You are on page 1of 64

MENTERI PERHUBUNGAN REPUBUK INDONESIA

PERATURAN MENTER. PERHUBUNGAN NOMOR: KM 11 TAHUN 2010 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL

Menimbang:

a. bahwa dalam Pasal 200 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan telah diatur ketentuan-ketentuan mengenai Tatanan Kebandarudaraan Nasional; b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional; 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Tahun 2008 Namar 48); 3. Peraturan Pemerintah Nomar 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 2001 Namor 9, Tambahan lembaran Negara Namar 4075); 4. Peraturan Pemerintah Namor __ Iahun 2001 tentang Kebandarudaraan (Lembaran egara Tahuli 2001 Nomar 128, Tambahan lembaran Negara N mar 4146); Peraturan Presiden Namor 7 Pulau-pulau Kecil Terluar; Tahun 2005 Tentang Pengelalaan

5. 6.

Peraturan Menteri Perhubungan Namar KM 43 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan Namar KM 20 Tahun 2008;

6.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 24 Tahun 2009 tentang Keselamatan Penerbangan;

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL. BABI KETENTUAN UMUM

TENTANG

TATANAN

1.

Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya, yang terdiri atas bandar udara umum dan bandar udara khusus yang selanjutnya bandar udara umum disebut dengan bandar udara. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan bandar udara dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi keselamatan, keamanan, kelancaran, dan ketertiban arus lalu lintas pesawat udara, penumpang, kargo dan/atau pos, tempat perpindahan intra dan/atau antarmoda serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah. Tatanan Kebandarudaraan Nasional adalah sistem kebandarudaraan secara nasional yang menggambarkan perencanaan bandar udara berdasarkan rencana tata ruang, pertumbuhan ekonomi, keunggulan komparatif wilayah, kondisi alam dan geografi, keterpaduan intra dan antarmoda transportasi, kelestarian Iingkungan, keselamatan dan keamanan penerbangan, serta keterpaduan dengan sektor pembangunan lainnya. Jaringan Penerbangan adalah beberapa rute penerbangan yang merupakan satu kesatuan pelayanan angkutan udara. Bandar Udara Umum adalah bandar udara yang dipergunakan untuk melayani kepentingan umum. Bandar Udara Khusus adalah bandar udara yang hanya digunakan untuk melayani kepentingan sendiri untuk menunjang kegiatan usaha pokoknya.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menteri adalah penerbangan. menteri yang bertanggung jawab di bidang

8.

10. Pangkalan Udara adalah kawasan di daratan dan/atau di perairan dengan batas-batas tertentu dalam wilayah Republik Indonesia yang digunakan untuk kegiatan lepas landas dan pendaratan pesawat udara guna keperluan pertahanan negara oleh Tentara Nasional Indonesia. 11. Badan Usaha Bandar Udara adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau koperasi, yang kegiatan utamanya mengoperasikan bandar udara untuk pelayanan umum. 12. Unit Penyelenggara Bandar Udara adalah lembaga pemerintah di bandar udara yang bertindak sebagai penyelenggara bandar udara yang memberikan jasa pelayanan kebandarudaraan untuk bandar udara yang belum diusahakan secara komersial. 13. Pemerintah Daerah adalah gubemur, bupati, atau waIikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 14. Angkutan Udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu pe~alanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara. 15. Angkutan Udara Dalam Negeri adalah kegiatan angkutan udara niaga untuk melayani angkutan udara dari satu bandar udara ke bandar udara lain di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 16. Angkutan Udara Luar Negeri adalah kegiatan angkutan udara niaga untuk melayani angkutan udara dari satu bandar udara di dalam negeri ke bandar udara lain di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebaliknya. 17. Angkutan Udara Perintis adalah kegiatan angkutan udara niaga dalam negeri yang melayani jaringan dan rute penerbangan untuk menghubungkan daerah terpencil dan tertinggal atau daerah yang belum terlayani oleh moda transportasi lain dan secara komersial belum menguntungkan.

18. Rute Penerbangan adalah lintasan pesawat udara dari bandar udara asal ke bandar udara tujuan melalui jalur penerbangan yang telah ditetapkan. 19. Kargo adalah setiap barang yang diangkut oleh pesawat udara termasuk hewan dan tumbuhan selain pos, barang kebutuhan pesawat selama penerbangan, barang bawaan, atau barang yang tidak bertuan. 20. Bandar Udara Domestik adalah bandar udara yang ditetapkan sebagai bandar udara yang melayani rute penerbangan dalam negeri. 21. Bandar Udara Intemasional adalah bandar udara yang ditetapkan sebagai bandar udara yang melayani rute penerbangan dalam negeri dan rute penerbangan dari dan ke luar negeri. 22. Otoritas Bandar Udara adalah lembaga pemerintah yang diangkat oleh Menteri dan memiliki kewenangan untuk menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan, keamanan, dan pelayanan penerbangan. 23. Aerodrome adalah kawasan di daratan danlatau perairan dengan batas-batas tertentu yang hanya digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas.

Tatanan kebandarudaraan nasional diwujudkan dalam rangka penyelenggaraan bandar udara yang memenuhi kriteria: a. tatanan yang andal. dengan susunan jaringan dan simpul yang terstruktur, dinamis dalam memenuhi tuntutan kebutuhan angkutan udara; b. tatanan yang terpadu. yang saling menunjang dan mengisi peluang dalam satu kesatuan tatanan kebandarudaraan nasional; tatanan yang efisien, sesuai dengan tingkat kebutuhan. tidak saling tumpang tindih dan tidak terjadi duplikasi dalam melayani kebutuhan angkutan udara; tatanan yang berdaya saing global, tidak rentan terhadap pengaruh global serta mampu beradaptasi dalam menghadapi perubahan kebutuhan angkutan udara; tatanan yang berkontribusi pada pembangunan nasional, sebagai pintu gerbang perekonomian, dalam rangka pemerataan pembangunan dan keseimbangan pengembangan Indonesia wilayah barat dan Indonesia wilayah timur;

c.

d.

e.

f.

tatanan yang berkontribusi pada pembangunan daerah dalam rangka membuka daerah terisolir, tertinggal dan mengembangkan potensi industri daerah; dan tatanan ber-Wawasan Nusantara adalah tatanan kebandarudaraan memandang kesatuan politik, ekonomi, sosial, bUdaya dan pertahanan keamanan, dalam rangka mempersatukan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

g.

(1)

Tatanan kebandarudaraan nasional merupakan sistem perencanaan kebandarudaraan nasional yang menggambarkan :

c.

sinergi antar unsur yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, geografis, potensi ekonomi dan pertahanan keamanan dalam rangka mencapai tujuan nasional.

(2)

Interdependensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, menggambarkan bahwa antar bandar udara saling tergantung dan saling mendukung yang cakupan pelayanannya bukan berdasarkan wilayah administrasilkepemerintahan. Interrelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, menggambarkan bahwa antar bandar udara membentuk jaringan dari rute penerbangan yang saling berhubungan. Sinergi antar-unsur dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan indikasi saling mengisi dan saling berkontribusi terhadap : a. sumber daya alam potensial yang dikelola secara maksimal dan dapat dimanfaatkan secara efisien; sumber daya manusia yang dapat diberdayakan dengan memperhatikan keseimbangan kewenangan dan kemampuan; pemanfatan potensi dan pengendalian hambatan geografis; dan pemanfatan potensi ekonomi dengan memperhatikan efisiensi dan efektifitas usaha pencapaiannya dan pertahanan keamanan nasional.

(3)

(4)

b.

c.

d.

BAB II PERAN, FUNGSI, PENGGUNAAN, HIERARKI, DAN KLASIFIKASI BANDAR UDARA

a.

peran, fungsi, penggunaan, hierarki, dan klasifikasi bandar udara; serta

Bagian Kesatu Peran dan Fungsi Bandar Udara

Peran bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, adalah: a. simpul dalam jaringan transportasi udara yang digambarkan sebagai titik lokasi bandar udara yang menjadi pertemuan beberapa jaringan dan rute penerbangan sesuai hierarki bandar udara; pintu gerbang kegiatan perekonomian dalam upaya pemerataan pembangunan, pertumbuhan dan stabilitas ekonomi serta keselarasan pembangunan nasional dan pembangunan daerah yang digambarkan sebagai lokasi dan wilayah di sekitar bandar udara yang menjadi pintu masuk dan keluar kegiatan perekonomian; tempat kegiatan alih moda transportasi, dalam bentuk interkoneksi antar moda pada simpul transportasi guna memenuhi tuntutan peningkatan kualitas pelayanan yang terpadu dan berkesinambungan yang digambarkan sebagai tempat perpindahan moda transportasi udara ke moda transportasi lain atau sebaliknya; pendorong dan penunjang kegiatan industri, perdagangan danlatau pariwisata dalam menggerakan dinamika pembangunan nasional, serta keterpaduan dengan sektor pembangunan lainnya, digambarkan sebagai lokasi bandar udara yang memudahkan transportasi udara pada wilayah di sekitamya; pembuka isolasi daerah, digambarkan dengan lokasi bandar udara yang dapat membuka daerah terisolir karena kondisi geografis danlatau karena sulitnya moda transportasi lain;

b.

c.

d.

e.

1.

pengembangan daerah perbatasan, digambarkan dengan lokasi bandar udara yang memperhatikan tingkat prioritas pengembangan daerah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia di kepulauan dan/atau di daratan; penanganan bencana, digambarkan dengan lokasi bandar udara yang memperhatikan kemudahan transportasi udara untuk penanganan bencana alam pada wilayah sekitamya; serta prasarana memperkokoh Wawasan Nusantara dan kedaulatan negara, digambarkan dengan titik-titik lokasi bandar udara yang dihubungkan dengan jaringan dan rute penerbangan yang mempersatukan wilayah dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

g.

h.

(1)

Fungsi bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, adalah fungsi sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan/atau pengusahaan. Fungsi bandar udara sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan kegiatan pengoperasian bandar udara, meliputi: a. pembinaan kegiatan penerbangan otoritas bandar udara; kepabeanan yang dilaksanakan membidangi urusan kepabeanan; yang dilaksanakan oleh

(2)

b.

oleh

instansi

yang

c.

keimigrasian yang dilaksanakan oleh membidangi urusan keimigrasian; dan kekarantinaan yang dilaksanakan membidangi urusan kekarantinaan. oleh

instansi

yang

d.

instansi

yang

(3)

Fungsi bandar udara sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan pengusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelaksanaan kegiatan usaha sebagai operator bandar udara yang berorientasi pada pengusahaan dan keuntungan, meliputi : a. kegiatan pelayanan jasa kebandarudaraan yang dilaksanakan oleh badan usaha bandar udara atau unit penyelenggara bandar udara; dan kegiatan pelayanan jasa terkait bandar udara yang dilaksanakan oleh badan usaha bandar udara atau unit penyelenggara bandar udara serta badan hukum Indonesia atau perorangan.

b.

Bagiao Kedua Penggunaan Bandar Udara

(1)

Penggunaan bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, terdiri atas: a. bandar udara internasional yang ditetapkan untuk me/ayani rute penerbangan dalam negeri dan rute penerbangan dari dan ke luar negeri berdasarkan perjanjian bilateral dan/atau multilateral; dan bandar udara domestik yang ditetapkan untuk me/ayani rute penerbangan dalam negeri.

b.

