You are on page 1of 20

Nama NPM Jurusan

: Robby Dwitama : 1206217300 : Teknik Mesin

Ringkasan Buku Ajar 1 MPKT-A


I.

Kekuatan dan Keutamaan Karakter

Persoalan karakter belakangan ini mencuat kembali, ini ditandai dengan banyaknya pembahasan tentang karakter. Lalu juga ditandai dengan banyaknya lembaga pendidikan yang berlabel pendidikan karakter dan pemerintah mulai banyak memberikan penekan terhadap pendidikan karakter. Pembentukan karakter memang menjadi salah satu kunci bagi kemajuan bangsa. Pembentukan karakter tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan karakter. Dalam ilmu psikologi, pembahasan tentang karakter dengan kekuatan dan keutamaannya cukup menonjol. Hal ini dilakukan guna memahami kebahagian, kebahagian yang otentik. Kebahagian yang otentik adalah kumpulan perasaanperasaan positif dan penilaian penilaian yang memuaskan berdasarkan kekuatan dan keutamaan karakter. Oleh sebab itu, pendidikan karakter dapat membantu perserta didik untuk mencapai kebahagian. Karakter dan kepribadian adalah dua hal yang berbeda meskipun keduanya saling berkaitan. Allport (1937:48) mendefinisikan kepribadian sebagai ...... organisasi dinamis dari keseluruhan sistem psiko-fisik dalam diri individu yang menentukan penyesuaian dirinya yang unik terhadapay lingkungannya. Sehingga kepribadian manusia tidak acak dan unsurunsurnya tidak bekerja secara sendiri-sendiri serta bersifat dinamis. Kepribadaian manusia dapat dipengaruhi oleh faktot internal (diri sendiri) maupun faktor eksternal (Lingkungan). Allport (1937) mendefinisikan karakter sebagai kepribadian yang dievaluasi, yang artinya adalah karakter adalah segi-segi kepribadian yang ditampilkan keluar dan disesuaikan dengan nilai dan norma tertentu. Dengan demikian karakter adalah kumpulan sifat mental dan etis yang menandai seseorang. Karakter juga menentukan apakah seseoarang akan mencapai tujuan yang efektif. Karakter dapat diperoleh melalui pengasuhan dan pendidikan karakter mesikupun setap individu pasti sudah mempunya karakter masing-masing. Karakter yang kuat dapat diperoleh melalui berbagai proses pembelajaran dan pelatihan. Indentifikasi karakter yang merupakan pengenalan terhadap keutamaan dari dir seseorang dapat dilakukan dengan pengenalan terhadap ciri-ciri keutamaan. Peterson dan Seligman (2004), mengatakan bahwa karakter yang kuat adalah karakter yang bercirikan keutamaan-keutamaan yang merupakan keunggulan dari manusia. Keutamaaan karakter dapat dibedakan berdasarkan kemampuan dan bakat dari seseoarang. Lalu pendekatan metodik yang dapat mengindentifikasikan keutamaan karakter dari seseoarang dapat dilakukan dengan cara inventori, skala sikap, wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah dan simulasi. Lalu, Peterson dan Seligman (2004) membagi karakter menjadi tiga level konseptual, yaitu keutamaan, kekuatan dan tema situasional. Setiap konsep cara untuk mengenali dari konsep tersebut berbeda dengan konsep lainnya. Ketiga konsep tersebut

Page | 1

tersusun secara hierakis dengan susunan, yaitu keutamaan pada level atas, kekuatan pada level tengah dan tema situasional berada pada level bawah. Tetapi dalam kehidupan seharihari, seseoarang terlebih dahulu mengenali tema situasional lalu kekuatan dan yang terakhir adalah keutamaan. Keutamaan adalah sebuah karakteristik utama dari karakter dan dijadikan sebagai nilai moral oleh para filsuf dan agamawan. Sedangkan kekuatan adalah sebuah unsur psikologis yang mendefinsikan keutamaan. Dan yang terakhir tema situasional adalah kebiasaan khusus yang mengarahkan seseoarang untuk mewujudkan keukatan karakterdalam situasi tertentu, sehingga semakin banyak dan sering tema ditampilkan maka kekuatan karakter seseorang akan semakin kuat. Keutamaan secara umum dapat dikategorikan menjadi 6 kategori dan dari ke-enam katogori tersebut memiliki 24 kekuatan karakter, yaitu: 1. Kebijaksanaan dan pengetahuan, dengan kekuatannya (1) Kreativitas, orisinalitas, dan kecerdasan praktis, (2) rasa ingin tahu, (3) cinta akan pembelajaran, (4) pikiran yang kritis, (5) perspektif. 2. Kemanusian dan cinta, dengan kekuatannya (1) baik dan murah hati, (2) selalu memiliki tenaga untuk membantu orang lain, (3) kecerdasan emosional 3. Kesatriaan, dengan kekuatannya (1) menyatakan kebenaran dan mengakui kesalahan, (2) ketabahan, teguh dan keras hati, (3) integritas, kejujuran dan penampilan diri yang wajar, (4) vitalitas, bersemangat dan antusias 4. Keadilan, dengan kekuatannya (1) kewarganegaraan, dedikasi dan kesetian demi keberhasilan bersama, (2) kesetaraan 5. Pengelolaan diri, dengan kekuatannya (1) pemaaf dan pengampun, (2) pengendalian diri, (3)kerendahan hati dan (4) kehati-hatian 6. Transendensi, Keutamaan yang menghubungkan kehidupan manusia dengan alam semesta, dengan kekuatannya (1) penghargaan terhdapa keindahan dan kesempurnaan, (2) kebersyukuran, (3) penuh harapan, optimis dan orientasi ke depan, (4) spritualitas, (5) menikmati hidup dan selera humor yang memadai Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat keutamaan yang menghubungkan kehidupan manusia dengan alam semesta, kalimat tersebut dapat diartikan dengan karakter manusia memiliki hubungan dengan spritualitas. Istilah spiritualitas memilki pengertian yang luas dan menimbulkan banyak penafsiran, tetapi ada satu definis yang mendekati pengertian yang universal dan komprehensif. Hal tersebut dikemukan oleh Murray dan Zenther (1998, dalam McSherry, 1998) yang secara singkat mengatakan bahwa spiritualitas harus ditempatkan dalam konteks keselurahan alam semesta dan keterkaitan isi dunia ini. Spiritualitas melampaui affilisasi terhadapa agama tertentu. Sehingga bisa dikatakan karakter selalu dilandasi oleh spiritualitas.

