You are on page 1of 9

HAK ASASI ANAK

(IMPLEMENTASI UU NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK) Oleh: Dr. Binsar Gultom, SH, SE, MH 1

A. PERLINDUNGAN ANAK

Sesungguhnya usaha untuk mewujudkan pembinaan, pengawasan, perlindungan kesejahteraan anak, pertama sekali bersumber dari dan tangung jawab orang tua, bukan orang lain. Hal ini sesuai menurut Pasal 9 UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak yang menyebutkan: Orang tua adalah yang pertama-tama bertanggung jawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Namun, karena tingkatan level kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk ini beraneka ragam tingkatannya, mengakibatkan belum semua anak tumbuh berkembang secara wajar, sehingga usaha-usaha untuk mewujudkan kesejahteraan anak sebagai tunas dan generasi penerus bangsa sangat mendesak untuk diperhatikan oleh Negara dan Pemerintah Indonesia, karena memang semua hak-hak dari pada anak tersebut telah diatur lewat berbagai instrumen UU seperti UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU No. 3 Tahun 1997 tenang Pengadilan Anak, UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, dan masih banyak lagi yang mengaturnya seperti Kepres No. 12 Tahun 2001 tentang Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak, Kepres No. 87 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak, dan Kepres No. 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan (trafficking) Perempuan dan Anak. Oleh karenanya, selain orang tua, orang tua asuh atau wali yang bertangung jawab akan pembinaan, pengawasan dan perlindungan terhadap anak tersebut, Negara dan Pemerintah harus serius mengimplementasikan instrumen undang-undang/aturan diatas, khususnya yang kita bahas disini mengenai UU Perlindungan Anak dan Peranan Pengadilan Anak. Jangan lah kiranya undang-undang tersebut menjadi hiasan belaka, sebab dalam praktik justru kebanyakan anak-anak Indonesia mengalami berbagai masalah yang sangat krusial yang sulit diatasi, seperti anak jalanan, anak terlantar, anak yatim piatu, anak penyandang cacat, anak tidak mampu dengan berbagai permasalahan yang berbeda. Menurut Undang-Undang Perlindunan anak, secara garis besar dijelaskan dibawah ini:

1. Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal

Hakim HAM pada Pengadilan HAM Adhoc Jakarta, Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Bengkulu dan Dosen Pascasarjana Unihaz Bengkulu.

sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 2. Hak Anak adalah bagian dari hak asasi manusia (HAM) yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. 3. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau berhadapan dengan hakum berhak dirahasiakan. 4. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana, berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya. 5. Penangkapan, penahanan atau pidana penjara anak hanya dapat dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. 6. Pemerintah dan lembaga Negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberi Perlindungan Khusus antara lain terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan fisik dan /atau mental, anak yang menyandang cacat dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. 7. Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana (anak sebagai Tersangka/Terdakwa dan sebagai Saksi) : a. Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud di atas, antara lain melalui penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini dan perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi. b. Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana antara lain dilaksanakan melalui upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun diluar lembaga atau pemberi jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental maupun sosial dan pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara. 8. Setiap Anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan, jaminan sosial, pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spritual dan sosial. 9. Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. 10. Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan biaya pendidikan adan atau CumaCuma atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga kurang mampu, anak terlantar dan anak yang bertempat tinggal didaerah terpencil. Permohonan Pengangkatan Anak: 1. Permohonan Pengangkatan Anak ditujukan kepada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal anak yang hendak diangkat (SEMA No. 2 Tahun 1979 jo SEMANo. 6 Tahun 1983 jo SEMA No. 4 Tahun 1989).

