You are on page 1of 30

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Thyroid disease merupakan salah satu penyakit terbanyak di poli penyakit dalam, diantaranya yaitu hipertiroid, hipotiroid, goiter atau struma tiroid, nodul tiroid dan neoplasma tiroid. Studi epidemiologi mendeskripsikan bahwa prevalensi untuk penyakit tiroid ini masih sangat tinggi, bahkan untuk penduduk di daerah pegunungan insiden goiters sangat tinggi. Etiologi untuk beberapa penyakit tiroid tidak diketahui pasti. Dengan latar belakang beberapa gangguan tiroid sebagai salah satu penyakit terbanyak di poli penyakit dalam dan perlunya pengetahuan serta penjelasan yang baik kepada pasien yang menderita penyakit tiroid untuk menurunkan angka kejadian penyakit, insidens dan prevalensi penyakit serta untuk diagnosa yang tepat dan pemilihan pengobatan yang tepat pula maka referat mengenai thyroid disease ini ditulis untuk melengkapi pengetahuan mengenai klasifikasi berbagai macam penyakit tiroid, etiologi, patogenesis, kriteria diagnosa klinis, penatalaksanaan dan pencegahan terhadap penyakit tiroid.

I.2

Tujuan Referat tentang penyakit tiroid ini dibuat dengan tujuan : Menjelaskan mengenai penyakit tiroid secara klinis ilmu kedokteran Menjadi bahan penjelasan untuk pengetahuan pasien gangguan tiroid di RSUD Cianjur sehinggga dapat dijadikan edukasi kepada pasien. Untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik stase ilmu penyakit dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Kelenjar tiroid berwarna coklat dan konsistensi padat, terletak posterior dari otot sternothyroid dan

sternohyoid. Pada orang dewasa kelenjar tiroid yang normal beratnya sekitar 30 gram, kelenjar tiroid lebih berat pada wanita daripada laki-laki dan dapat bervariasi tergantung berat badan dan asupan yodium. Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus dan terhubung di garis tengah oleh isthmus yang biasanya terletak lebih rendah dari tulang rawan krikoid. Kelenjar tiroid berada pada vertebra servikalis V sampai vertebra toraks I. Kelenjar tiroid memiliki kapsul jaringan ikat yang membentuk stroma organ. Bagian luar kapsul adalah lapisan yang berkembang dari fasia pretracheal disebut juga selubung perithyroid atau kapsul bedah. Bagian anterior dan lateral fasia berkembang dengan baik, bagian posterior tipis dan longgar, memungkinkan pembesaran kelenjar tiroid posterior.

2.2 Embriologi

Kelenjar tiroid muncul sebagai kantong yang keluar dari foregut primitif pada minggu ketiga kehamilan, asalnya di dasar lidah di sekitar foramen sekum. sel endoderm di dasar anlage faring menebal membentuk anlage tiroid medial yang turun di depan leher dengan struktur yang membentuk tulang hyoid dan laring. Selama perkembangannya, anlage tetap terhubung ke foramen sekum melalui saluran berlapis epitel yaitu duktus thyroglossal. Sel-sel epitel yang membentuk anlage merangsang perkembangan sel-sel folikel tiroid. anlages lateral berasal dari kantong branchial keempat dan menyatu dengan anlage median pada minggu kelima kehamilan. Anlages lateral berasal dari neuroectodermal dan mengaktivasi kalsitonin memproduksi sel parafollicular atau C yang terletak di superoposterior kelenjar. Folikel tiroid berkembang selama 8 minggu dan pembentukan koloid dimulai pada minggu ke sebelas kehamilan.

2.3 Histologi

Kelenjar tiroid ini dikelilingi oleh kapsul tiroid yang merupakan lapisan tipis jaringan ikat. Dari kapsul, beberapa septa memperluas parenkim tiroid yang dibagi lagi menjadi beberapa lobulus. Sel epitel (cuboidal atau skuamosa) membentuk folikel tiroid, dipisahkan oleh stroma penghubung tipis yang banyak pembuluh getah bening dan darah. Koloid dikumpulkan di dalam folikel. Setiap folikel memiliki dua jenis sel yaitu sel folikel dan parafollicular atau C. Menurut Ross dan Reith, sel folikel berperan dalam sintesis thyroglobulin, iodinasi, penyimpanan thyroglobulin, resorpsi dari thyroglobulin, hidrolisis thyroglobulin, dan pelepasan hormon tiroid ke dalam darah dan limfatik. Sel parafollicular atau C dapat ditemukan di stroma jaringan ikat antara folikel dalam epitel folikel. Khas epitel folikel memiliki granul-granul sekretori.

2.4 Fisiologi

Sintesis hormon tiroid terdiri dari beberapa tahapan. Langkah pertama, penjeratan iodida, melibatkan transpor aktif iodida (ATP-dependent) melintasi membran basement thyrocyte melalui protein membran intrinsik, Na + / I-symporter (NIS). Thyroglobulin (Tg) adalah glikoprotein (660-kDa) yang besar, masuk dalam folikel tiroid dan memiliki empat residu tyrosyl. Langkah kedua dalam sintesis hormon tiroid melibatkan oksidasi iodida untuk yodium dan iodinasi dari residu tirosin pada Tg, untuk membentuk monoiodotyrosines (MIT) dan diiodotyrosines (DITs). Kedua proses ini dikatalisis oleh peroksidase tiroid. Langkah ketiga, molekul diiodotyrosines membentuk tetraiodothyronine atau tiroksin (T4), dan satu molekul diiodotyrosines dengan satu molekul monoiodotyrosines membentuk 3,5, 3'-triiodothyronine (T3). Jika dirangsang oleh TSH, thyrocytes pseudopodia yang mengelilingi bagian dari membran sel yang mengandung thyroglobulin menyatu dengan enzim lisosom. Pada langkah keempat, thyroglobulin dihidrolisis untuk melepaskan iodothyronines bebas (T3 dan T4) dan mono-dan diiodotyrosines. Yang terakhir adalah deiodinasi pada langkah kelima untuk menghasilkan iodida, yang digunakan kembali dalam thyrocyte tersebut.

Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh hipotalamus-hipofisis-tiroid. Hipotalamus menghasilkan peptida, maka hormon thyrotropin-releasing (TRH) merangsang pituitari untuk melepaskan TSH atau thyrotropin. TRH mencapai pituitari melalui sirkulasi portovenous. TSH, sebuah glycopeptide 28-kDa, menengahi penjeratan iodida, sekresi, dan pelepasan hormon tiroid, selain untuk meningkatkan cellularity dan vaskularisasi dari kelenjar tiroid. Reseptor TSH memiliki G-reseptor protein-coupled yang memiliki tujuh domain transmembran-rentang dan memanfaatkan cAMP dalam jalur transduksi sinyal. sekresi TSH oleh hipofisis anterior juga diatur melalui umpan balik negatif oleh T4 dan T3. Karena pituitari memiliki kemampuan untuk

mengubah T4 ke T3, yang terakhir ini dianggap lebih penting dalam kontrol umpan balik. T3 juga menghambat

pelepasan TRH. Kelenjar tiroid juga mampu

autoregulasi, yang memungkinkan untuk memodifikasi fungsi independen terhadap TSH. Sebagai adaptasi terhadap asupan iodida rendah, kelenjar mensintesis

preferentially T3 daripada T4, sehingga meningkatkan efisiensi hormon dilepaskan. Dalam situasi kelebihan yodium, transportasi iodida, generasi peroksida, sintesis, dan sekresi hormon-hormon tiroid terhambat. Dosis besar iodida dapat mengakibatkan peningkatan organification awal, diikuti dengan penekanan, fenomena yang disebut efek Wolff-Chaikoff. Epinefrin dan gonadotrophin chorionic manusia

(hCG) hormon tiroid merangsang produksi hormon. Dengan demikian, peningkatan kadar hormon tiroid ditemukan pada kehamilan dan dalam keganasan ginekologis seperti mola hidatidosa. Sebaliknya, glukokortikoid menghambat produksi hormon tiroid. Pada pasien sakit parah, hormon tiroid perifer dapat dikurangi, tanpa kompensasi kenaikan kadar TSH, sindrom sakit-euthyroid T3 rendah. (1) Fungsi Hormon Tiroid Hormon tiroid free memasuki membran sel dengan difusi atau oleh reseptor tertentu dan dibawa ke membran dengan mengikat protein tertentu. T4 deiodinated untuk T3 dan memasuki inti melalui transpor aktif, di mana ia mengikat ke reseptor hormon tiroid. T3 reseptor mirip dengan reseptor nuklir untuk Glukokortikoid, mineralocorticoids, estrogen, vitamin D, dan asam retinoat. Pada manusia, dua jenis gen reseptor T3 (dan) terletak pada kromosom 3 dan 17. ekspresi reseptor Thyroid tergantung pada konsentrasi perangkat hormon tiroid dan jaringan spesifik-bentuk yang melimpah di sistem saraf pusat, sedangkan bentuk dominan dalam hati. Setiap produk gen memiliki domain, ligan-independen aminoterminal, sebuah domain, ligan-mengikat carboxyterminal; dan daerah-mengikat DNA terletak di pusat. Pengikatan hormon tiroid menyebabkan transkripsi dan translasi dari gen spesifik hormon-responsif. Hormon tiroid mempengaruhi hampir semua sistem dalam tubuh. Mereka adalah penting untuk perkembangan otak janin dan pematangan kerangka. T3 meningkatkan konsumsi oksigen, tingkat metabolisme basal dan produksi panas oleh stimulasi Na + / K + ATPase dalam berbagai jaringan. Ini juga memiliki efek inotropik dan chronotropic positif pada jantung dengan meningkatkan transkripsi ATPase + Ca2 dalam retikulum sarkoplasma dan meningkatkan tingkat reseptor beta-adrenergik dan konsentrasi protein G. reseptor miokard mengalami penurunan dan tindakan katekolamin diperkuat. Hormon tiroid bertanggung jawab untuk menjaga hipoksia dan hiperkapnia normal di pusat pernapasan otak. Mereka juga meningkatkan motilitas gastrointestinal, yang menyebabkan diare pada hipertiroidisme dan sembelit pada hipotiroidisme. hormon tiroid juga meningkatkan tulang dan pergantian protein dan kecepatan kontraksi otot dan relaksasi. Mereka juga meningkatkan glikogenolisis, glukoneogenesis hepatik, penyerapan glukosa usus, dan sintesis kolesterol dan degradasi. (1) Fungsi Hormon Thyroid - Meningkatkan basal metabolic rate (BMR) dan pemakaian oksigen - Meningkatkan sintesis protein, lipolisis, glikogenolisis, glukoneogenesis

- Meningkatkan heart rate dan kontraktilitas - Meningkatkan sensitivitas katekolamin - Stimulasi pelepasan hormon steroid - Stimulasi erythropoiesis dan produksi 2,3-diphosphoglycerate (DPG) - Meningkatkan bone turnover

2.5 Struma

2.5.1 Definisi

Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran kelenjar tiroid dikarenakan sebagai usaha meningkatkan hormon yang dihasilkan. Istilah toksik dan non toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotiroid, sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi. Berdasarkan patologinya, pembesaran tiroid umumnya disebut struma. Struma adalah suatu keadaan dimana kelenjar tiroid membesar. Struma merupakan salah satu penyakit endokrin terbanyak di Indonesia, sehingga struma cukup banyak ditemukan dalam pelayanan kesehatan di bagian penyakit dalam.

2.5.2 Penyebab Adanya struma atau pembesaran kelenjar tiroid dapat oleh karena ukuran sel-selnya bertambah besar atau oleh karena volume jaringan kelenjar dan sekitarnya yang bertambah dengan pembentukan struktur morfologi baru. Yang mendasari proses itu ada 4 hal utama. 1. Gangguan perkembangan, seperti terbentuknya kista (kantongan berisi cairan) atau jaringan tiroid yang tumbuh di dasar lidah (misalnya pada kista tiroglosus atau tiroid lingual). 2. Proses radang atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves dan penyakit tiroiditis Hashimoto. 3. Gangguan metabolik (misal, defisiensi iodium) serta hyperplasia, misalnya pada struma koloid dan struma endemik.

4. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasia meliputi adenoma sejenis tumor jinak dan adenokarsinoma, suatu tumor ganas. Klasifikasi 1. Berdasarkan fisiologisnya : a. Eutiroid aktivitas kelenjar tiroid normal b. Hipotiroid aktivitas kelenjar tiroid yang kurang dari normal c. Hipertiroid aktivitas kelenjar tiroid yang berlebihan 2. Berdasarkan klinisnya : a. Non-Toksik (eutiroid dan hipotiroid) Difusa : endemik goiter, gravida Nodusa : neoplasma b. Toksik (hipertiroid) Difus : grave, tirotoksikosis primer Nodusa : tirotoksikosis skunder 3. Berdasarkan morfologinya : a. Struma Hyperplastica Diffusa Suatu stadium hiperplasi akibat kekurangan iodine (baik absolut ataupun relatif). Defisiensi iodine dengan kebutuhan excessive biasanya terjadi selama pubertas, pertumbuhan, laktasi dan kehamilan. Karena kurang iodine kelenjar menjadi hiperplasi untuk menghasilkan tiroksin dalam jumlah yang cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan supply iodine yang terbatas. Sehingga terdapat vesikel pucat dengan sel epitel kolumner tinggi dan koloid pucat. Vaskularisasi kelenjar juga akan bertambah. Jika iodine menjadi adekuat kembali (diberikan iodine atau kebutuhannya menurun) akan terjadi perubahan di dalam struma koloides atau kelenjar akan menjadi fase istirahat. b. Struma Colloides Diffusa Ini disebabkan karena involusi vesikel tiroid. Bila kebutuhan excessive akan tiroksin oleh karena kebutuhan yang fisiologis (misal, pubertas, laktasi, kehamilan, stress, dsb.) atau defisiensi iodine telah terbantu melalui hiperplasi, kelenjar akan kembali normal dengan mengalami involusi. Sebagai hasil vesikel distensi dengan koloid dan ukuran kelenjar membesar.

