You are on page 1of 18

ABORTUS

I. PENDAHULUAN Istilah aborsi yang berasal dari kata abortus, bahasa latin artinya kelahiran sebelum waktunya. Sinonim dengan itu kita mengenal istilah kelahiran yang premature atau miskraam (Belanda), keguguran. Terjadinya aborsi bisa secara alami dan tidak disengaja, bisa juga karena disengaja, dengan menggunakan obat-obatan dan cara-cara medis tertentu, tradisional maupun modern yang disengaja itu istilahnya abortus provokatus, atau istilah Indonesianya pengguguran. Aborsi yang terjadi secara alami atau keguguran, tentu saja tidak menimbulkan persoalan etis. Hal itu justru merupakan kecelakaan yang tidak diharapkan, sehingga terjadinya sangat disayangkan dan disesalkan. Tetapi pengguguran atau aborsi yang disengaja, menimbulkan persoalan etis religius yang serius dan cukup pelik. Mereka yang melakukan pengguguran, cenderung tidak dikasihani, tetapi justru disalahkan, bahkan diumpat dan dikutuk masyarakat. Sebab pengguguran kandungan pada umumnya dikategorikan sebagai tindak pidana pembunuhan. Dan pembunuhan merupakan perbuatan yang amoral, tidak berperikemanusiaan dan jelas melawan hukum. Bila kita menengok ke belakang, sebenarnya abortus itu bukan barang baru di muka bumi, termasuk Indonesia. Pengguguran kandungan (abortus provokatus) telah sejak lama dikenal dan dilakukan oleh para wanita hamil, dan sangat boleh jadi telah terjadi secara universal pada hamper semua kebudayaan bangsa. Sebuah catatan kedokteran kuno yang ditulis 5.000 tahun lalu, menginformasikan bahwa negeri Cina telah dikenal anjuran untuk meminum air raksa bagi para wanita hamil untuk menggugurkan kandungannya. Hippocrates sendiri telah menganjurkan gerakan badan yang luar biasa sebagai cara terbaik untuk menggugurkan kandungan.

II. DEFINISI Abortus menurut pengertian secara medis ialah gugur kandungan atau keguguran itu sendiri berarti berakhirnya kehamilan, sebelum fetus dapat hidup sendiri di luar kandungan. Batasan umur kandungan 28 minggu dan berat badan fetus yang keluar kurang dari 1000 gram.MUIN. Dr. Dodi Sismayadi, DSOG dalam makalahnya yang berjudul Kontroversial

Sekitar Ketentuan Aborsi mengatakan bahwa : Secara defenisi aborsi adalah berakhirnya kehamilan sebelum anak dapat hidup di dunia luar. Anak baru mungkin hidup di luar kalau beratnya telah mencapai 1000 gram atau umur kehamilan 28 minggu. Ada yang mengambil batas abortus bila berat anak kurang dari 500 gram, setara dengan umur kehamilan 22 minggu. Anak yang lahir antara 500-1000 gram disebut partusimmaturus.(WAHYUDI) Abortus dapat terjadi secara spontan tanpa tindakan, sekitar 10-20% dari kehamilan akan berakhir dengan abortus yang secara yuridis tidak mempunyai arti apa-apa.MUIN Abortus yang dilakukan dengan sengaja (abortus provocatus) merupakan salah satu masalah hukum yang peka yang berkaitan dengan profesi kedokteran, paling banyak dibahas dan menimbulkan dua pendapat yang saling bertentangan, di satu pihak tetap menentang di lain pihak dengan berbagai pertimbangan mengusahakan agar terdapat pengendoran atau leberasi hukum.MUIN Selain kedua jenis abortus tadi masih ada lagi jenis lain yang juga tidak mempunyai arti bila dipandang dari segi hokum, yaitu abortus yang terjadi karena kecelakaan.MUIN Di tempat-tempat dimana aborsi diperbolehkan secara legal, kebanyakan proses aborsi bersifat aman dan dimana aborsi merupakan suatu kesalahan, selalunya bersifat tidak aman. Sebagai contoh, di Afrika Selatan insiens dari infeksi yang disebabkan oleh aborsi tidak aman menurun 52% setelah pihak pemerintah mempernbolehkan aborsi di negara itu pada tahun 1996. Perlu diketahui apa yang dimaksud dengan aborsi tidak aman (Unsafe Abortion) yaitu penghentian kehamilan yang dilakukan oleh orang yang tidak terlatih/kompeten dan menggunakan sarana yang tidak memadai, sehingga menimbulkan banyak komplikasi bahkan kematian. Umumnya aborsi yang tidak aman terjadi karena tidak tersedianya pelayanan kesehatan yang memadai. Apalagi bila aborsi dikategorikan tanpa indikasi medis, seperti korban perkosaan, hamil diluar nikah, kegagalan alat kontrasepsi dan lain-lain. Ketakutan dari calon ibu dan pandangan negatif dari keluarga atau masyarakat akhirnya menuntut calon ibu untuk melakukan pengguguran kandungan secara diam-diam tanpa memperhatikan resikonya . III. EPIDEMIOLOGI
(WHO FATCS,lembaga penentuan hokum wanita)

