You are on page 1of 3

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Masalah Berdasarkan surat edaran menteri tenaga kerja no 01/Men/1997, nilai ambang batas (NAB) debu batubara sebesar 85 mg/m3 untuk pemaparan 8 jam sehari dan 40 jam seminggu.1 Seseorang boleh bekerja selama 8 jam di tempat dengan kadar debu batubara di udara sebesar 85 mg/m3. Pencemaran udara di tempat kerja merupakan masalah kerja yang sering timbul terutama pada industri besar sektor pertambangan. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil batubara terbesar di dunia. Sekalipun Cina dan India tetap menjadi produsen terbesar, namun produksi dan cadangan batubara Indonesia tetap memainkan peran penting dalam industry batubara di tingkat global. Ekspor batubara dari Indonesia menempati urutan kesembilan di dunia, yaitu sebesar 18,75% dari keseluruhan ekspor batubara dunia. Kalimantan Selatan merupakan penghasil batubara terbesar dengan lokasi pertambangan yang tersebar di seluruh wilayah.2 Peningkatan pertumbuhan konsumsi batubara di tingkat nasional tampaknya menjadi pendorong bagi perusahaan-perusahaan tambang batu bara untu meningkatkan produksi mereka. Penambangan batubara dapat menimbulkan masalah kesehatan. Beberapa penyakit akibat paparan debu batubara kronik meliputi simple coal workers pneumoconiosis (CWP), progressive massive fibrosis (PMF), bronkitis kronik, dan emfisema.3 Pneumokoniosis merupakan salah satu penyakit utama akibat kerja, terjadi hampir di seluruh dunia dan merupakan masalah yang mengancam para pekerja. Data World Health Organization (WHO) tahun 1999 menunjukkan bahwa terdapat 1,1 juta kematian oleh penyakit akibat kerja di seluruh dunia, 5% dari angka tersebut adalah pneumokoniosis. Pada survei yang dilakukan di Inggris secara rutin yaitu surveillance of workrelated and occupational respiratory disease (SWORD) menunjukkan pneumokoniosis hampir selalu menduduki peringkat 3-4 setiap tahun.4 Penyakit tersebut muncul bila orang yang berada di lokasi tambang batubara, atau di kawasan lalu-lintas pengangkutan batubara, menghirup debu batubara secara terus menerus, dan yang paling beresiko adalah pekerja penambangan batubara itu sendiri. Bagian lapangan (operasional, plan, dan logistik) adalah bagian yang beresiko tinggi terhadap pajanan debu batubara karena pada bagian tersebut mencakup kegiatan seperti pengangkutan batubara, penempatan batubara, dan pemuatan batubara. Berdasarkan hasil penelitian dari Qomariyatus S., Laily K., dan Ratna S tentang Pajanan debu batubara dan gangguan pernafasan pada pekerja lapangan tambang batubara di salah satu perusahaan tambang batubara di kalimantan selatan didapatkan hasil berupa debu batubara yang terhirup sedikit diatas NAB yakni sebesar 2,19 mg/m3. Gangguan pernapasan pekerja lapangan yang batuk dengan atau tanpa dahak (49,15%), sesak nafas (13,56%0, asma (11,86%), keluhan dada (10,17%), dan alergi debu (5.08%).5

Uji Spirometri merupakan salah satu dari uji fungsi paru yang berguna untuk menentukan adanya gangguan dan derajat gangguan fungsi paru. Pemeriksaan ini tidak bersifat invasif dan bisa dilakukan dengan indikasi pemeriksaan kesehatan berkala, follow up penyakit, pada perokok, evaluasi pra bedah, penyakit paru pada pekerja, dan untuk mengevaluasi respon saluran pernapasan pada pemberian bronkodilator dan kortikosteroid.6 Dari uji Spirometri bisa diketahui Volume paru dan Kapasitas paru yang nantinya dari hasil tersebut dapat dilihat apakah gangguan parunya bersifat obstruktif ataukah restriktif. Masa kerja dapat berhubungan dengan gambaran uji spirometri. Pada pekerja yang berada dilingkungan dengan kadar debu tinggi dalam waktu lama memiliki risiko tinggi terkena penyakit paru obstruktif. Masa kerja mempunyai kecenderungan sebagai faktor risiko terjadinya obstruksi pada pekerja di industri yang berdebu lebih dari 5 tahun.7 Sedangkan menurut Morgan dan Parkes dalam Faridawati (1995) waktu yang dibutuhkan seseorang yang terpapar oleh debu untuk terjadinya gangguan KVP kurang lebih 10 tahun.8 Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka diperlukan penelitian tentang Perbandingan hasil uji spirometri pada Pekerja Lapangan PT ..... dengan Masa Kerja lebih dari 5 tahun dan kurang dari 5 tahun. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana gambaran Hasil Uji Spirometri pada pekerja lapangan PT.. 2. Bagaimana perbandingan Hasil Uji Spirometri pada pekerja lapangan PT.. dengan masa kerja >5tahun dan <5tahun ? C. Manfaat Penelitian 1.1 Manfaat bagi peneliti Sebagai sarana untuk menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman penelitian sehingga dapat diterapkan dalam praktik sesungguhnya 1.2 Manfaat bagi Institusi Memberikan manfaat kepada calon peneliti yang akan datang sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut pada industri pertambangan batubara didaerah tempat penelitian maupun ditempat lain. 1.3 Manfaat bagi masyarakat 1. Memberikan gambaran tentang hasil uji spirometri pada pekerja lapangan dengan masa kerja <5tahun dan >5tahun

2. Memberikan solusi alternatif pada perusahaan mengenai hasil penelitian nantinya.

D. Tujuan Penelitian 2.1 Tujuan Umum Diketahuinya perbandingan hasil uji spirometri pada pekerja PT... dengan masa kerja >5tahun dan <5tahun. 2.2 Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran hasil uji Spirometri pada pekerja lapangan PT.. 2. Diketahuinya gambaran hasil uji spirometri pada pekerja lapangan PT.. dengan masa kerja <5tahun. 3. Diketahuinya gambaran hasil uji spirometri pada pekerja lapangan PT.. dengan masa kerja >5tahun.

You might also like