(2)

Bandar udara internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dikelompokkan atas : a. b. c. d. bandar udara internasional utama; bandar udara internasional regional; bandar udara internasional penerbangan haji; dan bandar udara internasional angkutan kargo.

(3)

Bandar udara internasional utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, merupakan bandar udara yang ditetapkan metalui perjanjian bilateral dan/atau multilateral sebagai bandar udara yang melayani rute penerbangan dalam negeri serta rute penerbangan dari dan ke luar negeri dengan ketentuan sebagai berikut : a. sebagai bandar udara yang terbuka untuk melayani penerbangan dengan hak angkut (traffic right), kapasitas dan frekuensi penerbangan yang tak terbatas yang ditetapkan melalui perjanjian bilateral dan/atau multilateral yang telah memberlakukan pembukaan pasar angkutan udara menuju ruang udara tanpa batasan hak angkut untuk angkutan penumpang dan kargo; dan sebagai bandar udara yang terbuka untuk melayani penerbangan langsung jarak jauh, penerbangan jarak menengah dan jarak dekat dengan rute penerbangan, kapasitas, frekuensi dan hak angkut penerbangan yang ditetapkan melalui perjanjian bilateral dengan negara mitra;

b.

(4)

Bandar udara internasional regional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, adalah bandar udara yang ditetapkan berdasarkan perjanjian bilateral dan/atau multilateral sebagai bandar udara yang melayani rute penerbangan dalam negeri dan rute penerbangan dari dan ke luar negeri dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

sebagai bandar udara yang terbuka untuk melayani penerbangan dengan hak angkut (traffic right), kapasitas dan frekuensi penerbangan terbatas (limited capacity) yang ditetapkan melalui perjanjian bilateral dan/atau multilateral; dan sebagai bandar udara yang terbuka untuk melayani penerbangan langsung, penerbangan jarak menengah dan jarak dekat dengan rute penerbangan, kapasitas, frekuensi dan hak angkut penerbangan yang ditetapkan melalui perjanjian bilateral dengan negara mitra.

b.

(5)

Bandar udara intemasional penerbangan haji sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, merupakan bandar udara yang ditetapkan melalui surat keputusan bersama Menteri Perhubungan dan Menteri Agama sebagai bandar udara embarkasi/debarkasi haji yang melayani rute penerbangan khusus angkutan hajL Bandar udara intemasional angkutan kargo sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, merupakan bandar udara yang ditetapkan sebagai bandar udara yang melayani angkutan kargo dengan rute penerbangan dalam negeri dan rute penerbangan dari dan ke luar negeri yang ditetapkan melalui perjanjian bilateral danlatau perjanjian multilateral. Penggunaan bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hUruf a, antara lain ditetapkan berdasarkan pertimbangan aspek : a. b. c. d. e. f. g. h. i. rencana induk nasional bandar udara; pertahanan dan keamanan negara; potensi pertumbuhan dan perkembangan pariwisata; kepentingan dan kemampuan angkutan udara nasional serta potensi permintaan penumpang dan kargo; potensi pengembangan ekonomi nasional dan perdagangan luar negeri; potensi kondisi geografis; aksesibilitas dengan bandar udara intemasional di sekitamya; keterkaitan intra dan antar moda; dan kepentingan angkutan udara haji.

(6)

(7)

(8)

Rencana induk nasional bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (7) hUruf a, ditunjukkan dengan arah kebijakan nasional bandar udara. Pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b dltunjukkan dengan arah kebijakan pertahanan dan keamanan nasional.

(9)

(10) Potensi pertumbuhan dan perke~ba.ngan pariwisata s~bagaimana dimaksud pada ayat (7) hurut c, dltunJukkan dengan varlabel : a. b. bandar udara terletak di daerah tujuan wisata; dan tersedianya infra struktur pariwisata (hotel, restoran, tempat wisata).

(11) Kepentingan dan kemampuan angkutan udara nasional serta potensi permintaan penumpang dan kargo sebagaimana dimaksud pada ayat (7) hurut d, ditunjukkan dengan variabel: a. b. potensi angkutan udara dalam negeri dan luar negeri; dan potensi permintaan angkutan udara dalam negeri dan luar negeri.

(12) Potensi pengembangan ekonomi nasional dan perdagangan luar negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) hurut e, ditunjukkan dengan: a. b. pertumbuhan pendapatan dornestik regional bruto provinsi; dan kontribusi sektor transportasi udara terhadap perturnbuhan Pendapatan domestik regional bruto provinsi.

(13) Potensi kondisi geografis sebagairnana dimaksud pada ayat (7) hurut t. ditunjukkan dengan va riabel : a. b. lokasi bandar udara dengan bandar udara di negara lain yang terdekat; dan lokasi bandar udara dengan bandar udara intemasional yang telah ada.

(14) Ketentuan tentang aksesibilitas dengan bandar udara intemasional di sekitamya sebagaimana dimaksud pada ayat (7) hurut g. ditunjukkan dengan : a. b. jumlah kapasitas dan frekuensi penerbangan ke/dari bandar udara intemasional disekitamya; dan moda darat dan/atau laut ke/dari bandar udara Intemasional disekitamya.

(15) Ketentuan tentang keterkaitan intra dan antar moda sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf h. ditunjukkan dengan : a. b. c. keterkaitan dengan moda udara untuk aksesibilitas ke/dari bandar udara ke/dari kota-kota lain; keterkaitan dengan moda darat untuk aksesibilitas ke/dari bandar udara ke/dari kota-kota lain; dan keterkaitan dengan moda lautlsungai untuk ke/dari bandar udara ke/dari kota-kota lain. aksesibilitas

(16) Ketentuan tentang kepentingan angkutan udara haji sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf i, ditunjukkan dengan : a. b. potensi angkutan haji dalam cakupan bandar udara; dan cakupan~arak bandar udara embarkasi/debarkasi haji terdekat. 10

(1)

Pemetaan bandar udara intemasional sebagaimana dalam Pasal 7 ayat (2) tercantum dalam lampiran I.

dimaksud

(2)

Penggunaan bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) tercamtum dalam lampiran VII. Kriteria penggunaan bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (7) tercantum dalam lampiran VIII.

(3)

Bagian Ketiga Hierarki Bandar Udara

(1)

Hierarki bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a terdiri atas: a. b. bandar udara pengumpul (hub); dan bandar udara pengumpan (spoke).

(2)

Bandar udara pengumpul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan bandar udara yang mempunyai cakupan pelayanan yang luas dari berbagai bandar udara yang melayani penumpang dan/atau kargo dalam jumlah besar dan mempengaruhi perkembangan ekonomi secara nasional atau berbagai provinsi. Bandar udara pengumpan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan : a. bandar udara yang mempunyai cakupan pelayanan mempengaruhi perkembangan ekonomi lokal; dan

(3)

b.

bandar udara tujuan atau bandar udara penunjang dari bandar udara pengumpul; dan bandar udara sebagai salah satu prasarana pelayanan kegiatan loka!. penunjang

c.

(4)

Bandar udara pengumpul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan primer, yaitu bandar udara sebagai salah satu prasarana penunjang pelayanan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang melayani penumpang dengan jumlah lebih besar atau sama dengan 5.000.000 (lima juta) orang per tahun;

b.

bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan sekunder yaitu bandar udara sebagai salah satu prasarana penunjang pelayanan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang melayani penumpang dengan jumlah lebih besar dari atau sarna dengan 1.000.000 (satu juta) dan lebih kecil dari 5.000.000 (lima juta) orang per tahun; dan bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan tersier yaitu bandar udara sebagai salah satu prasarana penunjang pelayanan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) terdekat yang melayani penumpang dengan jumlah lebih besar dari atau sarna dengan 500.000 (lima ratus ribu) dan lebih kecil dari 1.000.000 (satu juta) orang per tahun. Pasal 10

c.

(1)

Hierarki bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, ditetapkan berdasarkan penilaian atas kriteria sebagai berikut : a. b. c. bandar udara terletak di kota yang merupakan pusat kegiatan ekonomi; tingkat kepadatan lalu lintas angkutan udara; dan berfungsi untuk menyebarkan bandar udara lain. penumpang dan kargo ke

(2)

Bandar udara terletak di kota yang merupakan pusat kegiatan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurut a, ditunjukkan dengan variabel sebagai berikut : a. status kota di mana bandar udara tersebut berada sesuai dengan status yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah nasional; yang meliputi: 1) 2) 3) b. pusat kegiatan nasional ; pusat kegiatan wilayah; dan pusat kegiatan loka!.

penggunaan bandar udara yang meliputi: 1) 2) Intemasional; dan Domestik.

(3)

Tingkat kepadatan lalu lintas angkutan udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurut b, ditunjukkan dengan variabel : a. b. c. jumlah penumpang datang berangkat dan transit; jumlah kargo; dan jumlah frekuensi penerbangan.

(4)

Fungsi untuk menyebarkan penumpang dan kargo ke bandar udara lain sebag~imana dimaksud pada ayat (1) huruf c, ditunjukkan dengan vanabel : a. b. c. jumlah rute penerbangan dalam negeri; jumlah rute penerbangan luar negeri; dan jumlah rute cakupannya. penerbangan dalam negeri yang menjadi

(1)

Hierarki bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) hurut a, tercantum dalam Lampiran VII. Kriteria hirarki bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran IX Pemetaan hierarki bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal9 ayat (1) tercantum dalam Lampiran II.

(2)

(3)

Baglan Keempat Klaslflkasl Bandar Udara

(1)

K1asifikasi bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 hurut a terdiri atas beberapa kelas bandar udara yang ditetapkan berdasarkan kapasitas pelayanan dan kegiatan operasional bandar udara. Kapasitas pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kemampuan fasilitas bandar udara untuk menampung jenis pesawat udara terbesar, jumlah penumpang dan cargo yang mampu dilayani. Kemampuan fasilitas bandar udara untuk menampung JeOls pesawat udara terbesar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kemampuan fasilitas sisi udara yang ditentukan dengan kode referensi bandar udara (aerodrome reference code). Kode referensi bandar udara sebagai mana dimaksud pada ayat (3) tersebut di atas terdiri atas 2 (dua) elemen kode yaitu kode angka (code number) dan kode hurut (code letter). Kode angka (code number) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan klasifikasi bandar udara sesuai perhitungan panjang landas pacu berdasarkan referensi pesawat - aeroplane reference field length (ARFL).

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Kode huruf (code letter) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan klasifikasi bandar udara sesuai lebar sayap dan lebarljarak roda terluar pesawat. Kemampuan fasilitas bandar udara untuk menampung jumlah penumpang dan kargo yang mampu dilayani sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kemampuan terminal penumpang untuk melayani jumlah maksimum penumpang dan kemampuan terminal kargo untuk melayani jumlah maksimum kargo. Kegiatan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanggung jawab Penyelenggara Bandar Udara sebagai kewajiban memenuhi ketentuan keselamatan operasi bandar udara, standar teknis dan operasional yang ditunjukkan dengan sertifikat bandar udara atau register bandar udara.

