabiskan waktu dengan anak mereka pada tempat umum, khususnya ketika seseorang yang belum diberitahukan akan salah faham atau salah mengartikan sikap dari anak tersebut. Maka, ciri-ciri anak yang didiagnosis memiliki ASD mungkin saja meningkatkan tekanan pada ibu. Bentuk lainnya, tingkat stress lebih tinggi pada ibu dengan anak ASDs mungkin tidak sepenuhnya berkaitan dengan tantangan unik yang berhubungan dengan ASDs. Itu mungkin saja ciri- ciri umum bagi anak yang mengalami gangguan pada perkembangan, seperti adanya masalah pada perilaku dan gangguan fungsi adaptasi, yang terdapat pada tingkat yang lebih tinggi pada anak ASDs. Hal itu mungkin saja peningkatan pada ciri- ciri anak secara umum, dan tidak pada autisme secara khusus, mengakibatkan terjadinya peningkatan stress pada ibu dengan anak ASDs. Ada gabungan bukti tentang keikutsertaan perilaku anak bermasalah dan gangguan fungsi adaptasi dalam peningkatan stress pada ibu. Pada bagian masalah perilaku, yang diteliti oleh Konstantareas dan Homatidis (1989) ditemukan bahwa melukai diri sendiri merupakan kasus yang paling banyak dialami pada orang tua yang mengalami stress dengan sampel 44 orang anak autisme. Penemuan ini sepakat dengan penelitian tentang anak nonautis dengan gangguan perkembangan yang mengalami masalah dengan perilaku muncul sebagai kasus pada anak yang sangat berhubungan dengan penyebab meningkatnya stress pada orangtua (e.g. Baker et al., 2002; Beck et al., 2004; Hauser-Cram et al., 2001; Hodapp et al., 2003). Penemuan terbaru juga menyebutkan bahwa pola ini juga muncul pada ibu dengan anak yang mengalami ASDs (Abbeduto et al., 2004; Blacher and McIntyre, 2006; Dumas et al., 1991; Hastings and Brown, 2002). Ciri- ciri anak yang potensial lainnya yang mungkin saja menyebabkan meningkatnya tingkat stress pada orang tua adalah kerusakan pada fungsi adaptasi. Orangtua dari anak yang memiliki kemapuan sehari-hari lebih rendah (khususnya pada perilaku adaptasi) mungkin menghadapi peningkatan tanggungjawab dalam mengasuh anak. Contohnya, anak yang memiliki kemampuan sehari-hari lebih rendah memerlukan pengasuhan yang lebih besar pada kegiatan-kegiatan dasar, mulai dari memakaikan pakaian, mandi dan ke kamar kecil.
2

Peningkatan tuntutan tanggung jawab ini bisa menyebabkan peningkatan stress dan kesedihan psikologis pada orang tua. Namun, bukti yang ada merupakan gabungan tentang hubungan antara fungsi adaptasi dengan tingkat stress orang tua. Terdapat dua penelitian yang melaporkan bahwa fungsi adaptasi yang lebih baik pada anak berhubungan dengan peningkatan kesehatan pada ibu (Fitzgerald et al., 2002; Tomanik et al., 2004). Dua penelitian melaporkan tidak adanya kaitan antara tingkat stress pada orangtua dengan kemampuan adaptasi apada anak (Beck et al., 2004; Lecavalier et al., 2006). Pada penelitian terbaru, kami menemukan bahwa anak yang mempunyai masalah pada perilaku dan kemampuan seharihari, dengan tambahan adanya diagnosis pada anak, mempunyai potensi sebagai penyebab stress pada ibu. Maka, pembahasan yang lebih jauh lebih berpusat pada pemahaman ciri-ciri anak yang berkontribusi dalam peningkatan stress dan kesediahan psikologis pada orangtua. Namun, penemuan yang dihasilakn mungkin saja beragam tergantung pasa bagaimana tingkat stress dan kekhawatiran psikologis itu diukur. Contohnya, Rodrigue et al. (1990) menemukan bahwa tingkat stress pada orangtua lebih tinggi pada orangtua dengan anak ASDs dibandingkan engan anak yang mengalami keterlambatan perkembangan dan sejenisnya, tapi hanya pada dimensi tertentu pada stress yang dialami orangtua. Tapi, penyalahan terhadap diri sendiri dan gangguan aktifitas dan finansial tampak sama pada kelompok ASD dan DD. Tidak ada perbedaan kelompok pada keikutsertaan keluarga dan interaksi ibu-anak yang ditemukan diantara kelompok tersebut. Beck and colleagues (2004) menemukan bahwa para ibu dengan anak yang memiliki keterlambatan secara umum tidak memiliki tingkat stress atau kekhawatiran yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang normal, tapi mereka memiliki tingkat stress pada hubungan antar orangtua. Greenberg and colleagues (2004) menemukan tidak adanya perbedaan pada tingkatan optimisme, depresi, dan kesehatan diantara para ibu dengan anak autisme, keterbelakangan mental dan skizofrenia. Namun, ibu dengan anak keterbelakangan mental dilaporkan memiliki hubungan yang lebih dekat dengan anak mereka dan hubungan tingkat stress pada orang tua yang dibedakan oleh kelompok. Penelitian sekarang dibuat untuk menyelidiki penyebab yang relatif dari karakteristik anak meliputi diagnosa, masalah perilaku, dan fungsi adaptasi dalam peningkatan stress dan kekhawatiran psikologis pada ibu dengan anak autisme. Kami membandingkan ibu dengan anak autisme dengan ibu dengan anak yang mengalami keterlambatan perkembangan yang tidak mengidap autisme untuk mengatur ketidakterukuran, faktor umum yang berhubungan dengan membesarkan anak yang memiliki gangguan. Kedua kelompok disamakan pada tingkatan umur dan kemampuan, memunculkan kesimpulan tentang faktor hubungan antar anak juga berhubungan dengan peningkatan stress pada anak dan terletak diatas tingkatan perkembangan anak pada umumnya. Kami juga memperhatikan dengan hati-hati status diagnostik dari anak yang menjadi peserta. Kami secara langsung mengevaluasi semua anak pada kelompok ASD dan DD dan menggunakan kriteria penelitian yang direkomendasikan oleh NICHD Collaborative Programs for Excellence in Autism (CPEA) untuk menentukan status diagnostik (lihat bagian metode untuk penjelasan yang lebih detil). Penelitian sebelumnya tentang stress pada ibu tidak selalu dibedakan antara autisme dan gangguan perkembangan yang lain (e.g. Beck et al., 2004; Bristol et al., 1993). Ketika penelitian sebelumnya melakukan pembedaan
3