c. Struma Nodular Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan sequelae dari struma colloides. Struma noduler dimungkinkan sebagai akibat kebutuhan excessive yang lama dari tiroksin. Ada gangguan berulang dari hiperplasi tiroid dan involusi pada masing-masing periode kehamilan, laktasi, dan emosional (fase kebutuhan). Sehingga terdapat daerah hiperinvolusi, daerah hiperplasi dan daerah kelenjar normal. Ada daerah nodul hiperplasi dan juga pembentukan nodul dari jaringan tiroid yang hiperinvolusi. Tiap folikel normal melalui suatu siklus sekresi dan istirahat untuk memberikan kebutuhan akan tiroksin tubuh. Saat satu golongan sekresi, golongan lain istirahat untuk aktif kemudian. Pada struma nodular, kebanyakan folikel berhenti ambil bagian dalam sekresi sehingga hanya sebagian kecil yang mengalami hiperplasi, yang lainnya mengalami hiperinvolusi (involusi yang

berlebihan/mengecil)

2.6 Struma Difusa Non-Toksik

2.6.1 Goiter

Definisi Goiter adalah pembesaran pada kelenjar tiroid. Pembesaran ini dapat memiliki fungsi kelenjar yang normal (eutirodisme), pasien tyroid (hipotiroidisme) atau kelebihan produksi hormon (hipetiroidisme). Terlihat pembengkakan atau benjolan besar pada leher sebelah depan (pada tenggorokan) dan terjadi akibat pertumbuhan kelenjar tiroid yang tidak normal. Klasifikasi Goiter 1. Goiter kongenital

Hampir selalu ada pada bayi hipertiroid kongenital, biasanya tidak besar dan sering terjadi pada ibu yang memiliki riwayat penyakit graves.

2.

Goiter endemik dan kretinisme

Biasa terjadi pada daerah geografis dimana detistensi yodium berat, dekompensasi dan hipotiroidisme dapat timbul karenanya, goiter endemik ini jarang terjadi pada populasi yang tinggal disepanjang laut. 3. Goiter sporadis

Goiter yang terjadi oleh berbagai sebab diantaranya tiroiditis fositik yang terjadi lazim pada saudara kandung, dimulai pada awal kehidupan dan kemungkinan bersama dengan hipertiroidisme yang merupakan petunjuk penting untuk diagnosa. Digolongkan menjadi 3 (tiga) bagian yaitu : Goiter yodium

Goiter akibat pemberian yodium biasanya keras dan membesar secara difus, dan pada beberapa keadaan, hipotirodisme dapat berkembang. Goiter sederhana (Goiter kollot)

Yang tidak diketahui asalnya. Pada pasien bistokgis tiroid tampak normal atau menunjukan berbagai ukuran follikel, koloid dan epitel pipih. Goiter multinodular

Goiter keras dengan permukaan berlobulasi dan tunggal atau banyak nodulus yang dapat diraba, mungkin terjadi perdarahan, perubahan kistik dan fibrosis. 4. Goiter intratrakea

Tiroid intralumen terletak dibawah mukosa trakhea dan sering berlanjut dengan tiroid ekstratrakea yang terletak secara normal. Klasifikasi Goiter menurut WHO : 1. Stadium O A: tidak ada goiter.

2.

Stadium O B: goiter terdeteksi dari palpasi tetapi tidak terlihat walaupun leher

terekstensi penuh. 3. 4. 5. Stadium I : goiter palpasi dan terlihat hanya jika leher terekstensi penuh. Stadium II: goiter terlihat pada leher dalam Potersi. Stadium III : goiter yang besar terlihat dari Darun.

Patofisiologi Aktifitas utama kelenjar tiroid adalah untuk berkonsentrasi yodium dari darah untuk membuat hormon tiroid. Kelenjar tersebut tidak dapat membuat hormon tiroid cukup jika tidak memiliki cukup yodium. Oleh karena itu, dengan defisiensi yodium individu akan menjadi hipotiroid. Akibatnya, tingkat hormon tiroid terlalu rendah dan mengirim sinyal ke tiroid. Sinyal ini disebut thyroid stimulating hormone (TSH). Seperti namanya, hormon ini merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid dan tumbuh dalam ukuran yang besar Pertumbuhan abnormal dalam ukuran menghasilkan apa yang disebut sebuah gondok Kelenjar tiroid dikendalikan oleh thyroid stimulating hormone (TSH) yang juga dikenal sebagai thyrotropin. TSH disekresi dari kelenjar hipofisis, yang pada gilirannya dipengaruhi oleh hormon thyrotropin releasing hormon (TRH) dari hipotalamus. Thyrotropin bekerja pada reseptor TSH terletak pada kelenjar tiroid. Serum hormon tiroid levothyroxine dan triiodothyronine umpan balik ke hipofisis, mengatur produksi TSH. Interferensi dengan sumbu ini TRH hormon tiroid TSH menyebabkan perubahan fungsi dan struktur kelenjar tiroid. Stimulasi dari reseptor TSH dari tiroid oleh TSH, TSH reseptor antibodi, atau agonis reseptor TSH, seperti chorionic gonadotropin, dapat mengakibatkan gondok difus. Ketika sebuah kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel ganas metastasis untuk tiroid terlibat, suatu nodul tiroid dapat berkembang. Kekurangan dalam sintesis hormon tiroid atau asupan menyebabkan produksi TSH meningkat. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan cellularity dan hiperplasia kelenjar tiroid dalam upaya untuk menormalkan kadar hormon tiroid. Jika proses ini berkelanjutan, maka akan mengakibatkan gondok. Penyebab kekurangan hormon tiroid termasuk kesalahan bawaan sintesis hormon tiroid, defisiensi yodium, dan goitrogens.

Gondok dapat juga terjadi hasil dari sejumlah agonis reseptor TSH. Pendorong reseptor TSH termasuk antibodi reseptor TSH, resistensi terhadap hormon tiroid hipofisis, adenoma kelenjar hipofisis hipotalamus atau, dan tumor memproduksi human chorionic gonadotropin. Pemasukan iodium yang kurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh, hiposekresi TSH, glukosil goitrogenik (bahan yang dapat menekan sekresi hormone tiroid), gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta factor pengikat dalam plasma sangat menentukan adekuat tidaknya sekresi hormone tiroid. Bila kadar kadar hormone tiroid kurang maka akan terjadi mekanisme umpan balik terhadap kelenjar tiroid sehingga aktifitas kelenjar meningkat dan terjadi pembesaran (hipertrofi). Dampak goiter terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ lain di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Goiter dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Penekanan pada pita suara akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau. Bila pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. Tentu dampaknya lebih ke arah estetika atau kecantikan. Perubahan bentuk leher dapat mempengaruhi rasa aman dan konsep diri klien. Manifestasi klinis Gejala utama : 1. Pembengkakan, mulai dari ukuran sebuah nodul kecil untuk sebuah benjolan besar, di bagian depan leher tepat di bawah Adams apple. 2. Perasaan sesak di daerah tenggorokan. 3. Kesulitan bernapas (sesak napas), batuk, mengi (karena kompresi batang tenggorokan). 4. Kesulitan menelan (karena kompresi dari esofagus). 5. Suara serak.