World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan di seluruh dunia setiap tahun terjadi 20 juta kejadian aborsi yang tidak aman (unsafe abortion) Sekitar 13% dari jumlah total kematian ibu di seluruh dunia diakibatkan oleh komplikasi aborsi yang tidak aman. 95% (19 dari setiap 20 tindak aborsi tidak aman) di antaranya terjadi di negara-negara berkembang. (kespro, ue estimates)

Tabel 1. Aborsi yang Tidak Aman: Perkiraan per Wilayah, per tahun Wilayah jumlah aborsi jumlah kematian % kematian ibu yang tidak aman akibat aborsi akibat aborsi yang tidak aman yang tidak aman 20.000.000 19.000.000 9.900.000 2.800.000 900.000 78.000 77.500 38.500 8.100 500 13 13 12 15 13

Dunia Negara Berkembang Asia* Asia Tenggara Negara maju

Catatan: * Tidak termasuk Jepang, Australia dan Selandia Baru sumber: WHO, 1998.

Estimasi nasional menyatakan setiap tahun terjadi 2 juta kasus aborsi di Indonesia. Ini artinya terdapat 43 kasus aborsi per 100 kelahiran hidup (menurut hasil sensus penduduk tahun 2000, terdapat 53.783.717 perempuan usia 15-49 tahun) atau 37 kasus aborsi per tahun per 1.000 perempuan usia 15-49 tahun (berdasarkan Crude Birth Rate (CBR) sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup). Sebuah studi yang dilakukan di beberapa fasilitas kesehatan di Indonesia mengestimasikan 25-60% kejadian aborsi adalah aborsi disengaja (induced abortion) (kespro) Sebuah penelitian yang menggunakan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1997 pada 1.563 perempuan usia subur dengan status menikah sebagai sampelnya, ditemukan bahwa kehamilan yang tidak diinginkan paling banyak terjadi pada kelompok usia 15-19 tahun (50,9%). Sebanyak 11,9% di antaranya berupaya mengakhiri kehamilannya, baik dengan cara tradisional maupun medis. Upaya pengguguran dengan melakukan sendiri/famili 119 orang (ketidakberhasilan 97,5%), dukun 20 orang (ketidakberhasilan 95%), bidan 25 orang (ketidakberhasilan 88%), dan bantuan dokter

sebanyak 23 orang. Cara pengguguran yang banyak digunakan adalah minum jamu atau ramuan (49,4%), pil (27,5%), pijat (8,9%), suntik (7,9%), sedot (3,5%) dan kuret (2,8%). Temuan ini sama polanya dengan studi sebelumnya yang dilakukan di Klinik Raden Saleh Jakarta tahun 1988-1991, di mana 61% responden melakukan upaya dengan minum jamu sebelum datang meminta pertolongan induksi haid. Proporsi kegagalan cara pengguguran berkisar antara 86-98%, kecuali upaya yang dilakukan dengan cara sedot dan kuret (tidak ada kegagalan) (kespro) Diseluruh dunia diestimasikan bahwa 5 juta wanita dirawat di rumah sakit setiap tahun untuk terapi komplikasi dari abortus seperti perdarahan dan sepsis. Komplikasi disebabkan proses aborsi yang tidak aman diperkirakan hingga 13% dari kematian ibu di seluruh dunia, atau 67.000 per tahun. Hampir semua kematian akibat aborsi terjadi di negara berkembang. Jumlah ini paling tinggi di Afrika, dimana diestimasikan terjadi 650 kematian per 100.000 aborsi tidak aman pada tahun 2003, dibandingkan dengan jumlah 10 per 100.000 di negara maju.(facts from WHO) IV. KLASIFIKASI Empat Macam Abortus Menurut Proses Terjadinya (buku muin,wahyudi) 1. Abortus yang terjadi secara spontan atau natural. Diperkirakan 10-20% dari kehamilan akan berakhir dengan abortus, dan secara yuridis tidak membawa implikasi apa-apa. 2. Abortus yang terjadi akibat kecelakaan. Seorang ibu yang sedang hamil bila mengalami rudapaksa, khususnya rudapaksa di daerah perut, misalnya karena terjatuh atau tertimpa sesuatu di perutnya, demikian pula bila ia menderita syok akan dapat mengalami abortus yang biasanya disertai dengan perdarahan yang hebat. Abortus yang demikian kadang-kadang mempunyai implikasi yuridis, perlu penyidikan akan kejadiannya. 3. Abortus provocatus medicinalis atau abortus theurapeticus. Abortus ini dilakukan semata-mata atas dasar pertimbangan medis yang tepat, tidak ada cara lain untuk menyelamatkan nyawa si ibu kecuali jika kandungannya digugurkan, misalnya pada penderita kanker ganas. Abortus provocatus medicinalis kadang-kadang