Page | 2

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, karakter dapat mendatangkan kebahagiaan bagi seseoarang, sehingga pembentukan karakter erat sekali hubungannya dengan pencapaian kebagian yang akhirnya, semakin orang memiliki karakter yang kuat adalah orang yang berbahagia, mandiri dan memeberi sumbangan positif bagi masyarakat. Seligman (2004) menyebutkan tiga kebahgiaan, yaitu memiliki makna dari semua tindakan yang dilakukan mengetahui kekuatan tertinggi dan menggunakan kekuatan tertinggi untuk melayani sesuatu yang dipercayai lebih besar dari diri sendiri. Menurut seligman tidak ada jalan pintas untuk mencapai kebahagiaan, sehingga bila ingin mendapatkan kebahagian harus berpikir positif, memandang hidup dan orang lain dengan hal yang baik dan serta mamaknai dunia. Sehingga pada kesimpunya pendidikan harus mengarahkan para peserta didiknya untuk mendapatkan ketiga kebahagiaan, dengan cara melalui pendidikan karakter.

Page | 3

II.

Filsafat

Penjelasan tentang hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan dapat kita temui dalam literatur filsafat ilmu. Filsafat ilmu berkaitan dengan asumsi, fondasi, metode, dan implikasi dari ilmu pengetahuan. Filsafat ilmu juga mempertimbangkan masalah yang berlaku untuk ilmu tertentu (misalnya filsafat biologi atau filsafat fisika). Di sisi lain, filsafat ilmu berurusan dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan. Tanpa logika, filsafat dan ilmu pengetahuan tidak dapat memastikan langkahlangkah perolehan pengetahuan yang benar. Karakter dan filsafat memiliki hubungan yang saling menguatkan. Filsafat memang mengandalkan pikiran karena untuk mencapai kebenaran diperlukan pikiran. Tetapi berfilsafat tidak hanya menggunakan pikiran. Berfilsafat berarti juga melibatkan keseluruhan diri untuk terlibat dalam pencarian kebenaran. Ada syarat-syarat berfilsafat yang melibatkan sifat-sifat baik manusia. Kata filsafat pertama kali ditemukan dalam tulisan sejarawan Yunani Kuno, Herodotus (484-424 SM). Kata berfilsafat di situ mengindikasikan bahwa Solon mencari pengetahuan untuk pengetahuan semata. Kata filosof atau filsuf berasal dari kata philosophos yang berati pencinta kebijaksanaan; philos berarti kebijaksanaan, dan sophos berarti pecinta dari kata dasar sophia yang berarti cinta. Orang-orang yang gagasan dan pemikirannya didasari oleh pengetahuan tentang kebenaran dan dapat mempertahankannya dengan argumentasi yang kuat patut disebut filsuf. Mereka adalah pencinta kebijaksanaan dan apa yang dilakukan oleh filsuf kemudian disebut filsafat. Jika kita pelajari lebih lanjut pemikiran-pemikiran filosofis sejak Yunani Kuno hingga abad ke-21, filsafat dapat didefinisikan sebagai usaha manusia untuk memahami segala perwujudan kenyataan secara kritis, radikal dan sistematis. Dari definisi itu dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah usaha. Sebuah usaha adalah sebuah proses, bukan semata produk. Proses itu berisi aktivitas-aktivitas untuk memahami segala perwujudan kenyataan atau apa yang ada (being). Apa yang hendak diketahui filsafat tak terbatas, oleh karena itu proses pemahaman itu berlangsung terus menerus. Filsafat yang memiliki sifat kritis tidak mungkin merupakan barang yang jadi. Setidaknya, sebagai produk filsafat adalah pemikiran yang perlu dikaji, direfleksikan dan dikritik lagi. Istilah kritis dalam pengertian filsafat berasal dari istilah latin kritein yang berarti memilah-milah dan kritikos yang berarti kemampuan menilai. Lebih khusus lagi, yang dimaksud berpikir kritis di sini adalah usaha yang dilakukan secara aktif untuk memahami
Page | 4

dan mengevaluasi informasi dengan tujuan menentukan apakah informasi itu diterima, ditolak atau belum dapat diputuskan penerimaannya karena belum jelas. Sifat utama filsafat yang lain adalah radikal. Istilah radikal berasal dari kata radix yang berarti akar. Berpikir kritis memungkinkan orang untuk dapat berpikir radikal. Sifat radikal pada filsafat memungkinkannya memahami persoalan sampai ke akar-akarnya dan mengajukan penjelasan yang mendasar. Berfilsafat dilakukan secara sistematis. Asal kata sistematis adalah systema yang berarti keteraturan, tatanan dan saling keterkaitan. Sistematis di sini memiliki pengertian bahwa upaya memahami segala sesuatu itu dilakukan menurut suatu aturan tertentu, runut dan bertahap, serta hasilnya dituliskan mengikuti suatu aturan tertentu pula. Dengan kata lain, sifat sistematis dalam filsafat sekaligus mencakup sifat logis. Dari sini dapat dipahami bahwa filsafat mencakup logika. Artinya, filsafat selalu memegang keyakinan akan daya argumen dan penalaran. Logika yang digunakan dalam filsafat merupakan logika baru untuk jamannya. Seorang filsuf bernama Jacques Maritain mengatakan, Filsafat ialah suatu

kebijaksanaan dan sifatnya pada hakikatnya berupa usaha mengetahui. Mengetahui dalam arti paling penuh serta paling tegas, yaitu mengetahui dengan kepastian berdasarkan sebabsebabnya mengapa barang sesuatu itu seperti keadaannya, tidak bisa lain dari itu (Kattsoff, 2004:65). Kita dapat menemukan pembagian filsafat berdasarkan sistematika permasalahan (Gazalba, 1979) atau area kajian filsafat yang secara garis besar terdiri dari ontologi, epistemologi dan axiologi. Ontologi, istilah ontologi berasal dari dua kata bahasa Latin, yaitu onta yang berarti ada dan logia yang berarti ilmu, kajian, prinsip atau aturan. Ontologi secara umum didefinisikan sebagai studi filosofis tentang hakikat ada (being), eksistensi, atau realitas, serta kategori dasar keberadaan dan hubungan mereka. Epistemologi adalah cabang filsafat yang mengkaji teori-teori tentang sumber-sumber, hakikat, dan batas-batas pengetahuan. Pertanyaan epistemologis yang hendak dijawab di sini adalah bagaimana proses perolehan pengetahuan pada diri manusia dan sejauh mana ia dapat mengetahui. Dalam epistemologi terdapat empat cabang yang lebih kecil (1) epistemologi
Page | 5