(7)

(8)

a. b. c. d. e. (2)

pedoman dalam penetapan lokasi bandar udara; pedoman dalam penyusunan rencana induk bandar udara; pedoman dalam pembangunan bandar udara; pedoman dalam pengoperasian bandar udara; dan pedoman dalam pengembangan bandar udara. nasional bandar udara disusun dengan

Rencana induk memperhatikan: a.

rencana tata ruang wilayah nasional yaitu strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah negara yang meliputi tujuan nasional dan arahan pemanfaatan ruang yang memperhatikan keterkaitan antar pulau dan antar propinsi; rencana tata ruang wilayah provinsi yaitu strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah propinsi yang berfokus pada keterkaitan antar kawasanlkabupatenlkota karena perkembangan suatu wilayah tidak dapat dilepaskan dari wilayah lain di sekitamya;

b.

c.

rencana tata ruang wilayah kabupaten/kotaadalah strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah propinsi yang berfokus pada keterkaitan antar kawasan/kabupatenlkota karena perkembangan suatu wilayah tidak dapat dilepaskan dari wilayah lain di sekitarnya; potensi dan perkembangan sosial ekonomi wilayah yang diketahui atau diukur antara lain dengan survei berdasarkan asal dan tujuan penumpang (origin and destination survey) dengan memperhatikan keseimbangan antara perkembangan ekonomi yang mempengaruhi perkembangan pasar atau perkembangan pasar yang mempengaruhi perkembangan ekonomi, serta konsekuensi pembiayaanyang ditimbulkan; potensi sumber daya alam agar dapat dimanfaatkan secara efisien dan tetap menjaga kelestarian lingkungan; perkembangan Iingkungan strategis nasional merupakan perkembangan lingkungan yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia;

d.

e.

f.

h.

sistem transportasi nasional merupakan tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman terdiri dari transportasi jalan, transportasi kerata api, transportasi sungai dan danau, transportasi penyebrangan, transportasi laut, transportasi udara, yang membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien, berfungsi melayani perpindahan orang dan/atau barang, yang terus berkembang secara dinamis;

j.

keterpaduan intermoda dan multimoda yang saling menunjang; dan peran bandar udara sebagai simpul dalam Janngan transportasi udara, pintu gerbang kegiatan perekonomian, tempat kegiatan alih moda transportasi, pendorong dan penunjang kegiatan industri dan/atau perdagangan, pembuka isolasi daerah, pengembangan daerah perbatasan, dan penanganan bencana, serta prasarana memperkukuh Wawasan Nusantara dan kedaulatan negara.

k.

a. b.

kebijakan nasional bandar udara; dan rencana lokasi bandar udara beserta penggunaan, hierarki, dan klasifikasi bandar udara.

(4)

Kebijakan nasional bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, mengacu pada : a. b. c. d. sistem transportasi nasional (Sistranas); rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) Kementerian Perhubungan; rencana kerja Kementerian Perhubungan;

blue print Direktorat Jenderal Perhubungan Udara; dan road map aviation safety.

e.
(5)

Rencana lokasi bandar udara beserta penggunaan, hierarki, dan klasifikasi bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hUruf b, diuraikan dalam tata cara pengelompokanlkriteria dan digambarkan dalam peta nasional meliputi : a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. I. bandar udara sebagai tempat penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan/atau pengusahaan; bandar udara intemasional (utama, regional, haji, kargo); bandar udara domestik; bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan primer; bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan sekunder; bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan tersier; bandar udara pengumpan; bandar udara yang digunakan untuk penanganan bencana; bandar udara pengembangan daerah perbatasan dan pembuka isolasi daerah; cakupan wilayah bandar udara di Jawa, Sumatera dan Bali; cakupan wilayah bandar udara di Kalimantan, Sulawesi; dan cakupan wilayah bandar udara di Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Papua.

(6)

Rencana induk nasianal bandar udara ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Peta bandar udara penanganan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf h, tercantum dalam Lampiran VI. Peta bandar udara pengembangan daerah perbatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf I, tercantum dalam Lampiran IV dan V.

(7) (8)

(2)

Lokasi bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bandar udara umum dan bandar udara khusus. Penetapan lokasi bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat: a. titik koordinat yang dinyatakan dengan koordinat geografis sebagai titik referensi lokasi bandar udara dan disebut sebagai ARP (Aerodrome Reference Point); dan

(3)

(4)

Penetapan lokasi rencana bandar udara harus memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis berupa kajian kelayakan penetapan lokasi bandar udara. Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit memuat dokumen berupa: a. b. c. d. e. f. surat permohonan pemrakarsa; laporan hasil studi kelayakan; surat rekomendasi Gubemur; surat rekomendasi BupatilWalikota; surat ketersediaan lahan dart BupatilWalikota kepemilikan dan/atau penguasaan lahan; dan surat penegasan rencana pembiayaan.

(5)

atau bukti

(6)

Surat ketersediaan lahan dari Bupati atau Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf e, harus memenuhi ketentuan meliputi: a. tanah dan/atau perairan dan ruang udara pada lokasi yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk keperluan pelayanan jasa kebandarudaraan, pelayanan keselamatan operasi penerbangan, dan fasilitas penunjang bandar udara harus dikuasai pemrakarsa bandar udara; penetapan luas tanah danlatau perairan dan ruang udara sebagaimana dimaksud pada ayat 1) harus didasarkan pada penatagunaan tanah dan/atau perairan dan ruang udara yang menjamin keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan dalam bidang lain di kawasan letak bandar udara; dan

b.

c.

pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan bandar udara dan pemberian hak atas tanahnya dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(7)

Persyaratan teknis berupa kajian kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit memuat kajian: a. b. c. d. e. f. kelayakan pengembangan wilayah; kelayakan ekonomi dan finansial (tidak perlu untuk bandara khusus); kelayakan teknis pembangunan; kelayakan operasional; kelayakan angkutan udara; dan kelayakan lingkungan.

(8)

Kelayakan pengembangan wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a, merupakan kelayakan yang dinilai berdasarkan kesesuaian dengan sistem perencanaan wilayah makro maupun mikro dan sistem perencanaan transportasi makro maupun mikro berupa indikator kelayakan pengembangan wilayah. Kelayakan angkutan udara wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf e tidak diperlukan bagi penetapan lokasi bandar udara khusus.

(9)

(10) Indikator kelayakan pengembangan wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (8), meliputi: a. b. c. d. e. f. g. h. kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah nasional; kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah provinsi; kesesuaian dengan kabupaten/kota; rencana tata ruang wilayah

kesesuaian dengan tataran transportasi nasional (Tatranas); kesesuaiandengan tataran transportasi wilayah (Tatrawil); kesesuaian (Tatralok); dengan tataran daerah transportasi rawan wilayah lokal

kebijakan terhadap perbatasan; dan

bencana,

terisolir,

kesesuaian dengan rencana induk nasional bandar udara.

(11) Kelayakan ekonomi dan finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (7) hurut b yaitu : a. kelayakan ekonomi meliputi analisis investasi dan mantaat pembangunan/pengembangan bandar udara yang ditimbulkan terhadap tingkat pendapatan bandar udara, pemerintah daerah serta masyarakat setempat; dan kelayakan finansial meliputi analisa perhitungan keuntungan dan kerugian yang akan te~adi dari investasi yang dilakukan dan jangka waktu pengembalian investasi tersebut.

b.

(12) Indikator kelayakan ekonomi dan kelayakan finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (11) hurut a dan ayat (11) hurut b, meliputi : a. net present value (NPV) adalah nilai keuntungan bersih saat sekarang, yang perhitungannya berdasarkan pada mantaat yang diperoleh untuk proyek pembangunan bandar udara pada suatu kurun waktu tertentu dengan mempertimbangkan besaran tingkat bunga bank komersial; internal rate of return (IRR) adalah tingkat bunga pengembalian suatu kegiatan pembangunan/pengembangan bandar udara, yang perhitungannya berdasarkan pada besaran NPV sama dengan nol; profitability index (PI) atau benefit cost ratio (BCR) adalah suatu besaran yang membandingkan antara keuntungan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan dalam kurun waktu penyelenggaraan kegiatan pembangunan/pengembangan bandar udara; dan payback period (PP) adalah kurun waktu dalam tahun yang diperlukan untuk mengembalikan sejumlah dana yang telah dikeluarkan dalam suatu kegiatan pembangunan Ipengembangan bandar udara.

b.

c.

d.

(13) Kelayakan teknis pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) hurut c. merupakan kelayakan yang dinilai berdasarkan taktor kesesuaian fisik dasar lokasi (fisiografi), berupa indikator kelayakan teknis pembangunan. (14) Indikator kelayakan teknis pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (13) meliputi : a. b. c. topografi; kondisi permukaan tanah, kelandaian permukaan tanah; aliran permukaan airlsistem drainase;

d. e. f.

meteorologi dan geofisika : cuaca, visibility, ceiling, kondisi atmosferik; daya dukung dan struktur tanah; dan infrastruktur dan jaringan utilitas.

(15) Kelayakan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf d, adalah kelayakan yang dinilai berdasarkan kajian keselamatan penerbangan sebagaimana diatur sesuai dengan peraturan yang berlaku, berupa indikator kelayakan operasional. (16) Indikator kelayakan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (15), meliputi: a. b. c. d. e. f. g. h. kondisi ruang udara melalui kajian terhadap keberadaan bandar udara di sekitamya; usability factor, meliputi kajian arah angin (windrose) untuk menentukan arah landas pacu; unit pelayanan lalu Iintas udara; jenis pesawat yang direncanakan; pengaruh cuaca; ceiling, visibility; dan prosedur pendaratan dan lepas landas.

(17) Kelayakan angkutan udara sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf e, merupakan kelayakan yang dinilai berdasarkan potensi kelangsungan usaha angkutan udara berupa indikator kelayakan angkutan udara. (18) Indikator kelayakan angkutan udara sebagaimana dimaksud pada ayat (17) antara lain meliputi : a. cakupan pelayanan yaitu kelayakan jarak pencapaian transportasi darat yang dapat dilayani suatu bandar udara pada wilayah tertentu dengan jarak cakupan 100 km, 60 km, 15km; potensi penumpang; potensi kargo; potensi rute penerbangan; sistem bandar udara (airport system) sebagai single airport atau multiple airport; kajian ketersediaan armada; dan multimoda logistik.

b. c. d. e. f. g.

(19) Peta cakupan pelayanan bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (18) huruf a, tercantum dalam Lampiran III. (20) Kelayakan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf f merupakan kelayakan yang dinilai berdasarkan besamya dampak yang akan ditimbulkan, kemampuan mengatasi dampak (adaptasi) serta kemampuan mengurangi dampak (mitigasi), pada masa konstruksi, pengoperasian, dan/atau pada tahap pengembangan selanjutnya, berupa indikator kelayakan Iingkungan. (21) Indikator kelayakan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (20) meliputi: a. b. Iingkungan alam (natural environment); peruntukan lahan : bukan daerah cagar alam/budaya, lahan konservasi, potensi sumber daya alam; c. d. e. f. g. h. penguasaan lahan; aliran air permukaan; relokasi penduduk; keserasian dan keseimbangan dengan budaya setempat; dampak bandar udara kepada masyarakat; dan kependudukannapangan kerja.

(22) Kajian kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menjadi dasar pertimbangan evaluasi rencana lokasi bandar udara untuk ditetapkan oleh Menteri.

