You are on page 1of 11

Polip Hidung Polip Hidung adalah suatu pertumbuhan dari selaput lendir hidung yang bersifat jinak.

Polip nasi atau polip hidung adalah kelainan selaput permukaan hidung berupa massa lunak yang bertangkai berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan dengan permukaan licin dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Kelainan pada hidung biasanya timbul karena manifestasi dari penyakit yang lain dan tidak berdiri sendiri, penyakit ini sering dihubungkan dengan astma, rhinitis alergika, dan sinusitis, di luar negeri sendiri penyakit ini sering dihubungkan dengan seringnya penggunaan aspirin. Angka kejadian

Insidensi polip nasi sulit diperkirakan. Di Amerika Serikat diperkirakan 0,3% penduduk dewasanya menderita kelainan ini, sedangkan di Inggris lebih tinggi lagi, yaitu sekitar 0,2-3%.3 Frekuensi kejadian polip nasi meningkat sesuai dengan umur, dimana mencapai puncaknya pada umur sekitar 50 tahun. Kejadian polip nasi lebih banyak dialami pria dibanding wanita dengan perbandingan 2,2:1. Polip nasi jarang ditemukan pada anak-anak. Anak dengan polip nasi harus dilakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan adanya cystic fibrosis karena cystic fibrosis merupakan faktor resiko bagi anak-anak untuk menderita polip

Penyebab Penyebab terjadinya polip tidak diketahui, tetapi beberapa polip tumbuh karena adanya pembengkakan akibat infeksi. Terdapat 3 faktor penting yang berperan di dalam terjadinya polip, yaitu 1. Peradangan lama dan berulang pada selaput permukaan hidung dan sinus 2. Gangguan keseimbangan Vasomotor 3. Peningkatan tekanan cairan antar ruang sel dan bengkak selaput permukaan hidung Dengan adanya faktor alergi dan radang kronis yang berulang-ulang, maka terjadilah perubahan pada mukosa hidung, perubahan pembuluh darah, dan juga pembuluh limfe. Keadaan ini akan berkembang terjadinya hambatan balik cairan interstitial. Cairan yang terkumpul selanjutnya akan menimbulkan semacam bendungan yang bersifat pasif. Dari keadaan ini, berkembang menjadi pembengkakan di mukosa hidung. Makin lama proses ini berlangsung, penonjolan mukosa hidung akan bertambah panjang, sampai pada akhirnya terbentuk tangkai, maka terbentuklah polip.

Histopatologi

Epitel normal dari kavum nasi adalah epitel kolumnar bertingkat semu bersilia. Epitel permukaan dari sinus lebih tipis, memiliki sel goblet dan silia yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan kavum nasi. Berdasarkan histologisnya terdapat 4 tipe dari polip nasi:

Eosinofilik edematous Tipe ini merupakan jenis yang paling banyak ditemui yang meliputi kira-kira 85% kasus. Tipe ini ditandai dengan adanya stroma yang edema, peningkatan sel goblet dalam jumlah normal, jumlah eosinofil yang meningkat tinggi, sel mast dalam stroma, dan penebalan membran basement. Polip inflamasi kronik Tipe ini hanya terdapat kurang dari 10% kasus polip nasi. Tipe ini ditandai dengan tidak ditemukannya edema stroma dan penurunan jumlah dari sel goblet. Penebalan dari membran basement tidak nyata. Tanda dari respon inflamasi mungkin dapat ditemukan walaupun yang dominan adalah limfosit. Stroma terdiri atas fibroblas. Polip dengan hiperplasia dari glandula seromusinous. Tipe ini hanya terdapat kurang dari 5% dari seluruh kasus. Gambaran utama dari tipe ini adalah adanya glandula dan duktus dalam jumlah yang banyak. Polip dengan atipia stromal Tipe ini merupakan jenis yang jarang ditemui dan dapat mengalami misdiagnosis dengan neoplasma. Sel stroma abnormal atau menunjukkan gambaran atipikal, tetapi tidak memenuhi syarat untuk disebut sebagai suatu neoplasma.2