6. Distensi vena leher. 7. Pusing ketika lengan dibangkitkan di atas kepala 8. Kelainan fisik (asimetris leher) Dapat juga terdapat gejala lain, diantaranya : 1. Tingkat peningkatan denyut nadi 2. Detak jantung cepat 3. Diare, mual, muntah 4. Berkeringat tanpa latihan 5. Goncangan 6. Agitasi 2.6.2 Gravida Sebuah hormon yang disekresi selama kehamilan Chorionic manusia (gonadotropin) dapat menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid. 1. Tiroiditis Peradangan dari kelenjar tiroid sendiri dapat mengakibatkan pembesaran kelenjar tiroid. Hal ini dapat mengikuti penyakit virus atau kehamilan.

2.7 Struma Difusa Toksik

2.7.1 Grave Disease Graves disease berasal dari nama Robert J. Graves, MD, circa tahun1830, adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan hipertiroidisem (produksi berlebihan dari kelenjar tiroid) yang ditemukan dalam sirkulasi darah. Graves disease lazim juga disebut penyakit Basedow. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada orang muda usia 20 40 tahun terutama wanita, tetapi penyakit ini dapat terjadi pada segala umur

Etiologi Struma difusa toksik/penyakit Graves dipandang sebagai penyakit autoimun dengan terjadi peningkatan pelepasan hormone tiroid, yaitu thyroid-stimulating immunoglobulin (TSI), suatu IgG yang sepertinya mirip reseptor TSH. Predisposisi familial kuat pada sekitar 15% pasien Graves mempunyai keluarga dekat dengan kelainan sama dan kira-kira 50% keluarga pasien dengan penyakit Graves mempunyai autoantibodi tiroid yang berada di darah. Hipertiroidisme dapat terjadi secara primer maupun sekunder.

Epidemiologi Struma diffusa toksik lebih sering terjadi pada penderita yang telah berusia di atas 50 tahun. Laki-laki berisiko ;ebih tinggi untuk menghidap morbus Graves dibanding wanita. Insidens puncak penyakit ini terjadi pada decade ketiga dan keempat kehidupan. Penderita penyakit ini akan mempunyai tanda-tanda kardiovaskular yang seringkali menutupi gejala-gejala dan tanda-tanda adrenergik akibat hipertiroidisme.

Patofisiologi struma diffusa toksik Morbus Graves adalah suatu gangguan autoimun; pada gangguan ters ebut terdapat beragam antibodi dalam serum. Antibodi ini mencakup antibodi terhadap reseptor TSH, perisoksom tiroid dan tiroglobulin. Dari ketiganya reseptor TSH adalah antigen terpenting yang menyebabkan terbentuknya antibodi. Efek antibodi yang terbentuk berbeda-beda tergantung pada epitop reseptor TSH mana yang menjadi sasarannya. Sebagai contoh, salah satu antibodi yang disebut thyroid growth-stimulating immunoglobulin (TSI), mengikat reseptor TSH untuk merangsang jalur adenilat siklase/AMP siklik yang menyebabkan peningkatan pembebasan hormon tiroid. Golongan antibodi lain yang juga ditujukan pada reseptor TSH dilaporkan menyebabkan proliferasi epitel folikel tiroid (thyroid growth-stimulating immunoglobulin atau TGI). Ada juga antibodi lain yang disebut TSH-binding inhibitor immunoglobulin (TBII), yang menghambat pengikatan normal TSH ke reseptornya pada sel epitel tiroid. Dalam prosesnya sebagian bentuk TBII bekerja mirip dengan TSH sehingga terjadi stimulasi aktifitas sel epitel tiroid sementara bentuk yang lain menghambat fungsi sel tiroid. Tidak jarang ditemukan secara bersamaan immunoglobulin yang merangsang dan menghambat dalam serum pasien yang sama. Temuan ini menjelaskan mengapa sebagian pasien dengan morbus Graves secara spontan mengalami episode hipotiroidisme. Sekresi antibodi oleh sel B dipicu oleh sel T helper CD4+ banyak di antaranya terdapat di

dalam kelenjar tiroid. Sel T helper intratiroid juga tersentisisasi ke reseptor dan akan mengeluarkan factor larut seperti interferon- dan faktor nekrosis tumor (TNF). Faktor ini pada gilirannya akan memicu ekspresi molekul HLA kelas II dan molekul konstimulatorik sel T pada sel epitel tiroid yang memungkinkan antigen tersaji ke sel T lain. Kemungkinan besar autoantibodi terhadap reseptor TSH berperan dalam timbulnya oftalmopati infiltrate yang khas untuk morbus Graves. Mekanisme serupa diperkirakan bekerja pada dermopati Graves dengan fibroblas pretibia yang mengandung reseptor TSH mengeluarkan glikosaminoglikan sebagai respon terhadap stimulasi autoantibodi dan sitokin.

Manifestasi klinik Pada trias klasik hipertiroidisme akan ditemukan : (i) Eksoftalmus (50%) (ii) Tremor (iii) Goiter

Gradasi Perez/Derajat pembesaran kelenjar : Derajat 0-a : kelenjar tiroid tidak teraba atau bila teraba tidak lebih besar dari ukuran normal Derajat 0-b : kelenjar tiroid jelas teraba, tapi tidak terlihat bila kepala dalam posisi normal Derajat I : mudah dan jelas teraba, terlihat dengan kepala dalam posisi normal, dan terlihat nodulus Derajat II : jelas terlihat pembesaran Derajat III : tampak jelas dari jauh Derajat IV : sangat besar

(a) Metabolisme energi Metabolisme energi tubuh akan meningkat sehingga meningkatkan metabolisme panas, proteolisis, lipolisis, dan penggunaan oksigen oleh tubuh. Metabolisme basal hampir mendekati dua kalinya menyebabkan pasien tidak tahan terhadap hawa panas lalu akan mudah berkeringat. Pada satu sisi, lipolisis akan menyebabkan penurunan berat badan dan pada sisi yang lain menyebabkan hiperlipidasidemia dan peningkatan enzim proteolitik sehingga menyebabkan proteolisis yang berlebihan dengan peningkatan pembentukan dan ekskresi urea. Hal ini menyebabkan penurunan massa otot dan menyebabkan otot melemah.

Pelepasan hormon tiroid berlebihan juga dapat menyebabkan perangsangan glikogenolisis dan glukoneogenesis sehingga kadar gula darah juga naik, bahkan terkadang menjadi glukosuria. Sementara itu, kosentrasi VLDL, LDL, dan kolestrol berkurang. Pengaruhnya pada metabolisme karbohidrat memudahkan pembentukan diabetes mellitus (reversible). Bila diberikan glukosa (tes toleransi glukosa), konsentrasi glukosa dalam plasma akan meningkat secara cepat dan lebih nyata daripada orang sehat; peningkatan akan diikuti oleh penurunan yang cepat.