BABV RENCANA INDUK

Rencana induk bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) huruf b paling sedikit memuat: a. b. c. d. e. f. g. prakiraan permintaan kebutuhan pelayanan penumpang dan kargo; kebutuhan fasilitas; tata letak fasilitas; tahapan pelaksanaan pembangunan; kebutuhan dan pemanfaatan lahan; daerah Iingkungan kerja; daerah Iingkungan kepentingan;

h. i.

kawasan keselamatan operasi penerbangan; dan batas kawasan kebisingan. Pasal16

Prakiraan permintaan kebutuhan pelayanan penumpang dan kargo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a, didasarkan pada perhitungan permintaan dan kebutuhan penumpang dan kargo dengan memperhatikan: a. potensi penumpang dan kargo tahunanljam sibuk dengan kajian asal/tujuan penumpang dan kargo (Origin Destination), kemampuan membayar (Ability to Pay:ATP) dan kemauan membayar
(Willingness to Pay:WTP);

b. c.

potensi jaringan/rute penerbangan dengan kajian asal dan tujuan penumpang dan kargo (Origin! Destination); dan potensi ketersediaan armada atau pesawat dengan kajian kapasitas penumpang, jarak tempuh pesawat, umur pesawat dan perkembangan teknologi Oenis/tipe) pesawat.

(1)

Kebutuhan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal15 hurufb, merupakan hasil perhitungan dan kajian kebutuhan fasilitas pokok dan penunjang bandar udara berdasarkan prakiraan permintaan kebutuhan pelayanan penumpang dan kargo.

1) 2) 3) 4) 5) b.

pertolongan kecelakaan kebakaran (PKP-PK);


salvage;

penerbangan-pemadam

alat bantu pendaratan visual (Airfield Lighting System); catu daya kelistrikan; dan pagar.

Fasilitas sisi udara (airside facility) antara lain: 1) 2) 3)


4)

5) 6) 7) 8) 9)

landas pacu (runway); runway strip; runway end safety area (RESA); stopway; clearway; landas hubung (taxiway); landas parkir (apron); marka dan rambu; dan taman meteo (fasilitas dan peralatan pengamatan cuaca).

c.

Fasilitas sisi darat (Jandside facility) antara lain: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) bangunan terminal penumpang; bangunan terminal kargo; menara pengatur lalu /intas penerbangan (control towe,, bangunan operasional penerbangan ' jalan masuk (access road); . parkir kendaraan bermotor; depo pengisian bahan bakar pesawat udara; bangunan parkir, bangunan administrasi/perkantoran; marka dan rambu; serta fasilitas pengolahan /imbah.

(3)

Fasilitas penunjang merupakan fasilitas yang secara langsung dan tidak langsung menunjang kegiatan bandar udara dan memberikan nilai tambah secara ekonomis pada penyelenggaraan bandar udara, antara lain: a. b. c. d. e. f. fasilitas perbengkelan pesawat udara; fasilitas pergudangan; penginapanlhotel; toko; restoran; dan lapangan golf.

(1)

Tata letak fasilitas sebagaimana dlmaksud dalam Pasal15 huruf c, merupakan rencana penataan fasllitas keselamatan dan keamanan, fasilitas slsi darat, fasilitas sisl udara dan fasilitas penunjang bandar udara pada area rencana bandar udara. Rencana penataan fasllitas sebagaimana dlmaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi: a. Kajianlanalisis tapak (site), topografi, penyelidlkan tanah (soil

(2)

investigation);
b. c. Kajlan/analisis dralnase bandar udara; Kajian/analisis konfigurasi fasilitas pokok bandar udara:

runway, runway strip, apron, taxiway, terminal area dan jalan


masuk menuju bandar udara sesuai dengan hasil perhitungan dan kajian kebutuhan fasilitas tersebut; d. Kajian/analisis arah angln (wind rose) tahunan;

e. f. g.

Kajian/analisis objek-objek obstacle di sekitar bandar udara; Kajian/analisis kondisi atmosferik; Kajian/analisis pengembangan pada areal di sekitar bandar udara;

h. i.

Kajian/analisis ketersediaan lahan pengembangan; dan Kajian/analisis aksesibilitas dengan moda angkutan lain.

(1)

Tahapan pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf d, mengutamakan optimalisasi fasilitas eksisting (efisiensi) dan kemudahan pelaksanaan pembangunan di lapangan (implementatif). Tahapan pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk mendapatkan efisiensi dan efektifitas rencana pelaksanaan pembangunan berdasarkan hasil perhitungan dan kajianl analisis terhadap : a. b. rencana tata guna lahan hingga desain tahap akhir (ultimate
phase);

(2)

kebutuhan fasilitas bandar udara dengan skala prioritas yang mempertimbangkan faktor kebutuhan dan ketersediaan anggaran; rencana tata letak fasilitas bandar udara; dan rencana pengembangan fasilitas bandar udara tiap-tiap tahapan pembangunan hingga tahap akhir (ultimate phase).

c. d.

Kebutuhan dan pemanfaatan lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf e, merupakan hasil perhitungan dan kajian kebutuhan dan pemanfaatan lahan optimal sampai dengan tahap ultimate yang terdiri atas: a. b. c. d. luas lahan yang telah ada; dan/atau luas lahan tambahan untuk pengembangan. prakiraan kebutuhan lahan pembangunan; dan peta kepemilikan lahan dan rencana pembebasan lahan.

(1)

Daerah lingkungan kerja bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf f, merupakan daerah yang dikuasai badan usaha bandar udara atau unit penyelenggara bandar udara, yang digunakan untuk pelaksanaan pembangunan, pengembangan, dan pengoperasian fasilitas bandar udara. Daerah lingkungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk:

(2)

1) 2) 3) 4) 5) b.

fasilitas fasilitas fasilitas fasilitas fasilitas

sisi udara; sisi darat; navigasi penerbangan; alat bantu pendaratan visual; dan komunikasi penerbangan.

fasilitas penunjang bandar udara, yang meliputi : 1) 2) 3) 4) 5) fasilitas penginapanlhotel; fasilitas penyediaan toko dan restoran; fasilitas penempatan kendaraan bermotor; fasilitas perawatan pada umumnya; dan fasilitas lainnya yang menunjang secara langsung atau tidak langsung kegiatan bandar udara.

(3)

Pada daerah Iingkungan kerja bandar udara yang telah ditetapkan, dapat diberikan hak pengelolaan atas tanah dan/atau pemanfaatan perairan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam pelayanan kegiatan angkutan udara dapat ditetapkan tempat pelaporan keberangkatan (city check in countery di luar daerah Iingkungan kerja bandar udara yang ditetapkan oleh Menteri. Tempat pelaporan keberangkatan (city check in countery sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari daerah lingkungan kerja bandar udara dan harus memperhatikan aspek keamanan penerbangan. Pembuatan daerah Iingkungan dengan memperhatikan : a. kerja bandar udara dilakukan

(4)

(5)

(6)

rencana induk bandar udara atau areal untuk penempatan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang bandar udara; penguasaan areal tanah dan/atau perairan oleh penyelenggara bandar udara; dan

b.

c.

rencana umum tata ruang wilayah yang ditetapkan untuk daerah ditempat bandar udara berada.

(1)

Daerah Iingkungan kepentingan bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf g, merupakan daerah di luar Iingkungan kerja bandar udara yang digunakan untuk menjamin keselamatan dan keamanan penerbangan, serta kelancaran aksesibilitas penumpang dan kargo. Pemanfaatan daerah Iingkungan kepentingan bandar udara harus mendapatkan persetujuan dart Mentert.

(2)

(1)

Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal15 huruf h, terdiri atas: a. kawasan ancangan pendaratan dan Iepas landas, yang merupakan kawasan perpanjangan kedua ujung landasan di bawah Iintasan pesawat udara setelah lepas landas atau akan mendarat, yang dibatasi oleh ukuran panjang dan lebar tertentu; kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan. yang merupakan sebagian dart kawasan pendekatan yang berbatasan langsung dengan ujung-ujung landasan dan mempunyai ukuran tertentu, yang dapat menimbulkan kemungkinan terjadi kecelakaan; kawasan di bawah permukaan transisi. yang merupakan bidang dengan kemirtngan tertentu sejajar dengan dan berjarak tertentu dart poras landasan, pada bagian bawah dibatasi oleh titik perpotongan dengan garts-garis datar yang ditarik tegak lurus pada poros landasan dan pada bagian atas dibatasi oleh garis perpotongan dengan permukaan horizontal dalam; kawasan di bawah permukaan horizontal-dalam, yang merupakan bidang datar dl atas dan sekitar bandar udara yang dibatasi oleh radius dan ketinggian dengan ukuran tertentu untuk kepentingan pesawat udara melakukan terbang rendah pada waktu akan mendarat atau setelah lepas landas; dan kawasan di bawah permukaan kerucut, yang merupakan bidang dari suatu kerucut yang bagian bawahnya dibatasi oleh garis perpotongan dengan permuk~an horizon~1 .Iuar, ma~i~~masing dengan radius dan ketingglan tertentu dlhitung dan titik referensi yang ditentukan.

b.

c.

d.

e.

f.

Kawasan di bawah permukaan horizontal-fuar, yang merupakan bidang datar di sekitar bandar udara yang dibatasi oleh radius dan ketinggian dengan ukuran tertentu untuk kepentingan keselamatan dan efisiensi operasi penerbangan antara lain pada waktu pesawat mefakukan pendekatan untuk mendarat dan gerakan setefah tinggal landas atau gerakan dalam hal mengalami kegagalan dalam pendaratan.

(2)

Kawasan di sekitar alat bantu navigasi Penerbangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan. Untuk mendirikan, mengubah, atau melestarikan bangunan, serta menanam atau memelihara pepohonan di dalam kawasan keselamatan operasi penerbangan tidak boleh melebihi batas ketinggian kawasan keselamatan operasi penerbangan. Pengecualian terhadap ketentuan mendirikan. mengubah, atau melestarikan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus mendapat persetujuan Menten. dan memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. b. c. merupakan fasilitas yang mutlak diperlukan untuk operasi penerbangan; memenuhi kajian khusus aeronautika; dan sesuai dengan ketentuan teknis kesefamatan operasi penerbangan.

(3)

(4)

(5)

Bangunan yang mefebihi batasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib diinformasikan melalui pelayanan informasi aeronautika (aeronautical information service). Untuk mendirikan bangunan baru di dalam kawasan pendekatan repas landas. harus memenuhi batas ketinggian dengan tidak melebihi kemiringan 1,6 % ( satu koma enam persen) arah ke atas dan ke luar dimulai dari ujung Permukaan Utama pada ketinggian masing-masing ambang Landas pacu. Pada kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan sampai jarak mendatar 1.100 m dari ujung-ujung Permukaan Utama hanya digunakan untuk bangunan yang diperuntukkan bagi keselam~tan operasi penerbangan dan benda tumbuh yang tldak membahayakan keselamatan operasi penerbangan dengan batas ketinggian sebagaimana diatur dalam Peraturan int Pada kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan tidak diperkenankan mendirikan bangunan yang dapat menambah tingkat fatalitas apabila terjadi kecerakaan pesawat antara lain bangunan SPBU. pabrik atau gudang kimia berbahaya SUTT dan/atau SUTET.

(6)

(7)

(8)

(9)

Untuk mempergunakan tanah. perairan atau udara di setiap kawasan yang ditetapkan dalam Peraturan ini harus mematuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
I

a.

tidak menimbulkan gangguan terhadap isyarat-isyarat navigasi penerbangan atau komunikasi radio antar bandar udara dan pesawat udara; tidak menyulitkan penerbang membedakan rambu udara dengan lampu-Iampu lain; lampu-Iampu

b.

c.

tidak menyebabkan kesilauan pada mata penerbang yang mempergunakan bandar udara; tidak melemahkan jarak pandang sekitar bandar udara; dan tidak menyebabkan timbulnya bahaya burung, atau dengan cara lain dapat membahayakan atau mengganggu pendaratan, lepas landas atau gerakan pesawat udara yang bermaksud mempergunakan bandar udara.

d. e.