Pada polip nasi, tapi peningkatan IgE merupakan jenis yang paling tinggi ditemukan bahkan apabila dibandingkan dengan tonsil dan serum sekalipun. Kadar IgG, IgA, IgM terdapat dalam jumlah bervariasi, dimana peningkatan jumlah memperlihatkan adanya infeksi pada saluran napas. Beberapa mediator inflamasi juga dapat ditemukan di dalam polip. Histamin merupakan mediator terbesar yang konsentrasinya di dalam stroma polip 100-1000 konsentrasi serum. Mediator kimia lain yang ikut dalam patogenesis dari nasal polip adalah Gamma Interferon (IFN-) dan Tumour Growth Factor (TGF-). IFN- menyebabkan migrasi dan aktivasi eosinofil yang melalui pelepasan toksiknya bertanggungjawab atas kerusakan epitel dan sintesis kolagen oleh fibroblas . TGF- yang umumnya tidak ditemukan dalam mukosa normal merupakan faktor paling kuat dalam menarik fibroblas dan meransang sintesis matrik ekstraseluler. Peningkatan mediator ini pada akhirnya akan merusak mukosa rinosinusal yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas terhadap natrium sehingga mencetuskan terjadinya edema submukosa pada polip nasi. Patogenesis

Mekanisme patogenesis yang bertanggungjawab terhadap pertumbuhan polip nasi sulit ditentukan. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan polip, antara lain: 1. Proses inflamasi yang disebabkan penyebab multifaktorial termasuk familiar dan faktor herediter 2. Aktivasi respon imun lokal 3. Hiperaktivitas dari persarafan parasimpatis. Semua jenis imunoglobulin dapat ditemui pada polip nasi, tapi peningkatan IgE merupakan jenis yang paling tinggi ditemukan bahkan apabila dibandingkan dengan tonsil dan serum sekalipun. Kadar IgG, IgA, IgM terdapat dalam jumlah bervariasi, dimana peningkatan jumlah memperlihatkan adanya infeksi pada saluran napas. Beberapa mediator inflamasi juga dapat ditemukan di dalam polip. Histamin merupakan mediator terbesar yang konsentrasinya di dalam stroma polip 100-1000 konsentrasi serum. Mediator kimia lain yang ikut dalam patogenesis dari nasal polip adalah Gamma Interferon (IFN-) dan Tumour Growth Factor (TGF-). IFN- menyebabkan migrasi dan aktivasi eosinofil yang melalui pelepasan toksiknya bertanggungjawab atas kerusakan epitel dan sintesis kolagen oleh fibroblas . TGF- yang umumnya tidak ditemukan dalam mukosa normal merupakan faktor paling kuat dalam menarik fibroblas dan meransang sintesis matrik ekstraseluler. Peningkatan mediator ini pada akhirnya akan merusak mukosa rinosinusal yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas terhadap natrium sehingga mencetuskan terjadinya edema submukosa pada polip nasi. Fenomena bernouli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui celah yang sempit akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya, sehingga jaringan yang lemah akan terhisap oleh tekanan negatif ini sehingga menyebabkan polip, fenomena ini dapat menjelaskan mengapa polip banyak terjadi pada area yang sempit di kompleks osteomatal. Patogenesis polip pada awalnya ditemukan bengkak selaput permukaan yang kebanyakan terdapat pada meatus medius, kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga selaput permukaan yang sembab menjadi berbenjol-benjol. Bila proses terus membesar dan kemudian turun

ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai sehingga terjadi Polip

Polip sering ditemukan pada penderita:


Asma Bronkiale, 20-50% penderita asma mengalami polip Ciystic Fibrosis - Polyps terjadi sekitar 6-48% pada penderita CF Rinitis ALERGI allergic fungal sinusitis - Terjadi sekitar 85% Rinosinusitis kronik Primary ciliary dyskinesia Aspirin intolerance - Terjadi sekitar 8-26% pada penderita polip Alcohol intolerance Terjadi sekitar 50% pada penderita polip Churg-Strauss syndrome Terjadi sekitar 50 % pada penderita Churg-Strauss syndrome Young syndrome (chronic sinusitis, nasal polyposis, azoospermia) Nonallergic rhinitis with eosinophilia syndrome (NARES) Terjadi sekitar 20 % pada penderita NARES

Gejala Pada anamnesis kasus polip biasanya timbul keluhan utama adalah hidung tersumbat.sumbatan ini menetap dan tidak hilang timbul. Semakin lama keluhan dirasakan semakin berat. Pasien sering mengeluhkan terasa ada massa di dalam hidung dan sukar membuang ingus. Gejala lain adalah hiposmia (gangguan penciuman). Gejala lainnya dapat timbul jika teradapat kelainan di organ sekitarnya seperti post nasal drip (cairan yang mengalir di bagian belakang mulut), suara bindeng, nyeri muka, telinga terasa penuh, snoring (ngorok), gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup. Polip menyebabkan penyumbatan hidung, karena itu penderita seringkali mengeluhkan adanya penurunan fungsi indera penciuman. Karena indera perasa berhubungan dengan indera penciuman, maka penderita juga bisa mengalami penurunan fungsi indera perasa dan penciuman. Polip hidung juga bisa menyebabkan penyumbatan pada drainase lendir dari sinus ke hidung. Penyumbatan ini menyebabkan tertimbunnya lendir di dalam sinus. Lendir yang terlalu lama berada di dalam sinus bisa mengalami infeksi dan akhirnya terjadi sinusitis. Penderita anak-anak sering bersuara sengau dan bernafas melalui mulutnya. Secara pemeriksaan mikroskopis tampak epitel pada polip serupa dengan selaput permukaan hidung normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia dengan subselaput permukaan yang sembab.

Polip menyebabkan penyumbatan hidung, karena itu penderita seringkali mengeluhkan adanya penurunan fungsi indera penciuman. Karena indera perasa berhubungan dengan indera penciuman, maka penderita juga bisa mengalami penurunan fungsi indera perasa dan penciuman. Polip hidung juga bisa menyebabkan penyumbatan pada drainase lendir dari sinus ke hidung. Penyumbatan ini menyebabkan tertimbunnya lendir di dalam sinus. Lendir yang terlalu lama berada di dalam sinus bisa mengalami infeksi dan akhirnya terjadi sinusitis. Penderita anak-anak sering bersuara sengau dan bernafas melalui mulutnya. Jadi gejala polip ini sangat beragam. Mulai dari pilek yang berlangsung lama, bersin-bersin, hidung tersumbat yang bersifat menetap, sering mimisan, keluhan akan adanya massa di hidung, sukar buang ingus, gangguan penciuman, bentuk hidung yang tak lagi simetris, bengek atau bindeng, telinga rasa penuh, mendengkur/gangguan tidur, lendir dan rasa kering yang terkumpul di tenggorokan, sakit kepala, dll. Kesemua keluhan itu tentu saja amat mengganggu dan sangat mempengaruhi produktivitas hidup si penderita. Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan Anamnesis dan pemeriksaan fisik Anamnesis Melalui anamnesis dapat ditanyakan keluhan-keluhan yang berkaitan dengan gangguan yang ditimbulkan oleh polip nasi, diantaranya:

Hidung tersumbat Rinore, mulai dari jernih sampai purulen bila terdapat infeksi sekunder Post nasal drip

Gejala ini ditandai dengan merasakan adanya suatu cairan yang jatuh secara terus menerus ke belakang rongga mulut dikarenakan mukus yang berasal dari kavum nasi.

Anosmia atau hiposmia Suara sengau karena sumbatan pada hidung Sakit kepala dan snoring bila polipnya berukuran besar Pembesaran hidung dan muka apabila massa polip sudah bertambah besar Terdapatnya gejala-gejala sinusitis apabila polip sudah mengganggu drainase muara sinus ke rongga hidung Polip yang besar kadang-kadang dapat mengganggu pernapasan saat tidur yang menimbulkan obstructive sleep apnea.

