You are on page 1of 27

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 LATAR BELAKANG Kegawat daruratan pada penyakit kulit dapat terjadi pada seseorang atau sekelompok orang pada setiap saat dan di mana saja. Keadaan ini membutuhkan pertolongan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa mencegah dan membatasi cacat serta meringankan penderitaan dari penderita. Beberapa penyakit pada kegawatdaruratan kulit yang akan dibahas yaitu sindrom Steven Johnson, staphylococcus scalled skin syndrome, dan nekrolisis eritrodermal toksik. Sindrom Stevens-Johnson pertama diketahui pada 1922 oleh dua dokter, dr.Stevens dan dr. Johnson, sindrom Stevens-Johnson, disingkatkan sebagai SSJ, adalah reaksi buruk yang sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa. Juga ada efek samping yang lebih buruk, yang disebut sebagai nekrolisis epidermis toksik ( toxic epidermal necrolysis atau TEN). Ada juga bentuk yang lebih ringan, disebut sebagai eritema multiforme (EM). Sekarang sindrom ini dikenal sebagai eritema multiforme mayor. Sedangkan Staphylococcus scalled skin syndrome (SSSS) merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan bengkak kemerahan pada kulit yang tampak seperti terbakar (scald), makanya ia dinamakan staphylococcal scalded skin syndrome. Yang terakhir nekrolisis eritrodermal toksik, dimana penyakit ini merupakan suatu erupsi yang menyerupai luka bakar pada kulit merupakan Alan Lyel. Sedangkan menurut sumber lain Nekrolisis epidermal toksik adalah kelainan kulit yang memerlukan penanganan segera yang paling banyak disebabkan oleh obat-

1 SGD 4 Modul System Kulit

obatan. Dalam makalah ini akan dibahas tentang ketiga penyakit ini, dan bagaimana mendiagnosa serta penanganan dengan segera.

1.2 RUMUSAN MASALAH 1.2.1 Kegawatdaruratan pada penyakit kulit 1.2.1.1 1.2.1.2 1.2.1.3 1.2.2 Pemecahan kasus Sindrom steven johnson Nekrolisis eritrodermal toksis Staphylococcus scalled skin syndrom

1.3 TUJUAN Tujuan dari pembuatan makalah ini, agar mahasiswa dan mahasiswi kedokteran khususnya mengetahui dan memahami lebih jelas tentang kegawatdaruratan pada penyakit kulit, serta untuk mahasiswa dan mahasiswi mengetahui bagaimana menangani kasus kegawatdaruratan dengan cepat dan tepat agar dapat diterapkan selama menjalani profesi dokter.

2 SGD 4 Modul System Kulit

BAB II PEMBAHASAN 2.1 KEGAWATDARURATAN PADA PENYAKIT KULIT 2.1.1 SINDROM STEVEN JOHNSON 2.1.1.1 DEFINISI

Sindrom Stevens-Johnson pertama diketahui pada 1922 oleh dua dokter, dr.Stevens dan dr. Johnson, sindrom Stevens-Johnson, disingkatkan sebagai SSJ, adalah reaksi buruk yang sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa. Juga ada efek samping yang lebih buruk, yang disebut sebagai nekrolisis epidermis toksik ( toxic epidermal necrolysis/TEN). Ada juga bentuk yang lebih ringan, disebut sebagai eritema multiforme (EM). Sekarang sindrom ini dikenal sebagai eritema multiforme mayor. ( Djuanda, dr. Adhi. FKUI : )

2.1.1.2

ETIOLOGI
3

SGD 4 Modul System Kulit

Etiologi pasti sindrom stevens-johnson (ssj) belum diketahui pasti. Salah satu penyebabnya adalah alergi obat secara sistemik, diantaranya oabt-obat golongan : penisilin dan semisintetiknya, sterptomisin, sulfonamida, tetrasiklin, antipiretik / analgetik (misalnya : derivat salisil / pirazolon, metamizol, metampiron dan parasetamoL), klorpromazin, karbamazepin, kinin, antipirin, dan jamu. Selain itu dapat juga disebabkan oleh infeksi (bakteri, jamur, parasit), neoplasma, pasca vaksinasi, radiasi dan makanan. (Djuanda, dr. Adhi. FKUI :)