antara autisme dan gangguan lainnya, kriteria diagnostik dan metode diagnostik yang digunakan biasanya tidak bisa dalam membedakan metode dan kriteria diagnostik terbaru. Penelitian ini akan memperbolehkan penyelidikan pada fenomena pengkatan stress pada ibu dengan anak autisme menggunakan kriteria diagnostik terbaru dan akan secara langsung menyelidiki ciri-ciri anak yang mungkin bisa menyebabkan fenomena tersebut. Kami mengukur tingkat stress para ibu dengan dua cara : pertama meneliti tingkat stress pada orangtua (mengacu pada stress pada orangtua pada artikel ini) dan kedua meneliti tingkat kekhawatiran psikologis (gabungan antara depresi dan skor gejala kegelisahan pada BSI) pada ibu. Hipotesis penelitian ini adalah (1) tingkatan stress dan kekhawatiran psikologis pada orangtua akan lebih tinggi pada ibu dengan anak ASDs dibandingkan dengan ibu dari kelompok DD (2) anak pada kelompok ASD akan mengalami peningkatan masalah perilaku dan penurunan kemampuan sehari-hari dibandingkan anak dari kelompok DD, dan (3) anak dengan masalah perilaku akan berhubungan lebih erat dengan tingkat stress dan kekhawatiran psikologis pada orangtua dibandingkan dengan anak dengan penurunan kemampuan seharihari pada kedua kelompok ASD dan DD.

Metode Peserta Peserta akan direkrut untuk penelitian lain tentang neurobiologi dan pelatihan perkembangan pada autisme pada Universitas Washington dan tinggal di daerah metropolitan Seattle. Data yang dilaporkan dalam penelitian ini bersumber dari kumpulan data awal ketika anak masih dalam usia prasekolah. Peserta terdiri dari 74 orang ibu dan anak. Anak-anak terdiri dari 51 anak yang didiagnosa memiliki ASD dan 23 anak dengan keterlambatan perkembangan (DD). Kelompok DD disesuaikan dengan kelompok ASD pada pengukuran umur secara non-verbal. Variabel ini dikomputerisasikan dari skor umur rata-rata pada skala Mullen pada pembelajaran dan penerimaan visual tahap awal dan skala motorik yang baik (Mullen, 1997). Pengukuran Mulen merupakan pengukuran yang distandarkan yang digunakan untuk mengukur tingkatan perkembangan pada anak dari lahir sampai umur 68 bulan. Kelompok DD juga disesuaikan dengan kelompok ASD pada tahap umur.

Prosedur Peserta diambil melalui kelompok advokat orangtua setempat, agen komunitas, klinis, rumah sakit, dan sekolah umum. Keluarga yang ikut serta dibayar pada setiap kunjungan ke universitas dan diberitahukan hasil tes dari penelitian diagnostik, termasuk standar dari skor tes, diagnosis ketika digunakan, dan rekomendasi. Hasil tes diberikan dalam bentuk laporan tertulis dan dibahas dalam sesi timbal balik. Penanganan pada anak yang diteliti langsung di tempat diberikan pada anggota keluarga dari peserta ketika diminta oleh orangtua. Anak yang diteliti pada Universitas Washington dibawah lisensi dari psikolog secara klinis atau oleh mahasiswa doktoral dalam psikologi klinis dibawah pengawasan psikolog klinis yang terdaftar. Anak pada kelompk ASD diberikan kriteria diagnostik untuk kelainan
4