Selain keluhan-keluhan di atas, harus juga ditanyakan riwayat rinitis, asma, intoleransi terhadap aspirin, alergi obat lainnya, dan alergi makanan.

Pemeriksaan fisik

Dengan pemeriksaan rhinoskopi anterior biasanya polip sudah dapat dilihat, polip yang masif seringkali menciptakan kelainan pada hidung bagian luar. Pemeriksaan Rontgen dan CT scan dapat dilakukan untuk Polip biasanya tumbuh di daerah dimana selaput lendir membengkak akibat penimbunan cairan, seperti daerah di sekitar lubang sinus pada rongga hidung. Ketika baru terbentuk, sebuah polip tampak seperti air mata dan jika telah matang, bentuknya menyerupai buah anggur yang berwarna keabu-abuan. Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dapat terlihat adanya massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.1 Pembagian polip nasi

Grade 0 : Tidak ada polip Grade 1 : Polip terbatas pada meatus media Grade 2 : Polip sudah keluar dari meatus media, tampak di rongga hidung tapi belum menyebabkan obstruksi total Grade 3 : Polip sudah menyebabkan obstruksi total

Naso-endoskopi Naso-endoskopi memberikan gambaran yang baik dari polip, khususnya polip berukuran kecil di meatus media. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksan naso-endoskopi. Pada kasus polip koanal juga dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila. Dengan naso-endoskopi dapat juga dilakukan biopsi pada layanan rawat jalan tanpa harus ke meja operasi. Pemeriksaan radiologi Foto polos sinus paranasal (posisi water, AP, caldwell, dan lateral) dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara dan cairan di dalam sinus, tetapi pemeriksaan ini kurang

bermanfaat pada pada kasus polip. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada kelainan anatomi, polip, atau sumbatan pada komplek osteomeatal. CT scan terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diterapi dengan medikamentosa. Pengobatan

Terapi polip nasi dapat terbagi atas terapi medikamentosa dan terapi pembedahan. Terapi medikamentosa bertujuan untuk mengurangi gejala dan ukuran polip, menunda selama mungkin perjalanan penyakit, mencegah pembedahan, dan mencegah kekambuhan setelah prosedur pembedahan. Terapi pembedahan bertujuan menghilangkan obstruksi hidung dan mencegah kekambuhan. Oleh karena sifatnya yang rekuren, kadang-kadang terapi pembedahan juga mengalami kegagalan dimana 7-50% pasien yang menjalani pembedahan akan mengalami kekambuhan Terapi medikamentosa ditujukan pada polip yang masih kecil yaitu pemberian kortikosteroid sistemik yang diberikan dalam jangka waktu singkat, dapat juga diberiksan kortikosteroid hidung atau kombinasi keduanya. Penggunaa kortikosteroid pada pasien polip nasi dapat terbagi atas pemberian topikal dan sistemik. Penggunaaa kortikosteroid pada pasien polip nasi dapat terbagi atas pemberian topikal dan sistemik. Obat semprot hidung yang mengandung corticosteroid kadang bisa memperkecil ukuran polip atau bahkan menghilangkan polip. Kortikosteroid sistemik Penggunaan kortikosteroid sistemik jangka pendek merupakan metode alternatif untuk menginduksi remisi dan mengontrol polip. Berbeda dengan steroid topikal, steroid sistemik dapat mencapai seluruh bagian hidung dan sinus, termasuk celah olfaktorius dan meatus media dan memperbaiki penciuman lebih baik dari steroid topikal. Penggunaan steroid sistemik juga dapat merupakan pendahuluan dari penggunaan steroid topikal dimana pemberian awal steroid sistemik bertujuan membuka obstruksi nasal sehingga pemberian steroid topikal spray selanjutnya menjadi lebih sempurna Antibiotik Polip nasi dapat menyebabkan obstruksi dari sinus yang berakibat timbulnya infeksi. Pengobatan infeksi dengan antibiotik akan mencegah perkembangan polip lebih lanjut dan mengurangi perdarahan selama pembedahan. Pemilihan antibiotik dilakukan berdasarkan kekuatan daya bunuh dan hambat terhadap spesies staphylococcus, streptococcus, dan golongan anaerob yang merupakan mikroorganisme tersering yang ditemukan pada sinusitis kronik. Tindakan pengangkatan polip dapat digunakan menggunakan senar polip dan anestesi lokal. Untuk polip yang besar dan menyebabkan kelainan pada hidung, memerlukan jenis operasi yang lebih besar dan anestesi umum.