2.1.1.3

TANDA DAN GEJALA

Sindrom ini umumnya terdapat pada anak dan dewasa, jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Keadaan umumnya bervariasi. Dari baik sampai buruk dimana kesadarannya sopor sampai koma. Berawal sebagai penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk, korizal, sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut. Trias Sindrom Stevens-Johnson adalah : 1. Kelainan kulit berupa eritema, vesikel dan bula yang kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Purpura dapat terjadi dan prognosisnya menjadi lebih buruk. Pada keadaan berat kelainannya generalisata.

4 SGD 4 Modul System Kulit

2. Kelainan selaput lendir orifisium, yang tersering ialah pada mukosa mulut [ 100 % ], orifisium genetalia eksterna [ 50 % ], lubang hidung [ 8 % ] dan anus [ 4 % ]. Lesi awal berupa vesikel di bibir, lidah dan mukosa bukal yang kemudian pecah membentuk erosi, ekskoriasi, eksudasi, krusta kehitaman dan pembentukkan pseudomembran. Biasanya juga terjadi hipersalivasi dan lesi dapat berulserasi. Di bibir kelainan yang sering tampak ialah krusta berwarna hitam yang tebal akibat ekskoriasi. Kelainan di mukosa terdapat di faring, saluran nafas bagian atas dan esophagus. Kelainan di mulut yang hebat dan terbentuknya pesudomembran berwarna putih atau keabuan di faring dapat menyebabkan kesulitan menelan, sedangkan kelainan di saluran pernafasan bagian atas dapat menyebabkan keluhan sukar bernafas. 3. Kelainan mata [ 80 % ], yang tersering konjungtivitis kataralis. Dapat terjadi konjungtivitis purulen, perdarahan, simblefaron, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis.
4. Selain kelainan tersebut dapat terjadi kelainan lain, misalnya

nefritis dan onikolisis. ( Djuanda, dr. Adhi. FKUI : )

5 SGD 4 Modul System Kulit

2.1.1.4

PATOFISIOLOGI

Etiologi SSJ tidak pasti, karena penyebabnya berbagai faktor, walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan respon imun terhadap sulfa, obat. penisilin, Beberapa faktor penyebab timbulnya SSJ diantaranya : infeksi (virus, jamur, bakteri, parasit), obat (salisilat, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif), makanan (coklat), fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X), lain-lain (penyakit polagen, keganasan, kehamilan). Patogenesis SSJ sampai saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi kompleks imun) yang disebabkan oleh kompleks soluble dari antigen atau metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit T yang spesifik.

6 SGD 4 Modul System Kulit

2.1.1.5

DIAGNOSA

Diagnosis ditujukan terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias kelainan kulit, mukosa, mata, serta hubungannya dengan faktor penyebab yang secara klinis terdapat lesi berbentuk target, iris atau mata sapi, kelainan pada mukosa, demam. Selain itu didukung pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan imunologik, biakan kuman serta uji resistensi dari darah dan tempat lesi, serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit. Anemia dapat dijumpai pada kasus berat dengan perdarahan, leukosit biasanya normal atau sedikit meninggi, terdapat peningkatan eosinofil. Kadar IgG dan IgM dapat meninggi, C3 dan C4 normal atau sedikit menurun dan dapat dideteksi adanya kompleks imun beredar. Biopsi kulit direncanakan bila lesi klasik tak ada. Imunoflurosesensi direk bisa membantu diagnosa kasus-kasus atipik. ( Djuanda, dr. Adhi. FKUI : )