dalam arti sempit; (2) filsafat ilmu; (3) metodologi; dan (4) logika. Epistemologi dalam arti sempit merupakan cabang filsafat yang mengkaji hakikat pengetahuan yang ditelusuri melalui 4 pokok, yaitu 1) sumber pengetahuan, 2) struktur pengetahuan, 3) keabsahan pengetahuan, dan 4) batas-batas pengetahuan. praktis (eksistensial pragmatis). Axiologi adalah bidang filsafat yang mencoba menjawab pertanyaan Apa yang dilakukan manusia dan apa yang seharusnya dilakukan manusia? Axiologi mengkaji pengalaman dan penghayatan dari perilaku-perilaku manusia. Cabang filsafat yang termasuk dalam axiologi adalah etika dan estetika. Etika adalah cabang filsafat yang mengkaji nilai apa yang berkaitan dengan kebaikan dan apakah itu perilaku baik. Kata etika menunjuk dua hal. Pertama: disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai dan pembenarannya. Kedua: pokok permasalahan disiplin ilmu itu sendiri yaitu nilai-nilai hidup manusia yang sesungguhnya dan hukum-hukum tingkah laku manusia. Estetika mengkaji pengalaman dan penghayatan manusia dalam menanggapi apakah sesuatu itu indah atau tidak. Jadi estetika membahas soal-soal keindahan yang dipersepsi oleh manusia. Aliran Filsafat, hanya Immanuel Kant yang menjelajahi ketiga wilayah sistematika filsafat secara lengkap lewat tiga bukunya: Critic of Pure Reason, Critic of Practical Reason, dan Critic of Judgement. F.W. Nietzsche, seorang filsuf Jerman, hanya menelaah wilayah epistemologi, metafisika, estetika dan etika. Filsuf-filsuf lain yang cukup terkenal dan berpengaruh di antaranya Rene Descartes, David Hume, F.G.W. Hegel, Edmund Husserl, Karl Marx dan Bertrand Russell. Dalam perkembangan filsafat, berbagai aliran, berbagai isme bermunculan. Berikut adalah beberapa aliran yang cukup berpengaruh dalam sejarah perkembangan filsafat: a. Rasionalisme: aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa semua pengetahuan bersumber dari akal (rasio), ditegaskan di sini bahwa akal yang mampu mendapatkan pengetahuan secara jernih (clear) dan lugas/terpilah (distinct) tentang realitas. b. Empirisme: aliran dalam filsafat yang menekankan pengalaman sebagai sumber pengetahuan.
Page | 6

Pengetahuan di sini adalah pengetahuan umum atau

pengetahuan sehari-hari (knowledge) atau pengetahuan yang berguna bagi manusia secara

c. Kritisisme: aliran filsafat yang dibangun oleh filsuf besar: Imanuel Kant. Aliran ini pada dasarnya adalah kritik terhadap rasionalisme dan empirisme yang dianggap terlalu ekstrem dalam mengkaji pengetahuan manusia. Akal menerima bahan-bahan yang belum tertata dari pengalaman empirik, lalu mengatur dan menertibkannya dalam kategori-kategori. d. Idealisme: aliran filsafat yang berpendirian bahwa pengetahuan adalah proses-proses mental ataupun proses-proses psikologis yang sifatnya subyektif. Materi tidak memiki kedudukan yang independen melainkan hanya merupakan materialisasi dari pikiran manusia. e. Vitalisme: aliran filsafat yang memandang hidup tidak dapat sepenuhnya dijelaskan secara mekanis karena pada hakikatnya manusia berbeda dengan benda mati. Manusia memiliki kehendak yang mampu mengubah keadaannya yang statis menjadi lebih dinamis. f. Fenomenologi: aliran filsafat yang mengkaji penampakan (gejala-gejala) dan memandang gejala dan kesadaran selalu saling terkait. Analisis terhadap istilah merupakan langkah penting yang harus dilakukan untuk mendapatkan makna yang tepat dan memadai. Secara ringkas, Kattsoff (2004:3438) mengemukakan langkah-langkah umum yang disarankan dalam menganalisis dan sintesis. 1. Memastikan adanya masalah yang diragukan kesempurnaan atau kelengkapannya. 2. Masalah umumnya terpecahkan dengan mengikuti dua langkah, yakni menguji prinsip-prinsip kesahihannya dan menentukan sesuatu yang tak dapat diragukan kebenarannya (untuk menyimpulkan kebenaran yang lain). 3. Meragukan dan menguji secara rasional segala hal yang ada sangkut pautnya dengan kebenaran. 4. Mengenali apa yang dikatakan orang lain mengenai masalah yang bersangkutan dan menguji penyelesaian-penyelesaian mereka.

Page | 7

5. Menyarankan suatu hipotesis yang kiranya memberikan jawaban atas masalah yang diajukan. 6. Menguji konsekuensi-konsekuensi dengan melakukan verifikasi terhadap hasil-hasil penjabaran yang telah dilakukan. 7. Menarik simpulan mengenai masalah yang mengawali penyelidikan. Dengan demikian, berpikir filosofis merupakan satu cara untuk membangun keutamaan pengetahuan dan kebijaksanaan dengan kekuatan-kekuatan yang dikandungnya.

III.