Indikasi Pembedahan

Polip berhubungan dengan tumor.

Polip menghalangi saluran pernafasan Polip menghalangi drainase dari sinus sehingga sering terjadi infeksi sinus

Polip cenderung tumbuh kembali jika penyebabnya tidak terkontrol. Penyebab yang sering adalah alergi dan mudah terserang infeksi saluran napas atas. Pemakaian obat semprot hidung yang mengandung corticosteroid bisa memperlambat atau mencegah kekambuhan. Tetapi jika kekambuhan ini sifatnya berat, sebaiknya dilakukan pembedahan untuk memperbaiki drainase sinus dan membuang bahan-bahan yang terinfeksi.

Referensi :

Bernstein JM, Gorfien J, Noble B. Role of allergy in nasal polyposis: a review. Otolaryngol Head Neck Surg. Dec 1995;113(6):724-32. [Medline]. Tos M, Sasaki Y, Ohnishi M, Larsen P, Drake-Lee AB. Fireside conference 2. Pathogenesis of nasal polyps. Rhinol Suppl. 1992;14:181-5. [Medline]. Becker SS, Rasamny JK, Han JK, Patrie J, Gross CW. Steroid injection for sinonasal polyps: the University of Virginia experience. Am J Rhinol. Jan-Feb 2007;21(1):64-9. [Medline]. Bikhazi NB. Contemporary management of nasal polyps. Otolaryngol Clin North Am. Apr 2004;37(2):327-37, vi. [Medline]. Burgel PR, Escudier E, Coste A, Dao-Pick T, Ueki IF, Takeyama K. Relation of epidermal growth factor receptor expression to goblet cell hyperplasia in nasal polyps. J Allergy Clin Immunol. Oct 2000;106(4):705-12. [Medline]. Dagli M, Eryilmaz A, Besler T, Akmansu H, Acar A, Korkmaz H. Role of free radicals and antioxidants in nasal polyps. Laryngoscope. Jul 2004;114(7):1200-3. [Medline]. Hamilos DL, Thawley SE, Kramper MA, Kamil A, Hamid QA. Effect of intranasal fluticasone on cellular infiltration, endothelial adhesion molecule expression, and proinflammatory

cytokine mRNA in nasal polyp disease. J Allergy Clin Immunol. Jan 1999;103(1 Pt 1):7987. [Medline].