2.1.1.6

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil pemeriksaan laboratotium tidak khas. Bila terdapat eosinofilia kemungkinan karena alergi. Bila terdapat leukositosis kemungkinan penyebabnya infeksi dan dapat dilakukan kultur darah. Bila gambaran klinis meragukan dapat dilakukan biopsy dan pemeriksaan histopatologi untuk membedakan dengan eksanterma fikstum multiple [ efm ] dan nekrolisis eppidermal toksik [ net ]. ( Djuanda, dr. Adhi. FKUI : )

7 SGD 4 Modul System Kulit

2.1.1.7
-

TERAPI

Pada umumnya penderita SSJ datang dengan keadan umum berat sehingga terapi yang diberikan biasanya adalah: Cairan dan s elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral. e

Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah. d

Kotikosteroid parenteral: deksamentason dosis awal 1mg/kg BB bolus, kemudian selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kg BB tiap 6 jam. Pada umumnya penderita SSJ datang dengan keadan umum berat sehingga terapi yang diberikan biasanya adalah : Cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral. Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah. r

Kotikosteroid parenteral: deksamentason dosis awal 1mg/kg BB bolus, kemudian selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kg BB tiap 6 jam. Penggunaan steroid sistemik masih kontroversi, ada yang mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada anak bisa menyebabkan penyembuhan yang lambat dan efek samping yang signifikan, namun ada juga yang menganggap steroid menguntungkan dan menyelamatkan nyawa.Antihistamin bila m perlu. Terutama bila ada rasa gatal. Feniramin hidrogen maleat (Avil) dapat diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis, untuk usia 3-12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3 kali/hari. Sedangkan untuk setirizin dapat diberikan dosis untuk usia anak 2-5 tahun: 2.5 mg/dosis, 1 kali/hari; > 6 tahun: 5-10 mg/dosis, 1 kali/hari. Perawatan kulit dan mata serta pemberian antibiotik topikal. Bula di kulit dirawat dengan kompres basah
8

SGD 4 Modul System Kulit

larutan Burowi. Tidak diperbolehkan menggunakan steroid topikal pada lesi kulit. Lesi mulut diberi kenalog in orabase. t Terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, misalnya klindamisin intravena 8-16 mg/kg/hari
-

Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal. Feniramin hidrogen maleat (Avil) dapat diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis, untuk usia 3-12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3 kali/hari. Sedangkan untuk setirizin dapat diberikan dosis untuk usia anak 2-5 tahun: 2.5 mg/dosis, 1 kali/hari; > 6 tahun: 5-10 mg/dosis, 1 kali/hari. Perawatan kulit dan mata serta pemberian antibiotik topikal.

Bula di kulit dirawat dengan kompres basah larutan Burowi. B Terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, misalnya klindamisin intravena 8-16 mg/kg/hari ( Djuanda, dr. Adhi. FKUI : )

2.1.1.8

KOMPLIKASI

1. Bronkopneumonia [16 % ]

2. Sepsis 3. Kehilangan cairan atau darah 4. Gangguan keseimbangan elektrolit


9 SGD 4 Modul System Kulit

5. Syok

2.1.2 NEKROLISIS ERITRODERMAL TOKSIK 2.1.2.1 DEFINISI

Suatu erupsi yang menyerupai luka bakar pada kulit . (Alan Lyel). Nekrolisis epidermal toksik adalah kelainan kulit yang memerlukan penanganan segera yang paling banyak disebabkan oleh obat-obatan. Nekrolisis epidermal toksik sebagai suatu erupsi yang menyerupai luka bakar pada kulit. Nekrolisis epidermal toksik adalah kelainan kulit yang memerlukan penanganan segera yang paling banyak disebabkan oleh obat-obatan. Nekrolisis epidermal toksik merupakan varian yang paling berat dari penyakit bulosa seperti eritema multiforme dan sindrom Stevens-Johnson. Semua kelainan tersebut memberikan gambaran lesi kulit yang menyebar luas, dan terutama pada badan dan wajah yang melibatkan satu atau lebih membran mukosa. ( Djuanda, dr. Adhi. FKUI : )