2. Permohonan Anak Angkat yang diajukan Pemohon yang beragama Islam dengan maksud sebagai anak kandung dan dapat mewaris, maka permohonannya diajukan kepada Pengadilan Negeri; sedangkan apabila dimaksudkan untuk dipelihara, maka permohonannya diajukan kepada Pengadilan Agama. 3. Pengangkatan Anak Antar Negara (Inter Country Adoption): Untuk permohonan pengangkatan anak oleh seorang WNA terhadap anak WNI atau oleh seorang WNI terhadap anak WNA harus dijatuhkan dalam bentuk Putusan, bukan Penetapan (SEMA No. 2 Tahun 1979 jo SEMA No. 6 Tahun 1983). 4. Untuk permohonan Pengangkatan Anak Antar Negara hanya dapat dilakukan dalam daerah Pengadilan Negeri dimana Yayasan yang ditunjuk oleh Departemen Sosial-RI yang saat ini ada 6 wilayah, yakni: a. DKI Jakarta: Yayasan Sayap Ibu, Yayasan Bhakti Nusantara Tiara Putra b. Jawa Barat: Yayasan Pemeliharaan Anak di Bandung c. DI Yogyakarta: Yayasan Sayap Ibu d. Jawa Tengah: Yayasan Pemeliharaan Anak dan Bayi di Solo e. Jawa Timur: Panti Matahari Terbit di Surabaya f. Kalimantan Barat: Yayasan Kesejahteraan Ibu dan Anak Pontianak. B. KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bersifat independen. Tugas KPAI: 1. Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melkukan penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap penyelenggaraan anak. 2. Memberikan laporan, saran, masukan dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak. C. PENGADILAN ANAK (UU No. 3 Tahun 1997) 1. Proses hukum tindak pidana anak: a. Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak minimal 8 tahun (versus putusan Mahkamah Konstitusi: 12 tahun), tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin. b. Jika anak belum mencapai usia 8 tahun (Versus putusan Mahkamah Konstitusi: 12 Tahun), melakukan tindak pidana dapat dilakukan pemeriksaan oleh Penyidik Polisi. c. Jika penyidik berpendapat anak tersebut masih dapat dibina orang tua, wali, orang tua asuh, penyidik dapat menyerahkan anak tersebut kepada orang tua, wali, orang tua asuh. d. Jika penyidik berpendapat anak tersebut tidak dapat dibina lagi, penyidik menyerahkan anak kepada Departemen Sosial 2. Tugas Pengadilan Anak:
3

Pengadilan Anak bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara anak, dan batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak adalah sekurang-kurangnya 8(delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. 3. Pemeriksaan Perkara : a. Dalam hal anak melakukan tidak pidana sebelum berumur 18 (delapan belas) tahun dan diajukan ke sidang Pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun tetap diajukan ke sidang anak. b. Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim yang memeriksa kasus anak adalah penyidik anak, penuntut umum anak dan hakim anak. Khusus hakim anak yang mengadili perkara anak, adalah Hakim yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung atas usul Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan melalui Ketua Pengadilan Tinggi. c. Dalam hal belum ada Hakim Anak, maka Ketua Pengadilan dapat menunjuk Hakim Anak dengan memperhatikan ketentuan pasal 10 Undang-Undang No 3 Tahun 1997, dengan ketentuan Hakim yang bersangkutan segera diusulkan sebagai Hakim Anak. d. Hakim Anak memeriksa dan mengadili perkara anak dengan Hakim Tunggal, dan dalam hal tertentu Ketua Pengadilan Negeri dapat menunjuk Hakim Majelis. Yang dimaksud dengan hal tertentu adalah apabila ancaman pidana atas tindak pidana yang dilakukan anak yang bersangkutan lebih dari 5 (lima) tahun dan sulit pembuktiannya. e. Dalam hal anak melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orang dewasa dan atau anggota TNI, maka anak yang besangkutan diajukan ke sidang Anak, sedangkan orang dewasa dan atau anggota TNI diajukan ke sidang yang bersangkutan. f. Dalam hal anak melakukan tidak pidana HAM berat, anak tersebut diajukan ke sidang Anak. g. Acara persidangan anak dilakukan sebagai berikut : 1) Persidangan dilakukan secara tertutup. 2) Hakim, Penuntut Umum dan Penasihat Hukum terdakwa tidak menggunakan Toga. 3) Sebelum sidang dibuka, Hakim memerintahkan agar Pembimbing Kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) mengenai anak yang bersangkutan. 4) Selama dalam persidangan, Terdakwa wajib didampingi oleh orang tua atau wali atau orang tua asuh, penasihat hukum dan pembimbing kemasyarakatan. 5) Pada waktu memeriksa saksi, hakim dapat memerintahkan agar Terdakwa dibawa keluar ruang sidang, akan tetapi orang tua, wali atau orang tua asuh, Penasihat Hukum, dan Pembimbing Kemasyarakatan tetap berada diruangan sidang. 6) Dalam persidangan, Terdakwa Anak dan Saksi Korban Anak dapat juga didampingi oleh Petugas Pendamping atas izin Hakim atau Majelis Hakim.
4