membawa implikasi yuridis, perlu penyidikan dengan tuntas, khususnya bila ada kecurigaan perihal tidak wajarnya tarif atau biaya yang diminta oleh dokter, sehingga menimbulkan komersialisasi yang berkedok demi alasan medis. 4. Abortus provocatus criminalis atau abortus kriminalis. Jelas tindakan pengguguran kandungan di sini semata-mata untuk tujuan yang tidak baik dan melawan hukum. Tindakan abortus yang tidak bisa dipertanggung jawabkan secara medis dan dilakukan hanya untuk kepentingan si pelaku, walaupun ada kepentingan juga dari si ibu yang malu akan kehamilannya. Kejahatan jenis ini sulit untuk melacaknya oleh karena kedua belah pihak menginginkan agar abortus dapat terlaksana dengan baik (crime without victim, walaupun sebenarnya korbannya ada yaitu bayi yang dikandung).

Secara klinis di bidang medis dikenal istilah-istilah abortus sebagai berikut: (WAHYUDI) a) Abortus imminens, atau keguguran mengancam. Pasien pada umumnya dirawat untuk menyelamatkan kehamilannya, walaupun tidak selalu berhasil. b) Abortus insipiens, atau keguguran berlangsung atau dalam proses keguguran tidak dapat dicegah lagi. c) Abortus incomplete, atau keguguran tidak lengkap. Sebagian buah kehamilan telah dilahirkan tetapi sebagian lagi belum, biasanya ari-ari masih tertinggal dalam rahim. d) Abortus complete, atau keguguran lengkap. Apabila seluruh buah kehamilan telah dilahirkan seluruh buah kehamilan telah dilahirkan secara lengkap. e) Missed abortion, atau keguguran tertunda, ialah keadaan dimana janin telah mati di dalam rahim sebelum minggu ke 22 kemudian tertahan di dalam selama 2 bulan atau lebih. f) Abortus habitualis, atau keguguran berulang, ialah abortus yang telah berulang dan terjadi tiga kali berturut-turut.

V. ABORTUS PROVOKATUS THERAPUTIKALIS (SIMPSON)

Sumpah Hippocrates sama sekali melarang keikutsertaan seorang doletr dalam sautu tindakan abortus, dan ini dikonfirmasikan lagi dalam siding World Medical Association Declaration di Geneva pada tahun 1948. Assosiasi yang sama pada 22 tahn setelah itu yaitu pada tahun 1970 menerima bahwa seorang dokter bisa menjalankan aborsi tapi hanya bila didukung oleh undang-undang dari negara asli mereka sendiri. Agama Islam dan Roman Katolik secara fundemantalnya menentang sembarang terminasi dari kehamilan, namun kebanyakan dari agama tidak menentang terminasi kehamilan atas alasan therapautis pada wanita yang berkemungkinan untuk meninggal jika kehamilannya dilanjutkan hingga cukup bulan. Di Inggeris The Life Preservation Act of 1929 (Akta Perlindungan Kehidupan 1929) memberi proteksi yang terbatas pada seorang dokter yang melakukan aborsi ats dasar melindungi hidup sang ibu (for the purpose only of preserving the life of the mother); tetapi hanya jika aborsi itu dijalankan dengan indikasi yang benarbenar yakin. Terdapat variasi yang luas dalam hukum dan regulasi yang berkaitan dengan aborsi pada setiap negara. Hukum dan regulasi ini sering berubah-ubah, dimana pada sebagian negara hukumnya menjadi lebih liberal dan sebagian negara menjadi lebih ketat. Antara bahan legislative yang terkenal yang membenarkan aborsi atas dasar theraputikalis adalah Abortion Act of 1967 (Akta Aborsi 1967) yang digunakan di Inggeris. Akta ini dimodifikasi pada tahun 1990 oleh the Human Fertilization and Embroyology Act. Terdapat empat aturan dimana akta ini boleh berlaku: i. Terminasi dari kehamilan itu harus dijalankan oleh dokter yang sah. ii. Ianya harus dijalankan di rumah sakit yang terdaftar untuk melakuan prosedur terminasi itu secara legal.
iii. dua orang dokter yang terdaftar harus memeriksa pasien itu (tidak harsu bersama-

sama) dan memastikan dasar-dasar untuk melakukan terminasi itu. Dokter yang memeriksa pasien tidak harus dokter yang menjalankan proses aborsi itu. iv. Terminasi itu harus dilaporkan kepada anggota pihak pemerintah. Dengan adanya akta itu didapatkan bberapa keadan-keadaan yang membolehkan abortus provokatus therapeutic.

Kehamilan itu tidak boleh melebihi minggu ke dua puluh empat dan dipastikan bahwa kalau melanjutkan kehamilan akan menyebabkan risiko yang lebih besar dari jika kehamilan itu diterminasi, dari segi kesehatan fizikal dan mental dari wanita yang hamil itu atau kepada anak-anak yang sudah dia punyai; atau

Terminasi dari kehamilan itu perlu untuk mencegah terjadi kelainan menetap yangberat pada kesehatan fisikal dan mental dari ibu hamil itu; atau Melanjutkan kehamilan itu akan member risiko pada nyawa ibu yanghamil itu yang lebih berat dari jika kehamilan itu diterminasi; atau Terdapat risiko yang substansial bahwa jika anak itu dilahirkan, anak itu akan menderita akibat abnormalitas fisikal dan mental dan akan menjadi cacat berat.