2.1.2.2

ETIOLOGI

Etiologi pasti sindrom stevens-johnson (ssj) belum diketahui pasti. Salah satu penyebabnya adalah alergi obat secara sistemik, diantaranya oabt-obat golongan : penisilin dan semisintetiknya,
10 SGD 4 Modul System Kulit

sterptomisin, sulfonamida, tetrasiklin, antipiretik/analgetik (misalnya : derivat salisil /pirazolon, metamizol, metampiron dan parasetamol), klorpromazin, karbamazepin, kinin, antipirin, dan jamu. Selain itu dapat juga disebabkan oleh infeksi (bakteri, jamur, parasit), neoplasma, pasca vaksinasi, radiasi dan makanan. (Djuanda, dr. Adhi. FKUI :)

2.1.2.3

TANDA DAN GEJALA

Pasien mungkin menampakkan gejala-gejala prodromal 2-3 hari seperti malaise, rash, demam, batuk, arthralgia, mialgia, rhinitis, headache, anorexia, serta mual dan muntah, dengan atau tanpa diare. Gejala dan tanda prodromal lainnya yang dapat berkembang seperti konjungtivitis (32%), faringitis (25%), dan pruritus (28%). Pada fase akut (8-12 hari) terjadi demam yang persisten, pengelupasan epidermis, dan terlibatnya membran mukosa. Komplikasi berupa stomatitis san mukositis, nyeri pada saat menelan sehingga pasien beresiko tinggi untuk terjadinya dehidrasi dan malnutrisi. Konjungtiva biasanya terlibat 1-3 hari sebelum munculnya lesi kulit. Erosi mukosa pipi, hidung, faring, dan trakeobronkial dapat terjadi. Erosi juga dapat terjadi pada esofagus, perineum, vagina, uretra serta mukosa usus.

11 SGD 4 Modul System Kulit

Tanda vital pasien dapat didapatkan hiperpireksia, hipotensi sekunder sampai hipovolemia dan takikardi. Pada pameriksaan kulit didapatkan:
-

Lesi kulit dimulai dengan nyeri/rasa terbakar, panas, eritematous, macula morbiliform secara simetris pada wajah dan dada sebelum menyebar ke seluruh badan.

Nikolsky sign positif Krusta hemoragik pada bibir Konjungtivitis umumnya ditemukan sebelum terjadi

pengelupasan epidermis.
-

Pneumonia merupakan komplikasi yang paling berat dan merupakan kegagalan nafas akut dan membutuhkan intubasi. ( Djuanda, dr. Adhi. FKUI : )

2.1.2.4

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi terjadinya nekrolisis epidermal toksik belum jelas, namun, dipercaya bahwa fenomena immun kompleks yang bertanggung jawab. Salah satu teori menyatakan akumulasi metabolit obat pada epidermis secara genetik dipengaruhi oleh proses imunologi setiap individu. Limfosit T CD8+ dan makrofag mengaktifkan proses inflamasi yang menyebabkan apoptosis sel epidermis. ( Djuanda, dr. Adhi. FKUI : )

12 SGD 4 Modul System Kulit

2.1.2.5
-

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Histopatologi Secara histologi, terdapat penebalan nekrosis epidermis dengan tanda inflamasi dermis atau epidermis. Bisa terdapat pelepasan dan pengelupasan epidermis. Nekrosis sel satelit dapat terlihat, sampai nekrosis eosinofil secara luas.