Nores JM, Avan P, Bonfils P. Medical management of nasal polyposis: a study in a series of 152 consecutive patients. Rhinology. Jun 2003;41(2):97-102. [Medline]. Norlander T, Fukami M, Westrin KM, Stierna P, Carls B. Formation of mucosal polyps in the nasal and maxillary sinus cavities by infection. Otolaryngol Head Neck Surg. Sep 1993;109(3 Pt 1):522-9. [Medline]. Nucera E, Schiavino D, Milani A, Del Ninno M, Misuraca C, Buonomo A. Effects of lysineacetylsalicylate (LAS) treatment in nasal polyposis: two controlled long term prospective follow up studies. Thorax. Oct 2000;55 Suppl 2:S75-8. [Medline]. Parnes SM. Targeting cysteinyl leukotrienes in patients with rhinitis, sinusitis and paranasal polyps. Am J Respir Med. 2002;1(6):403-8. [Medline]. Radenne F, Lamblin C, Vandezande LM, Tillie-Leblond I, Darras J, Tonnel AB. Quality of life in nasal polyposis. J Allergy Clin Immunol. Jul 1999;104(1):79-84. [Medline]. Rinia AB, Kostamo K, Ebbens FA, van Drunen CM, Fokkens WJ. Nasal polyposis: a cellularbased approach to answering questions. Allergy. Apr 2007;62(4):348-58. [Medline]. Saunders MW, Wheatley AH, George SJ, Lai T, Birchall MA. Do corticosteroids induce apoptosis in nasal polyp inflammatory cells? In vivo and in vitro studies. Laryngoscope. May 1999;109(5):785-90. [Medline]. Singh H, Ballow M. Role of cytokines in nasal polyposis. J Investig Allergol Clin Immunol. 2003;13(1):6-11. [Medline]. Steinke JW, Bradley D, Arango P, Crouse CD, Frierson H, Kountakis SE. Cysteinyl leukotriene expression in chronic hyperplastic sinusitis-nasal polyposis: importance to eosinophilia and asthma. J Allergy Clin Immunol. Feb 2003;111(2):342-9. [Medline]. Tuncer U, Soylu L, Aydogan B, Karakus F, Akcali C. The effectiveness of steroid treatment in nasal polyposis. Auris Nasus Larynx. Aug 2003;30(3):263-8. [Medline]. Winestock DP, Bartlett PC, Sondheimer FK. Benign nasal polyps causing bone destruction in the nasal cavity and paranasal sinuses. Laryngoscope. Apr 1978;88(4):675-9. [Medline]. Stammberger H. Surgical treatment of nasal polyps: past, present, and future. Allergy. 1999;54 Suppl 53:7-11. [Medline]. Mabry RL, Marple BF, Folker RJ, Mabry CS. Immunotherapy for allergic fungal sinusitis: three years experience. Otolaryngol Head Neck Surg. Dec 1998;119(6):648-51. [Medline]. Holmstrom M. Clinical performance of fluticasone propionate nasal drops. Allergy. 1999;54 Suppl 53:21-5. [Medline].

Lund VJ, Flood J, Sykes AP, Richards DH. Effect of fluticasone in severe polyposis. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. May 1998;124(5):513-8. [Medline]. Andrews AE, Bryson JM, Rowe-Jones JM. Site of origin of nasal polyps: relevance to pathogenesis and management. Rhinology. Sep 2005;43(3):180-4. [Medline]. Babinski D, Trawinska-Bartnicka M. Rhinosinusitis in cystic fibrosis: not a simple story. Int J Pediatr Otorhinolaryngol. May 2008;72(5):619-24. [Medline]. Bachert C, Watelet JB, Gevaert P, Van Cauwenberge P. Pharmacological management of nasal polyposis. Drugs. 2005;65(11):1537-52. [Medline]. Nakamura H, Kawasaki M, Higuchi Y, Takahashi S. Effects of sinus surgery on asthma in aspirin triad patients. Acta Otolaryngol. 1999;119(5):592-8. [Medline]. Norlander T, Bronnegard M, Stierna P. The relationship of nasal polyps, infection, and inflammation. Am J Rhinol. Sep-Oct 1999;13(5):349-55. [Medline]. Pawliczak R, Lewandowska-Polak A, Kowalski ML. Pathogenesis of nasal polyps: an update. Curr Allergy Asthma Rep. Nov 2005;5(6):463-71. [Medline]. Radenne F, Lamblin C, Vandezande LM, et al. Quality of life in nasal polyposis. J Allergy Clin Immunol. Jul 1999;104(1):79-84. [Medline]. Rudack C, Bachert C, Stoll W. Effect of prednisolone on cytokine synthesis in nasal polyps. J Interferon Cytokine Res. Sep 1999;19(9):1031-5. [Medline]. Slavin SA. The rectus abdominis myocutaneous flap: observation and refinements. Plast Reconstr Surg. Feb 1983;71(2):280-1. [Medline]. Small CB, Hernandez J, Reyes A, et al. Efficacy and safety of mometasone furoate nasal spray in nasal polyposis. J Allergy Clin Immunol. Dec 2005;116(6):1275-81. [Medline]. Uneri C, Ozturk O, Polat S, Yuksel M, Haklar G. Determination of reactive oxygen species in nasal polyps. Rhinology. Sep 2005;43(3):185-9. [Medline]. Young MC. Rhinitis, sinusitis, and polyposis. Allergy Asthma Proc. Jul-Aug 1998;19(4):2118. [Medline]. Bateman ND, Shahi A, Feeley KM, Woolford TJ. Activated eosinophils in nasal polyps: a comparison of asthmatic and non-asthmatic patients. Clin Otolaryngol. Jun 2005;30(3):2215. [Medline]. Bernstein JM. Update on the molecular biology of nasal polyposis. Otolaryngol Clin North Am. Dec 2005;38(6):1243-55. [Medline]. Blaiss MS. Expanding the evidence base for the medical treatment of nasal polyposis. J Allergy Clin Immunol. Dec 2005;116(6):1272-4. [Medline].

