You are on page 1of 15

REFERAT

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing : dr. Ahmad Sutamat Sp.OG

DENI ISMAIL YOHANA LOURENSIA M NURUL FADILAH

J5000 70051 J5000 80050 J5000 80007

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya bagi seorang wanita yang dapat menyebabkan kondisi yang gawat bagi wanita tersebut. Keadaan gawat ini dapat menyebabkan suatu kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik terganggu merupakan peristiwa yang sering dihadapi oleh setiap dokter, dengan gambaran klinik yang sangat beragam. Hal yang perlu diingat adalah bahwa pada setiap wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah dapat mengalami kehamilan ektopik terganggu. Berbagai macam kesulitan dalam proses kehamilan dapat dialami para wanita yang telah menikah. Namun, dengan proses pengobatan yang dilakukan oleh dokter saat ini bisa meminimalisir berbagai macam penyakit tersebut. Kehamilan ektopik diartikan sebagai kehamilan di luar rongga rahim atau kehamilan di dalam rahim yang bukan pada tempat seharusnya, juga dimasukkan dalam kriteria kehamilan ektopik, misalnya kehamilan yang terjadi pada cornu uteri. Jika dibiarkan, kehamilan ektopik dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang dapat berakhir dengan kematian sehingga ini akan berlanjut pada kehamilan ektopik terganggu (Wiknjosastro, 2007) Istilah kehamilan ektopik terganggu lebih tepat daripada istilah ekstrauterin yang sekarang masih banyak dipakai. Diantara kehamilan-kehamilan ektopik terganggu, yang terbanyak terjadi di daerah tuba, khususnya di ampulla dan isthmus yang menimbulkan rupture pada tuba. Pada kasus yang jarang, kehamilan ektopik disebabkan oleh terjadinya perpindahan sel telur dari indung telur sisi yang satu, masuk ke saluran telur sisi seberangnya (Wibowo, 2007)

B. RUMUSAN MASALAH Untuk mengetahui lebih dalam mengenai Kehamilan Ektopik Terganggu

C. TUJUAN 1. Untuk mengetahui secara pasti penyebab terjadinya KET 2. Untuk mengetahui diagnosis dini sampai kepada terapi pada penyakit KET

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

a. Definisi Kehamilan etopik ialah kehamiln, dengan ovum yang dbuahi, berimplantasi dan tumbuh tidak ditempat yang normal yakni dalam endometrium kavum uteri. (Wiknjosastro, 2007). Hampir 90% kehamilan etopik terjadi di tuba uterin. Menurut (Wibowo, 2007) yang disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami abortus ruptur pada dinding tuba. Menurut lokasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa golongan yaitu : 1) Tuba Fallopii a) Pars intersitialis b) Isthmus c) Ampulla d) Infundibulum e) Fimbria 2) Uterus a) Kanalis servikalis b) Divertikulum c) Kornua d) Tanduk rudimenter 3) Ovarium 4) Intraligamenter 5) Abdominal

Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 25-35 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik dilaporkan 1 diantara 300 kehamilan, akan tetapimungkin angka ini terlampau rendah. Diantara kehamilan-kehamilan ektopik yang

terbanyak ialah yang terjadi di tuba (90%), khususnya di ampulla dan di isthmus. (Cunningham, 2005)

b. Epidemiologi Telah terjadi peningkatan nyata jumlah absolut dan angka kehamilan ektopik di Amerika Serikat selama dua dekade belakangan. Jumlah sebenarnya telah meningkat melampaui proporsi pertumbuhan penduduk. Insiden kehamilan ektopik pada wanita bukan kulit putih lebih tinggi pada setiap kategori usia dibandingkan pada kulit putih dan perbedaan ini meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Secara keseluruhan, pada tahun 1989 seorang wanita bukan kulit putih memiliki peningkatan resiko kehamilan ektopik sebesar 1,4 kali dibanding dengan seorang wanita kulit putih. Gabungan faktor ras dan peningkatan usia sekurang-kurangnya merupakan faktor tambahan sebagai contoh, wanita bukan kulit putih berusia 35-44 tahun lima kali lebih mungkin mengalami kehamilan ektopik daripada wanita kulit putih berusia 15-24 tahun (Cuningham et al, 2005). Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Lebih dari 60% kehamilan ektopik terjadi pada wanita 20-30 tahun dengan sosio-ekonomi rendah dan tinggal didaerah dengan prevalensi gonore dan prevalensi tuberkulosa yang tinggi (Wibowo, 2007)