Dasar-dasar logika

1. Apakah Logika Itu? Logika dikenal sebagai cabang filsafat, tetapi ada juga ahli yang menempatkannya sebagai cabang matematika. Jika ditempatkan sebagai cabang filsafat, logika dapat diartikan sebagai cabang dari filsafat yang mengkaji prinsip, hukum dan metode berpikir yang benar, tepat dan lurus. Dalam matematika, logika dikaji dalam kaitannya dengan upaya menyusun bahasa matematika yang formal, baku, dan jernih maknanya, serta dalam kajian tentang penyimpulan dan pembuatan pernyataan yang benar. Logika merupakan alat yang dibutuhkan dalam kajian berbagai ilmu pengetahuaan dan juga dalam kehidupan sehari-hari. Secara filosofis, logika adalah kajian tentang berpikir atau penalaran yang benar.penalaran adalah proses penarikan kesimpulan berdasarkan alasan yang relevan. Logika menggunakan pemahaman tentang standar kebenaran yang diperoleh dari epistemologi yang merupakan cabang filsafat yang mengkaji hakikat pengetahuan. Logika merupakan dasar filosofis dari matematika. Logika juga berhubungan erat dengan bahasa alamiah yang sehari-hari dipakai oleh manusia. Logika berkaitan dengan pemahaman manusia dalam kesehariannya. Sebagai kajian tentang kajian tentang kebenaran khusus, logika merupakan ilmu pengetahuan yang bertujuan menjelaskan kebenaran atau fakta tertentu. Kebenaran logis adalah satu pernyataan yang kebenarannya dijamin sejauh makna dari konstanta logisnya tetap, terlepas dari apa makna bagian lain yang menyertainya. Dalam arti kajian ciri-ciri atau bentuk umum dari putusan atau bentuk pikiran dari putusan, logika dapat dipahami sebagai
Page | 8

kajian yang mempelajari unsur-unsur putusan dan susunannya dengan tujuan untuk memperoleh pola atau bentuk umum dari proses pembuatan putusan. Fokus kajian dari logika adalah pikiran, representasi linguistik, meskipun pikiran dan bahasa saling terkait erat. 2. Term, Definisi, dan Divisi 2.1. Term Term merupakan tanda untuk menyatakan suatu ide yang dapat diinderai sesuai dengan pakat. Secara umum term adalah tanda yang didasrkan pada kelaziman, bukan tanda alamiah. Suatu term sering kali mempunyai bermacam-macam arti. 2.2. Definisi Definisi adalah pernyataan yang menerangkan hakikat suatu hal. Definisi nominal ialah definisi yang menerangkan makna kata seperti yang dimuat dalam kamus. Definisi real adalah definisi yang menerangkan arti hal itu sendiri. Definisi esensial menerangkan inti dari suatu hal dengan menyebutkan genus dan diferentianya. Definisi deskriptif mengemukakan segi-segi yang positif tetapi belum tentu esensial mengenai suatu hal. Definisi distingtif menunjukan properti. Definisi genetik menyebutkan asal mula atau proses terjadinya suatu hal. Definisi kausal menunjukan penyebab atau akibat dari suatu hal. Definisi aksidental tidak mengandung hal-hal yang esensial dari suatu hal. Pembuatan definisi yang memadai untuk digunakan dalam pemikiran logis harus mengikuti aturan-aturan berikut. Definisi harus lebih jelas dari yang didefinisikan. Definisi tidak boleh mengandung ide atau term dari yang didefinisikan. Definisi dan yang didefinisikan harus dapat dibolak balik. Definisi harus dinyatakan dalam kalimat positif. Dalam tulisan jenis sastra ada kekecualian dalam pembuatan definisi karena pendefinisian di situ umumnya bukan dalam rangka menjelaskan hal tertentu secara harfiah, melainkan untuk memberi kesan tertentu. 2.3. Divisi Divisi adalah uraian suatu keseluruhan ke dalam bagian-bagian berdasarkan satu kesamaan karakteristik tertentu. Penguraian dengan divisi real atau aktual dilakukan berdasarkan bagian-bagian yang ada pada objek itu sendiri. Kegiatan menambahkan elemenelemen merupakan kegiatan dari divisi logis, disebut sintesis. Ada sejumlah aturan yang harus diikuti dalam pembuatan divisi. Tidak boleh ada bagian yang terlewati. Bagian tidak boleh melebihi keseluruhan. Tidakboleh ada bagian yang meliputi bagian yang lain. Divisi harus jelas dan teratur. Jumlah bagian harus terbatas. 3. Kalimat, Pernyataan, dan Proporsi
Page | 9

Secara umum, kalimat didefinisikan sebagai serangkaian kata yang disusun berdasarkan aturan-aturan tata bahasa dalam suatu bahasa, dan dapat digunakan untuk tujuan menyatakan, menanyakan, atau memerintahkan sesuatu hal. Benar atau salahnya struktur suatu kalimat ditentukan berdasarkan kaidah atau aturan tata bahasa suatu bahasa. Pernyataan adalah kalimat yang digunakan untuk membuat suatu klaim atau menyampaikan sesuatu yang bisa benar atau salah. Kalimat yang berupa pertanyaan atau perintah berbeda dari pernyataan. Proposisi ialah makna yang diungkapkan melalui pernyataan, atau dengan kata lain arti atau interpetasi dari suatu pernyataan. Kalimat yang tidak bermakna atau tidak koheren tidak mengungkapkan proporsi apa pun. Kalimat atau pernyataan yang boleh ditafsirkan lebih dari satu makna menyebabkan kita salah dalam memahami dan menanggapinya. Pernyataan sederhana adalah pernyataan yang hanya mengandung satu proporsi. Pernyataan kompleks adalah pernyataan yang mengandung lebih dari satu proposisi. Proporsi yang dikandung oleh suatu pernyataan juga disebut komponen logika dari pernyataan. Hubungan di antara proposisi atau pernyataan sederhana dalam pernyataan kompleks ditujukan oleh penggunaan kata hubung. Ada empat jenis pernyataan kompleks yaitu negasi, konjungsi, disjungsi, dan kondisional. Negasi dari suatu pernyataan sederhana adalah pengingkaran dari pernyataan tersebut. Suatu pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan kata dan disebut konjungsi atau kalimat konjungtif. Pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan kata atau disebut disjungsi atau pernyataan disjungtif. Pernyataan kompleks yang komponen logikanya dihubungkan dengan jika..., maka... disebut pernyataan kondisional atau hipotesis. 4. Penalaran Penalaran adalah penarikan kesimpulan berdasarkan alasan alasan yang relavan. Proses pencapaian kebenaran dimulai dari pengenalan terhadap gejala dan pembentukan ide itu sendiri. Kebenaran dapat dicapai melalui penyimpulan langsung, yaitu penyimpulan yang ditarik sesuai dengan prinsip-prinsip logika. Penyimpulan langsung dilakukan melalui indera. Penyimpulan langsung memberikan pengetahuan dasar bagi manusia. Penyimpulan melalui perbandingan ide-ide adalah penyimpulan tidak langsung. Penalaran adalah penyimpulan tak langsung atau penyimpulan dengan menggunakan perantara. Deduksi adalah proses penalaran yang dengannya kita membuat suatu kesimpulan dari suatu hukum, dalil, atau prinsip yang umum kepada suatu keadaan yang khusus. Induksi adalah proses penalaran yang dengannya kita menyimpulkan hukum, dalil, atau prinsip umum dari kasus kasus khusus.
Page | 10