(b) Sistem saraf Peningkatan eksitabilitas neuromuscular akan menimbulkan hiperrefleksia saraf tepi oleh karena hiperaktifitas dari saraf dan pembuluh darah akibat aktifitas T3 dan T4. Gangguan sirkulasi ceberal juga terjadi oleh karena hipervaskularisasi ke otak, menyebabkan pasien lebih mudah terangsang. Nervous, gelisah depresi dan mencemaskan hal-hal yang sepele. Kadang-kadang pasien menggerakkan tangannya tanpa tujuan tertentu, timbul tremor halus pada tangan, dan insomnia.

(c) Kardiovaskular Penderita mengeluh berdebar-debar dan terasa berat pada bagian jantung akibat kerja perangsangan jantung, sehingga curah jantung dan tekanan darah sistolik akan meningkat. Bila akhirnya penyakit ini menghebat, bias timbul fibrilasi atrial dan akhirnya gagal jantung kongestif. Tekanan nadi hampir selalu dijumpai meningkat (pulsus celer) Pulsus celer biasanya terdapat pada peyakit 3A, 3B dan IN (anemia gravis, arterioveneus shunt, aorta insufficiency, botali persisten, beri-beri, basedow dan nervositas. Pembuluh darah di perifer akan mengalami dilatasi. Laju filtrasi glomerulus, aliran plasma ginjal, serta traspor tubulus akan meningkat di ginjal, sedangkan di hati pemecahan hormone steroid dan obat akan dipercepat.

(d) Gastrointestinal Perangsangan usus halus akan meningkatkan peristaltik usus sehingga terjadi diare. Dengan demikian banyak kalsium yang dikeluarkan bersama feses. Lagi pula pada hipertiroid terjadi mobilisasi kalsium tiroid keluar dari tulang akibat meningkatnya metabolisme tulang dan ditambah dengan faktor diare akan menyebabkan tulang-tulang menjadi osteoporosis. Kehilangan kalsium ini perlu diperhitungkan, karena pasca tiriodektomi mungkin timbul tetani akibat terganggunya hormon-hormon paratiroid.

(e) Mata Gejala mata terdapat pada tirotoksikosis primer, pada tirotoksikosis yang sekunder, gejala mata tidak selalu ada dan kalaupun ada tidak seberapa jelas. Pada hipertiroidisme imunogenik (morbus Graves) eksoftalmus dapat ditambahkan terjadi akibat retensi cairan abnormal di belakang bola mata; penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia. Penyebabnya terletak pada reaksi imun terhadap antigen retrobulbar yang tampaknya sama dengan reseptor TSH. Akibatnya, terjadi inflamasi retrobulbar dengan pembengkakan bola mata, infiltrasi limfosit, akumulasi asam mukopolisakarida, dan peningkatan jaringan ikat retrobulbar.

Untuk memudahkan pemantauan maupun diagnosis dibuat klasifikasi beberapa klas dengan singkatan NO SPECS, di mana : Klas 0 N o physical signs or symptoms Klas 1 O nly signs, no symptom (hanya stare, lidlag, upper eyelid retraction Klas 2 S oft tissue involvement (palpebra bengkak, kemosis dan lain-lain) 90% Klas 3 P roptosis (> 3mm dari batas atas normal) 30% Klas 4 E xtraocular muscle involvement (sering dengan diplopia) 60% Klas 5 C orneal involvement 9% Klas 6 S ight loss (karena saraf optikus terlibat) 34%

(f) Kulit Kulit penderita hipertiroid akan menjadi lebih halus karena perubahan metabolisme dan hormonal tubuh dan juga basah akibat hipersekresi ke permukaan tubuh.

Komplikasi Penyakit jantung hipertiroid Gangguan pada jantung terjadi akibat dari perangsangan berlebihan pada jantung oleh hormon tiroid dan menyebabkan kontratilitas jantung meningkat dan terjadi takikardi sampai dengan fibrilasi atrium jika menghebat. Pada pasien yang berumur di atas 50 tahun, akan lebih cenderung mendapat komplikasi payah jantung. Oftalmopati Graves Oftalmopati Graves seperti eksoftalmus, penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia dapat mengganggu kualitas hidup pasien sehinggakan aktivitas rutin pasien terganggu.

Dermopati Graves Dermopati tiroid terdiri dari penebalan kulit terutama kulit di bagian atas tibia bagian bawah (miksedema pretibia), yang disebabkan penumpukan glikosaminoglikans. Kulit sangat menebal dan tidak dapat dicubit.

2.7.2 Tirotoksikosis Primer Definisi Tirotoksikosis merupakan tampilan klinis hiperfungsi kelenjar tiroid. Keadaan ini dikarenakan stimulasi tiroid oleh suatu globulin darah yang memiliki aktivitas TSH. Selain itu disebabkan adanya benjolan kecil didalam kelenjar, yang secara otanom membentuk hormone berlebih diluar sistem H-H. Biasanya diderita oleh penderita yang kelebihan minum obat yang mengandung iod / iodide atau makan makanan dengan kadar iod tinggi, dalam hal ini penyakit tsb disebut iod-struma atau iod-Basedow. Penyebab Penyakit Graves Gondok multinodul toksik (yang berkembang sebagai respon terhadap keadaan tubuh, yaitu kehamilan) Kanker tiroid Tiroiditis post partum (onset 2 6 bulan post partum) dalam bentuk ringandan jangka pendek

Gambaran klinis - Umumnya penderita merasa sukar tidur, gelisah, rasa takut, menurunya berat badan akibat penggunaan energi, palpitasis, tremor, transpirasi dan diare akibat peningkatan pristaltik. - Gejala terpenting efek jantung (takikardi, atriumfibrilasi), struma serta bola mata menonjol secara abnormal, sirkulasi yang hiperkinetik. - Pemeriksaan laboratorium penunjang yang menunjukkan kadar T3 dan T4 meningkat dan Indeks Tiroksin Bebas. Diagnosis Diagnosis tirotoksikosis sering dapat ditegakkan secara klinis tanpa pemeriksaan laboratorium, namun pemeriksaan ini perlu untuk menilai kemajuan terapi. Ukur TSH (dapat menurun) dan kadar tiroksin (T4) (mungkin meningkat)

2.8 Struma Nodul Non-Toksik 2.8.1 Neoplasma Macam-macam neoplasma tiroid 1. Benigna Penampilan sebagai nodul soliter dari tiroid dengan sisa jaringan palpable. Teoritis ada adenoma papiler tetapi kebanyakan adenoma folikular. Sangat sukar dibedakan dengan karsinoma. Oleh karena itu, tindakan selalu pembedahan karena berdasar morfologi sendiri adenoma selalu tidak dapat dibedakan dengan karsinoma, diagnosis hanya dikonfirmasikan histologi yang dapat menunjukkan invasi ke kapsula atau ke pembuluh darah. 2. Maligna Rosai J. membedakan tumor tiroid atas adenoma folikular, karsinoma papillare, karsinoma folikular, hurtle cell tumors, clear cell tumors, tumor sel skuamous, tumor musinus, karsinoma medulare, dan karsinoma anaplastik. Karsinoma tiroid sering hormone-dependent. Misalnya pada TSH dimana mengatur sekresi normal dari tiroid. Hormone-dependent maksimal pada Ca papiller dan praktis nol pada tipe anaplastik dan folikuler bervariasi responnya. Klasifikasi karsinoma tiroid 1. Klasifikasi karsinoma tiroid menurut WHO :