c. Etiologi Fertilisasi yakni penyatuan ovum dengan spermatozoon terjadi di ampulla tuba. Dari sini ovum yang telah dibuahi digerakkan ke kavum uteri dan di tempat yang akhir ini mengadakan implantasi di endometrium. Keadaan pada tuba yang menghambat atau menghalangi gerakan ini dapat menjadi sebab bahwa implantasi terjadi pada endosalping, selanjutnya ada kemungkinan pula bahwa kelainan pada ovum yang dibuahi memberi predisposisi untuk implantasi di luar kavum uteri, akan tetapi hal ini kiranya tidak banyak terjadi. (Wibowo, 2007) Diantara sebab-sebab yang menghambat perjalanan ovum ke uterus sehingga blastokista mengadakan implantasi di tuba ialah (Wiknjosastro, 2007) :

a. Bekas radang pada tuba ; disini radang menyebabkan perubahan-perubahan pada endosalping, sehingga walaupun fertilisasi masih dapat terjadi, gerakan ovum ke uterus terlambat b. Kelainan bawaan pada tuba, antara lain divertikulum kongenital yang menyebabkan retensi ovum c. Gangguan fisiologik tuba karena pengaruh hormonal, perlekatan perituba, tekanan pada tuba oleh tumor dari luar d. Operasi plastic pada tuba dan sterilisasi yang tidak sempurna e. Faktor lain : Hamil saat berusia lebih 35 tahun Fertilisasi in vitro Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya Infertilitas Mioma uteri Hidrosalping

d. Patofisiologi Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampulla tuba (lokasi tersering) isthmus, fimbriae, pars interstitialis, kornu uteri, ovarium, rongga abdomen, serviks dan ligamentum kardinal. Zigot dapat berimplantasi pada sel kolumnar tuba maupun secara interkolumnar. Pada keadaan yg pertama, zigot melekat pada ujung atau sisi jonjot endosalping yang relatif sedikit mendapat siplai darah, sehingga zigot mati kemudian diresorbsi. Pada implantasi intrakolumnar, zigot menempel diantara dua jonjot. Zigot yang telah bernidasi kemudia tertutup oleh jaringan endosalping yang menyerupai desidua, yang disebut pseudokapsul villi korialis dengan mudah menembus endosalping dan mencapai lapisan miosalping dengan merusakintegritas pmbuluh darah ditempat tersebut. Selanjutnya hasil konsepsi berkembang, dan perkembangan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tempat implantasi, ketebalan tempat implantasi dan banyaknya perdarahan akibat invasi trofoblas.

Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopik pun mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron. Endometrium pun berubah menjadi desidua, meskipun tanpa trofoblas. Sel-sel epitel endometrium menjadi hipertrofik, hiperkromatik, intinya menjadi lobular dan sitoplasma nya bervakuol. Karena tempat implantasipada kehamilan ektopik tidak ideal untuk berlangsungnya kehamilan, suatu saat kehamilan ektopik tersebut akan terkompromi, kemungkinan-kemungkinan yang mungkin terjadi pada kehamilan ektopik adalah : 1. Hasil konsepsi mati dini dan di resorbsi 2. Abortus ke dalam lumen tua, dan 3. Ruptur dinding tuba Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampullaris, sedangkan ruptur lebih sering terjadi pada kehamlan pars istmica. Pada abortus tuba bila
pelepasan hasil konsepsi tidak sempurna atau tuntas, maka perdarahan akan terus berlangsung. Bila perdarahan terjadi sedikit demi sedikit, terbentuklah mola kruenta. Tuba akan membesar dan kebiruan (hematosalping), dan darah akan mengalir melalui ostium tuba ke dalam rongga abdomen hingga berkumpul di kavum Douglas dan membentuk hematokel retrouterina. Pada kehamilan di pars isthmica, umumnya ruptur tuba terjadi lebih awal, karena pars isthmica adalah bagian tuba yang paling sempit. Pada kehamilan di pars interstitialis ruptur terjadi lebih lambat (8-16 minggu) karena lokasi tersebut berada di dalam kavum uteri yang lebih akomodatif, sehingga sering kali kehamilan pars interstitialis disangka sebagai kehamilan intrauterin biasa. Perdarahan yang terjadi pada kehamilan pars interstitialis cepat berakibat fatal karena suplai darah berasal dari arteri uterina dan ovarika. Oleh sebab itu kehamilan pars interstitialis adalah kehamilan ektopik dengan angka mortalitas tertinggi.Kerusakan yang melibatkan kavum uteri cukup besar sehingga histerektomi diindikasikan. Ruptur, baik pada kehamilan fimbriae, ampulla, isthmus maupun pars interstitialis, dapat terjadi secara spontan maupun akibat trauma ringan, seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Bila setelah ruptur janin terekspulsi ke luar lumen tuba, masih terbungkus selaput amnion dan dengan plasenta yang masih utuh, maka kehamilan dapat berlanjut di rongga abdomen. Untuk memenuhi kebutuhan janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, seperti uterus, usus dan ligamen (Rachimhadhi, 2005).