spektrum autisme dan ADI-R R (Rutter et al., 2003)dan ADOSG (Lord et al., 2003) yang dilakukan selama pengumpulan data pertama. ADIR dan ADOSG merupakan standar pengukuran yang digunakan untuk mendiagnosis kelainan spektrum autisme. ADI-R adalah wawancara dengan orangtua dan ADOS-G adalah semi struktur dalam pengamatan permainan. DSM-IV didiagnosa menggunakan semua informasi yang tersedia yang diperoleh dari anak dengan sampel ASD (36 anak dengan gangguan autis dan 15 anak dengan gangguan perkembangan secara menyeluruh tidak hanya pada tempat tertentu). Prosedur berdasarkan pada kriteria diagnostik National Institute of Child Health and Development (NICHD) CPEA yang diterbitkan oleh Catherine Lord dan diagnostik CPEA pada bulan Mei 2003, digambarkan dengan jelas dalam Schellenberg et al. (2006). Skor uji kognitif, informasi tentang riwayat keluarga, catatan kesehatan dan penyelidikan secara klinis yang dilakukan selama pelatihan pada kegiatan penyelidikan digabungkan ketika penentuan diagnosa DSM-IB untuk kelompok DD dan ASD. Anak-anak pada kelompok DD tidak diberikan kriteria untuk gangguan spektrum autisme pada ADIR, ADOSG, atau DSM-IV. Semua anak pada kelompk DD mempunyai skor standar pada pembentukan tes awal Mullen dan skor standar pada pembentukan kemampuan berdaptasi Vineland lebih sedikit atau sama dengan 80. Satu-satunya pengecualian adalah pada satu orang anak dengan hasil tes Mullen 82 dan hasil tes Vineland 70. Semua anak yang mempunyai riwayat trauma luka serius pada otak, kerusakan pada saraf motorik dan sensor yang penting, ketidaknormalan fisik bagian utama, atau tidak termasuk penyakit dalam bidang saraf. Anak-anak pada kelompok ASD tidak dimasukkan dalam gangguan saraf yang dikenal dengan etiologi genetis (contohnya X yang rapuh). Contoh ini digambarkan dengan jelas dalam Dawson et al., 2004. Untuk mencapai ujuan dalam penelitian ini, anak dalam kelompok DD dan ASD dipisahlan jika mereka memiliki anggota keluarga yang juga mengalami ASD. Ciri-ciri dari kedua kelompok ini dijelaskan dalam Tabel 1. Anak dalam masing-masing kelompok tidak dibedakan umurnya, ras ataupun tahapan umur mental secara non-verbal. Terdapat lebih banyak anak perempuan dalam kelompok DD, jika dibandingkan dengan kelompok ASD. Para ibu tidak dibedakan oleh umur dan tingkatan pendidikan. Keluarga tidak dibedakan dengan status secara sosial ekonomi (SES). Kelompok ASD terdiri dari 4 orang ibu tunggal. Pada kelompok DD tidak terdapat ibu tunggal. Tingkat prevalensi keadaan yang menyebabkan diukur dengan skala perubahan hidup secara negatif oleh Experiences Survey (LES: Sarason et al., 1978). LES adalah pengukuran dengan 57 macam laporan yang menanyakan responden untuk melihat adanya indikasi dan menilai peristiwa penting yang mereka alami selama 12 bulan terakhir dari 47 peristiwa umum yang sudah ditentukan. Tidak ada perbedaan antara kelompok dalam kemunculan perubahan hidup secara negatif. Stress pada Orangtua The Questionnaire on Resources and Stress (QRS: Konstantareas et al., 1992) melaporkan kuisioner yang terdiri dari 78 alat ukur stress dan kehilangan kepedulian didalam keluarga dengan anak yang mengalami gangguan. Orang tua menilai kesepakatan atau ketidaksepakatan pada skala 4 dengan pertanyaan yang menetukan perasaan mereka terhadap
5

anak mereka (contohnya saya khawatir dengan apa yang akan terjadi dengan N ketika saya tidak bisa lagi merawatnya, saya sulit keluar rumah karena N). Bentuk-bentuk psikometris seperti itu telah dilaporkan. Penelitian ini menggunakan jumlah skor stress pada orangtua sebagai ukuran bagi stress pada hubungan antar orangtua.

Tabel 1 karakteristik sampel bagi kelompok ASD dan DD

Kekhawatiran psikologis The Brief Symptom Inventory (BSI: Derogatis and Melisaratos, 1983) adalah laporansendiri orangtua yang banyak digunakan untuk mengukur gejala-gejala atau kekhawatiran psikologis. Skala kecil dari depresi dan kegelisahan, yang sangat berkaitan (r=0.67) disamaratakan untuk membuat pengukuran secara menyeluruh pada kekhawatiran psikologis. Beberapa ibu memutuskan untuk tidak melengkapi kuisioner pada keberfungsian psikologis mereka (ASD n = 3; DD n = 2).

Masalah perilaku The Aberrant Behavior Checklist (ABC: Aman and Singh, 1986) adalah 58 bentuk pengukuran untuk masalah perilaku yang diketahui muncul pada manusia yang biasanya memiliki cacat perkembangan, dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan adanya peningkatan lebih tajam pada masalah perilaku. ABC adalah kuisioner yang menanyakan
6

pengasuh untuk menilai perilaku anak selama 4 minggu terakhir dengan 4 skala (0= tidak ada masalah sama sekali, 1= memiliki masalah dalam perilaku tapi masih dalam skala kecil, 2masalah sudah hampir serius, 3= masalah sudah meningkat drastis). Skala berikut diturunkan secara empiris oleh faktor analisis: (1) rasa marah, hasutan, tangisan (2) kelesuan, kemunduran secara sosial (3)perilaku khusus (4) hiperaktif, ketidakpatuhan dan (5) ucapan yang tidak sesuai. Untuk mengurangi angka pengukuran , penelitian ini menggunakan skor gabungan, gabungan perilaku yang bermasalah. Hal ini berdasarkan pada skor Z (jumlah rata-rata= 0, SD=1, dihitung menggunakan semua sampel) meliputi 5 skala kecil ini. Tingkatan Fungsi Adaptasi The Vineland Adaptive Behavior Scales Interview Edition (Sparrow et al., 1984) adalah tes standar yang banyak digunakan yang dibuat untuk mewawancarai pengasuh untuk mengukur perilaku adaptasi pada anak sejak lahir sampai umur 18tahun 11 bulan. Tes tersebut terdiri dari 297 bentuk tes yang dibagi kedalam 4 bagian fungsi yaitu komunikasi, kemampuan hidup sehari-hari, sosialisasi dan pergerakan. Kemampuan hidup sehari-hari juga digunakan pada penelitian ini. Bagian ini mengukur kemampuan anak pada wilayah yang meliputi cara makan, memasang pakaian, ke kamar kecil, mandi dan membantu pekerjaan rumahtangga. Nilai-nilai yang diturunkan dari sampel standar nasional yaitu dari 4800 orang yang tidak dan memiliki gangguan.