Pemeriksaan dan Tes Tes-tes laboratorium hanya bisa membantu dalam menentukan terapi simptomatik atau suportif. Pemeriksaan radiologi tidak spesifik namun foto thoraks dapat dilakukan untuk mengetahui adanya inflamasi trakeobronkial yang menyebabkan pneumonia

2.1.2.6

PENATALAKSANAAN kegawatdaruratan: unit gawatdarurat harus

Perawatan

mencegah kehilangan cairan dan elektrolit dan mencegah infeksi sekunder. Pemberian cairan dan elektrolit secara agresif, mengatasi nyeri, dan perawatan kulit dengan teliti merupakan tindakan yang sangat penting. Pasien dengan lesi kulit yang luas memerlukan kamar isolasi dan lingkungan yang steril.
-

Daerah erosi pada kulit harus di lindungi dengan pakaian pelindung nonadherent seperti petroleum gauze

Distress pernapasan bisa mengakibatkan pengelupasan dan edema dan membutuhkan intubasi endotrakeal dan ventilasi.
13

SGD 4 Modul System Kulit

Cairan dan elektrolit harus dimonitor. Menjaga keseimbangan cairan dan basa titrat dengan tekanan vena sentral dan output urine. Sekitar 3-4 L dibutuhkan pada pasien dengan 50 % area kulit terlibat. Nutirsi secara parentral atau secara enteral via selang nasogastrik biasanya dibutuhkan. Nutrisi enteral secara awal dan kontinu mengurangi risiko stress ulcers, mengurangi translokasi bakteri dan infeksi enterogenik. ( Djuanda, dr. Adhi. FKUI : )

2.1.3 STAPHYLOCOCCUS SCALLED SKIN SYNDROM 2.1.3.1 DEFINISI

Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS) merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan bengkak kemerahan pada kulit yang tampak seperti terbakar (scald), makanya ia dinamakan staphylococcal scalded skin syndrome

2.1.3.2

EPIDEMIOLOGI

SSSS lebih sering muncul pada anak-anak dibawah 5 tahun, biasanya pada neonatus. Antibody pelindung terhadap eksotoksin staphylococcal biasanya didapat ketika usia anak-anak yang menjadikan SSSS lebih jarang terjadi pada remaja dan dewasa. Kurangnya imunitas spesifik terhadap toksin dan system renal clearance yang immature (toksin biasanya dikeluarkan dari tubuh lewat ginjal) menjadikan neonatus sebagai yang palin berisiko.

14 SGD 4 Modul System Kulit

Individu dengan immunokompromi dan individu dengan gagal ginjal, tanpa mengira umur, bisa juga berisiko menndapat SSSS.

2.1.3.3

ETIOLOGI

pelepasan dua eksotoksin (toksin epidermolitik A dan B) yang berasal dari strain toksigenik bakteri Staphylococcus aureus

2.1.3.4

TANDA DAN GEJALA

SSSS biasanya dimulai dengan demam, gelisah dan kemerahan meluas pada kulit. Dalm wakti 24-48 jam terbentuk benjolanbenjolan berisi cairan. Benjilan-benjolan ini mudah pecah, dan meninggalkan kesan yang tampak seperti terbakar. Karakteristik lesi : Bulla-bulla besar di axilla, skrotum dan lubang-lubang

tubuh seperti hidung dan telinga. Bintik-bintik kemerahan menyebar ke bagian tubuh

yang lain seperti lengan, kaki dan trunkus. Pada neonatus, lesi sering pada area popok atau sekeliling tali pusat.

Lapisan atas kulit mulai mengelupas, meninggalkan

luka terbuka yang lembab, merah dan nyeri. Simptom-simtom lain adal seperti nyeri di area sekitar tempat infeksi, kelemahan dan dehidrasi.

15 SGD 4 Modul System Kulit

2.1.3.5

PATOFISIOLOGI

SSSS bermula dari infeksi staphylococcus yang memproduksi 2 eksotoksin (toksin epidermolitik A dan B). kedua-dua toksin ini menyebabkan pemisahan intraepidermal ke lapisan granular oleh desmoglein 1 yang merupakan protein desmosomal yang memediasi pelekatan sel-sel keratinosit dalan lapisan granular sehingga akhirnya menyebabkan kulit menjadi tidak utuh. Pembawa dewasa yang asimtomatik memaparkan bakteri kausatif ini di tempat penjagaan anak. Pembawa S aureus lewat nasal yang asimtomatik muncul 20-40% pada orang sehat, yang mana organisma tersebut terisolasi di tangan, perineum dan axilla dalam proporsi kecil dari seluruh populasi