Bugten V, Nordgard S, Steinsvag S. Long-term effects of postoperative measures after sinus surgery. Eur Arch Otorhinolaryngol. May 2008;265(5):531-7. [Medline]. Dunlop G, Scadding GK, Lund VJ. The effect of endoscopic sinus surgery on asthma: management of patients with chronic rhinosinusitis, nasal polyposis, and asthma. Am J Rhinol. Jul-Aug 1999;13(4):261-5. [Medline]. Eghtedari F, Cheraghzadeh SR, Kashef MA, Monabati A, Kashef S. Agreement rate of skin prick test with tissue eosinophil count in patients with nasal polyps. Iran J Allergy Asthma Immunol. Jun 2007;6(2):89-92. [Medline]. Eliashar R, Levi-Schaffer F. The role of the eosinophil in nasal diseases. Curr Opin Otolaryngol Head Neck Surg. Jun 2005;13(3):171-5. [Medline]. European position paper on rhinosinusitis and nasal polyps. Rhinol Suppl. 2005;187. [Medline]. Hedman J, Kaprio J, Poussa T, Nieminen MM. Prevalence of asthma, aspirin intolerance, nasal polyposis and chronic obstructive pulmonary disease in a population-based study. Int J Epidemiol. Aug 1999;28(4):717-22. [Medline]. Kieff DA, Busaba NY. Efficacy of montelukast in the treatment of nasal polyposis. Ann Otol Rhinol Laryngol. Dec 2005;114(12):941-5. [Medline]. Kramer MF, Rasp G. Nasal polyposis: eosinophils and interleukin5. Allergy. Jul 1999;54(7):669-80. [Medline]. Lee CH, Lee KS, Rhee CS, Lee SO, Min YG. Distribution of rantes and interleukin-5 in allergic nasal mucosa and nasal polyps. Ann Otol Rhinol Laryngol. Jun 1999;108(6):594-8. [Medline]. Lund V. Advances in the treatment of nasal polypopsis. Introduction. Allergy. 1999;54 Suppl 53:5-6. [Medline]. Lund VJ. The effect of sinonasal surgery on asthma. Allergy. 1999;54 Suppl 57:1415. [Medline]. Morinaka S, Nakamura H. Inflammatory cells in nasal mucosa and nasal polyps. Auris Nasus Larynx. Jan 2000;27(1):59-64. [Medline]. Mygind N. Advances in the medical treatment of nasal polyps. Allergy. 1999;54 Suppl 53:126. [Medline]. Mygind N, Dahl R, Bachert C. Nasal polyposis, eosinophil dominated inflammation, and allergy. Thorax. Oct 2000;55 Suppl 2:S79-83. [Medline]

You might also like