Hasil Perbedaan kelompok dalam tingkatan stress pada orangtua dan fungsi spikologis Analisis pertama menyelidiki apakah ibu dengan anak ASDs berbeda dalam tingkatan stress dan fungsi psikologisnya (contohnya kegelisahan dan gejala depresi) dibandingkan dengan ibu yang memiliki anak dengan keterlambatan perkembangan. Dengan menggunakan tes T, kami membandingkan ibu dengan anak ASDs dengan ibu yang memiliki anak dengan keterlambatan perkembangan (Tabel 2). Ibu dengan anak ASDs menunjukkan skor stress yang lebih tinggi pada orangtua dibandingkan dengan ibu dengan anak dalam kelompok DD. Ibu dengan anak ASDs juga dilaporkan mengalami peningkatan pada kekhawatiran psikologis, sebagaimana diukur oleh skor rata-rata pada skala kegelisahan dan depresi oleh tes BSI, jika dibandingkan dengan ibu dengan anak pada kelompok DD. Perbedaan kelompok pada anak dengan masalah kemampuan hidup sehari-hari dan perilaku Anak pada kelompok ASD menunjukkan tingkatan yang lebih tinggi pada masalah perilaku (n = 51, mean = 0.23, SD = 0.78) dibandingkan dengan anak pada kelompok DD (n = 22, rata-rata = 0.54, SD = 0.50) seperti yang diukur oleh skor gabungan masalah perilaku (t(71) = 4.26, p < 0.001). Anak pada kelompok ASD menunjukkan skor yang lebih rendak pada kemampuan hidup sehari-hari (n = 48, rata-rata = 60.17, SD = 8.85) dibandingkan dengan anak pada kelompok DD (n = 21, rata-rata = 6.00, SD = 9.21) seperti yang diukur oleh Vineland (t(66) = .45, p < 0.05).
7

Hubungan antara karakteristik anak dan tingkatan stress pada orang tua dan fungsi psikologis. Dengan menggunakan bentuk peningkatan yang sama, kami memahami tingkatan yang digunakan untuk pengukuran masalah perilaku pada anak dan penghitungan kemampuan sehari-hari anak untuk variabilitas pada stress orangtua dan kekhawatiran psikologis. Kelompok anak yang didiagnostik juga termasuk dalam model untuk menguji apakah anggota kelompok diagnostik menyebabkan variabilitas dalam stress dan kekhawatiran psikologis orangtua dibalik variabel anak. Akhirnya, pada bagian interaksi (kelompok dengan masalah interaksi, kelompok dengan kemampuan hidup sehari-hari) diikutsertakan dalam ujicoba dimana variabel anak yang berbeda dikaitkan dengan tingkat stress dan kekhawatiran psikologis pada orangtua sebagai fungsi dari kelompok diagnostik. Hasil tes menunjukkan bahwa anak dengan masalah perilaku positif berkaitan dengan tingkat stress dan kekhawatiran psikologis pada orangtua (Tabel 3). Anak dengan kemampuan hidup seharihari tidak berhubungan secara signifikan dengan tingkat stress dan kekhawatiran psikologis pada ibu Menariknya, hubungan antara tingkat stress pada orangtua dan anak dengan masalah perilaku sangat berkaitan dengan kelompok diagnostik (koefisien standar b = 0.30, t = 2.14, p < 0.05), yang menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara orangtua yang stress dengan anak yang memiliki masalah perilaku dalam kelompok DD dibandingkan pada kelompok ASD.

Tabel 2 Stress dan kekawatiran psikologis pada ibu oleh kelompok diagnostik

Tabel 3. Hasil penurunan tingkat stress dan kekhawatiran psikologis pada orangtua meliputi kelompok diagnostik, masalah perilaku, kemmpuan hidup sehari-hari dan interaksi yang dilakukan oleh kelompok.

Pembahasan Pada penelitian ini, ibu dari anak yang mengalami ASD dilaporkan memiliki tingkat stress dan kekhawatiran psikologis rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan ibu dari kelompok DD. Walaupun pada kenyatannya kedua kelompok sama-sama pada tahap umur mental non-verbal pada sebelum diadakannya penelitian, anak pada kelompok ASD menunjukkan lebih rendahnya kemampuan hidup sehari-hari dan memiliki masalah perilaku yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak dari kelompok DD. Masalah perilaku pada anak berhubungan dengan peningkatan tingkat stress dan kekhawatiran psikologis pada orangtua. Tidak adanya dukungan juga ditemukan sebagai penyebab memburuknya kemampuan hidup sehari-hari atau diagnosis anak terhadap peningkatan stress dan kekhawatiran psikologis pada orangtua. Maka, penelitian ini menunjukkan bukti bahwa semakin tinggi tingkatan masalah perilaku pada anak sangat berhubungan dengan peningkatan stress dan kekhawatiran psikologis pada kedua anak dan ibu dalam kelompok ASD dan anak dengan keterlambatan perkembangan yang tidak menderita autisme. Bukti ini sangat penting, tapi belum cukup untuk memutuskan hubungan antara stress dan kekhawatiran psikologis pada orangtua dan masalah perilaku pada anak. Namun, penemuan ini sesuai dengan model teori yang ditemukan oleh Hastings (2002). Pada model transaksional ini, masalah perilaku pada anak menyebabkan stress pada orangtua, dimana sebaliknya juga menganggu sikap orangtua, yang kemudian akan kembali meningkatkan masalah perilaku pada anak. Penemuan ini menghadirkan pertanyaan pada suatu hipotesis apakah kesulitan pada kemapuan hidup sehari-hari yang ditunjukkan oleh anak dengan gangguan perkembangan secara umum, dan anak dengan ASD secara khususnya berkaitan dengan peningkatan stress dan kekhawatiran psikologis pada orangtua. Hal ini terkadang tidak disadari bahwa beban yang sangat banyak dan pekerjaan dri hari ke hari termasuk merawat anak dengan penurunan kemampuan hidup sehari-hari tidak berhubungan dengan meningkatnya stress atau kekhawatiran psikologis pada hubungan orangtua. Penemuan ini didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya yang menemukan
9