a. Tumor epitel maligna Karsinoma folikulare Karsinoma papilare Campuran karsinoma folikulare papilare Karsinoma anaplastik (undifferentiated) Karsinoma sel skuamosa Karsinoma tiroid medulare b. Tumor non-epitel maligna Fibrosarkoma Lain-lain c. Tumor maligna lainnya Sarcoma Limfoma maligna Hemangiotelioma maligna Teratoma maligna d. Tumor sekunder dan unclassified tumor 2. Klasifikasi karsinoma tiroid berdasarkan histopatologi mayor, antara lain : a. Karsinoma papiler Karsinoma ini merupakan jenis karsinoma yang banyak diderita pada umur muda. Sebanyak 1/3 penderita umumnya menunjukkan metastase intraglanduler lymphatic (yang sebelumnya dianggap multisentrik). Metastasis yang paling sering terutama ke limfonodi servikal, namun karsinoma ini relatif tidak terlalu ganas. Secara histologis, terciri atas struktur papiler yang sangat bercabang dilapisi sel-sel yang tersusun tidak teratur dengan inti yang umumnya jernih opaque. Bendabenda psamoma (konkremen kapur dengan susunan berlapis konsentris) sering didapatkan. Di samping daerah papiler, sering terdapat campuran dengan bagian folikuler. b. Karsinoma folikuler Karsinoma folikuler biasanya terjadi pada penderita yang lebih tua. Karsinoma ini bersifat lebih ganas dibandingkan tipe papiler. Selain itu, karsinoma ini sering merupakan komplikasi dari adenoma benigna soliter ataupun struma multinoduler. Metastasis jauh sering ditemukan terutama secara hematogen ke dalam otot dan paru.

Secara histologi, sering menyerupai jaringan kelenjar tiroid normal. sel berukuran medium dan teratur dalam berkas atau trabekula dengan daerah folikuler yang teratur. Oleh karena secara mikroskopik terlihat sel teratur dalam bentuk aciner (sel kolumner rendah atau kuboid), terkadang digambarkan seperti halnya karsinoma alveolar. Bentuk khusus karsinoma folikular adalah karsinoma sel hurtle, terdiri dari sel-sel eosinofil, granular halus yang mengandung banyak mitokondria. c. Karsinoma anaplastik Karsinoma jenis ini merupakan tumor yang tidak menunjukkan diferensiasi ke arah folikuler ataupun papiler dan terdiri dari rangkaian sel-sel solid yang tidak mempunyai aspek khas untuk karsinoma meduler. Biasanya diderita pada usia lanjut. Penyebaran biasanya secara limfogen ataupun hematogen pada stadium awal. Secara histologi, terdapat 2 tipe sel yaitu tipe small cell dan giant cell. Kedua tipe menunjukkan gambaran pleomorphi tetapi tipe giant cell lebih ganas. d. Karsinoma meduler Karsinoma ini berasal dari sel parafolikuler C (derivat dari corpus ultimobranchial) dan beberapa ragu-ragu bahwa ini berasal dari jaringan tiroid. Ada 2 tipe, yaitu familial dan sporadis. Tipe familial sering melibatkan dua lobus dan dapat berasal multifocal sebagai sel parafolikular pada jaringan interstisial dari kelenjar tiroid. Metastasis dengan limfonodi dalam persentase yang tinggi penderita dan prognosis buruk. Tipe sporadis biasanya unilobar dan kurang malignant. Histologi menunjukkan karakter undifferentiated terdiri dari berkas-berkas gel bulat dan dapat menyerupai tumor karsinoid. Karakteristik adanya amiloid baik mikroskopik maupun makroskopik. Tumor juga menyebabkan kelainan biokimia karena kenaikan sekresi dari : Kalsitonin (hipokalsemia, osteoporosis, pembesaran paratiroid, dan sakit tulang) 5-hidroksitriptamine seperti pada karsinoid (dengan manifestasi diare) ACTH (nampak cushingoid) e. Karsinoma epidermoid Karsinoma ini merupakan kanker sekunder berasal dari luar, biasanya dari perluasan sekunder kanker esofagus atau faring. Dalam klinik terkadang ditemukan adenoma maligna (perubahan menjadi ganas dalam adenoma. Karsinoma yang

terjadi awalnya dapat berupa struma nodular soliter. Bisa berupa occult (tersembunyi) bila yang primer tidak palpabel tetapi pasien biasanya menampilkan metastasis pada limfonodi di dekatnya (thyroid aberrant lateral). Klasifikasi TNM Karsinoma Tiroid T Tumor primer Tx T0 T1 T2 T3 Tumor primer tidak dapat dinilai Tidak didapatkan tumor primer Tumor ? 1 cm, terbatas di tiroid Tumor > 1cm tapi tidak lebih dari 4 cm, masih terbatas di tiroid Tumor > 4cm, terbatas di tiroid atau tumor ukuran berapapun dengan ekstensi ekstra tiroid yang minimal (misal ke m. sternocleidomastoideus atau kelenjar paratiroid T4a Tumor telah berekstensi keluar kapsul tiroid dan menginvasi daerah berikut : jaringan subkutis, laring, trakea, esophagus, n. laryngeus reccurens T4b Tumor menginvasi fascia prevertebralis, pembuluh mediastinal atau arteri karotis T4a* Tumor ukuran berapapun yang masih terbatas pada tiroid T4b* Tumor ukuran berapapun yang berekstensi keluar kapsul tiroid *khusus pada karsinoma anaplastik N Kelenjar limfe regional Nx N0 N1 Kelenjar limfe tidak dapat dinilai Tidak didapatkan metastase kelenjar limfe Terdapat metastase kelenjar limfe

N1a Metastase kelenjar limfe servikal ipsilateral N1b Metastase kelenjar limfe bilateral, midline, atau cervical kontralateral atau mediastinum M Metastase jauh Mx M0 M1 Metastase tidak dapat dinilai Tidak ada metastase jauh Terdapat metastase jauh

Stadium Klinis Karsinoma Tiroid 1. Karsinoma tiroid papilare atau folikulare < 45 tahun

Stadium Stadium I Stadium II

Tumor (T) Nodul (N) Metastasis jauh (M) Tiap T Tiap T Tiap N Tiap N M0 M1

2. Karsinoma tiroid papilare dan folikulare umur ? 45 tahun dan medulare Stadium Stadium I Stadium II Stadium III Tumor (T) Nodul (N) Metastasis jauh (M) T1 T2 T3 T1, T2, T3 Stadium IVA T1, T2, T3 T4a Stadium IVB Stadium IVC T4b Tiap T N0 N0 N0 N1a N1b N0, N1 Tiap N Tiap N M0 M0 M0 M0 M0 M0 M0 M1

3. Karsinoma anaplastik / undifferentiated (semua kasus pada stadium IV) Stadium Stadium IVA Stadium IVB Stadium IVC Tumor (T) Nodul (N) Metastasis jauh (M) T4a T4b Tiap T Tiap N Tiap N Tiap N M0 M0 M1

2.9 Struma Nodul Toksik

2.9.1 Tirotoksikosis Sekunder Definisi Tiroktosikosis merupakan suatu keadaan di mana didapatkan kelebihan hormon tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiwi yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan.