e. Manifestasi klinis 1. Nyeri Gejala yang timbul berkaitan dengan apakah kehamilan etopik tersebut telah mengalami rupture. Gejala kehamilan etopik yang sering dialami adalah nyeri panggulmdan abdomen 95%, dan amenore disertai spotting atau perdarahan pervaginam dalam derajat tertentu 60-80%. Pada ruptur nyeri dapat terjadi didaerah abdomen manapun. Nyeri dada pleuritik dapat terjadi akibat iritasi diafragmatik yang disebabkan oleh perdarahan. 2. Menstruasi abnormal. Sekitar seperempat wanita tidak melaporkan amenore, mereka menyalahartikan perdarahn uterus yang sering terjadi pada kehamilan tuba sebagai menstruasi yang sebenarnya. Ketika dukungan endokrin untuk endometrium menurun, perdarahan biasanya sedikit, berwarna cokelat tua, dan dapat intermitten atau kontinu. Meskipun perdarahan pervaginam yang banyak lebih sugestif untuk abortus inkomplit daripada kehamilan etopik, perdarahan semacam itu kadang kala ditemukan pada kehamilan tuba. 3. Nyeri tekan abdomen dan pelvis Nyeri tekan hebat pada pemeriksaan abdomen dan per vaginam, terutama bila serviks digerakkan, dapat ditemukan pada lebih dari tiga perempat wanita dengan kehamilan tuba yang telah atau sedang mengalami ruptur. Namun nyeri tekan seperti itu mungkin tidak terasa sebelum ruptur. 4. Perubahan uterus uterus juga membesar dan lembek seperti pada kehamilan intrauterin, pada kehamilan 2 bulan mungkin disamping uterus yang membesar dapat ditemukan tumor yang lembek dan licin, akan tetapi hal itu dapat disebabkan oleh korpus luteum graviditatis atau suatu tumor ovarium. 5. Tekanan darah dan denyut nadi Sebelum riptur, tanda-tanda vital umumnya normal. Respon dini terhadap perdarahan sedang dapat berkisar dan tanpa perubahan tanda vital sehingga sedikit peningkatan tekanan darah atau respons vasovagal disertai bradikardia dan hipotensi. Tekanan

darah akan turun dan denyut nadi bmeningkat hanya jika perdarahan berlanjut dan hipovoleminya menjadi nyata. 6. Suhu Setelah perdarahan akut suhu dapat normal atau bahkan rendah. Suhu dpat mencapai 380C, tetapi suhu yang lebih tinggi jarang bila tidak ada infeksi. Demam penting untuk membedakan kehamilan tuba yang mengalami ruptur dengan beberapa kasus salpingitis akut (Cunningham et al, 2005).

f. Diagnosis Gejala-gejala kehamilan ektopik beraneka ragam, sehingga pembuatan diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesulitan.gejala-gejala yang perlu diperhatikan ialah : 1. Adanya amenore : amenore sering ditemukan walaupun hanya pendek saja sebelum diikuti oleh perdarahan, malah kadang-kadang tidak ada amenore 2. Perdarahan : gangguan kehamilan sedikit saja sudah dapat menimbulkan perdarahan yang berasal dari uterus. Perdarahan dapat berlangsung kontinu dan biasanya berwarna hitam. 3. Rasa nyeri : nyeri perut merupakan gejala penting. Pada kehamilan ektopik yang terganggu rasa nyeri perut bawah bertambah sering dan keras. 4. Keadaan umum penderita : tergantung dari banyaknya darah yang keluar dari tuba, keadaan umum ialah kurang lebih normal sampai gawat dengan syok berat dan anemia. Pada abortus tuba yang sudah berlangsung beberapa waktu suhu badan agak meningkat dan terdapat leukositosis. Hb dan hematokrit perlu diperiksa pada dugaan kehamilan ektopik terganggu. 5. Perut : pada abortus tuba terdapat nyeri tekan diperut bagian bawah di sisi uterus, dan pada pemeriksaan luar atau pemeriksaan bimanual ditemukan tumor yang tidak begitu padat, nyeri tekan dan dengan batas-batas yang tidak rata di samping uterus