Dalam keadaan darurat atau emergency, untuk menyelamatkan nyawa atau untuk mencegah terjadinya kelainan berat yang menetap pada kesehatan fisikal dan mental dari wanita yang hamil itu, terminasi kehamilan bisa dilakukan di mana saja dan bisa disahkan oleh hanya seorang dokter.

VI. ABORTUS PROVOKATUS KRIMINALIS Terdapat berbagai metode yang sering dipergunakan dalam abortus provocatus yang perlu diketahui, oleh karena berkaitan dengan komplikasi yang terjadi dan bermanfaat di dalam melakukan penyidikan serta pemeriksaan mayat untuk menjelaskan adanya hubungan antara tindakan abortus itu sendiri dengan kematian yang terjadi pada si ibu. Metode-metode yang dipergunakan biasanya disesuaikan dengan umur kehamilan, semakin tua umur kehamilan semakin tinggi resikonya.(muin) Metode pada abortus(muin) 1. Pada umur kehamilan sampai dengan 4 minggu Kerja fisik yang berlebihan Mandi air panas

Melakukan kekerasan pada daerah perut Pemberian obat pencahar Pemberian obat-obatan dan bahan-bahan kimia electric shocks untuk merangsang rahim Menyemprotkan cairan ke dalam liang vagina

2. Pada umur kehamilan sampai dengan 8 minggu Pemberian obat-obatan yang merangsang otot rahim dan pencahar agar terjadi peningkatan menstrual flow dan preparat hormonal guan mengganggu keseimbangan hormonal. Penyuntikan cairan ke dalam rahim agar terjadi separasi dari placenta dan amnion, atau menyuntikkan cairan yang mengandung karbol (carbolic acid). Menyisipkan benda asing ke dalam mulut rahim, seperti kateter atau pensil dengan maksud agar terjadi dilatasi mulut rahim yang dapat berakhir dengan abortus. 3. Pada umur kehamilan antara 12-16 minggu Menusuk kandungan Melepaskan fetus Memasukkan pasta atau cairan sabun Dengan instrument, kuret

Metode-metode aborsi menurut trisemester Trisemester Pertama


Metode Penyedotan (Suction Curettage) Pada 1-3 bulan pertama dalam kehidupan janin, aborsi dilakukan dengan metode penyedotan. Teknik inilah yang paling banyak dilakukan untuk kehamilan usia dini. Mesin penyedot bertenaga kuat dengan ujung tajam dimasukkan ke dalam rahim lewat mulut rahim yang sengaja dimekarkan. Penyedotan ini mengakibatkan tubuh bayi berantakan dan menarik ari-ari (plasenta) dari dinding rahim. Hasil penyedotan berupa darah, cairan ketuban, bagian-bagian plasenta dan tubuh janin terkumpul dalam botol yang dihubungkan dengan alat penyedot ini. Ketelitian dan kehati-hatian dalam menjalani metode ini sangat perlu dijaga guna menghindari robeknya rahim akibat salah sedot yang dapat mengakibatkan pendarahan hebat yang terkadang berakhir

pada operasi pengangkatan rahim. Peradangan dapat terjadi dengan mudahnya jika masih ada sisa-sisa plasenta atau bagian dari janin yang tertinggal di dalam rahim. Hal inilah yang paling sering terjadi yang dikenal dengan komplikasi paska-aborsi. Metode D&C - Dilatasi dan Kerokan Dalam teknik ini, mulut rahim dibuka atau dimekarkan dengan paksa untuk memasukkan pisau baja yang tajam. Bagian tubuh janin dipotong berkeping-keping dan diangkat, sedangkan plasenta dikerok dari dinding rahim. Darah yang hilang selama dilakukannya metode ini lebih banyak dibandingkan dengan metode penyedotan. Begitu juga dengan perobekan rahim dan radang paling sering terjadi. Metode ini tidak sama dengan metode D&C yang dilakukan pada wanita-wanita dengan keluhan penyakit rahim (seperti pendarahan rahim, tidak terjadinya menstruasi, dsb). Komplikasi yang sering terjadi antara lain robeknya dinding rahim yang dapat menjurus hingga ke kandung kencing.