2.1.3.6

PENANGANAN

Pengobatan biasanya memerlukan perawatan inap, antibiotik intravena umumnya diperlukan untuk mengeradikasi infeksi staphylococcal. Antibiotik yang biasa digunakan adalah flucloxacillin. Berdasarkan respon terapi, antibiotik oral bisa diganti setelah beberapa hari. Terapi suportif lain adalah :
o o

Paracetamol bila perlu untuk demem dan nyeri Mempertahankan intake cairan dan elektrolit

o Penjagaan kulit

16 SGD 4 Modul System Kulit

2.2 PEMECAHAN KASUS Skenario III Seluruh kulit melepuh dan bengkak Pasien wanita usia 25 tahun datang ke UGD RSU mataram dengan seluruh kulit melepuh dan bengkak sejak 1 hari yang lalu. Bibir pecah-pecah dan ,mata terasa perih. Mutu dan tenggorokan juga terasa perih. Sebelumnya pasien minum antalgin karena sakit kepala dan tidak lama kemudian kedua mata dan bibir bengkak kemudian diikuti dengan kulit yang semakin lama semakin melepuh. Pada pemeriksaan klinis didapatkan eritema, vesikel dan bula yang tersebar diseluruh permukaan tubuh, edema periororbita dan bibir, hiperemi konjungtiva dan perikornea serta penurunan visus.
17 SGD 4 Modul System Kulit

Terminologi : Eritema : kemerahan pada kulit yang disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah Vessikel : gelembung berisi cairan (1,5 cm ) Bula : vesikel yang ukuran lebih besar Edema periorbita dan bibir : pembengkakan hiperemi konjungtiva : kemerahan pada konjungtivita perikornea : kemerahan pada tepi kornea penurunan visus : penurunan tajam penglihatan

identitas : nama : ny. X umur : 25 tahun jenis kelamin : perempuan alamat : -

anamnesisnya : Keluhan utama : seluruh kulit melepuh.


18

SGD 4 Modul System Kulit

R. P. S

: Lokasi : seluruh tubuh Kualitas :berat Kuantitas : baru sehari Kronologi : setelah minum antalgin Setiting : di rumah Faktor memperberat dan memperingan : Keluhan penyerta : bibir pecah-pecah, mata terasa perih, mulut dan tenggorokan terasa perih

RPD
RPK

::-

RIWAYAT PEGOBATAN : pernah mengkonsumsi obat antalgin Pemeriksaan fisik :


KU

: komposmetris Tampak sakit berat

Pemeriksaan vital sign : Terdapat eritema, vesikel dan bula yang tersebar diseluruh permukaan tubuh, edema periororbita dan

19 SGD 4 Modul System Kulit

bibir, hiperemi konjungtiva dan perikornea serta penurunan visus

Diagnosa Differensial Sindrom stevens jahnsen (SSJ). Nekrolisis epiderma toksik (NET) Dermatitis herper tiformis Eritema multiforme.

Tabel perbedaan.:`

20 SGD 4 Modul System Kulit

S.S.J Definisi Reaksi intoleras terhadap obat infeksi dll.

N.E.T Pengelupasan kulit dan kelainan mukosa

S.S.S.S penyakit yang ditandai dengan bengkak kemerahan pada kulit yang tampak seperti terbakar (scald)

Etiologi

Obat-obatan seperti : analgetik. Dll

Alergi obat Infeksi. Neoplasma

bakteri Staphylococcus aureus

Infeksi bakteri dan virus dll. Neoplasma Kulit, mata, mukosa usia > 3 thun

Lokasi dan usia

-Kulit, selaput lendir, mata. -Pada dewasa

Bula pada axilla, skrotum dan lubanglubang hidung dan telinga. Bintik-bintik kemerahan pd lengan, kaki dan trunkus - usia dibawak 5 tahun, biasanya pada neonatus