tidak adanya hubungan yang signifikan antara fungsi adaptasi dan stress pada orangtua dengan anak yang memiliki gangguan perkembangan (Beck et al., 2004; Lecavalier et al., 2006), tapi bertentangan dengan penelitian lain (Fitzgerald et al., 2002;Tomanik et al., 2004). Sekurangnya pada usia prasekolah, para ibu bertahan dengan penambahan tanggungjawab yang menyebabkan penurunan kemampuan hiduo sehari-hari. Walaupun penelitian ini menyelidiki tentang kekhawatiran psikologis, kami tidak menyimpulkan bahwa skor tertinggi pada pengukuran ini mewakili semua patopsikologis pada ibu. Coyne and Downey (1991) mengacu pada hubungan antara skor yang dilaporkan dan diagnosis dari gangguan kejiwaan sebagai kendur dan rumit. Sangat penting untuk mengartikan hasil peneletian ini dengan jelas. Dikatakan bahwa, kenaikan skor pada gejala yang berhubungan dengan tingkat stress pada orangtua, gejala kegelisahan dan depresi menjamin adanya perhatian serius dari ahli kesehtan dan peneliti. Peningkatan mungkin saja berkaitan dengan penurunan kualitas hidup dari orangtua dan keefektifan hidup mereka sendiri (Donnenberg and Baker, 1993; Hastings and Brown, 2002; Rodrigue et al., 1990). Sebelumnya sudah dinyatakan bahwa peningkatan pada skala ini mungkin saja berhubungan dengan kemampuan perkembangan anak dari luar yang tidak optimal (e.g. Guralnick, 2006). Maka, kekhawatiran psikologis berkaitan dengan orang-orang yang bertujuan meningkatkan hasil bagi orangtua sebagaimana dengan anak yang memiliki gangguan perkembangan. Penemuan ini memperjelas penelitian sebelumnya dengan dua cara. Pertama, batasan masalah pada penelitian sebelumnya adalah pencetus bagi penelitian terbaru dengan menggunakan pengukuran diagnostik yang sudah distandarkan untuk menentukan anggota kelompok. Kedua, kegunaan perbandingan kelompok yang terdiri dari ibu dengan anak nonautisme yang memiliki usia pekembangan sama yang menunjukkan adanya keterlambatan perkembangan menyarankan bahwa semakin tinggi permintaan penempatan orangtua dengan anak yang mengalami gangguan tidak bisa dihitung secara terpisah pada peningkatan stress pada orangtua dengan anak autisme. Dibutuhkan beberapa hal untuk dipertimbangkan ketika mengartikan penemuan ini. Keluarga yang ikut berpartisipasi merupakan bagian dari keunikan masyarakat dengan keluarga yang memiliki anak dengan gangguan. Mereka adalah keluarga yang memiliki waktu, energi dan sumberdaya untuk turut serta berpartisipasi dalam penelitian yang panjang tentang perkembangan anak. Maka, sampel ini mungkin tidak sepenuhnya mewakili orangtua dengan tingkat stress tertinggi dan merupakan tantangan bagi fungsi psikologis mereka. Oleh kaena itu, penemuan ini tidak bisa disamaratakan pada semua hal dalan populasi keluarga yang lebih besar dari anak yang memiliki gangguan. Namun, pembayaran bagi peserta, penilaian diagnostik yang tidak mengeluarkan biaya, dan penanganan anak langsung di tempat memberikan kesempatan bagi keluarga dengan tingkat stress yang tinggi untuk ikut serta dalam penelitian ini, mungkin menjadi salah satu hal yang baik dalam penelitian ini. Penelitian ini menguji hubungan timbal balik antara karakteristik anak, tingkat stress dan kekhawatiran psikologis pada orangtua terutama pada ibu. Penelitian yang berkesinambungan dibutuhkan untuk menguatkan hasil apakah masalah perilaku pada anak berhubungan dengan penyebab tingkat stress dan kekhawatiran psikologis pada orangtua. Penelitian yang berkesinambungan juga diperlukan untuk memahami perubahan perkembangan yang mungkin terjadi pada hubungan antara antara karakteristik anak, tingkat
10

stress dan kekhawatiran psikologis pada orangtua terutama pada ibu. Sebagai contohnya, hal yang penting, perubahan yang bisa diprediksi pada anak yang mengalami masalah perilaku yang menyebabkan peningkatan atau penurunan tingkat stress pada orangtua selama masa kanak-kanak. Penelitian selanjutnya juga diperlukan untuk mengembangan model yang lebih lengkap dari faktor penyebab meningkatnya stress dan kekhawatiran psikologis pada orangtua. Khususnya pada hubungan antara perilaku dan stress pada orangtua yang muncul lebih kuat pada kelompok DD dibandingkan kelompok ASD. Hal ini menunjukkan bahwa mungkin saja ada faktor tambahan yang mempengaruhi ibu dan anak pada kelompok ASD. Model yang dibuat termasuk SES, pendidikan orangtua, peristiwa dalam hidup, kualitas hubungan suami dan istri, dukungan sosial dan kualitas pendidikan dan pelayanan terhadap anak juga harus dipahami sebagai salah satu faktor penentu, sebagai tambahan bagi tingkatan anak yang mengalami maslah perilaku dan perkembangan, mungkin saja mempengaruhi orangtua. Masa transisi pada perkembangan, seperti masuk sekolah, mungkin saja berhubungan dengan perubahan ke arah baik dan ke arah yang buruk pada tingkatan stress dan kekhawatiran psikologis pada orangtua. Penelitian lapangan membutuhkan pengukuran langsung pada perilaku orangtua untuk menentukan bentuk model dan pemahaman yang lebih baik terhadap hubungan antar perilaku tersebut, yaitu tingkat stress pada orangtua dan masalah perilaku pada anak. Strageti penilaian yang lebih spesifik bisa dilakukan mulai dari menentukan dimensi yang spesifik pada perilaku anak yang paling menyebabkan stress pada orangtua (Gallagher and Bristol, 1989). Hasil penelitian ini menyarankan bahwa masalah perilaku merupakan sasaran yang penting bagi pengobatan anak dengan autisme dan anak non-autisme yang mengalami keterlambatan perkembangan. Menjadikan perilaku sebagai sasaran mungkin saja bisa mengurangi tingkat stress pada orangtua, meningkatkan fungsi psikologis, dan akhirnya bisa meningkatkan keefektifan model pengujian untuk meningkatkan perkembangan pada anak. Ucapan Terima Kasih Penelitian ini didanai oleh National Institute of Child Health and Human Development (U19HD34565, U19 HD35482 dan U19HD35468) sebagai bagian dari CPEA (Collaborative Program of Excellence of Autism). Kami mengucapkan terima kasih pada para ibu dan anak-anak yang berpartisipasi dalam penelitian ini.