Adapun pemeriksaan-pemeriksaan untuk membantu menegakan diagnosis yaitu : 1. Test kehamilan Apabila tesnya positif, itu dapat membantu diagnosis khususnya terhadap tumortumor adneks, yang tidak ada sangkut pautnya dengan kehamilan. Test kehamilan

yang negative tidak banyak artinya, umumnya test ini menjadi negative beberapa hari setelah meninggalnya mudigah 2. Laparoskopi Laparoskopi merupakan cara pemeriksaan yang sangat penting untuk diagnosis kehamilan ektopik pada umumnya dan kehamilan ektopik yang tidak terganggu. Dengan cara pemeriksaan ini dapat dilihat dengan mata sendiri perubahan-perubahan pada tuba. Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnosti terakhir untuk kehamilan ektopik apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan 3. Ultrasonografi Keunggulan cara pemeriksaan ini terhadap laparoskopi ialah bahwa ia tidak invasive, artinya tidak perlu memasukan alat dalam rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di kanan atau kiri uterus atau apakah kavum Douglasi berisi cairan. 4. Kuldosentesis Kuldosentesis dilakukan dengan menusukan jarum dengan lumen yang agak besar di kavum. Douglasi di garis tengah di belakang serviks uteri, serviks ditarik ke atas dan keluar. Adanya darah yang diisap berwarna hitam (darah tua) biarpun sedikit, membuktikan adanya darah di kavum Douglasi. Jika yang diisap darah baru, ini mungkin dari pembuluh darah dinding vagina yang dicoblos. Jika hasil kuldosentesis positif, sebaiknya segera dilakukan laparotomi, oleh karena dengan tindakan itu dapat bahwa kuman dari luar ke dalam darah yang terkumpul di kavum Douglasi, dan dapat terjadi infeksi.(Wiknjosastro, 2007)

g. Diagnosis banding Yang perlu dipikirkan dalam diagnosis diferensial adalah : 1) infeksi pelvik, 2) abortus iminens atau abortus inkompliteus, 3) tumor ovarium. Biasanya anamnesis, gambaran klinik dan beberapa metode pemeriksaan dapat menegakan diagnosis kehamilan ektopik (Cuningham, 2006) Ruptur korpus luteum dapat menimbulkan gejala yang menyerupai kehamilan ektopik terganggu. Anamnesis yang cermat mengenai siklus haid penderita dapat

menduga ruptur korpus luteum. Jika keadaan mengizinkan, dengan laparoskopi dapat diperoleh kepastian apa yang menyebabkan perdarahan intraperitoneal. Jika perdarahan banyak, maka perlu dilakukan laparotomi dan keadaan sebenarnya dapat diketahui (Wiknjosastro, 2007)

h. Terapi 1. Terapi definitif kehamilan ektopik Laparotomi : Eksisi tuba yang berisi kantung kehamilan (salfingo-ovarektomi) atau insisi longitudinal pada tuba dan dilanjutkan dengan pemencetan agar kantung kehamilan keluar dari luka insisi dan kemudian luka insisi dijahit kembali. Laparoskop : untuk mengamati tuba falopii dan bila mungkin lakukan insisi pada tepi superior dan kantung kehamilan dihisap keluar tuba. 2. Operasi laparoskopik 3. Injeksi methrotexate Injeksi methrotexate Bila tuba tidak pecah dengan ukuran kantung kehamilan kecil serta kadar -hCG rendah maka dapat diberikan injeksi methrotexate kedalam kantung gestasi dengan harapan bahwa trofoblas dan janin dapat diabsorbsi atau diberikan injeksi methrotexate 50 mg/m3 intramuskuler. Injeksi methrotexate Syarat pemberian methrotexate pada kehamilan ektopik: Ukuran kantung kehamilan < 4 cm Keadaan umum baik (hemodynamically stabil) Tindak lanjut (evaluasi) dapat dilaksanakan dengan baik. Injeksi methrotexate Keberhasilan pemberian methrotexate yang cukup baik bila : Masa tuba < 3.5 cm Usia kehamilan < 6 minggu Janin mati Kadar -hCG < 1500 mIU/ml. Injeksi methrotexate Kontraindikasi pemberian Methrotexate : Laktasi Status Imunodefisiensi Alkoholisme Penyakit ginjal dan hepar Diskrasia darah Penyakit paru aktif Ulkus peptikum Pasca terapi konservatif atau dengan methrotexate, lakukan pengukuran serum hCG setiap minggu sampai negatif. Bila perlu lakukan second look operation. (McGraw Hill Companies, 2003) Untuk kendali nyeri pasca tindakan dapat diberikan: 1. Ketoprofen 100 mg supositoria. 2. Tramadol 200 mg IV.