PIL RU 486 Masyarakat menamakannya "Pil Aborsi Perancis". Teknik ini menggunakan 2 hormon sintetik yaitu mifepristone dan misoprostol untuk secara kimiawi menginduksi kehamilan usia 5-9 minggu. Di Amerika Serikat, prosedur ini dijalani dengan pengawasan ketat dari klinik aborsi yang mengharuskan kunjungan sedikitnya 3 kali ke klinik tersebut. Pada kunjungan pertama, wanita hamil tersebut diperiksa dengan seksama. Jika tidak ditemukan kontra-indikasi (seperti perokok berat, penyakit asma, darah tinggi, kegemukan, dll) yang malah dapat mengakibatkan kematian pada wanita hamil itu, maka ia diberikan pil RU 486. Kerja RU 486 adalah untuk memblokir hormon progesteron yang berfungsi vital untuk menjaga jalur nutrisi ke plasenta tetap lancar. Karena pemblokiran ini, maka janin tidak mendapatkan makanannya lagi dan menjadi kelaparan. Pada kunjungan kedua, yaitu 36-48 jam setelah kunjungan pertama, wanita hamil ini diberikan suntikan hormon prostaglandin, biasanya misoprostol, yang mengakibatkan terjadinya kontraksi rahim dan membuat janin terlepas dari rahim. Kebanyakan wanita mengeluarkan isi rahimnya itu dalam 4 jam saat menunggu di klinik, tetapi 30% dari mereka mengalami hal ini di rumah, di tempat kerja, di kendaraan umum, atau di tempat-tempat lainnya, ada juga yang perlu menunggu hingga 5 hari kemudian. Kunjungan ketiga dilakukan kira-kira 2 minggu setelah pengguguran kandungan, untuk mengetahui apakah aborsi telah berlangsung. Jika belum, maka operasi perlu dilakukan (5-10 persen dari seluruh kasus). Ada beberapa kasus serius dari penggunaan RU 486, seperti aborsi yang tidak terjadi hingga 44 hari kemudian, pendarahan hebat, pusing-pusing, muntah-muntah, rasa sakit hingga kematian. Sedikitnya seorang wanita Perancis meninggal sedangkan beberapa lainnya mengalami serangan jantung. Suntikan Methotrexate (MTX) Prosedur dengan MTX sama dengan RU 486, hanya saja obat ini disuntikkan ke dalam badan. MTX pada mulanya digunakan untuk menekan pertumbuhan pesat sel-sel, seperti pada kasus kanker, dengan menetralisir asam folat yang berguna untuk pemecahan sel. MTX ternyata juga menekan pertumbuhan pesat trophoblastoid - selaput yang menyelubungi embrio yang juga merupakan cikal bakal plasenta. Trophoblastoid tidak saja berfungsi sebagai 'sistim penyanggah hidup' untuk janin yang sedang berkembang, mengambil oksigen dan nutrisi dari darah calon ibu serta membuang karbondioksida dan produk-produk buangan lainnya, tetapi juga memproduksi hormon hCG (human chorionic gonadotropin), yang memberikan tanda pada corpus luteum untuk terus memproduksi hormon progesterone yang berguna untuk mencegah gagal rahim dan keguguran. MTX menghancurkan integrasi dari lingkungan yang menopang, melindungi dan menyuburkan pertumbuhan janin, dan karena kekurangan nutrisi, maka janin menjadi mati. 3-7 hari kemudian, tablet misoprostol dimasukkan ke dalam kelamin wanita hamil itu untuk memicu terlepasnya janin dari rahim. Terkadang, hal ini terjadi beberapa jam setelah masuknya misoprostol, tetapi sering juga terjadi perlunya penambahan dosis misoprostol. Hal ini membuat cara aborsi dengan menggunakan suntikan MTX dapat berlangsung berminggu-minggu. Si wanita hamil itu akan mendapatkan pendarahan selama berminggu-minggu (42 hari dalam sebuah studi kasus), bahkan terjadi pendarahan hebat. Sedangkan janin dapat gugur kapan saja - di rumah, di dalam bis umum, di tempat kerja, di supermarket, dsb. Wanita yang kedapatan masih mengandung pada kunjungan ke klinik aborsi selanjutnya, mau tak mau harus menjalani operasi untuk mengeluarkan janin itu. Bahkan dokter-dokter yang bekerja di klinik aborsi seringkali enggan untuk memberikan suntikan MTX karena MTX sebenarnya adalah racun dan efek samping yang terjadi terkadang tak dapat diprediksi. Efek samping yang tercatat dalam studi kasus adalah sakit kepala, rasa sakit, diare, penglihatan yang menjadi kabur, dan yang lebih serius adalah depresi sumsum tulang belakang, kekuragan darah,

kerusakan fungsi hati, dan sakit paruparu. Dalam bungkus MTX, pabrik pembuat menuliskan peringatan keras bahwa MTX memang berguna untuk pengobatan kanker, beberapa kasus artritis dan psoriasis, "kematian pernah dilaporkan pada orang yang menggunakan MTX", dan pabrik itu menyarankan agar hanya para dokter yang berpengalaman dan memiliki pengetahuan tentang terapi antimetabolik saja yang boleh menggunakan MTX. Meski para dokter aborsi yang menggunakan MTX menepis efek-efek samping MTX dan mengatakan MTX dosis rendah baik untuk digunakan dalam proses aborsi, dokter-dokter aborsi lainnya tidak setuju, karena pada paket injeksi yang digunakan untuk aborsi juga tertera peringatan bahaya racun walau MTX digunakan dalam dosis rendah

