You are on page 1of 6

USAHA MENINGKATKAN KUALITAS PRODUKSI HUTAN RAKYAT I. PENDAHULUAN 1.

Latar Belakang Sering kali dijumpai setelah petani menanam dari kegiatan hutan rakyat baik dari produksi kayu, buah, getah, daun, minyak atsiri dan talas sering dijumpai petani tidak bisa memasarkan produksi dimaksud sehingga petani justru mengalami kerugian. Kerugian dimaksud baik berupa tenaga kerja maupun investasi dari pembelian bibit, pupuk dll. Ketidak mampuan petani memasarkan produksi ini disebabkan beberapa hal :

1. Over produksi pada saat panen raya. 2. Kwalitas produksi rendah. 3. Kebutuhan hidup para petani sehingga petani menjual produksinya sebelum panen. 4. Petani tidak tahu dimana produksi hutan rakyat dipasarkan langsung kepada pemakai. 5. Kwantitas / volume produksi rendah. 6. dll. Kondisi semacam ini sering petani menjadikan frustasi, bahkan melemahkan semangat menanam kembali. 2. Tujuan Penyusunan Buku Ini - Meningkatkan harga pasar produksi hasil hutan rakyat. - Meningkatkan pendapatan petani hutan rakyat. 3. Beberapa Jenis Produksi Hutan Rakyat a. Kayu-kayuan Kayu untuk industri mebel Kayu untuk bahan bangunan Kayu untuk kerajinan Kayu bakar b. Buah-buahan Menurut musirn panen

panen musiman panen terus menerus buah Menurut keawetan buah dapat disimpan buah yang harus segera dikonsumsi Menurut cara penggunaanya langsung dapat dikonsumsi masih perlu diolah untuk dikonsumsi Cara mengkonsumsi buah bisa diolah tidak dapat diolah - dsb. II. MENINGKATKAN PASAR PRODUKSI HUTAN RAKYAT. 1. Meningkatkan kwalitas / kwantitas produksi. Untuk meningkatkan kwantitas / kwalitas produksi perlu dengan: - bibit jenis unggul - pemupukan yang baik - pembrantasan hama - pengolahan tanah - memilih jenis produksi yang cocok dengan kondisi klimatologi setempat - mencukupi kebutuhan air tanaman dimaksud - perlakuan lain seperti : kerapatan tanaman penjarangan teresan sebelum tebangan okulasi dll 2. Menghindari pengijon/tengkulak

Sering dijumpai petani menjual hasil pertanian dengan harga yang sangat murah. Hal ini disebabkan kebutuhan petani yang mendesak sebelum masa panen tiba, sehingga petani terpaksa menjual produksi petanian hutan rakyat kepada tengkulak dengan harga sangat murah. Untuk menghindari semacam ini perlu dengan : - tumpang sari - peluang pekerjaan lain seperti ternak - industri rumah tangga - kerajinan - sutra alam, lebah madu - dll. 3. Menjual produksi hutan rakyat kepada pemakai langsung / penampung untuk diolah menjadi barang jadi. A. Kendala yang dihadapi - petani tidak tahu dimana pasar yang dapat menampung produksi hutan rakyat - volume produkst kectl sehtngga ttdak ekonomts apabtla dtpasarkan langsung sehubungan dengan jarak tempuh - sarana transportast yang terbatas - sarana komuntkast dan tnformast pasar terbatas B. Kiat-kiat - meningkatkan sarana transportasi - meningkatkan sarana telekomunikasi - meningkatkan sarana informasi pasar lain - membentuk koperasi petani, dll. 4. Mengolah produksi hutan rakyat menjadi barang jadi - Dari kayu glondong menjadi kayu olahan, bahan menjadi industri mebel, pintu, kusen, kerajinan, dll. - Dari buah-buahan segar menjadi industri makanan lain yang lebih menarik. - Dart buah basah menjadi kering. - Dari buah utuh menjadi bubuk. - Bentuk kemasan yang menarik.

- dsb. 5. Membentuk koperasi hutan rakyat - diperlukan kekompakan para anggota. - sportivitas anggota. - kewajiban dan hak anggota. - pengurus yang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara yang tangguh dan mau berkorban. - kemampuan pengurus dan para anggota untuk mengoperasikan koperasi. - kejujuran para pengurus dan kepercayaan anggota. - peluang menerobos pasar. - kesempatan mendapat modal diluar modal anggota. - dsb. 6. Menanam jenis langka tapi cocok dengan iklim setempat. Contoh: - jenis buah matoa - pisang serat - tanaman genetri, ada di sruwang kebumen - dsb. 7. Menyimpan produksi hutan rakyat dan dujual setelah pasar kekurangan bahan dimaksud. Karena biasanya buah itu musiman maka biasanya pada saat panen raya harga buah jatuh, untuk itu pada jenis-jenis buah yang dapat disimpan sebaiknya dijual pada saat buah-buah tersebut di butuhkan atau pasar sudah langka. Misalnya: - mlinjo, mete dijual menjelang lebaran atau musim-musim pernikahan atau hari besar lainnya. - kapuk randu dijual pada saat tidak musim panen. - tembakau kering dijual pada saat akhir musim penghujan. - dsb. III. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Perlu keuletan petani untuk menerobos peluan-peluang pasar.