(1)

Bangunan atau sesuatu benda yang ada secara alami berada di kawasan keselamatan operasi penerbangan dan ketinggiannya masih dalam batas ketinggian yang diperkenankan, akan tetapi diduga dapat membahayakan keselamatan operasi penerbangan. harus diberi tanda dan atau dipasangi lampu. Pemberian tanda atau pemasangan lampu, termasuk pengoperasian dan pemeliharaannya dilaksanakan oleh dan atas biaya pemilik atau yang menguasainya.

(2)

Batas kawasan kebisingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 hUruf i, merupakan kawasan tertentu di sekitar bandar udara yang terpengaruh gelombang suara mesin pesawat udara dan yang dapat mengganggu Iingkungan terdiri atas : a. b. c. kawasan kebisingan tingkat I; kawasan kebisingan tingkat II; dan kawasan kebisingan tingkat Ill.

Untuk mendirikan, mengubah, atau melestarikan bangunan di dalam batas-batas kawasan keblsingan tingkat I, II dan III harus sesuai dengan ketentuan tata guna lahan dan peruntukan batas-batas kawasan kebisingan yaitu: a. kawasan kebisingan tingkat I dengan nilai WECPNL lebih besar atau sarna dengan 70 dan lebih keeil 75 ( 70 ~ WECPNl < 75 ), yaitu tanah dan ruang udara yang dapat dimantaatkan untuk berbagai jenis kegiatan dan atau bangunan kecuali untuk jenis bangunan sekolah dan rumah sakit; kawasan kebisingan tingkat II dengan nUai WECPNL lebih besar atau sama dengan 75 dan lebih keeil 80 ( 75 ~ WECPNl < 80), yaitu tanah dan ruang udara yang dapat dimantaatkan untuk berbagai jenis kegiatan dan atau bangunan keeuafi untuk jenis kegiatan dan/atau bangunan sekolah, rumah sakit dan rumah tinggal; dan kawasan kebisingan tingkat III dengan nUai WECPNl lebih besar atau sama dengan 80 (80 ~ WECPNl), yaitu tanah dan ruang udara yang dapat dimanfaatkan untuk membangun tasilitas bandar udara yang dilengkapi insulasi suara dan dapat dimanfaatkan sebagai jalur hijau atau sarana pengendalian Iingkungan dan pertanian yang tidakmengundang burung.

b.

e.

(1)

Batas daerah Iingkungan kerja, daerah Iingkungan kepentingan, kawasan keselamatan operasi penerbangan, dan batas kawasan kebisingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 hurut t, hurut g, hUruf h, dan hurut i, ditetapkan dengan koordinat geografis. Batas daerah Iingkungan kerja, daerah Iingkungan kepentingan, kawasan keselamatan operasi penerbangan. dan batas kawasan

(2)

kebisingan dilengkapi dengan Koordinat Bandar Udara ( Aerodrome


Coordinate System lACS)

(1)

Setiap orang dilarang : a. b. e. berada di daerah tertentu di bandar udara; membuat halangan (obstacle); dan/atau melakukan kegiatan lain di kawasan keselamatan operasi penerbangan yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan.

29

(2)

Pengecualian terhadap kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah memperoleh ijin dari otoritas bandar udara. Berada di daerah tertentu di bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurut a, merupakan daerah terbatas untuk umum di bandar udara, daerah pergerakan pesawat atau daerah yang karena kepentingan operasional bandar udara tidak dipergunakan untuk umum. Membuat halangan (obstacle) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurut b, merupakan bangunan atau tanaman yang bersifat sementara maupun tetap, yang didirikan dipasang atau ditanam oleh orang antara lain seperti gedung-gedung, menara, cerobong asap, gundukan tanah, jaringan transmisi, pohoh tinggi. Melakukan kegiatan lain di kawasan keselamatan operasi penerbangan yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hUruf c, seperti kegiatan bermain layang-Iayang, bermain balon udara, menggembala ternak, menggunakan frekuensi radio yang mengganggu komunikasi penerbangan, melintasi landasan dan kegiatan lain yang menimbulkan asap.

(3)

(4)

(5)

(1)

Untuk menjamin keselamatan dan keamanan penerbangan serta pengembangan bandar udara, pemerintah daerah wajib mengendalikan daerah Iingkungan kepentingan bandar udara dengan membuat peraturan daerah. Peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengatur rencana tata ruang kawasan dengan mengacu pada rencana induk bandar udara yang memuat kawasan keselamatan operasi penerbangan, batas-batas kawasan kebisingan, daerah Iingkungan Kerja, daerah Iingkungan kepentingan.

(2)

BAB VI

STRATEGIPEMBANGUNAN,PENDAYAGUNAAN,PENGEMBANGAN DAN PENGOPERASIAN BANDAR UDARA

Tatanan Kebandarudaraan Nasional diwujudkan dalam rangka penyelenggaraan bandar udara yang and~l, terpadu, efisien, ~erta mempunyai daya saing global untuk menunJang pembangunan naslonal dan daerah yang ber-Wawasan Nusantara, dengan memuat peran, fungsi, penggunaan, hierarki, dan klasifikasi bandar udara.
30

(1)

Untuk mewujudkan penyelenggaraan bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasa' 30 digunakan strategi pembangunan, pendayagunaan, pengembangan dan pengoperasian bandar udara. Strategi pembangunan, pendayagunaan, pengembangan dan pengoperasian bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan rencana induk nasional bandar udara dengan strategi sebagai berikut : a. meningkatkan peran bandar udara sebagai; simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya, pintu gerbang kegiatan perekonomian, tempat kegiatan alih moda transportasi, pendorong dan penunjang kegiatan industri danlatau perdagangan, pembuka isolasi daerah, pengembangan daerah perbatasan/penanganan bencana, serta prasarana memperkukuh wawasan nusantara dan kedaulatan negara dalam sistem transportasi udara dengan meningkatkan kapasitas bandar udara serta optimalisasi fasilitas yang tersec:!ia, meningkatkan aksesibilitas dengan mengembangkan rute penerbangan baru serta memperhatikan potensi permintaan jasa angkutan udara; memisahkan secara jelas antara fungsi pemerintahan dengan fungsi pengusahaan di bandar udara untuk meningkatkan pembinaan fungsi pemerintahan serta untuk mengembangkan kegiatan pelayanan jasa kebandarudaraan dan pelayanan jasa terkait di bandar udara, menciptakan iklim usaha yang kondusif dan memberi kemudahan penanaman modal dibidang transportasi udara; mengendalikan jumlah bandar udara yang terbuka untuk penerbangan ke/dari luar negeri, dengan mempertimbangkan pertahananl keamanan negara, pertumbuhan/perkembangan pariwisata, kepentinganlkemampuan angkutan udara nasional serta pengembangan ekonomi nasionallperdagangan luar negeri; menyiapkan kapasitas bandar udara sesuai hierarki bandar udara dengan memperhatikan tahapan pengembangan dan pemantapan hierarki bandar udara sebagai bandar udara pengumpul (hub) dengan skala pelayanan primer, sekunder, atau tersier dan bandar udara pengumpan (spoke) yang merupakan bandar udara tujuan atau penunjang serta merupakan penunjang pelayanan kegiatan lokal; dan meningkatkan evaluasi fasilitas, personil dan standar operasi prosedur bandar udara untuk memenuhi ke~entuan keselamatan operasi bandar udara, standar teknls dan operasional sesuai klasifikasi bandar udara.
31

(2)

b.

c.

d.

e.

(3)

Strategi pembangunan, pendayagunaan, pengembangan dan pengoperasian bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan kriteria indikasi awal pembangunan, pendayagunaan, pengembangan dan pengoperasian bandar udara didasarkan atas tingkat utilisasi operasional. Tingkat utilisasi operasional sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) meliputi : a. b. fasilitas sisi udara; dan fasilitas sisi darat.

(4)

Formula Perhitungan Tingkat Utilisasi operasional bandar udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (4) tercantum pada Lampiran XIII.

BAS VII KETENTUAN PENUTUP

(1)

Menteri menetapkan tatanan kebandarudaraan nasional untuk 20 (dua puluh) tahun. Tatanan kebandarudaraan nasional dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Dalam hal terjadi perubahan kondisi lingkungan strategis, tatanan kebandarudaraan nasional dapat ditinjau lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

(2)

(3)

Direktur Jenderal melakukan Peraturan ini.

pengawasan. terhadap

pelaksanaan

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 44 Tahun 2002 tentang Tatanan KebandarudaraanNasional dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Ditetapkan di Pada tanggal

Jakarta 5 Februari 2010

SALINAN Peraturan ini disampaikan kepada : 1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 2. Menteri Keuangan; 3. Menteri Lingkungan Hidup; 4. Menteri Pertahanan; 5. Menteri Dalam Negeri; 6. Menteri Hukum dan HAM; 7. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasionall Kepala BAPPENAS; 8. Menteri Negara BUMN; 9. Menteri Perumahan Rakyat; 10. Menteri Peke~aan Umum; 11. Kepala Kepolisian Negara RI; 12. Para Gubernur; 13. Para BupatiJWalikota; 14. Sekretaris Jenderal. Inspektur Jenderal. dan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan; 15. Direksi PT Angkasa Pura I (Persero); 16. Direksi PT Angkasa Pura II (Persero); 17. DPP INACA.

UMAR A IS SH MM MH Pembina Tk. I (IVIb) NIP. 196302201989031 001

Lampiran

VII Peraturan Menteri Perhubungan

Nomor Tan9981

: KM 11 T a h un 20 10 : 5 Februari 2010

TABEl

PENGGUNAAN DAN HIERARKI BANDAR UDARA TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAl


PENGGUNAAN HIERARKI

NO

NAMA BANDARA

LOKASI

PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

1
2

Sultan Iskandar Muda Cut Nyak Dhlen Lasikin Teuku Cut All Maimun Saleh Rembele Bireun Blangkejeren Singkil PROPINSI SUMATERA UTARA Kualanamu Polonla Binaka Siblsa Dr. Ferdianand L. Toblng AekGodang Silang it Lasondre Mandailing Natal Teluk Dalam

BandaAceh Meulaboh Sinabang Tapak Tuan Sabang Takengon Bireun Gayo Singkil

Intemaslonal Regional, Hajl Domestik Domestik Domestik Internasional Regional Domestlk Domestlk Domestlk Domestlk

Pengumpul Skala Tersier (11I/5) Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan

3
4 5

6
7 8 9 II

10 11 12 13 14 15 16
17 18 19

Medan Medan Gn. Sltoll Para pat Sibolga Padang Sidempuan Siborong-borong Pulau-pulau batu Mandailing Natal Pulau Nias

Internasional Intemaslonal Utama, Regional, Haji Internasional Regional Domestik Domestlk Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik

Pengumpul Skala Primer (1/2) Pengumpul Skala Primer (1/2) Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan

NO

NAMA BANDARA

LOKASI

PENGGUNAAN

HIERARKI

III

PROPINSI SUMATERA BARA T Minangkabau Rokot PROPINSI RIAU Sultan Syarif Kasim II Seibati Tempuling PROPINSI KEPULAUAN RIAU Hang Nadim RH. Fisabillllah Japura Pasir Pangaraian Dabo Ranai Pinang Kampal PROPINSI BANGKA BEL/TUNG DepatiAmir H.AS. Hanandjoeddin PROPINSI JAMBI Sultan Thaha Depati Parbo Muara Bungo Jambi Kerinel Jambi Domestik Domestik Domestik Pengumpul Skala Tersier (1/5) Pengumpan Pengumpan Pangkal Pinang Tj. Pandan Domestik Domestik Pengumpul Skala Tersier (1/5) Pengumpul Skala Tersier (1/5) Batam Tj. Pinang Rengat Pasir Pangaraian Singkep Natuna Dumal Intemasional Regional, Hajl, Kargo Internasional Regional Domestik Domestlk Domestik Domestik Domestik Pengumpul Skala Primer (1/1) Pengumpul Skala Tersier (IV/5) Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpul Skala Tersier (1/5) Pengumpul Skala Tersier (1/5) Pekanbaru Tj. Balai Karimun Indragiri Hilir Intemaslonal Regional Domestik Domestik Pengumpul Skala Sekunder (1/4) Pengumpan Pengumpan Padang Sipora Internasional Regional, Haji Domestik Pengumpul Skala Sekunder (1/3) Pengumpan

20
21 IV

22 23 24
V

25 26 27 28 29 30 31
VI

32 33
VII

34 35 36

NO VIII 37

NAMA BANDARA PROPINSI BENGKULU Fatmawati Soekarno Muko-Muko Enggano PROPINSI SUMATERA SELATAN S.M. Badaruddin II Silampari PagarAlam PROPINSI LAMPUNG Radin Inten II (Branti) Pekon Serai PROPINSI JAWA BARAT Majalengka Husein Sastranegara Cakrabuana (Penggung) PROPINSI BANTEN Soekamo-Hatta Budiarto PROPINSI OKI JAKARTA Halim Perdanakusuma Jakarta Jakarta Curug Lampung Lampung Palembang Bengkulu

LOKASI

PENGGUNAAN

HIERARKI

Domestik Domestik Domestik

Pengumpul Skala Tersier (111/5) Pengumpan Pengumpan

38
39 IX 40 41 42 X 43 44 XI 45 46 47 XII 48 49 XIII 50

Muko-Muko Enggano

Intemasional Regional, Haji, Kargo Domestik Domestik

Pengumpul Skala Sekunder (1/4) Pengumpan Pengumpan

Lubuk Linggau PagarAlam

Domestik Domestik

Pengumpul Skala Tersier (1/5) Pengumpan

Majalengka Bandung Cirebon

Domestik Intemasional Regional Domestik

Pengumpul Skala Sekunder (1/3) Pengumpul Skala Tersier (1/6) Pengumpul Skala Tersier (IV/5)

Intemasional Utama, Regional, Haji Domestik

Pengumpul Skala Primer (1/1) Pengumpan

Internasional Regional

Pengumpan

NO XIV

NAMA BANOARA PROPINSI JAWA TENGAH Adl Sumarmo Ahmad Yani Tunggul Wulung Dewa Daru PROPINSI 01. YOGYAKARTA Adi Sutjlpto PROPINSI JAWA TIMUR Juanda Abdul Rachman Saleh Rogojampi 1 Blimbingsari Trunojoyo Surabaya Malang Yogyakarta Solo Semarang Cilacap

LOKASI

PENGGUNAAN

HIERARKI

51 52 53
54 XV

Internasional Regional, Haji Internasional Regional Domestik Domestik

Pengumpul Skala Sekunder (1/3) Pengumpul Skala Sekunder (1/3) Pengumpan Pengumpan

Karimunjawa

55
XVI

Intemasional Regional

Pengumpul Skala Sekunder (1/3)

56 57
58 59

Intemasional Utama, Regional, Haji Domestik Domestik Domestik Domestik Domestlk

Pengumpul Skala Primer (1/1) Pengumpul Skala Tersier (IV/E/5) Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan

Banyuwangi Sumenep Jember Gresik

60
61
XVII

Jember
P.Bawean PROPINSI BALI Ngurah Rai PROPINSI NTB Selaparang M. Salah uddin Brangbiji Lunyuk Lombok Baru

62
XVIII

Denpasar

Intemasional Utama, Regional

Pengumpul Skala Primer (1/1)

63 64 65 66 67

Mataram Blma Sumbawa Besar Sumbawa Lombok

Internasional Regional Domestlk Domestik Domestik Intemasional

Pengumpul Skala Sekunder (1/4) Pengumpul Skala Tersier (IVl5) Pengumpan Pengumpan Pengumpul Skala Sekunder (1/4)

NO

NAMA BANDARA

LOKASI

PENGGUNAAN

HIERARKI

XIX

PROPINSINTI Eltari WaiOti Mau Hau Komodo H.Hasan Aroeboesman Satartacik Tambolaka Gewayantana Haliwen MaliAlor Lekunik Tardamu Soa Wonopito PROPINSI KALIMANTAN BARAT Supadio Rahadl Oesman Susilo Pangsuma Nangaplnoh Paloh Singkawang Sintang Baru Pontianak Ketapang Sintang Putuslbau Nagapinoh Sambas Singkawang Sintang Intemasional Regional, Kargo Domestlk Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestlk Pengumpul Skala Sekunder (1/3) Pengumpul Skala Tersier (1/5) Pengumpul Skala Tersier (1/5) Pengumpul Skala Tersier (1/5) Pengumpan Pengumpul Skala Tersier (1/5) Pengumpan Pengumpan Kupang Maumere Waingapu Labuhan Bajo Ende Ruteng Waikabubak Larantuka Atambua Alor Rote Sabu Bajawa Lewoleba Intemasional Regional Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Pengumpul Skala Sekunder (1/3) Pengumpul Skala Tersier (IV/S) Pengumpul Skala Tersier (1/5) Pengumpan Pengumpul Skala Tersier (1/5) Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpul Skala Tersier (IV/S) Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan

68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81
XX

82 83 84 85 86 87 88

89

NO XXI 90 91 92 93 94 95 96 97 98 XXII 99 100 101

NAMA BANDARA PROPINSI KALIMANTAN TENGAH Tjilik Riwut Iskandar H. Asan Sanggu Beringin Kuala Pembuang Tumbang Samba Kuala Kurun Muara Teweh Baru PROPINSI KALIMANTAN SELATAN Syamsuddin Noor Stagen Tanjung Warukin PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Sepinggan Juwata Temlndung Kotabangun Kalimarau Yuvai Semaring Tanjung Harapan Long Apung Datah Dawal Nunukan Melak Malinau (Seluwlng) Samarinda baru Bontang Paser

LOKASI

PENGGUNMN

HIERARKI

Palangkaraya Pangkalan Bun Sam pit Buntok Muara Teweh Kola Waringin Timur Tumbang Samba Kuala Kurun Muara Teweh

Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik

Pengumpul Skala Tersier (1/5) Pengumpul Skala Tersier (1/5) Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan

Banjarmasin Kotabaru Tanjung Warukin

Intemasional Haji Domestik Domestik

Pengumpul Skala Sekunder (1/3) Pengumpul Skala Tersier (111/5) Pengumpan

XXIII
102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116

Balikpapan Tarakan Samarinda Kotabangun Tj.Redep Longbawan Tj. Selor Long Apung Datah Dawai Nunukan Melak Malinau Samarinda Bontang Tanah Grogot

Intemasional Regional, Haji, Kargo Internasional Regional Domestik Domestik Domestlk Domestlk Domestik Domestlk Domestik Domestik Domestlk Domestik Domestik Domestlk Domestik

Pengumpul Skala Primer (1/1) Pengumpul Skala Tersler (IV/6) Pengumpul Skala Sekunder (11I/4) Pengumpan Pengumpul Skala Tersier (1/5) Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpul Skala Tersier (1/5) Pengumpan Pengumpan Pengumpul Skala Sekunder (111/4) Pengumpul Skala Tersier (1/5) Pengumpan

NO XXIV

NAMA BANDARA PROP INS I SULAWESI UTARA Sam Ratulangi Naha Melongguane PROPINSI GORONTALO Djalaluddin Pahuwato PROPINSI SULAWESI TENGAH Mutiara Bubung Lalos Pogogul Kasiguncu Morowali Tojo Una-una PROPINSI SULAWESI BARAT Tampa Padang PROPINSI SULAWESI SELATAN Sultan Hasanuddin Pongtiku AndiJemma H. Aroepala Seko Rampi Bua Bone . Makassar Toraja Masamba Mamuju Palu Luwuk Toli-toll Buol Poso Morowali Gorontalo Pahuwato Manado Tahuna

LOKASI

PENGGUNAAN

HIERARKI

117 118 119


XXV

Intemasional Regional, Kargo Domestik Domestik

Pengumpul Skala Primer (1/1) Pengumpan Pengumpul Skala Tersier (111/5)

Sangir Talaut

120 121
XXVI

Domestik Domestik

Pengumpul Skala Sekunder (1/3) Pengumpan

122 123 124 125 126 127 128


XXVII

Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik

Pengumpul Skala Sekunder (1/3) Pengumpul Skala Tersier (111/5) Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan

Tojo Una-una

129
XXVIII

Domestik

Pengumpul Skala Tersier (IVl5)

130 131 132 133 134 135 136 137

Intemasional Utama, Regional, Haji, Kargo Domestik Domestik Domestik Domestlk Domestlk Domestlk Domestlk

Pengumpul Skala Primer (1/2) Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan

Pulau Selayar Seko Rampi Luwu Bone

NO XXIX 138 139 140 141 142 XXX 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 XXXI 158 159 160 161 162 163 164

NAMA BANDARA SULAWESITENGGARA Wolter Monginsidi BetoAmbari Sugimanuru Tanggetada Wakatobi PROPINSI MALUKU Pattlmura Amahai Namlea Namrole Dumatubun Omit Dobo Bandaneira Wahai John Becker Larat Bula Moa Saumlaki Tual Baru PROPINSI MALUKU UTARA Sultan Babullah Kuabang Gamar Malamo Galela Oesman Sadik Buli Emalamo Tepeleo Temate Kao Galela Labuha Maba Sanana Ambon Kendarl

.LOKASI

PENGGUNAAN

HIERARKI

Domestik Domestlk Domestik Domestlk Domestik

Pengumpul Skala Sekunder (11/3) Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan

Bau-bau / Pulau Buton Raha Kolaka Wakatobi

Intemasional Regional Domestik Domestik Domestik Domestlk Domestik Domestik Domestik Domestlk Domestlk Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik

Pengumpul Skala Tersier (1/5) Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpul Skala Tersier (IV/6) Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan

Pulau Seram Pulau Buru Pulau Buru Langgur Saumlakl Pulau Aru Pulau Banda Pulau seram Pulau Kisar Pulau Yamdena Seram Bagian Timur Maluku Tenggara Maluku Tenggara Barat Tual

Domestik Domestik Domestik Domestlk Domestik Domestik Domestik

Pengumpul Skala Tersier (1/5) Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan

Halmahera Tengah

NO XXXII

NAMA BANDARA PROPINSI PAPUA Frans Kaisiepo Sentani Mopah Ubrub Waris Dabra Yurut Molot Kamur Kimam Elelim Bomakia Senggeh Manggelum Wamena Kellla Kiwlrok Nabire Bilorai Bilai Kebo Ranslki Akimuga Enarotall Waghete Mararena Tanah Merah Mulla SUdjarwo Biak Jayapura Merauke Ubrub Waris Dabra Yurut Molot Kamur Kimam Elelim Bomakia Senggeh