Trimester Kedua
Metode Dilatasi dan Evakuasi (D&E) Metode ini digunakan untuk membuang janin hingga usia 24 minggu. Metode ini sejenis dengan D&C, hanya dalam D&E digunakan tang penjepit (forsep) dengan ujung pisau tajam untuk merobek-robek janin. Hal ini dilakukan berulang-ulang hingga seluruh tubuh janin dikeluarkan dari rahim. Karena pada usia kehamilan ini tengkorak janin sudah mengeras, maka tengkorak ini perlu dihancurkan supaya dapat dikeluarkan dari rahim. Jika tidak berhati-hati dalam pengeluarannya, potongan tulang-tulang yang runcing mungkin dapat menusuk dinding rahim dan menimbulkan luka rahim. Pendarahan mungkin juga terjadi. Dr. Warren Hern dari Boulder, Colorado, Amerika Serikat, seorang dokter aborsi yang sering melakukan D&E mengatakan, hal ini sering membuat masalah bagi karyawan klinik dan menimbulkan kekuatiran akan efek D&E pada wanita yang menjalani aborsi. Dokter Hern juga melihat trauma yang terjadi pada para dokter yang melakukan aborsi, ia mengatakan, "tidak dapat disangkal lagi, penghancuran terjadi di depan mata kita sendiri. Penghancuran janin lewat forsep itu seperti arus listrik." Metode Racun Garam (Saline) Caranya ialah dengan meracuni air ketuban. Teknik ini digunakan saat kandungan berusia 16 minggu, saat air ketuban sudah cukup melingkupi janin. Jarum disuntikkan ke perut si wanita dan 50-250 ml (kira-kira secangkir) air ketuban dikeluarkan, diganti dengan larutan konsentrasi garam. Janin yang sudah mulai bernafas, menelan garam dan teracuni. Larutan kimia ini juga membuat kulit janin terbakar dan memburuk. Biasanya, setelah kira-kira satu jam, janin akan mati. Kira-kira 33-35 jam setelah suntikan larutan garam itu bekerja, si wanita hamil itu akan melahirkan anak yang telah mati dengan kulit hitam karena terbakar. Kirakira 97% dari wanita yang memilih aborsi dengan cara ini melahirkan anaknya 72 jam setelah suntikan diberikan. Suntikan larutan garam ini juga memberikan efek samping pada wanita pemakainya yang disebut "Konsumsi Koagulopati" (pembekuan darah yang tak terkendali diseluruh tubuh), juga dapat menimbulkan pendarahan hebat dan efek samping serius pada sistim syaraf sentral. Serangan jantung mendadak, koma, atau kematian mungkin juga dihasilkan oleh suntikan saline lewat sistim pembuluh darah.

Metode-metode lain
Urea Karena bahaya penggunaan saline, maka suntikan lain yang biasa dipakai adalah hipersomolar urea, walau metode inikurang efektif dan biasanya harus dibarengi dengan asupan hormon oxytocin atau prostaglandin agar dapat mencapaihasil maksimal. Gagal aborsi atau tidak tuntasnya aborsi sering terjadi dalam menggunakan metode ini, sehinggaoperasi pengangkatan janin dilakukan. Seperti teknik suntikan aborsi lainnya, efek samping yang sering ditemui adalah pusing-pusing atau muntahmuntah. Masalah umum dalam aborsi pada trimester kedua adalah perlukaan rahim, yang berkisar dari perlukaan kecil hingga perobekan rahim. Antara 1-2% dari pasien pengguna metode ini terkena endometriosis/peradangan dinding rahim. Prostaglandin Prostaglandin merupakan hormon yang diproduksi secara alami oleh tubuh dalam proses melahirkan. Injeksi dari konsentrasi buatan hormon ini ke dalam air ketuban memaksa proses kelahiran berlangsung, mengakibatkan janin keluar sebelum waktunya dan tidak mempunyai kemungkinan untuk hidup sama sekali. Sering juga garam atau racun lainnya diinjeksi terlebih dahulu ke cairan ketuban untuk memastikan bahwa janin akan lahir dalam keadaan mati, karena tak jarang terjadi janin lolos dari trauma melahirkan secara paksa ini dan keluar dalam keadaan hidup. Efek samping