Kesalahan material adalah kesalahan putusan yang digunakan sebagai pertimbangan yang seharusnya memberikan fakta atau kebenaran. Kesalahan formal ialah kesalahan yang berasal dari urutan penyimpulan yang tidak konsisten. Di dalam argumentasi terkandung term yang merupakan ungkapan verbal dari ide dan preposisi yang merupakan ungkapan verbal dari putusan. Preposisi yang dijadikan dasar dari kesimpulan disebut premis atau anteseden. Silogisme kategoris adalah argumen yang menggunakan proposisi kategoris. Silogisme hipotesis adalah argumentasi yang menggunakan proposisi hipotetis. 5. Argumen Deduktif Penalaran deduktif adalah proses perolehan kesimpulan yang terjamin validitasnya jika bukti yang tersedia benar dan penalaran yang digunakan untuk menghasilkan kesimpulan tepat. Penalaran deduktif diawali dengan generalisasi yang dianggap benar yang menghasilkan premis-premis, lalu dari situ diturunkan kesimpulan yang koheren dengan premis-premisnya. Silogisme adalah jenis argumen yang kesimpulannya diturunkan dari dua proposisi umum yang berbentuk prosisi kategoris. Silogisme sahih jika kesimpulannya dibuat berdasarkan premis-premisnya dengan bentuk-bentuk yang tepat. Silogisme kategoris artinya berlaku untuk semua seluruh anggota kelas, atau tidak sama sekali. Silogisme tunduk kepada delapan hukum. Silogisme hanya mengandung tiga term. Term mayor atau term minor tidak boleh menjadi universal dalam kesimpulan jika dalam premis hanya bersifat partikular. Term tengah harus digunakan sebagai proposisi universal dalam premis-premis, setidak-setidaknya satu kali. Jika kedua premis afirmatif, maka kesimpulan juga afirmatif. Tidak boleh kedua premis negatif, setidaknya salah satu harus afirmatif. Kalau salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif. Kalu salah satu premis partikular, kesimpulan harus partikular. Tidak boleh kedua premis partikular, setidaknya salah satu harus universal. Silogisme hipotetis berbeda dengan silogisme kategoris dan tunduk kepada aturan tersendiri. Dapat dikatakan bahwa premis mayor silogisme hipotetis adalah proposisi hipotetis sedagkan premis minor dan kesimpulannya adalah preposisi kategoris. Ada tiga bentuk dasar dari silogisme hipotetis, yaitu modus ponens yang mengafirmasi antisedens, modus tollens yang menolak konsekuen, dan silogisme hipotetis dengan rantai kondisional. 6. Argumen Induktif Argumen induktif dapat dipahami sebagai hipotesis yang mengandung risiko dan ketidakpastian. Ketidak pastian dalam argumen induktif muncul dalam dua area yang berhubungan, yaitu dalam premis-premis argumen dan dalam asumsi-asumsi infernsial
Page | 11

argumen. Dalam semua argumen induktif, ada premis atau asumsi inferensial yang lemah yang mencerminkan ketidakpastian karena informasi yang ada kurang lengkap. Karakteristik semua argumen induktif adalah bahwa dalam kondisi ketidakpastian atau kurangnya informasi, kita langsung mengambil kesimpulan dengan risiko bahwa kita mengambil kesimpulan yang salah. Suatu hipotesis adalah suatu proposisi yang diterima secara tentatif. Untuk menjelaskan fakta-fakta atau bukti-bukti tertentu. Strategi untuk membangun dan mengevaluasi argumen induktif adalah menentukan apakah kesimpulan yang diambil dari premis-premis yang ada merupakan penjelasan terbaik mengapa premis-premis bukti benar. Kita dapat membedakan kapan bukti-bukti yang ada sudah cukup untuk mengambil kesimpulan dan kapan tidak, jika kita mempunyai akal sehat dan pengalaman, dan berefleksi dengan teliti. Induksi enumeratif atau generalisasi induktif adalah proses yang menggunakan premis-premis yang menggambarkan karakteristik sampel untuk mengambil kesimpulan umum mengenai kelompok asal sampel itu. Secara umum induksi enumeratif dapat dianggap sebagai argumen dari sampel. Karena premis-premis mengandung data yang digunakan sebagai bukti dalam membuat kesimpulan, maka premis-premis ini disebut dasar induksi atau dasar bukti atau data atau bukti. Induksi enumeratif sangat berfariasi dalam hal kualitas pengumpulan dan presntasi datanya, dan dalam kekuatan kesimpulannya. Membuat kesimpulan berdasarkan sampel yang tidak representatif berarti melakukan percontoh salah yang bias. Silogisme statistikal merupakan argumen yang menggunakan generalisasi statistik tentang suatu kelompok untuk mengambil kesimpulan mengenai suatu sub atau kelompok atau anggota individual dari kelompok itu. Induksi eliminatif atau diagnostik mempunyai premis-premis yang menggambarkan suatu konfigurasi fakta atau data yang berbeda-beda, yang merupakan bukti dari kesimpulannya. Bukti-bukti dalam argumen induktif mana pun tidak pernah menjamin kesimpulannya. Tidak seperti pada penyimpulan deduktif, kemampuan membuat kesimpulan induktif yang merupakan penjelasan terbaik biasanya tergantung pada keahlian dan pengetahuan si pembicara mengenai topik yang dibahas. Bukti suatu argumen diagnostik adalah informasi dalam premis yang harus dapat dijelaskan oleh kesimpulan.dari argumen tersebut. Informasi dalam premis, di samping data diagnostik, dapat berfungsi mengeliminasi hipotesis rival. Kondisi pembatas dalam suatu argumen induktif diagnostik terdiri dari premis-premis faktual tambahan yang membatasi konteks argumen dan digunakan untuk menunjukan
Page | 12