LOKASI

PENGGUNAAN

HIERARKI

165

Intemasional Regional, Kargo Internasional Regional Internasional Regional Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestlk Domestik Domestik Domestik Domestlk Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestlk

Pengumpul Skala Tersier (1/5) Pengumpul Skala Sekunder (1/3) Pengumpul Skala Sekunder (1/3) Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpul Skala Tersier (11/5) Pengumpan Pengumpan Pengumpul Skala Tersier (11/5) Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan

166
167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193

Manggelum Wamena Kellla Kiwirok Nabire Silorai Bllal Kebo Ranslki Akimuga Enarotali Waghete Sarmi Jayapura Merauke Mulia Nabire Serul

NO

NAMA BANDARA Oksibil Moanamani Mindip Tanah Kepi Kokonau Bokondini Okaba Numfor /IIaga /IIu Tiom Ewer Batom Bade Lereh Karubaga Obano Senggo Mozes Kilangin Waghete Baru Nabire Baru Sinak Baru PROPINSI PAPUA BARA T Rendani Domine Eduard Osok Torea Bintuni Utarom Ijahabra Wasior Inanwatan Temlnabuan Manokwari Sorong Fak-fak

LOKASI Wamena (Oksibil) Nabire (Moanmani) Merauke (Mindip Tanah) Kepi Kokonao Wamena (Bokondlni) Merauke (Okaba) Numfor lIaga /IIu Tiom Ewer Batom Bade Lereh Karubaga Obano 8enggo Timika Waghete Nabire Puncak Jaya

PENGGUNAAN Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestlk Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik

HIERARKI Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpul Skala Tersier (1/5) Pengumpan Pengumpan Pengumpan

194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215
XXXIII

216 217 218 219 220 221 222 223 224

Domestik Domestik Domestlk Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik

PengumDul Skala Tersier (1/5) Pengumpul Skala Tersier (1/5) Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan

Manokwari (Blntunl) Kaimana Ijahabra Wasior Sorong (Inanwatan) Sorong (Teminabuan)

NO 225 226 227 228 229 230 231 232 233 Merdey Babo Anggi Kambuaya Werur Kebar Ayawasi Waisai Aboyaga

NAMA BANDARA Manokwari Babo Anggi Kambuaya Werur Kebar Ayawasi

LOKASI (Bintuni)

PENGGUNAAN Domestik Domestik Domestik

HIERARKI Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpan Pengumpul Skala Tersier (IV/6)

(Ayawaru)

Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik Domestik

Raja Ampat Nabire

Pengumpan

KETERANGAN : I IV : Tahapan 1 : Pemantapan 3 : Pemantapan

Pengembangan Bandar Udara Primer Bandar Udara Primer Bandar Udara Sekunder

2 : Pengembangan

4 : Pengembangan Bandar Udara Sekunder 5 : Pemantapan Bandar Udara Tersier 6 : Pengembangan Bandar Udara Tersier

Salin an sesuai deng

KEPALA BIR

RIS SH MM MH
Pe bina Tk. I (IV/b) NIP. 19630220 198903 1 001

Lampiran Nomor Tanggal

VIII Peraturan Menteri : KM II Tahun 2010 : 5 Februari 2010

Perhubungan

No t.

Kriteria Rencana induk nasional bandar udara Pertahanan dan keamanan Negara Potensi, pertumbllhan dan perkembangan pariwisata Kepentingan dan kemampuan angklltan udara nasional serta potensi permintaan penumpang dan kargo Potensi dan pengembangan ekonomi nasional dan perdagangan luar negeri

Sub Kriteria arah kebijakan nasional bandar udara arah kebijakan pertahanan dan keamanan nasional

2.
3.

a. bandar lIdara terletak di daerah tujuan wisata; b. tersedianya infra struktur pariwisata (hotel, restoran. tempat wisata). a. potensi angklltan lIdara dalam negeri dan Illar negeri; b. potensi permintaan angklltan udara dalam negeri dan Illar negeri.

4.

5.

a.

pertumbllhan Pendapatan Domestik Regional Bruto provinsi; b. kontribllsi sektor transportasi udara terhadap pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto provinsi.

6.

Potensi kondisi geografis

a. lokasi bandar udara dengan bandar lIdara di negara lain yang terdekat; b. lokasi bandar udara dengan bandar udara internasional yang telah ada. a. jumlah kapasitas dan frekllensi penerbangan kefdari bandar udara Intemasional disekitamya; b. moda darat danfatau laut kefdari bandar udara Internasional disekitamya. a. Keterkaitan dengan moda udara untuk aksesibilitas kefdari bandar udara kefdari kotakota lain; b. keterkaitan dengan moda darat untuk aksesibilitas kefdari bandar udara ke/dari Kota-kota lain; danfatall c. keterkaitan dengan moda faut f sungai untuk aksesibilitas kefdari bandar udara ke/dari kotakota lain. a. potensi angkutan haji dalam cakupan bandar udara; b. cakupan fjarak bandar udara embarkasi f debarkasi haj i terdekat .

7.

Aksesibilitas dengan bandar udara internasional di sekitamya

8.

Keterkaitan intra dan antar moda

9.

Kepentingan angkutan udara haji

MENTERIPERHUBUNGAN
ttd

Salinan sesuai dengan KEPALA BIRO

FREDDY NUMBERI

UMAR A SH MM MH Pembi a Tk. I (IVfb) NIP. 19630220 198903 I 001

Lampiran

IX Peraturan Menteri Perhubungan

Nomor
Tanggal

: KM II Tahun 2010
: 5 Februari 2010

NO 1. Pengumpul

HlRARKI BANDAR UDARA a. Pengumpul Skala Primer b. Pengumpul Skala Sekunder

KRITERIA TERLETAK DI KOTA YANG JUMLAH PENUMP ANG MERUPAKAN PUSAT PER TAHUN KEGIATAN EKONOMI Pax ~ 5.000.000 PKN

PKN PKN PKW PKL


I

1.000.000 ~ Pax < 5.000.000 500.000 - 1.000.000 < 500.000

c. Pengumpul Skala Tersier


2. Pengumpan

Keterangan : I. PKN 2. PKW 3. PKL

Pusat Kegiatan Nasional Pusat Kegiatan Wilayah Pusat Kegiatan Lokal

Salinan sesuai de KEPALA SIR

UMAR RIS SH MM MH Pembina Tk. I (IV/b) NIP. 19630220 198903 1 001

Larnpiran X Peraturan Menteri Perhubungan Nornor : KM 11 Tahun 2010 Tanggal : 5 Februari 2010

kode norner
(code number)

panjang RW berdasar referensl pesawat


(aeroplane reference field length)

kode huruf
(code letter)

bentang sayap
(wing span)

jarak roda utama terluar


(outer mean gear)

1 2 3 4

ARFL < 800 m 800 m s ARFL < 1200 m 1200 m s ARFL < 1800 m 1.800 m s ARFL

wing span < 15m 15 m s wing span < 24m 24 m s wing span < 36m 36 m s wing span < 52m 52 m s wing span < 56m 56 m s wing span < 80m

outer mean gear < 4.5 m 4.5 s outer mean gear <6 m 6 s outer mean gear < 9 m 9 s outer mean gear < 14 m 9 s outer mean gear < 14 m 14 s outer mean gear < 16 m

B C
0

E
F

MENTERIPERHUBUNGAN ttd
Salin an sesuai deng KEPALA BIRO aslinya Iv. DAN KSLN

RIS SH MM MH Pe bina Tk. I (IV/b) NIP. 19630220 198903 1 001

Lampiran XI Peraturan Menteri Perhubungan

Nomor
Tanggal

KM 11 Tahun 2010
: 5 Februari 2010

1 2 3 4 5

Surat Permohonan Pemrakarsa Laporan Hasil Studi kelayakan Surat Rekomendasi Gubernur Surat Rekomendasi Bupati I Walikota Surat Ketersediaan Lahan dari Bupati lWalikota atau bukti kepemilikan dan/atau penguasaan lahan; 6 Surat Penegasan Rencana Pembiayaan

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Ada dan Ada dan Ada dan Ada dan Ada dan Ada dan

Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai

Kelavakan Teknis Kelayakan pengembangan wilayah

a. kesesuaian dengan sistem perencanaan wilayah a. sesuai dengan : rencana tata ruang wilayah nasional, makro maupun mikro rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata b. kesesuaian dengan sistem perencanaan ruang wilayah kabupaten/kota transportasi makro maupun mikro b. sesuai dengan tataran transportasi nasional c. kebijakan terhadap daerah rawan bencana, (Tatranas), tataran transportasi wilayah (Tatrawil) dan terisolir, perbatasan tataran transportasi wilayah lokal (Tatralok) d. sesuai dengan rencana induk nasional bandar c. udara. d. a. net present value (NPV) adalah nilai keuntungan bersih saat sekarang, yang perhitungannya berdasarkan pada manfaat yang diperoleh untuk proyek pembangunan bandar udara pada suatu kurun waktu tertentu dengan mempertimbangkan besaran tingkat bunga bank komersial; b. internal rate of return (IRR) adalah tingkat bunga pengembalian suatu kegiatan pembangunan I pengembangan bandar udara, yang perhitungannya berdasarkan pada besaran NPV sama dengan nol; a. b. c. d.

2.

Kelayakan ekonomi dan finansial

net present value (NPV) > 0 internal rate of return (IRR) > tingkat suku bunga bank profitability index (PI) atau benefit cost ratio (BCR) > 1 payback period (PP) < 20 tahun

c. profitability index (PI) atau benefit cost ratio (BCR) adalah suatu besaran yang membandingkan antara keuntungan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan dalam kurun waktu penyelenggaraan kegiatan pembangunan! pengembangan bandar udara; d. payback period (PP) adalah kurun waktu dalam tahun yang diperlukan untuk mengembalikan sejumlah dana yang telah dikeluarkan dalam suatu kegiatan pembangunan!pengembangan bandara. 3. Kelayakan Teknis Pembangunan a. topografi; b. kondisi permukaan tanah, kelandaian permukaan tanah; c. aliran permukaan air! sistem drainase; d. meteoro/ogi dan geofisika : cuaca, visibility, ceiling, kondisi atmosferik, e. daya dukung dan struktur tanah; f. infrastruktur dan jaringan utilitas. a. kondisi ruang udara melalui kajian temadap keberadaan bandar udara di sekitamya; b. usability factor, meliputi kajian arah angin (windrose) unit pelayanan lalu lintas udara; c. jenis pesawat yang direncanakan; d. pengaruh cuaca; e. ceiling; f. visibility; g. prosedur pendaratan dan lepas landas; a. eakupan pelayanan yaitu kelayakan jarak pencapaian transportasi darat yang dapat dilayani suatu bandar udara b. potensi penumpang; e. potensi kargo; d. potensi rute penerbangan; e. sistem bandar udara : single airport atau multiple airport; f. kajian ketersediaan armada ; a. b. c. d. e. f. Kondisi permukaan tanah relatif datar Kelandaian rata-rata permukaan tanah 0% - 2% Data cuaea, suhu, dan data atmosferik lain. Usibility factor> 5%, Ceiling >300 m, Visibility >4,8 km Daya dukung tanah dinyatakan dengan CBR >6, data struktur tanah dan kedalaman lapisan tanah keras Ketersediaan infrastruktur dan jaringan utilitas

a. Tidak terdapat obstacle terutama di kawasan pendekatan dan Iepas landas, jarak bandar udara terdekat b. Usibility factor >95%, c. Kajian jenis pesawat yang direneanakan d. Data iklim, suhu dan cuaca e. Ceiling >300 m, f. Visibility >4,8 km g. Kajian SID dan STAR a. Cakupan wilayah pada wilayah : 1) Jawa, Bali,Sumatera dengan jarak cakupan 100

Kelayakan angkutan udara

km,
2) Kalimantan-Sulawesi dengan jarak cakupan 60 km, 3) Maluku, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua dengan jarak eakupan 15 km;

NO.