3. Pethidin 50 mg IV (siapkan anti dotum terhadap reaksi hipersensitivitas) 4. Atasi anemia dengan tablet besi (SF) 600 mg per hari. (McGraw Hill Companies, 2003) i. Prognosis a. Bagi kehamian berikutnya Penyebab kehamilan ektopik (misalnya penyempitan tuba atau pasca penyakit radang panggul) bersifat bilateral. Sehingga setelah pernah mengalami kehamilan ektopik pada tuba satu sisi kemungkinan pasien akan mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba sisi yang lain. b. Bagi Ibu Bila diagnosis cepat ditegakkan umumnya prognosis baik, terutama bila cukup penyediaan darah dan fasilitas operasi (Moechtar, 1998).

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN Kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 50 kehamilan. Hal yang menyebabkan besarnya angka kematian ibu akibat kehamilan ektopik adalah kurangnya deteksi dini dan pengobatan setelah diketahui mengalami kehamilan ektopik. Kehamilan ektopik merupakan salah satu penyebab terbesar kematian ibu pada triwulan pertama dari kehamilan. Resiko kehamilan ektopik sangat besar karena kehamilan ini tidak bisa menjadi normal. Bila telur tersebut tetap tumbuh dan besar di saluran tuba maka suatu saat tuba tersebut akan pecah dan dapat menyebabkan perdarahan yang sangat hebat dan mematikan. Apabila seseorang mengalami kehamilan ektopik maka kehamilan tersebut harus cepat diakhiri karena besarnya risiko yang ditanggungnya. 60% pasien pasca kehamilan ektopik akan mengalami kehamilan berikutnya dengan resiko berulangnya kejadian sebesar 10%. (pada wanita normal 1%).

B. SARAN Berhenti merokok akan menurunkan risiko kehamilan ektopik. Wanita yang merokok memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kehamilan ektopik. Berhubungan seksual secara aman seperti menggunakan kondom akan mengurangi risiko kehamilan ektopik dalam arti berhubungan seks secara aman akan melindungi seseorang dari penyakit menular seksual yang pada akhirnya dapat menjadi penyakit radang panggul. Penyakit radang panggul dapat menyebabkan jaringan parut pada saluran tuba yang akan meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik. Kita tidak dapat menghindari 100% risiko kehamilan ektopik, namun kita dapat mengurangi komplikasi yang mengancam nyawa dengan deteksi dini dan tatalaksana secepat mungkin. Jika kita memiliki riwayat kehamilan ektopik

sebelumnya, maka kerjasama antara dokter dan ibu sebaiknya ditingkatkan untuk mencegah komplikasi kehamilan ektopik.

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF. 2005. Kehamilan Ektopik. Dalam: Obstetri William. Edisi XVIII. Jakarta: EGC. Moechtar R. 1998. Kelainan Letak Kehamilan (Kehamialan Ektopik). Dalam: Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan Obstetri Patologis. Edisi II. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC Rachimhadhi T. 2005. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi I. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo Wibowo B. 2007. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu Kebidanan. Edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo Winkjosastro, Hanifa.Ilmu Kandungan.(2007).Jakarta.Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Halaman 250-60 BrJ Obstet Gynecol 110:756, 2003 Barnhaart KT, Katz I,Hummel A et al: Presumed diagnosis of ectopic pregnancy. Obstet Gynecol 100:505, 2002 Birkahn RH, Gaieta TJ, Van Deusen SK, et al: The ability of traditional vital signs and shock index to identify ruptured ectopic pregnancy. Am J Obstet Gynecol 1891293, 2003 Cunningham FG et al : Ectopic pregnancy in Williams Obstetrics , 22nd ed, McGraw-Hill, 2005 DeCherney AH. McGraw Hill Companies, 2003 Lippscomb GH,Meyer NL,Flynn DE et al: Oral methrotexate for treatment of ectopic pregnancy Am J Obstet Gynecol 186; 1192, 2002

You might also like