bagaimana bukti mengarah pada kesimpulan. Bukti dan kondisi pembatas adalah fakta atau pernyataan yang dianggap benar oleh pembicara dalam mengambil kesimpulan. Hipotesis bantuan dalam suatu argumen adalah hipotesis yang membantu menunjukan bagaimana bukti, dalam kondisi pembatas, dapat diyakini mengarah pada kesimpulan. Kondisi pembatas dan hipotesis pembantu sering kali tidak dinyatakan dan dibiarkan implisit. 7. Sesat Pikir Sesat pikir menurut logika tradisional adalah kekeliruan dalam penalaran berupa penarikan kesimpulan-kesimpulan dengan langkah-langkah yang tidak sah, yang disebabkan oleh dilanggarnya kaidah-kaidah logika. Sebetulnya tidak ada penggolongan sesat pikir yang sempurna, tetapi penggolongan dari Copi dapat digunakan sebagai pegangan untuk mengenali sesat pikir. Dalam deduksi, penalaran ditentukan oleh bentuknya. Jika sebuah penalaran bentuknya tidak sesuai dengan bentuk deduksi yang baku, maka penalaran itu tidak sahih dan tergolong sesat pikir. Sesat pikir jenis empat term terjadi jika ada empat term yang diikutsertakan dalam silogisme padahal silogisme yang sahih hanya mempunyai tiga term. Pengertian dari term tengah yang tidak terdistribusikan adalah silogisme kategoris yang term tengahnya tidak memadai menghubungkan term mayor dan term minor. Proses ilisit adalah perubahan tidak sahih dari term mayor atau term minor. Sesat pikir terjadi jika dalam premis digunakan proposi afirmatif tetapi dalam kesimpulan digunakan proposi negatif. Sesat pikir terjadi jika dalam premis digunakan proposi negatif tetapi dalam kesimpulan digunakan proposi afirmatif. Sesat pikir dua premis negatif terjadi jika dalam silogisme kedua premis yang digunakan adalah proposi negatif. Sesat pikir mengafirmasi konsekuensi adalah pembuatan kesimpulan yang diturunkan dari pernyataan yang dihubungkan antara anteseden dan konsekuensinya tidak niscaya tetapi diperlakukan seolah-olah hubungan itu suatu keniscayaan. Sesat pikir menolak antiseden juga merupakan pembuatan kesimpulan yang diturunkan dari pernyataan yang hubungan antiseden dan konsekuensinya tidak niscaya tetapi diperlakukan seolah-olah hubungan itu suatu keniscayaan. Sesat pikir terjadi jika hubungan atau di antara dua hal diperlakukan sebagai pengingkaran oleh hal yang satu terhadap hal yang lain. 8. Kesalahan Umum Dalam Penalaran Induktif 8.1 Menilai Penalaran Induktif dengan Standar Deduktif Kesalahan-kesalahan yang dibahas merupakan ringkasan dari jenis-jenis kesalahan yang dapat terjadi dalam pengambilan kesimpulan secara induktif. Deduksi memungkinkan kita memastikan kebenaran pengetahuan kita hanya jika kita yakin akan kebenaran premisPage | 13

premisnya. Kita tidak perlu menolak suatu kesimpulan induktif semata-mata karena buktibuktinya tidak dapat menjamin kebenaran kesimpulan itu. Jika kita sudah berhati-hati mengevaluasi bukti-bukti dalam suatu argumen dan telah mempertimbangkan hipotesishipotesis rival yang paling mungkin, dan jika argumen itu lolos semua tes yang kita lakukan, maka kita boleh menerima kesimpulannya. Jika ada yang mengkeritik kita dengan mengatakan bahwa kita telah melakukan penalaran yang buruk, maka kritik itu sendiri sudah merupakan pemikiran yang buruk. Satu latihan yang baik agar kita tidak terjerumus ke dalam kesalahan ini adalah dengan memikirkan kembali keyakinan keyakinan yang kita miliki 8.2 Kesalahan Generalisasi 8.2.1 Generalisasi yang terburu-buru Merupakan akibat dari perbuatan generalisasi berdasarkan bukti yang tidak cukup, tidak lengkap, atau bias. 8.2.2 Kesalahan kecelakaan Muncul ketika suatu prinsip umum salah diterapkan pada contoh atau situasi yang sebenarnya tidak termasuk dalam prinsip umum tersebut. 8.3 Kesalahan Penggunaan Bukti Secara Salah 8.3.1 8.3.2 Kesimpulan yang tidak relevan Muncul ketika orang menarik kesimpulan yang salah dari bukti yang ada Kesalahan bukti yang ditahan Terjadi ketika pembicara menarik kesimpulan yang tidak tepat dengan mengabaikan, menahan, atau meminimalkan derajat pentingnya suatu bukti yang bertentangan dengan kesimpulan. 8.4 Kesalahan Statistikal 8.4.1 Kesalahan sampel yang bias Ketika data yang digunakan untuk menarik kesimpulan statistic diambil dari sampel yang tidak representative terhadap populasi. 8.4.2 Kesalahan percontoh yang kecil Ketika pembicara menggunakan sampel yang terlalu kecil sehingga kesimpulannya tidak dapat dipercaya. 8.4.3 Kesalahan penjudi Mengabaikan kaidah probabilitas. 8.5 Kesalahan Kausal 8.5.1 Mengacaukan sebab dan akibat Ketika suatu hubungan kausal salah diinterpretasi
Page | 14

8.5.2

Mengabaikan penyebab bersama Ketika seorang pembicara menyimpulkan bahwa x adalah penyebab y sementara sebenarnya keduanya merupakan akibat dari sebab lain

8.5.3

Kesalahan penyebab yang salah (kesalahan post hoc) Ketika kita menyimpulkan tanpa dasar yang cukup kuat, hanya karena y mengikuti x, maka x pasti penyebab y

8.5.4

Mengacaukan penyebab yang berupa necessary condition dengan sufficient condition Ketika seorang salah menganggap atau mengacaukan sesuatu penyebab yang merupakan necessary condition dengan penyebab yang merupakan sufficient condition bagi akibatnya.