penggunaan prostaglandin tiruan ini adalah bagian dari ari-ari yang tertinggal karena tidak luruh dengan sempurna,trauma rahim karena dipaksa melahirkan, infeksi, pendarahan, gagal pernafasan, gagal jantung, perobekan rahim. Partial Birth Abortion Metode ini sama seperti melahirkan secara normal, karena janin dikeluarkan lewat jalan lahir. Aborsi ini dilakukan pada wanita dengan usia kehamilan 20-32 minggu, mungkin juga lebih tua dari itu. Dengan bantuan alat USG, forsep (tang penjepit) dimasukkan ke dalam rahim, lalu janin ditangkap dengan forsep itu. Tubuh janin ditarik keluar dari jalan lahir (kecuali kepalanya). Pada saat ini, janin masih dalam keadaan hidup. Lalu, gunting dimasukkan ke dalam jalan lahir untuk menusuk kepala bayi itu agar terjadi lubang yang cukup besar. Setela itu, kateter penyedot dimasukkan untuk menyedot keluar otak bayi. Kepala yang hancur lalu dikeluarkan dari dalam rahim bersamaan dengan tubuh janin yang lebih dahulu ditarik keluar. HISTEROTOMY (untuk kehamilan trimester kedua dan ketiga) Sejenis dengan metode operasi caesar, metode ini digunakan jika cairan kimia yang digunakan/disuntikkan tidak memberikan hasil memuaskan. Sayatan dibuat di perut dan rahim. Bayi beserta ari-ari serta cairan ketuban dikeluarkan. Terkadang, bayi dikeluarkan dalam keadaan hidup, yang membuat satu pertanyaan bergulir: bagaimana, kapan dan siapa yang membunuh bayi ini? Metode ini memiliki resiko tertinggi untuk kesehatan wanita, karena ada kemungkinan terjadi perobekan rahim. Dalam 2 tahun pertama legalisasi aborsi di kota New York, tercatat 271,2 kematian per 100.000 kasus aborsi dengan cara ini.

Komplikasi dari Unsafe Abortion Kemungkinan yang dapat terjadi pada abortus secara umum (muin) 1. Fetus atau janin yang mati atau dirusak itu keluar tanpa mengganggu kesehatan ibu. 2. Terjadi komplikasi pada ibu seperti kejang, diare, perdarahan dan kondisi kesehatan yang kritis. 3. Kematian yang berlangsung cepat, yang dimungkinkan karena terjadinya syok vagal, perdarahan hebat dan emboli udara. 4. Kematian yang berlangsung lambat ( dua hari atau lebih) setelah abortus yang pada umumnya disebabkan oleh infeksi ginjal, infeksi umum, keracunan, syok, perdarahan hebat dan emboli.

Efek yang merbahaya atau fatal yang dapat terjadi pada abortus provokatus kriminalis terdiri dari: (SIMPSON)

- Perdarahan dari trauma lokal pada genital kerana pengendalian instrument yang tidak tepat. - Sepsis bisa terjadi kerana penggunaan instrumen atau metode yang tidak steril dan tidak diproteksi dengan antibiotic profilaksis. - Terjadinya syok; yang berkaitan dengan perdarahan atau perforasi dari vagina, uterus atau organ-organ yang disekitarnya. Syok bisa terjadi dengan segera dan merupakan respons yang bisa fatal akibat dilatasi serviks pada seseorang yang tidak dianestesia. - Emboli udara yang dapat terjadi akibat apa-apa instumentasi pada uterus . Injeksi air ke dalam uterus dengan syringe Higginson adalah penyebab yang paling sering. - Komplikasi sistemik yang berlangsung lambat termasuklah thrombosis vena dari kaki dan pelvis yang berisiko untuk menyebabkan emboli pulmonal yang bersifat fatal; infeksi yang meninggikan risiko untuk terkena septicaemia dan komplikasinya disseminated intravascular coagulation; kegagalan hepar dan ginjal dan lain-lain. - Strerilitas atau infertilitas, yang merupakan komplikasi yang paling sering dari prosedurprosedur abortus provokatus kriminalis yang dilakukan.

VIII.

PEMERIKSAAN MAYAT PADA KORBAN (WAHYUDI)

Pemeriksaan atas tubuh seorang wanita yang nanti setelah pada dirinya dilakukan tindakan pengguguran kandungan, tergantung dari metode yang dipakai dalam pengguguran tersebut. (i) Abortus dengan obat-obatan Pemeriksaan toksikologik untuk mendeteksi obat yang dipergunakan merupakan pemeriksaan rutin yang harus dikerjakan, obat yang biasa ditemukan umumnya obat yang bersifat dapat mengiritasi saluran pencernaan.

(ii) Abortus dengan instrument Dapat diketahui bila terjadi robekan atau perforasi dari rahim atau jalan lahir, robekan umumnya terjadi pada dinding lateral uterus, sedangkan perforasi biasanya terdapat pada bagian posterior fornix vaginae. (iii) Abortus dengan penyemprotan

Tampak adanya cairan yang berbusa di antara dinding uterus dengan fetal membrane, separasi sebagian dari plasenta dapat dijumpai. Gelembung-gelembung udara dapat dilihat dan ditelusuri pada pembuluh vena mulai dari rahim sampai ke bilik jantung kanan. Pengukuran kandungan fibrinolisis dalam darah dapat berguna untuk mengetahui apakah korban mati secara mendadak. Perforasi fundus uteri dapat dijumpai bila syringe dipergunakan untuk penyemprotan.
IX. ASPEK MEDIKOLEGAL (MUIN,SYAFRUDDIN,ABORSI.ORG)

Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah Abortus Provocatus Criminalis Yang menerima hukuman adalah: 1. Ibu yang melakukan aborsi 2. Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi 3. Orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi

Dalam KUHP Bab XIX, beberapa pasal yang terkait adalah: Pasal 229 1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah. 2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.