11

Referensi Abbeduto, L., Seltzer, M.M., Shattuck, P., Krauss, M.W., Orsmond, G. & Murphy, M.M. (2004) Psychological Well-Being and Coping in Mothers of Youths with Autism, Down Syndrome, or Fragile X Syndrome, American Journal of Mental Retardation 109 (3): 23754. Aman, M.G. & Singh, N.N. (1986) Aberrant Behavior Checklist (ABC). East Aurora, NY: Slosson. Baker, B.L., Blacher, J., Crnic, K.A. & Edelbrock, C. (2002) Behavior Problems and Parenting Stress in Families of Three-Year-Old Children with and without Developmental Delays, American Journal of Mental Retardation 107 (6): 43344. Beck, A., Daley, D., Hastings, R.P. & Stevenson, J. (2004) Mothers Expressed Emotion towards Children with and without Intellectual Disabilities, Journal of Intellectual Disability Research 48 (Pt 7): 62838. Blacher, J. & McIntyre, L.L. (2006) Syndrome Specificity and Behavioral Disorders in Young Adults with Intellectual Disability: Cultural Differences in Family Impact, Journal of Intellectual Disability Research 50 (Pt 3): 18498. Bristol, M., Gallagher, J. & Holt, K. (1993) Maternal Depressive Symptoms in Autism: Response to Psychoeducational Intervention, Rehabilitation Psychology 38 (1): 310. Coyne, J. & Downey, G. (1991) Social Factors and Psychopathology: Stress, Social Support, and Coping Processes, Annual Review of Psychology 42: 41025. Dawson, G.,Toth, K., Abbott, R., Osterling, J., Munson, J., Estes, A., et al. (2004) Defining the Early Social Attention Impairments in Autism: Social Orienting, Joint Attention, and Responses to Emotions, Developmental Psychology 40 (2): 271283. Derogatis, L.R. & Melisaratos, N. (1983) The Brief Symptom Inventory: An Introductory Report, Psychological Medicine 13 (3): 595605. Donnenberg, G. & Baker, B.L. (1993) The Impact of Young Children with Externalizing Behaviors on their Families, Journal of Abnormal Child Psychology 21: 17998. Dumas, J.E.,Wolf, L.C., Fisman, S.N. & Culligan, A. (1991) Parenting Stress, Child Behavior Problems, and Dysphoria in Parents of Children with Autism, Down Syndrome, Behavior Disorders, and Normal Development, Exceptionality 2 (2): 97 110. Eisenhower, A.S., Baker, B.L. & Blacher, J. (2005) Preschool Children with Intellectual Disability: Syndrome Specificity, Behavior Problems, and Maternal Well-Being, Journal of Intellectual Disability Research 49 (Pt 9): 65771. Fitzgerald, M., Birkbeck, G. & Matthews, P. (2002) Maternal Burden in Families with Children with Autistic Spectrum Disorder, The Irish Journal of Psychology 33 (12): 17. Gallagher, J.J. & Bristol, M. (1989) Families of Young Handicapped Children, in M.C.R.M.C.Wang & H.J.Walberg (eds) Handbook of Special Education: Research and Practice: Vol. 3, 3rd edn, pp. 295317. New York: Pergamon. Greenberg, J.S., Seltzer, M., Krauss, M., Chou, R.J. & Hong, J. (2004) The Effect of Quality of the Relationship between Mothers and Adult Children with Schizophrenia,Autism, or Down Syndrome on Maternal Well-Being:The Mediating Role of Optimism, American Journal of Orthopsychiatry 74 (1): 1425.
12

Guralnick, M.J. (2006) Family Influences on Early Development: Integrating the Science of Normative Development, Risk and Disability, and Intervention, in K. McCartney & D. Phillips (eds) Blackwell Handbook of Early Childhood Development, pp. 4461. Oxford: Blackwell. Hastings, R.P. (2002) Parental Stress and Behavior Problems of Children with Developmental Disability, Journal of Intellectual and Developmental Disability 27 (3): 14960. Hastings, R.P. & Brown,T. (2002) Behavior Problems of Children with Autism, Parental Self-Efficacy, and Mental Health, American Journal of Mental Retardation 107 (3): 22232. Hauser-Cram, P.,Warfield, M.E., Shonkoff, J.P., Krauss, M.W., Sayer, A. & Upshur, C.C. (2001) Children with Disabilities: A Longitudinal Study of Child Development and Parent Well-Being, Monographs of the Society for Research in Child Development 66 (3) serial 266. Hodapp, R.M., Ricci, L.A., Ly,T.M. & Fidler, D.J. (2003) The Effects of the Child with Down Syndrome on Maternal Stress, British Journal of Developmental Psychology 21: 13751. Johnston, C., Hessl, D., Blasey, C., Eliez, S., Erba, H., Dyer-Friedman, J. et al. (2003) Factors Associated with Parenting Stress in Mothers of Children with Fragile X Syndrome, Journal of Developmental and Behavioral Pediatrics 24 (4): 26775. Kasari, C. & Sigman, M. (1997) Linking Parental Perceptions to Interactions in Young Children with Autism, Journal of Autism and Developmental Disorders 27 (1): 3957. Konstantareas, M.M. & Homatidis, S. (1989) Assessing Child Symptom Severity and Stress in Parents of Autistic Children, Journal of Child Psychology and Psychiatry 30 (3): 45970. Konstantareas, M.M., Homatidis, S. & Plowright, C.M. (1992) Assessing Resources and Stress in Parents of Severely Dysfunctional Children through the Clarke Modification of Holroyds Questionnaire on Resources and Stress, Journal of Autism and Developmental Disorders 22 (2): 21734. Lecavalier, L., Leone, S. & Wiltz, J. (2006) The Impact of Behavior Problems on Caregiver Stress in Young People with Autism Spectrum Disorders, Journal of Intellectual Disability Research 50 (Pt 3): 17283. Lord, C., Rutter, M., DiLavore, P.C. & Risi, S. (2003) Autism Diagnostic Observation Schedule Manual. Los Angeles, CA:Western Psychological Services. Mullen, E.M. (1997) Mullen Scales of Early Learning. Los Angeles, CA:Western Psychological Services.