8.6 Kesalahan Analogi Terjadi ketika orang menggunakan analogi yang tidak tepat atau yang menyesatkan dalam argumennya. Analogi dapat merupakan cara pandang yang original, kreatif, dan menohok pikiran. Namun analogi tidak dapat menggantikan argumentasi langsung mengenai suatu sudut pandang. IV. Etika Etika dan moralitas memang dua kata berhubungan erat dan seringkali orang mengunakan dua kata tersebut secara bergantian, tetapi tidak tepat (Graham, 2010, 1). Etika merupakan refleksi filosofis atas moral, sedangkan moralistas merupakan kepercayaan atau perilaku tentag baik dan buruk. Dalam pengertian yang terakhir ini, etika adalah cabang ilmu filsafat yang menyelidiki suatu sistem prinsip moral. Tidak heran jika etika disebut juga filsafat atas moral. Etika punya fokus tentang bagaimana kita mendefinisikan sesuatu itu baik atau tidak. Lain halnya dengan moralitas berasal dari kata Latin "moralis" yang berarti "tata cara", "karakter", atau "perilaku yang tepat" (Pritchard, 2012, 1). Secara terminologis moralitas sering kali dirujuk sebagai diferensiasi dari keputusan dan tindakan antara yang baik atau yang tidak baik. Moralitas lebih dipahami sebagai suatu keyakinan untuk menjalani hidup yang baik. Karena itu sistem moralitas seringkali sangat bergantung dengan komutitasnya. Moralitas sangat berhubungan dengan etika karena hal itu adalah objek kajiannya. Etika adalah suatu abstraksi dalam memahami atau mendefinisikan moral
Page | 15

dengan melakukan refleksi atasnya. Etika membahas persoalan moral pada situasi tertentu dengan pendekatan tertentu pula. Sedang moralitas tergantung pada pilihan individu, keyakinan atau agama dalam menentukan hal yang benar atau salah, baik atau buruk. Etika bisa dibagi menjadi berberapa bidang sebagai berikut :

Etika normatif adalah sebuah studi tindakan atau keputusan etis yang berfokus pada prinsip-prinsip yang seharusnya dari tindakan yang baik. Dalam etika normatif ini muncul teori-teori etika, misalnya etika utilitarianisme, etika deontologis, etika kebajikan dan lain-lain. Dalam pengajukan kriteria norma tersebut, teori etika akan memberikan semacam pernyataan yang secara normatif mengandung makna seperti "Fulan seharusnya melakukan X" atau "Fulan seharusnya tidak melakukan X". Etika terapan merupakan sebuah penerapan teori-teori etika secara lebih spesifik kepada topik-topik kontroversial baik pada domain privat atau publik seperti perang, hak-hak binatang, hukuman mati dan lain-lain. Etika terapan ini bisa dibagi menjadi etika profesi, etika bisnis dan etika lingkungan. Dapat dimengerti bahwa istilah etika terapan digunakan untuk menggambarkan upaya untuk menggunakan metode filosofis mengidentifikasi apa saja yang benar secara moral terkait dengan tindakan dalam berbagai bidang kehidupan manusia.

Page | 16

Etika deskriptif merupakan sebuah studi tentang apa yang dianggap 'etis' oleh individu atau masyarakat. Etika deskriptif hanya melakukan observasi terhdapap apa yang dianggap baik oleh individu atau masyarakat. Tujuan dari etika deskriptif adalah untuk menggambarkan tentang apa yang dianggap oleh seseorang atau masyarakat sebagai bernilai etis serta apa kriteria etis yang digunakan untuk menyebut seseorang itu etis atau tidak (Kitchener, 2000, 3). Metaetika berhubungan dengan sifat penilaian moral. Fokus dari metaetika adala arti atau makna dari pernyataan-pernyataan yang ada di dalam etika. Dengan kata lain, metaetika merupakan kajian tingkat kedua dari etika. Metaetika juga bisa dimengerti sebagai sebuah cara untuk melihat fungsi-fungsi pernyataan-pernyataan etika, dalam arti bagaimana kita mengerti apa yang dirujuk dari pernyataan-pernyataan tersebut dan bagaimana pernyataan itu didemonstrasikan sebagai sesuatu yang bermakna. Gagasan realisme etis berpusat pada manusia menemukan kebenaran etis yang memiliki eksistensi independen di luar dirinya. Konsekuensinya, realisme etis ini mengajarkan bahwa kualitas etis atau tidak ada secara independen dari manusia dan pernyataan etis memberikan pengetahuan tentang dunia objektif. Dengan kata lain, properti etis terlepas dari apa yang orang pikirkan atau rasakan. Artinya, jika seseorang mengatakan bahwa tindakan tertentu salah, maka hal itu adalah kualitasnya yang salah dan itu harus ada di sana dan bersifat independen. Gagasan utama dari nonrealisme etis adalah manusia yang menciptakan kebenaran etis (Callcut, 2009, 46). Nonrealisme etis ini sangat terkait dengan relativisme etis. Relativisme menghormati keragaman budaya dan tindakan manusia yang berbeda pula dalam cara merespon situasi yang berbeda. Akan tetapi, ada persoalan juga di dalam relativisme etis. Diantaranya adalah kita merasa bahwa aturan etis memiliki nilai kualitas yang lebih tinggi daripada sekedar kesepekatan umum dari sekelompok orang. Dengan kata lain, relativisme menghormati keragaman budaya dan tindakan manusia yang berbeda pula dalam cara merespon situasi yang berbeda. Pengkajian terhadap permasalahan etis pada dasarnya bisa dilakukan dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut: Ketika seseorang mengatakan "pembunuhan itu tidak baik" apa yang dimaksudkannya sesungguhnya? Kita dapat menunjukkan beberapa hal yang berbeda ketika Anda mengatakan 'pembunuhan adalah tidak baik' dengan menulis ulang pernyataan tersebut untuk menunjukkan apa yang benar-benar dimaksud.
Page | 17