3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pencarian maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu. Pasal 341 Seorang ibu yang, karena takut akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam, karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Pasal 342 Seorang ibu yang, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Pasal 343 Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang, bagi orang lain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana. Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347 1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. 2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Pasal 348 1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima

tahun enam bulan. 2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Pasal 349 Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan. Dari rumusan pasal-pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1. Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang lain, diancam hukuman empat tahun penjara. 2. Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12 tahun, dan jika ibu hamil tersebut mati, diancam 15 tahun penjara. 3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila ibu hamilnya mati diancam hukuman 7 tahun penjara. 4. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut seorang dokter, bidan atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk berpraktek dapat dicabut. Dari pasal 346, 347 dan 348 KUHP, jelas bahwa undang-undang tidak mempersoalkan masalah umur kehamilan atau berat badan dari fetus yang keluar. Sedangkan pasal 349 dan 299 KUHP memuat ancaman hukuman untuk orang-orang tertentu bila mereka turut membantu atau melakukan kejahatan seperti yang dimaksud ketiga pasal tersebut.MUIN)

Pada penjelasan UU No.23 Tahun 1992 Pasal 15 dinyatakan sebagai berikut : Ayat (1) : Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma kesopanan.

Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu. Ayat (2) Butir a : Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan medis tertentu, sebbab tanpa tindakan medis tertentu itu, ibu hamil dan janinnya terancam bahaya maut. Butir b : Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya, yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan. Butir c : Hak utama untuk memberikan persetujuan ada pada ibu hamil yang bersangkutan, kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya, dapat diminta dari suami atau keluarganya. Butir d : Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan telah ditunjuk oleh pemerintah. Ayat (3) : Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan antara lain mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga kesehatan mempunyai keahlian dan kewenagan bentuk persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk.

Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

Yang dapat dikenakan hukuman adalah tindakan menggugurkan atau mematikan kandungan yang termasuk tindakan pidana sesuai dengan pasal-pasal pada KUHP (abortus kriminalis), sedangkan tindakan yang serupa demi keselamatan si ibu yang dapat dipertanggung jawabkan secara medis (abortus medicinalis atau abortus theurapeticus), tidaklah dapat dihukum, walaupun pada kenyataan dapat saja dokter melakukan abortus

medicinalis itu diperiksa oleh penyidik dan dilanjutkan dengan pemeriksaan di pengadilan. Pemeriksaan oleh penyidik atau hakim di pengadilan bertujuan untuk mencari bukti-bukti akan kebenaran bahwa pada kasus tersebut memang murni tidak ada unsur kriminalnya, semata-mata untuk keselamatan jiwa si ibu. Perlu diingat bahwa hanya hakimlah yang berhak memutuskan apakah seseorang itu (dokter), bersalah atau tidak bersalah. (MUIN)

DAFTAR PUSTAKA

Sheperd R. Pregnancy and abortion. In: Simpsons forensic medicine. 12th ed. London: Arnold publishers; 2003.p.134-40. Waluyadi. Ilmu Kedokteran Kehakiman dalam Perspektif Peradilan dan Aspek Hukum Praktik Kedokteran. Edisi 2. Jakarta: Djambatan. 2005. Hal.95-99 Syafruddin. Abortus provocatus dan hukum [Online] 2003 [cited 2008 April 2]. Available from: URL: http://library.usu.ac.id/download/fh/pid-syafruddin6.pdf. Induced abortion worldwide. World health organization. [Online] 2007 Ocrtober [cited 2008 April 2] Available from : URL: http://www.who.int/reproductivehealth/unsafe_abortion/induced_abortion_worldwide.pdf. Aborsi dan hak atas pelayanan kesehatan. Lembaga bantuan hukum asosiasi perempuan untuk Indonesia [Online] 2006 [cited 2008 April 2]. Available from: URL: http://www.lbhapik.or.id/fact32.htm

Lembaga kajian pembangunan kesehatan:meode-metode aborsi benarkah tanpa efek samping. [Online] 2005 June 21 [cited 2008 April 2]. Available from: URL: http://lkpkindonesia.blogspot.com/2005/06/metode-metode-aborsi-benarkah-tanpa.html

Fauzi A, Lucianawaty M, Hanafiah L, Bernadette N. Fakta mengenai aborsi. [Online] [cited 2008 April 2] Available from: URL: http://situs.kesrepro.info/gendervaw/jul/2002/utama02.htm

Fauzi A, Lucianawaty M, Hanafiah L, Bernadette N. Aborsi di indonesia. [Online] [cited 2008 April 2] Available from: URL: http://situs.kesrepro.info/gendervaw/jul/2002/utama03.htm

You might also like