13

Rodrigue, J.R., Morgan, S.B. & Geffken, G. (1990) Families of Autistic Children: Psychological Functioning of Mothers, Journal of Clinical Child Psychology 19 (4): 3719. Rutter, M., LeCouteur, A. & Lord, C. (2003) Autism Diagnostic Interview Revised: WPS Edition Manual. Los Angeles, CA:Western Psychological Services. Sarason, I., Johnson, J. & Siegal, J. (1978) Assessing the Impact of Life Changes: Development of the Live Experiences Survey, Journal of Consulting and Clinical Psychology 46: 93246. Schellenberg, G., Dawson, G., Sung,Y.J., Estes, A., Munson, J., Rosenthal, E., Rothstein, J., Flodman, P., Smith, M., Coon, H., Leong, L.,Yu, C.-E., Stodgell, C., Rodier, P.M., Spence, M.A., Minshew, N., McMahon,W.M. & Wijsman, E. (2006) Evidence for Multiple Loci from a Genome Scan of Autism Kindreds, Molecular Psychiatry 140: 104960. Sparrow, S., Balla, D. & Cicchetti, D. (1984) Vineland Adaptive Behavior Scales: Interview Edition. Circle Pines, MN:American Guidance Service. Tomanik, S., Harris, G.E. & Hawkins, J. (2004) The Relationship between Behaviors Exhibited by Children with Autism and Maternal Stress, Journal of Intellectual & Developmental Disability 29: 1626.

14

Review dari Jurnal yang Berjudul Tekanan pada Orang Tua dan Fungsi Ibu Secara Psikologis dari Anak Prasekolah Penderita Austisme dan Keterlambatan Perkembangan oleh Annetteestes, dkk.

Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri (Wardani dkk, 2009). Penyandang Autisme akan terlihat seperti hidup dalam dunianya sendiri. Autisme pertama kali ditemukan oleh Kanner pada tahun 1943. Dia mendeskripsikan gangguan ini sebagai ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan bahasa yang ditunjukan dengan penguasaan yang tertunda, ecolalia, mutism, membalikan kalimat, adanya aktivitas bermain yang repetitive dan streotipik, rute ingatan yang kuat, dan keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya (Wardani dkk, 2009). Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal (http://id.wikipedia.org/ wiki/Autisme). Dawson mengungkap bahwa Autisme merupakan gangguan perkembangan yang parah yang meliputi ketidakmampuan dalam membangun hubungan sosial, ketidaknrmalan dalam berkomunikasi, dan pola perilaku yang terbatas, berulang-ulang, dan stereotip (Santrock, 2002) Dari beragam definisi tersebut, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa autisme merupakan gangguan perkembangan yang khususnya terjadi pada masa kanak-kanak yang membuat anak tidak mampu mengadakan interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Kalau dilihat dari sudut pandang linguistik terdapat beberapa ciri dari autisme menurut .The National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) di Amerika Serikat yang menyebutkan 5 jenis perilaku yang harus diwaspadai dan perlunya evaluasi lebih lanjut : 1. Anak tidak bergumam hingga usia 12 bulan. 2. Anak tidak memperlihatkan kemampuan gestural (menunjuk, dada, menggenggam) hingga usia 12 bulan. 3. Anak tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bulan. 4. Anak tidak mampu menggunakan dua kalimat secara spontan di usia 24 bulan. 5. Anak kehilangan kemampuan berbahasa dan interaksi sosial pada usia tertentu.

15

Autisme dapat terjadi pada siapa saja, tidak ada perbedaan ras, etnik, tingkat sosial, ekonomi, dan pendidikan. Orangtua yang memiliki anak autisme biasanya tidak mau menerima kondisi anaknya bahkan cenderung menolak. Mempunyai anak yang terkena penyakit kronis atau menyandang cacat telah diketahui sejak lama dapat menjadi sumber stress dalam keluarga. Memiliki anak autisme adalah situasi yang merupakan stressor bagi orangtua teritama ibu. Hal ini akan menimbulkan respon yang positif dan negatif dari orangtua. Pada artikel diatas disebutkan bahwa keadaan anak yang mengalami ASD atau yang diartikan dengan gangguan sindrom autisme menunjukkan tingkat stress dan kekhawatiran yang lebih tinggi pada orangtua dibandingkan dengan anak yang mengalami keterlambatan perkembangan atau pada artikel ini disebut dengan kelompok anak DD. Diawalnya juga dipaparkan penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan hubungan antara tingkat stress dan kekhawatiran psikologis pada orang tua yang memiliki anak autisme. Pada penelitian ini juga dijelaskan bagaimana keterkaitan antara masalah perilaku, fungsi adaptasi dan kemampuan hidup sehari-hari pada anak yang mengalami ASDs dan keterlambatan perkembangan atau DD. Terdapat tiga hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu (1) tingkatan stress dan kekhawatiran psikologis pada orangtua akan lebih tinggi pada ibu dengan anak ASDs dibandingkan dengan ibu dari kelompok DD (2) anak pada kelompok ASD akan mengalami peningkatan masalah perilaku dan penurunan kemampuan sehari-hari dibandingkan anak dari kelompok DD, dan (3) anak dengan masalah perilaku akan berhubungan lebih erat dengan tingkat stress dan kekhawatiran psikologis pada orangtua dibandingkan dengan anak dengan penurunan kemampuan sehari-hari pada kedua kelompok ASD dan DD. Teknik pengukuran tingkat stress para ibu dilakukan dengan dua cara : pertama meneliti tingkat stress pada orangtua dan kedua meneliti tingkat kekhawatiran psikologis (gabungan antara depresi dan skor gejala kegelisahan pada BSI) pada ibu. Jenis penelitian yang dilakukan pada artikel ini yaitu penelitian kuantitatif, yaitu penelitian yang menyajikan suatu fakta atau mendeskripsikan statistik, untuk menunjukkan hubungan antarvariabel yang bersifat mengembangkan konsep, mengembangkan pemahaman atau mendeskripsikan banyak hal. Metode yang dilakukan adalah metode sampilng dengan mengambil sampel dari 74 orang ibu dan anak. Anak-anak terdiri dari 51 anak yang didiagnosa memiliki ASD dan 23