7) Putusan wajib diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. h. Putusan 1) Sebelum mengucapkan putusannya, Hakim memberikan kesempatan kepada oang tua, wali atau orang tua asuh, untuk mengemukakan segala ikhwal yang bermanfaat bagi anak. 2) Putusan wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan. 3) Terhadap anak nakal dapat dijatuhi pidana atau tindakan : a) Pidana yang dijatuhkan terdiri dari pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana Pokok meliputi : penjara, kurungan, denda, atau pidana pengawasan. Pidana tambahan berupa: perampasan barang-barang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi. b) Tindakan yang dapat dijatuhkan pada anak nakal berupa : Mengembalikan kepada orang tua, wali atau orang tua asuh ; Menyerahkan pada Negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja ; atau Menyerahkan kepada Departemen Sosial atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja. 4) Terhadap terdakwa anak sedapat mungkin tidak dijatuhi pidana penjara (vide : UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak). 5) Pidana Penjara, Pidana kurungan atau Pidana denda yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal paling lama atau paling banyak (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana bagi orang dewasa. Ketentuan ini diberlakukan juga dalam hal minimum ancaman pidana bagi anak (yurisprudensi tetap). 6) Apabila anak nakal melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama 10 tahun, akan tetapi apabila anak nakal tersebut belum mencapai usia 12 (dua belas) tahun, maka terhadap anak nakal tersebut hanya dapat dijatuhi tindakan menyerahkan kepada Negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja atau menyerahkan kepada Departemen Sosial atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja. 7) Apabila anak nakal yang melakukan tindak pidana belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun yang tidak diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka terhadap anak nakal tersebut dijatuhkan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam butir 3b di atas, dan dapat disertai dengan teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh Hakim.
5

8) Dalam hal anak nakal dijatuhi pidana denda dan denda tersebut tidak dapat dibayar, maka diganti dengan wajib latihan kerja. 9) Wajib latihan kerja sebagai pengganti denda dilakukan paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja dan lama latihan kerja tidak lebih 4 (empat) jam sehari serta tidak dilakukan pada malam hari. 10) Pidana bersyarat dapat dijatuhkan Hakim apabila pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun, dan jangka waktu masa pidana bersyarat paling lama 3 (tiga) tahun. 11) Dalam putusan pengadilan mengenai pidana bersyarat, ditentukan syarat umum dan syarat khusus. 12) Selama menjalani masa pidana bersyarat, Jaksa melakukan pengawasan dan Pembimbing Kemasyarakatan melakukan bimbingan, agar anak nakal tersebut menepati persyaratan yang telah ditentukan. 13) Anak nakal yang menjalani pidana bersyarat, dibimbing oleh Balai Pemasyarakatan dan berstatus sebagai klien Pemasyarakatan. 14) Selama anak tersebut berstatus klien Pemasyarakatan, dia dapat mengikuti pendidikan sekolah. 15) Pidana Pengawasan: a. Pidana Pengawasan dijatuhkan paling singkat 3 bulan dan paling lama 2 tahun. b. Jika anak nakal melakukan tindak pidana, dijatuhkan pidana pengawasan, maka anak tersebut harus ditempatkan dibawah pengawasan Jaksa dan bimbingan Kemasyarakatan. (tatacara pelaksanaan pidana pengawasan diatur dalam Peraturan Pemerintah). c. Anak nakal yang diputus hakim diserahkan kepada negara, ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak sebagai anak negara. d. Kepala Lembaga Pemasyarakatan anak dapat mengajukan izin kepada Menteri Hukum dan HAM, agar anak negara ditempatkan di Lembaga Pendidikan Anak yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Swasta. e. Jika hakim memutuskan: anak nakal wajib mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja, hakim dalam puusannya apat sekaligus menenukan tempat pendidikan, pembinaan dan latihan kerja tersebut dilaksanakan. 16) Petugas Kemasyarakaan: a. Pembimbing Kemasyarakaan dari Kementerian Hukum dan HAM bertugas: membuat laporan hasil penelitian kemasyarakatan dan membimbing, membantu, mengawasi anak nakal berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana bersyarat, pidana pengawasan, pidana denda diserahkan kepada negara dan harus mengikuti latihan kerja. b. Pekerja Sosial dari Departemen Sosial, bertugas: membimbing, membantu, mengawasi anak nakal berdasarkan putusan pengadilan diserahkan kepada Departemen Sosial mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja.
6