Pernyataan "pembunuhan itu adalah salah" adalah realisme moral yang didasarkan pada gagasan bahwa ada fakta-fakta nyata dan objektif terkait masalah etis di alam semesta. Pernyataan "saya tidak menyetujui pembunuhan" adalah subjektivisme yang mengajarkan bahwa penilaian etis tidak lebih dari pernyataan perasaan atau sikap seseorang. Pernyataan "tidak ada kompromi dengan pembunuhan" adalah emotivisme yang merupakan pandangan bahwa klaim moral adalah tidak lebih dari ekspresi persetujuan atau ketidaksetujuan. Pernyataan "jangan melakukan pembunuhan adalah preskriptivisme yang berfokus pada pernyataan etis adalah petunjuk atau rekomendasi. Etika menyediakan alat-alat analisis untuk berpikir tentang isu-isu moral. Dalam konteks ini etika dapat menyediakan sebuah gambaran utuh dan lebih mengedepankan rasionalitas ketika berhadapan dengan isu-isu tersebut. Di sinilah peran etika, yaitu menawarkan suatu prinsip-prinsip yang memungkinkan kita untuk mengambil pandangan yang lebih jernih dalam melihat isu-isu moral. Dengan kata lain, etika memberikan sebuah peta moral atau kerangka berpikir yang bisa digunakan untuk menemukan jalan keluar dari masalah-masalah moral yang sulit. Dengan kata lain etika sangat memperhitungkan bukan hanya diri sendiri, tetapi juga orang lain. Dalam konteks ini, etika berkaitan dengan kepentingan orang lain secara lebih luas. Prinsip moral dapat muncul dari berbagai sumber, diserap dari nilai-nilai agama, kaidah norma masyarakat, maupun dari hukum yang dibuat oleh negara. Hal-hal ini dapat menjadi referensi bagaimana seseorang bertingkah laku dan membedakan manakah baik dan buruk. Kant mempopulerkan filsafatnya, ia selalu berkata Sapere Aude! (beranilah berpikir secara mandiri), semangat ini tercermin juga didalam filsafatnya. Pengertian Kant mendorong individu bahkan dalam urusan bersikap etis, individu harus dapat memikirkan dan bertindak atas kehendaknya sendiri. Dimana pemahamannya ini mewajibkannya untuk bersikap etis, dan melakukan tindakan etis tanpa melibatkan perasaan atau memikirkan tentang hasilnya saja, tetapi tegas untuk mematuhi suatu prinsip moral. Teori moral dalam filsafat dapat dipahami menjadi dua aliran besar, yang pertama adalah deontologis, seperti yang telah dibahas pada bagian Immanuel Kant, yang kedua adalah kaum konsekuensialis. Pandangan konsekuensialis menyatakan bahwa segala tindakan dianggap bernilai secara moral bila mempertimbangkan hasil akhir dari tindakan tersebut. Adapula tokoh yang mengembangkan paham etis utilitarian adalah John Stuart Mill. Utilitarianisme, dari akar kata utility, yang berarti kegunaan,
Page | 18

menganggap bahwa dorongan utama bagi seseorang untuk bersikap etis adalah untuk mencapai kebahagiaan, Kredo yang menerima prinsip moral utility, atau kebahagiaan sebagai fondasi moral meyakini bahwa tindakan dianggap sebagai suatu kebenaran sejauh tindakan itu memproduksi serta mempromosikan kebahagiaan, akan menjadi kesalahan bila berlaku terbalik dari kebahagiaan itu. Tetapi seringkali pernyataan kaum utilitarian disalahartikan menjadi pandangan yang secara general memperbolehkan apapun untuk mencapai kebahagian, inilah kritik terutama bagi kaum utilitarian. Pandangan moral intuitif dari seorang etikus bernama W.D Ross, ia menggunakan penjelasan intuisi. Ross berargumen bahwa seseorang mengetahui secara intuitif perbuatan apa yang bernilai baik maupun buruk. Ia mengkritik pandangan utilitarian yang terlalu menekankan pada konsep kebahagiaan, bahkan mensejajarkan kebahagiaan sebagai kebaikan. Bagi Ross, kebahagiaan tidak dapat secara mudah disamakan dengan kebaikan, justru kebaikan adalah bentuk nilai moral yang lebih tinggi. Jadi tujuan moral adalah mencapai kebaikan bukan kebahagiaan. Senada dengan Kant, Ross adalah seorang filosof moral yang menekankan bahwa tindakan etis haruslah terlepas dari kepentingan individual. Bila dalam argumen utilitarian ditekankan bahwa motif merupakan hal yang mendasar, bagi Ross, motif menunjukan bahwa seseorang bertindak etis bukan karena tindakan itu benar secara prinsipil, tapi tindakan itu menguntungkan baginya. Ross menyebutkan tentang berbagai macam kewajiban yang membutuhkan pertimbangan individu dalam kejadian-kejadian aktual, ia menyusunya sebagai berikut; 1) Fidelitas atau yang menyangkut perihal bagaimana seseorang memegang janji atau komitmennya, 2) Kewajiban atas rasa terimakasih, ketika kita berkewajiban atas jasa yang sudah ditunjukan oleh orang lain, 3) Kewajiban berdasarkan keadilan, hal ini menyangkut perihal pembagian yang merata yang berhubungan dengan kebaikan orang banyak, 4) Kewajiban beneficence, atau bersikap dermawan, dan menolong orang lain sebagai tanggung jawab sosial, 5) Kewajiban untuk merawat dan menjaga diri sendiri, 6) Kewajiban untuk tidak menyakiti orang lain. Enam tipe dari Prima Facie yang dijelaskan oleh Ross menunjukan bahwa dalam kondisi-kondisi tertentu kita kerap terbentur untuk memutuskan diantara pilihanpilihan moral. Pertimbangan intuitif ini bagi Ross sangat vital, karena intuisi bukanlah pertimbangan yang serampangan, tetapi pertimbangan yang menggunakan segala aspek kecerdasan dan sensibilitas individu tersebut. Dengan demikian maka ia dapat
Page | 19

menghindarkan dirinya dari pilihan yang menyebabkan keburukan untuk dirinya maupun terhadap orang disekitarnya.

Page | 20

You might also like