Gejala. 1. Hiperremi konjungtiva 2. visus 3. Bibir pecah-pecah 4. Mata terasa perih 5. Mata dan tenggorokan perih 6. Epidermolisis 7. Nikdsky 8. Eritema 9. edema periorbital dan bibir 10. kulit melepuh dan bengkak 11. bula + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + 21

SGD 4 Modul System Kulit

+ +

Patofisiologi kasus :

1. HIPERSENSITIVITAS TIPE III


obat Terbentuk kompleks imun antigen-antibodi Aktivasi komplem en

Pelepasan lisozim

Kerusakan jaringan / organ target obat

Akumulasi sel netrofil

2. HIPERSENSITIVITAS TIPE IV

22 SGD 4 Modul System Kulit

Limfosi t yang sudah tersensilis

Pada bentuk ulang dengan antigen yang sama

Reaksi radang

Melapask an limfosit

3. HIPERSENSITIVITAS TIPE II

OBAT

aktivasi sel T, CD 4 +, CD 8

IL + sitokin

Aktivasi Tho 23 SGD 4 Modul System Kulit

Th2

produksi antibodi Limfosit B

Reaksi radang

Pemeriksaan fisik : a a Laboraturium :

Darah lengkap : leukositosis Alergi : eosinofilia Histopatologi

a a

Eritema multiforme Infiltrat sel mononukleat di pembuluh darah dermis superfisial

Edema + ekstravasasi sel darah merah


24

SGD 4 Modul System Kulit

pada dermis papilaris


Nekrosis sel epidermal sampe adneksa Edema intra sel di epidermis + spongiosis

Pengobatan. Prednison 30-40 mg / hari (K U baik + lesi tidak menyeluruh) K U buruk + lesi menyeluruh rawat inap dexa I V 4-6 x 5 mg/ hari Antibiotik Topikan kompres laruta garam fisiologi

Bedak selisil 1 % jika sudah kering

25 SGD 4 Modul System Kulit

BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN Kegawatdaruratan pada penyakit kulit membutuhkan pertolongan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa mencegah kecacatan serta meringankan penderitaan dari penderita. Salah satu penyakit yang dibahas pada kasus yaitu sindrom Steven Johnson. Dimana Sindrom Stevens-Johnson adalah reaksi buruk terhadap obat. Efek samping obat ini mempengaruhi kulit selaput mukosa. Efek samping yang lebih buruk, disebut sebagai nekrolisis epidermis toksik (N.E.T). Ada juga bentuk yang lebih ringan, disebut sebagai eritema multiforme (EM). Sekarang sindrom ini dikenal sebagai eritema multiforme mayor. 3.2 SARAN Apabila anda atau kerabat mengalami alergi obat, makanan dan paparan sinar matahari, serta perubahan udara, maka seharusnya anda ataupun keluarga mencatat dan memberikan informasi kepada tenaga kesehatan, perawat, dokter untuk menghindari Sindrom Steven Johnson. Sebagai calon dokter umum, sebaiknya membuat diagnosa banding dan melakukan pemeriksaan penunjang agar dapat menentukan diagnosa pasti dan memberikan terapi dengan tepat.

26 SGD 4 Modul System Kulit

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, dr. Adhi. 2006. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi keempat, Jakarta : FKUI Dharmasanti, Prasti Adhi ( 2006, Juni- last update ). Nekrolisis epidermal toksik (Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga), Available:
http://ojs.lib.unair.ac.id/index.php/bipkk/article/viewFile/223/223 ( Accessed: 2009, Desember 16 ) Sindrom steven- Jonhson , Available : http://Www.Gbimawarsaron.Com/Kesehatan/22-Sindrom-StevenJohnson ( Accessed : 2009, Desember 16 ) Sindrom steven- Jonhson , Available: http://ummusalma.wordpress.com/2007/02/17/sindrom-stevenjohnson/ Staphylococcus Scalled Skin Syndrom(SSSS) Available : http://emedicine.medscape.com/article/756523-overview

27 SGD 4 Modul System Kulit

You might also like