c. Pekerja sosial sukarela bertugas: mengadakan koordinasi dengan Pembimbing Kemasyarakatan mengenai hasil bimbingan, bantuan dan pembinaan anak nakal berdasarkan putusan Pengadilan yang dijatuhi pidana/tindakan. d. Ketentuan mengenai tugas, kewajiban dan syarat-syarat bagi Pembimbing Kemasyarakatan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Kehakiman (Menteri Hukum dan HAM).? e. Ketentuan mengenai tugas, kewajiban dan syarat-syarat bagi Pekerja Sosial diatur lebih lanjut Keputusan Menteri Sosial.? D. HUKUM ACARA PENGADILAN ANAK 1. Penyidikan anak nakal dilakukan oleh Penyidik berdasarkan Sura Keputusan KAPOLRI. 2. Penyidik wajib memeriksa tersangka denan cara suasana kekeluargaan 3. Saat melakukan penyidikan, wajib meminta pertimbangan/saran dari Pembimbing Kemasyarakatan atau ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa atau ahli agama, namun proses penyidikannya wajib dirahasiakan 4. Guna kepentingan pemeriksaan, penangkapan dilakukan paling lama 1 hari. a. Tingkat Penyidikan: - Penahanan ditingkat Penyidikan hanya berlaku selama 20 hari. - Dapat diperpanjang hanya 10 hari. - Lewat jangka waktu 30 hari, penyidik harus melimpahkan berkas perkara tersebut kepada Penuntut Umum - Jika berkas perkara tersebut belum juga dilimpahkan, maka tersangka harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum. - Tempat Penahanan anak harus dilaksanakan ditempat khusus anak dilingkunan RUTAN, cabang Rutan atau ditempat tertentu. - Penahanan dilakukan setelah sungguh-sungguh mempertimbangkan kepentingan anak atau masyarakat. - Alasan penahanan tersebut harus secara tegas dinyatakan dalamsurat perintah penahanan - Selama anak ditahan, kebutuhan jasmani, rohani dan sosial anak harus tetap dipenuhi. b. Tingkat Penuntutan: - Penahanan lanjutan paling lama 10 hari. - Jika pemeriksaan belum selesai, atas permintaan Penuntut Umum kepada Ketua Pengdilan Negeri paling lama 15 hari. - Jangka waktu 25 hari, Penuntut Umum harus melimpahkannya kepada Pengadilan Negeri - Jika belum juga perkara tersebut belum dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri, maka tersangka harus dikeluarkandari tahanan demi hukum. c. Tingkat Pengadilan: - Penahanan oleh Pengadilan paling lama 15 hari
7

- Dapat diperpanjang paling lama 30 hari oleh KetuaPengadilan Negeri. - Apabila jangka waktu 30 hari dilampaui, hakim belum memberikan keputusan, maka terdakwa harusdikeluarkan dari tahanan. E. KETENTUAN PIDANA 1. Pasal 77 : diskriminasi, penelantaran terhadap anak mengakibatkan penderitaan fisik, mental maupun sosial dipidana penjara paling lama 5 tahun atau denda minimal Rp 100 juta. Pasal 78: Sengaja membiarkan anak dalam situasi darurat, seperti berhadapan dengan hukum, terisolasi, terekploitasi secara ekonomi, seksual, diperdagangkan, korban penyalahgunaan narkoba, korban penculikan, korban kekerasan dipidana penjara paling lama 5 tahun atau denda Rp 100 juta. Pasal 79: Melakukan pengangkatan anak yang bertentangan dengan UU dipidana penjara paling lama 5 tahun atau denda Rp 100 juta. Pasal 80: Melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, penganiayaan terhadap anak dipidana penjara paling lama 3 tahun dan 6 bulan atau denda Rp 72 juta. a. Jika luka berat dipidana penjara paling lama 5 tahun atau denda Rp 100 juta b. Jika mengakibatkan mati, dipidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling lama Rp 200 juta c. Jika pelakunya orang tua anak, maka pidana ditambah sepetiga dari ketentuan dalam ayat (1), (2) dan (3). Pasal 81: Sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau orang lain, dipidana penjara paling lama 15 tahun, paling singkat 3 tahun dan denda Rp 300 juta, paling singkat Rp 60 juta. Pasal 82: Membiarkan, melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, kebohongan, membujuk anak melakukan atau membiarkan perbuatan CABUL, pidana penjara paling lama 15 tahun, paling singkat 3 tahun; denda paling banyak Rp 300 juta, paling singkat Rp 60 juta. Pasal 83: Memperdagangkan, menjual atau menculik anak untuk diri sendiri atau dijual kepada orang lain dipidana penjara paling lama 15 tahun, denda paling sedikit Rp 300 juta dan paling sedikit Rp 60 juta. Pasal 89: Sengaja membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam penyalahgunaan produksi atau distribusi narkoba dipidana penjara pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun, paling singkat 5 tahun, denda Rp 500 juta, paling sedikit Rp 50 juta.

2.

3. 4.

5.

6.

7.

8.

Makalah ini disajikan pada kegiatan Diseminasi HAM bagi Aparatur Negara dan Masyarakat di Kota Arga Makmur, Kabupaten Bengkulu Utara, bekerjasama antara Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bengkulu dengan Direktorat Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM-RI, tanggal 23 Maret 2011.

You might also like