Tirotoksikosis di bagi dalam 2 Kategori: 1. Kelainan yang berhubungan dengan Hipertiroidisme 2. kelainan yang tidak berhubungan dengan Hipertiroidisme hipertiroidisme adalah keadaan tirotoksikosis sebagai akibat dari produksitiroid, yang merupakan akibat dari fungsi tiroid yang berlebihan. Etiologi tersering dari tirotoksikosis ialah hipertiroidisme karena penyakit Graves, struma multinodosa toksik ( plumer ) dan

adenoma toksik. Penyebab lain adalah tiroiditis, penyakit tropoblastis, pemakaian yodium yang berlebihan, obat hormon tiroid,dll.

Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis hipertiroidisme ytang paling berat mengancam jiwa, umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit Graves atau Struma multinodular toksik, dan berhubungan dengan faktor pencetus: infeksi, operasi, trauma, zat kontras beriodium, hipoglikemia, partus, stress emosi, penghentian obat anti tiroid, terapi I ,ketoasidosis diabetikum, tromboemboli paru, penyakit serebrovaskular/strok, palpasi tiroid terlalu kuat.

Diagnosis Gejala dan tanda tirotoksikosis: hiperaktivitas,palpitasi, berat badan turun, nafsu makan meningkat, tidak tahan panas, banyak karingat, mudah lelah, sering buang air besar, oligomenore /aminore dan libido turun, takikardia, fibrilasi atrial, tremor halus repleksi meningkat, kulit hangat dan basah, rambut rontok dan bruit.

2.9.2 Tiroid Hashimoto Definisi Adalah peradangan kronik kelenjar tiroid yang diduga merupakan fenomena oto-imun, nama lainnya ialah struma limfomatosa. Tiroiditis autoimun yang terserang terutama wanita berusia antara 30 50 tahun dan dicirikan dengan adanya kelenjar tiroid yang keras. Membesar difus, tak nyeri. Pasien biasanya eutiroid atau hipotiroid dan jarang hipertiroid. Titer antibodi biasanya tinggi dan ada imunitas yang cell mediated terhadap antigen tiroid. Kelainan histopatologis dapat bermacam-macam yaitu antara lain infiltrasi limfosit yang difus, obliterasi folikel tiroid dan fibrosis. Diagnosa Hanya dapat ditegakkan dengan pasti secara histologis maupun biopsi, tetapi hasil biopsi sering tidak dapat dipercaya. Diagnosa Presumtif dapat dibuat atas dasar gambaran klinis dan tingginya titer antibodi lebih dari 1/32 untuk antibodi mikrosomal atau 1/100 untuk antibodi tiroglobulin.

Pengobatan Biasanya tidak diperlukan pengobatan karena strumanya kecil dan asimptomatik. Bila kelenjar tiroid sangat besar mungkin diperlukan tindakan pengangkatan, tetapi operasi ini sebaiknya ditunda karena kelenjar tiroid tersebut dapat mengecil sejalan dengan waktu. Pemberian tiroksin dapat mempercepat hal tersebut. 2.10 Pemeriksaan Tiroid 1. Anamnesa a. Penderita datang dengan keluhan adanya benjolan pada leher depan bagian tengah b. Usia dan jenis kelamin : nodul tiroid timbul pd usia < 20 tahun atau > 50 tahun dan jenis kelamin laki-laki resiko malignancy tinggi (20-70%). c. Riwayat radiasi daerah leher & kepala pada masa anak-anak malignancy 33-37% d. Kecepatan tumbuh tumor. Nodul jinak membesar lama (tahunan), nodul ganas membesar dengan cepat (minggu/bulan) e. Gangguan menelan, sesak nafas, suara serak & nyeri (akibat penekanan/desakan dan/atau infiltrasi tumor sebagai pertanda telah terjadi invasi ke jaringan atau organ di sekitarnya) f. Asal dan tempat tinggal (pegunungan/pantai) g. Benjolan pada leher, lama, pembesaran h. Riwayat penyakit serupa pada keluarga i. Struma toksik : Kurus, irritable, keringat banyak Nervous Palpitasi Hipertoni simpatikus (kulit basah dingin & tremor) j. Struma non-toksik : Gemuk Malas dan banyak tidur Gangguan pertumbuhan 2. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi

Pemeriksa berada di depan penderita. Penderita posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher terbuka sedikit hiperekstensi agar m. sternokleidomastoideus relaksasi sehingga tumor tiroid mudah dievaluasi. Apabila terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen berikut : Lokasi : lobus kanan, lobus kiri, ismus Ukuran : besar/kecil, permukaan rata/noduler Jumlah : uninodusa atau multinodusa Bentuk : apakah difus (leher terlihat bengkak) ataukah berupa noduler lokal Gerakan : pasien diminta untuk menelan, apakah pembengkakannya ikut bergerak Pulsasi : bila nampak adanya pulsasi pada permukaan pembengkakan b. Palpasi Pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi, pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan kedua tangan. Beberapa hal yang perlu dinilai pada pemeriksaan palpasi : Perluasan dan tepi Gerakan saat menelan, apakah batas bawah dapat diraba atau tidak dapat diraba trachea dan kelenjarnya. Konsistensi, temperatur, permukaan, dan adanya nyeri tekan Hubungan dengan m. sternocleidomastoideus (tiroid letaknya lebih dalam daripada musculus ini. Limfonodi dan jaringan sekitar c. Auskultasi Pada auskultasi perlu diperhatikan adanya bising tiroid yang menunjukkan adanya hipertiroid.

2.11 Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium Pemeriksaan kadar TSH, T3 total, Free T4, dan T4 total. Nilai normal pada orang dewasa adalah sebagai berikut : Iodium bebas : 0,1-0,6 ml/dl

T3 : 0,2-0,3 ml/dl T4 : 6-12 ml/dl Nilai normal pada bayi/anak : T3 : 180-240

2. Radiologi Thorax adanya deviasi trakea, retrosternal struma, coin lesion (papiler), cloudy (folikuler). Leher AP lateral evaluasi jalan nafas untuk intubasi pembiusan. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi NaI peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Nilai normalnya 10-35%. Jika , 10% disebut menurun (hipotiroidisme), jika .35% disebut meninggi (hipertiroidisme).Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk : 1. Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya. 2. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih. 3. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain. 4. Scintiscan yodium radio aktif dengan teknetium porkeknera, untuk melihat medulanya. 5. Sidik ultrasoud untuk mendeteksi perubahan-perubahan kistik pada medula tiroid. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak.

3. USG Dilakukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior yang secara klinis belum dapat dipalpasi. Di samping itu, dapat dipakai untuk membedakan nodul yang padat atau kistik serta dapat dimanfaatkan untuk penuntun dalam tindakan biopsy aspirasi jarum halus. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG :

Kista Adenoma Kemungkinan karsinoma Tiroiditis Foto polos leher dan dada atau berguna untuk menunjukan pergeseran trakea dan esofagus. Esofagogram untuk menunjukan goiter sebagai penyebab disfagia.