16

anak dengan keterlambatan perkembangan. Kelompok DD juga disesuaikan dengan kelompok ASD pada tahap umur. Peserta diambil melalui kelompok advokat orangtua setempat, agen komunitas, klinis, rumah sakit, dan sekolah umum. Keluarga yang ikut serta dibayar pada setiap kunjungan ke universitas dan diberitahukan hasil tes dari penelitian diagnostik, termasuk standar dari skor tes, diagnosis ketika digunakan, dan rekomendasi. Hasil tes diberikan dalam bentuk laporan tertulis dan dibahas dalam sesi timbal balik. Anak ASD yang menjadi peserta diberikan tes diagnostik ADIR dan ADOSG merupakan standar pengukuran yang digunakan untuk mendiagnosis kelainan spektrum autisme. Anak penderita DD juga diberikan tes diagnostik, seperti DSM-IB. Tapi dalam artikel ini tidak dijelaskan tes uji jenis apanya. Sehingga sedikit membingungkan bagi pembaca yang tidak terlalu memahami istilah psikologi. Dan serangkaian tes lainnya yang disebut dengan istilah tes Mullen dan tes Vineland yang menguji bagaimana fungsi adaptasi pada anak, dan tes LES untuk mengukur skala perubahan hidup pada ibu. Para ibu tidak dibedakan oleh umur dan tingkatan pendidikan. Keluarga tidak dibedakan dengan status secara sosial ekonomi (SES). Kelompok ASD terdiri dari 4 orang ibu tunggal. Pada kelompok DD tidak terdapat ibu tunggal. Karakteristik sampel bagi kelompok ASD dan DD dijelaskan dalam bentuk tabel. Dalam tabel-tabel juga dijelaskan dengan rinci berapa variabel-variabel yang digunakan untuk pengukuran, serta skala pengukuran yang digunakan yaitu skala 4. Hasil penelitian ini yaitu: a. Ibu dengan anak ASDs menunjukkan skor stress yang lebih tinggi pada orangtua dibandingkan dengan ibu dengan anak dalam kelompok DD. Ibu dengan anak ASDs juga dilaporkan mengalami peningkatan pada kekhawatiran psikologis, sebagaimana diukur oleh skor rata-rata pada skala kegelisahan dan depresi oleh tes BSI, jika dibandingkan dengan ibu dengan anak pada kelompok DD. b. Anak pada kelompok ASD menunjukkan tingkatan yang lebih tinggi pada masalah perilaku dibandingkan dengan anak pada kelompok DD. c. Anak pada kelompok ASD menunjukkan skor yang lebih rendak pada kemampuan hidup sehari-hari dibandingkan dengan anak pada kelompok DD. d. Anak dengan masalah perilaku positif berkaitan dengan tingkat stress dan kekhawatiran psikologis pada. Anak dengan kemampuan hidup seharihari tidak berhubungan secara signifikan dengan tingkat stress dan kekhawatiran psikologis pada ibu
17

Dapat disimpulkan bahwa anak dengan ASD lebih berpotensi meningkatkan stress pada dan kekhawatiran psikologis pada orangtua khususnya ibu karena juga terbukti menunjukkan masalah perilaku yang lebih tinggi dan menurunnya kemampuan hidup sehari-hari dibandingan dengan anak yang mengalami keterlambatan perkembangan atau DD. Pada hasil penelitian dalam artikel diatas menyarankan adanya pelayanan secara klinis yang bertujuan untuk mendukung orang tua yang fokus dalam mengurangi masalah perilaku pada anak penderita gangguan perkembangan. Tindakan yang dapat dilakukan untuk menghilangkan atau menurunkan kondisi yang menyebabkan perkembangan gangguan autisme antara lain pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum tentang autisme, usaha terus menerus dari profesional di bidang kesehatan untuk menjaga dan memperbarui kebijaksanaan kesehatan masyarakat, serta aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak yang optimal (Kapplan et al, 1997). Berkaitan dengan ilmu akuisisi bahasa, autisme juga dapat dideteksi dari awal dengan melihat kemampuan bahasa dari anak tersebut, sehingga bisa dapat diberikan penanganan lebih awal. Menurut saya penelitian dalam artikel diatas masih membutuhkan penelitian lebih lanjut karena masih banyak variabel-variabel penting lainnya yang mempengaruhi tingkat stress dan kekhawatiran psikologis pada orangtua seperti tingkat pendidikan orangtua, keadaan finansial, hubungan antar orangtua, dan dukungan sosial dari lingkungan dan masyarakat sekitar.

18

Referensi: Estes, Annette et al. 2009. Parenting stress and psychological functioning among mothers of preschool children with autism and developmental delay. SAGE Publications and The National Autistic Society Vol 13(4) 375387; 105658 1362-3613(200907)13:4 Kaplan, Harold I., Benjamin J. Sadock, & Jack A. Grebb. 1997. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Edisi Ketujuh. Jilid II. Jakarta: Binarupa Aksara. Santrock, John W. 2002. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Edisi Kelima. Jilid I. Jakarta: Erlangga. Wardhani, Fauzia Yurike dkk. 2009. Apa dan Bagaimana Autisme? Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Wikipedia. Autisme. http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme

19

You might also like