Petani jangan hanya bisa memproduksi hasil pertanian hutan rakyat tapi petani harus bisa menjadi pedagang dalam rangka menjual produksi pertanian hutan rakyatnya. Dtbentuk kader-kader yang terampil untuk mengolah bahan baku kayu glondongan menjadi kayu olahan, mebel, kerajinan dsb. Dibentuk kader-kader untuk mengolah industri makanan, kripik pisang, kripik sukun dsb. 2. Saran A. Peningkatan pembinaan dari dinas koperasi, Perindustrian. B. Peningkatan pembinaan dari dinas/instansi terkait khususnya Sub Dinas Kehutanan.

Potensi Ekonomi Hutan Rakyat USD 180,8 Miliar


JAKARTA Kementerian Kehutanan (Kemenhut) berencana mencadangkan sekitar 5,4 juta hektare (ha) kawasan hutan untuk dikembangkan menjadi hutan tanaman rakyat (HTR), hutan desan (HD), dan hutan kemasyarakat (HKm). Potensi ekonomi dari pemanfaatan HTR tergolong tinggi, mencapai USD 180,8 miliar hingga 2014. Menurut San Afri Awang, Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Pemberdayaan Lembaga Masyarakat Desa Hutan, pemanfataan hasil kayu berbasis HTR bernilai hingga Rp 300 juta per ha. Dengan demikian, perubahan industri pengolaha kayu dari hutan alam ke hutan rakyat perlu segera didorong. Pengembangan HTR bakal menghidupkan gairah industri pengolahan dan tersedianya pemetaan pasar di tiap daerah. Sebaiknya, ke depan masyarakat diberikan keistimewaan penuh guna mendapat izin HTR, katanya di Jakarta kemarin. Ia menyebutkan, izin yang akan diberikan dalam pemanfaatan HTR bagi perseorangan maksimal 15 ha. Sementara alokasi untuk koperasi kelompok petani di kawasan hutan produksi seluas 700 ha. Sejauh ini, lanjut Awang, hutan rakyat yang terealisasi baru mencapai 3,5 juta ha yang dirintis sejak 30 tahun lalu, itu pun masih tersentralisasi di Pulau Jawa. Ke depan, kata Awang, pihaknya akan mengembangkan 15 ribu unit KBR dengan pasokan 750 juta batang bibit ke seluruh tanah air. Menunjang itu, total dana yang dianggarkan mencapai Rp 800 miliar yang diambilkan dari badan layanan umum (BLU) Kemenhut. BLU yang punya nama resmi Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan (P3H) awalnya hanya menyediakan layanan untuk pembangunan hutan tanaman industri dan hutan tanaman rakyat. Kini, cakupannya diperluas, termasuk untuk pembangunan HKm, HD, hutan rakyat, maupun kredit tunda tebang. Direktur Bina Perhutanan Sosial Kemenhut Haryadi Himawan menambahkan, pengelolaan hutan berbasis masyarakat terbukti mampu mengakomodasi kearifan lokal dalam pelestarian hutan sekaligus menjawab tuntutan pembukaan lapangan kerja, peningkatan kesejahteraan, dan pertumbuhan ekonomi. Pemda diharapkan lebih banyak berperan agar areal yang sudah dicadangkan untuk dua skema pengelolaan hutan tersebut bisa direalisasikan. HKM dan HD sejalan dengan program pemerintah yang pro poor, pro job, pro growth dan juga pro environment, katanya kemarin. Sebut saja, HKm di Menanga Jaya, Way Kanan, Lampung. Pengelolaan HKm di daerah tersebut dilakukan oleh 679 orang pada hutan seluas 1.000,3 ha. Awalnya, vegetasi yang ada didominasi oleh tanaman kopi. Lewat pengelolaan HKm, vegetasi secara perlahan berubah menjadi tanaman karet dengan kondisi ekologis menjadi lebih baik. Pendapatan masyarakat pun meningkat, dari awalnya yang mengandalkan kopi sebesar Rp 15 juta per tahun menjadi Rp 78 juta per tahun dengan vegetasi yang kini didominasi karet, ungkap Haryadi.

Kondisi itu semestinya layak mendapat dukungan yang lebih kuat dari pemda. Pasalnya, luas izin usaha pemanfaatan HKm secara nasional baru mencapai 46.435 ha dari yang sudah ditetapkan oleh Menteri Kehutanan seluas 186.931 ha. Sementara untuk izin hutan desa, dari 83.401 ha hutan yang sudah ditetapkan areal kerja oleh Menhut, baru 15.611 ha yang saja yang direalisasikan oleh pemda. Haryadi menuturkan, dalam proses perizinan HKm dan HD, peran kepala daerah sangat krusial. Mereka dilimpahkan kewenangan oleh Menhut untuk menerbitkan izin HKm dan HD pada areal yang sebelumnya sudah dicadangkan Menhut. Jadi kepedulian kepala daerah terhadap pelaksanaan HKm dan HD sangat dibutuhkan, ujarnya. Ia menambahkan, sejumlah daerah yang memberi dukungan cukup baik di antaranya Sumatera Barat, Lampung, Kabupaten Lombok Barat, dan Kabupaten Lombok Utara. (lum)

You might also like