4. Scanning tiroid (pemeriksaan sidik tiroid) Memakai uptake I131 yang didistribusikan ke tiroid untuk menentukan fungsi tiroid. Normalnya uptake 15-40 % dalam 24 jam. Bila uptake > normal disebut hot area, sedangkan jika uptake < normal disebut cold area (pada neoplasma) Bila nodul menangkap lebih sedikit dari jaringan tiroid yang normal disebut nodul dingin (cold nodule), bila sama afinitasnya maka disebut nodul hangat (warm nodule) dan bila afinitasnya lebih maka disebut nodul panas (Hot nodule). Karsinoma tiroid sebagai besar adalah nodul dingin. Sekitar 10-17% struma dengan nodul dingin ternyata adalah suatu keganasan. Bila akan dilakukan pemeriksaan sidik tiroid, maka obat-obatan yang mengganggu penangkapan iodium oleh tiroid harus dihentikan selama 2-4 minggu sebelumnya.

5. Pemeriksaan sitologi melalui biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH) Pemeriksaan sitologi nodul tiroid diperoleh dengan aspirasi jarum halus. Cara pemeriksaan ini berguna untuk menetapkan diagnosis suspek maligna ataupun benigna. Keberhasilan dan ketepatan hasil BAJAH tergantung atas 2 hal yaitu faktor kemampuan pengambilan sampel dan faktor ketepatan interpretasi oleh seorang sitolog sehingga angka akurasinya sangat bervariasi. Ketepatan pemeriksaan ini pada karsinoma tiroid anaplastik, medulare dan papilare hampir mendekati 100%, tetapi jenis folikulare hampir tidak dapat dipakai karena gambaran sitologi untuk adenomatosus goiter, adenoma folikulare dan adeno karsinoma folikuler adalah sama, tergantung dari gambaran invasinya ke kapsul dan vaskular yang hanya dapat dilihat dari gambaran histopatologi.

6. Pemeriksaan histopatologi Merupakan pemeriksaan diagnostik utama jaringan diperiksa, setelah dilakukan tindakan lobektomi atau isthmolobektomi Untuk kasus inoperabel, jaringan yang diperiksa diambil dari tindakan biosi insisi.

2.12 Penatalaksanaan Medikamentosa

Obat Antitiroid Secara umum, terapi dengan obat antitiroid paling berguna pada pasien-pasien muda dengan kelenjar yang kecil dan penyakit ringan.

> Prophyltiurasil (PTU) - Dosis awal : 300-600 mg/hari - Dosis maksimal : 2000 mg/hari - Mekanisme kerja menghambat konversi T4 menjadi T3 - Bekerja pada extratirodial dan intra tiroidial - Lebih banyak efek sampaing seperti menekan eritrosit, leukosit, dan trombosit.

> Metimazol - Dosis awal 20-30 mg/hari - Indikasi : (i) Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien muda dengan struma ringan sedang dan tirotoksikosis. (ii) Untuk mengendalikan tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah pengobatan yodium radioaktif (iii) Persiapan tiroidektomi (iv) Pasien hamil dan lanjut usia (v) Krisis tiroid Obat antitiroid yang sering digunakan : Karbimazol Metimazol Propiltourasil 30-60 30-60 300-600 5-20 5-20 5-200

Obat golongan Penyekat beta > Propranolol Propranolol diberi untuk mengendalikan gejala-gejala adrenegik seperti takikardi dan hipertensi. Bila hipertensi di mana penyekat beta saja tidak mampu, maka diberikan bersama kaptopril (ACE inhibitor). Untuk pengobatan Oftalmopati Graves (OG) yang disebut juga sebagai thyroid associated opthalmopathy (TAO). Terapi hanya berhasil apabila diberikan pada puncak akivitas penyakitnya.(10) Pengobatan OG meliputi : (i) OG ringan : - cukup diberikan pengobatan lokal seperti air mata artificial dan salep, tetes mata obat penghambat beta (ii) OG yang berat - pemberian glukokortikoid (oral, intravena, lokal) - radioterapi supravoltase - pemberian analog somatostatin (oktreotid, lanreotid) dan immunoglobulin ** keduanya masih dalam tahap pengembangan.

Yodium Radioaktif Di Amerika Serikat, terapi dengan natrium iodide I131 adalah terapi terpilih untuk kebanyakan pasien di atas 21 tahun. Komplikasi utama terapi radioaktif adalah hipotiroidisme, yang akhirnya terjadi pada 80% atau lebih pasien yang diobati secara adekuat. Hal ini tidak perlu dianggap betul-betul sebagai komplikasi dan bahkan hal inilah yang merupakan jaminan terbaik bahwa pasien tidak akan mengalami kekambuhan

hipertiroidisme.

Penatalaksanaan bedah Untuk penatalaksanaan bedah, tiroidektomi subtotal adalah terapi pilihan untuk pasien dengan kelenjar yang sangat besar atau goiter multinodular. Pasien dipersiapkan dengan obat antitiroid sampai eutitoid (kira-kira 6 minggu). Antara operasi rehabilitatif yang dilakukan adalah seperti dekompresi orbita, operasi otot mata atau operasi kelopak mata. Dekompresi orbita biasanya dilakukan dengan mengangkat dinding medial dan inferior melalui

pendekatan etmoidal. Dekompresi apeks orbita perlu dilakukan agar hasil akhir baik. Dekompresi bedah orbita bertujuan menghilangkan tekanan intraorbita. Pembedahan pada otot-otot yang menggerakkan bola mata mungkin perlu dilakukan untuk meluruskan pandangan pada penderita yang sudah lama mengidap diplopia.

Non-Medikamentosa (i) Diet tinggi protein dan pemberian suplemen vitamin (ii) Meningkatkan konsumsi buah dan sayuran (iii) Tidur dengan posisi kepala terangkat

2.13. Pencegahan

Grave Disese : (i) Berhenti merokok jika merokok (ii) Memakai kaca mata hitam untuk menghindari cahaya terang terutama di siang hari (iii) Menutup mata di waktu malam (iv) Menghindari debu Penggunaan yodium yang cukup, makan makanan yang banyak mengandung yodium, seperti ikan laut, ganggang-ganggangan dan sayuran hijau. Untuk penggunaan garam beryodium dalam masakan perlu diperhatikan. Garam yodium bisa ditambahkan setelah masakan matang, bukan saat sedang memasak sehingga yodium tidak rusak karena panas. 1. Pada ibu hamil dianjurkan agar tidak menggunakan obat-obatan yang beresiko untuk ketergantungan goiter kongenital. 2. Hindari mengkonsumsi secara berlebihan makanan-makanan yang mengandung goitrogenik glikosida agent yang dapat menekan sekresi hormone tiroid seperti ubi kayu, jagung, lobak, kankung, dan kubis. 2.14. Prognosis Prognosis umumnya baik. Kebanyakan pasien tidak memerlukan tindakan pembedahan. Dari berbagai studi, 101 kasus Oftalmopati Graves, hanya 15% yang memburuk dalam 5 tahun, sisanya membaik sendirinya. Dari 120 kasus, 74% tidak membutuhkan pengobatan atau hanya diberikan obat ringan saja.

You might also like