ASPEK KELAYAKAN

KRITERIA g. multimoda logistik

INDIKATOR b. Potensi demand penumpang dan/atau kelangsungan kargo dapat menjamin usaha angkutan udara menjamin rute dapat e. Potens; kelangsungan usaha angkutan udara a. Tidak terdapat lahan konservasi, eagar alam/budaya, potensi sumber daya alam dan permukiman memerlukan b. Aliran permukaan tidak pengendalian atau dapat dikendalikan e. Tidak dilakukan relokasi penduduk atau dapat dilakukan relokasi tanpa menimbulkan dampak yang besar

6.

Aspek kelayakan lingkungan

a. b. e. d. e.

Lingkungan alam Peruntukan lahan Penguasaaan Lahan Aliran Air Permukaan Relokasi Penduduk f. Keserasian dan keseimbangan budaya g. Dampak sosial kepada masyarakat h. Kependudukan dan lapangan kerja

ttd
FREDDY NUMBERI Salinan sesuai den KEPALA BIRO

UMAR IS, SH, MM, MH Pembina Tk. I (IV/b) NIP. 19630220 198903 1 001

Lamplran XII Peraturan Menterl Perhubungan Nomor KM 11 Tahun 2010 1anggal : 5 Fe b r u a r i 20 10

No A.

Kriteria Aspek Administrasi Surat Permohonan Penyelenggara RI dari

Sub Kriteria Ada dan sesuai

Indikator

1.
2.

Dokumen Rencana Induk

a. Laporan Akhir b. Album Gambar c. Laporan Topografi d. Laporan Penyelidikan Tanah e. Executive Summary Kesesuaian dengan Tata Ruang Wilayah Provinsi Kesesuaian dengan Kabupaten/Kota Tata Ruang Wilayah

Ada dan sesuai

3.

Rekomendasi Gubernur Rekomendasi Bupati Aspek Teknis Kajian Prakiraan permintaan kebutuhan pelayanan penumpang dan kargo

Ada dan sesuai Ada dan sesuai

4.
B.

1.

a. Pergerakan penumpang tahunan dan jam sibuk b. Pergerakan kargo dan pos tahunan dan jam sibuk c. Pergerakan pesawat tahunan dan jam sibuk d. Jaringan I rute penerbangan masa datang e. potensi ketersediaan armada atau pesawat dengan f. Pergerakan pekerja, pengunjung, pengantar

a. kajian asal dan tujuan penumpang dan kargo (Origin Destination), kemampuan membayar (Ability to Pay I ATP) dan kemauan membayar (Willingness to Pay I WTP); b. Kajian Split moda jarak penumpang, c. kajian kapasitas tempuh pesawat, umur pesawat dan perkembangan teknologi uenis I tipe) pesawat.

No 2.

Kriteria Kajian Kebutuhan fasilitas

Sub Kriteria 1. Fasilitas Pokok 1. Fasilitas Keselamatan dan Keamanan 2. Fasilitas sisi udara (airside facility) 3. Fasilitas sisi darat (/andside facility)

Indikator 1. Fasilitas Keselamatan dan Keamanan : a. Pertolongan kecelakaan penerbangan-pemadam kebakaran (PKP-PK); b. salvage; c. a/at bantu pendaratan visual (Airfield Lighting System); d. catu daya kelistrikan; dan e. pagar. 2. Fasilitas sisi udara (airside facility): a. landas pacu (runway); b. runway strip, c. runway end safety area (RESA), d. stop way, e. clearway, f. landas hubung (taxiway); g. landas parkir (apron); h. marka dan rambu; dan i. taman meteo (fasilitas dan peralatan pengamatan cuaca). 3. Fasilitas sisi darat (/andside facility): a. bangunan terminal penumpang; b. bangunan terminal kargo; pengatur lintas c. menara lalu penerbangan (control tower); d. bangunan operasional penerbangan; e. jalan masuk (access road); f. parkir kendaraan bermotor; g. de po pengisian bahan bakar pesawat udara; h. bangunan kargo; i. bangunan administrasi/oerkantoran;

j. marka dan rambu; serta k. fasilitas pengolahan Iimbah. 2. 3. 4. 5. Fasilitas Fasilitas Fasilitas Fasilitas Navigasi Penerbangan Alat Bantu Pendaratan Komunikasi Penerbangan Penunjang

1. 2. 3. 4. 5. 6.

fasilitas perbengkelan pesawat udara; fasilitas pergudangan; penginapan/hotel; toko; restoran; dan lapangan golf.

a. Tata Letak fasilitas Sisi Udara b. Tata Letak Fasilitas Sisi Darat

a. Kajian I anal isis tapak (site), topografi, penyelidikan tanah (soil investigation); b. Kajian I analisis drainase bandar udara; c. Kajian I analisis konfigurasi fasilitas pokok bandar udara: runway, runway strip, apron, taxiway, terminal area dan jalan masuk menuju 3andar udara sesuai dengan hasil perhitungan dan kajian kebutuhan fasilitas tersebut; d. Kajian I analisis arah angin (wind rose) tahunan; e. Kajian I analisis objek-objek obstacle di sekitar bandar udara; f. Kajian I analisis kondisi atmosferik; g. Kajian I analisis pengembangan pad a areal di sekitar bandar udara; h. Kajian I anal isis ketersediaan lahan pengembangan; i. Kajian I analisis aksesibilitas dengan

No

Kriteria

Sub Kriteria

Indikator moda angkutan lain

4.

Tahapan pelaksanaan pembangunan

a. rencana tata guna lahan hingga desain ultimate; b. kebutuhan fasilitas bandar udara dengan sekala prioritas yang mempertimbangkan faktor kebutuhan dan ketersediaan anggaran; c. rencana tata letak fasilitas bandar udara; d. rencana pengembangan fasilitas bandar udara tiaptiap tahapan pembangunan hingga tahap akhir (ultimate phase). a. b. c. d. luas lahan yang telah ada; dan/atau luas lahan tambahan untuk pengembangan. prakiraan kebutuhan lahan pembangunan; peta kepemilikan lahan dan rencana pembebasan Jahan;

a. Kesesuaian tahapan fasilitas dan kebutuhan b. Keserasian sesuai tahapan dan operasional bandara

5.

Kebutuhan dan pemanfaatan lahan

a. Ketersediaan lahan sesuai kebutuhan ultimite b. Ketersediaan lahan sesuai pentahapan

6.

Daerah Iingkungan kerja bandar udara

DLKr digunakan untuk : a. fasilitas pokok di bandar udara, yang meliputi 1) fasilitas sisi udara; 2) fasilitas sisi darat; 3) fasilitas navigasi penerbangan; 4) fasilitas alat bantu pendaratan visual; 5) fasilitas komunikasi penerbangan. b. fasilitas penunjang bandar udara, yang meJiputi : 1) fasilitas penginapan/hotel; 2) fasilitas penyediaan toko dan restoran; 3) fasiJitas penempatan kendaraan bermotor; 4) fasilitas perawatan pada umumnya; 5) fasilitas lainnya yang menunjang secara langsung atau tidak langsung kegiatan bandar udara

a. Batas area dikuasai untuk pembangunan b. Batas area dikuasai untuk pengembangan c. Batas area dikuasai untuk operasi

Daerah lingkungan kepentingan bandar udara merupakan daerah di luar Iingkungan kerja bandar udara yang digunakan untuk menjamin keselamatan dan keamanan penerbangan, serta kelancaran aksesibilitas penumpangdan kargo. Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan 1. kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas, 2. kawasan kemungkinanbahaya kecelakaan,; 3. kawasan di bawah permukaan transisi,; 4. kawasan di bawah permukaan horizontaldalam; 5. kawasan di bawah permukaan kerucut; dan 6. kawasan di bawah permukaan horizontal-Iuar.

a. Area diluar DLKR untuk keselamatan I keamanan b. Area diluar DLKR untuk kelancaran aksesbilitas

a. Kajian Standar prosedur pendaratan dan lepas landas b. Identifikasi obyek obstacle c. Peta dan potongan gambaran umum KKOP c. Kajian Pelayanan lalu lintas udara (ATS) d. Kajian Peralatan navigasi yang akan digunakan

e. Akurasi referensi ACS dan AES


f. Akurasi tititk koordinat batas kawasan g. Akurasi batas I jarak horisontal
h. Akurasi batas I iarak vertikal 1. Kawasan kebisingan tingkat I ( 70 ~ WECPNL < a. Perhitungan kebisingan dengan indeks 75 ), yaitu tanah dan ruang udara yang dapat WECPNL dimanfaatkan untuk berbagai jenis kegiatan dan b. Metode pengukuran dengan Noise atau bangunan kecuali untuk jenis bangunan Monitoring System sekolah dan rumah sakit. c. Peta Penentuan Kawasan Kebisingan 2. Kawasan kebisingan tingkat II ( 75 ~ WECPNL tingkat 1,2, dan 3 < 80), yaitu tanah dan ruang udara yang dapat dimanfaatkan untuk berbagaijenis kegiatan dan atau bangunan kecuali untuk jenis kegiatan danJataubangunan sekolah, rumah sakit dan rumah tinggal; dan 3. Kawasan kebisingan tingkat '" (80 < WECPNL),

No

Kriteria

Sub Kriteria

Indikator

yaitu tanah dan ruang udara yang dapat dimanfaatkan untuk membangun fasilitas bandar udara yang dilengkapi insulasi suara dan dapat dimanfaatkan sebagai jalur hijau atau sarana pengendalian Iingkungan dan pertanian yang tidak mengundang burung.

Salinan sesuai denga


KEPALABIR K

UMARA

S SH MM MH 001

Pembina Tk. I (IVIb)


NIP. 196302201989031

Nomor : KM 11 Tahun 2010 Tanggal : 5 Februari 20 I0

FORMULA PERHITUNGAN TINGKA T UTILISASI OPERASIONAL BANDAR UDARA

Indikasi Awal Pembangunan, Pendayagunaan,Pengembangan dan Pengoperasian

IAP4 > 0.75 Kapasitas yang tersedia dapat dikembangkan 0.75 ~ IAP4 > 0.6 Kapasitas yang tersedia menjadi perhatian untuk dikembangkan IAP4 ~0.6 Kapasitas yang tersedia masih mencukupi, tidak perlu dikembangkan

e erangan:
Luas eksistiug Staudar Luas Terminal
Luas bangunan teminal yang digunakan bagi kegiatan operasional; tidak termasuk fasilitas komersial / konsesi Standar luas terminal 14 m2 / PWS Domestik 17 m2 / PWS Internasional

Berdasar pada : 1. Take Off Weight yang direncanakan 2. Critical Aircraft yang direncanakan. 3. Minimal mempunyai rencana pergerakan aircraft /tahun (min sekali seminggu). 4. Rute penerbangan terjauh yang dilayani.

pesawat

>

104 pergerakan critical

Indikasi Awal Pembangunan, Pendayagunaan, Pengembangan dan Pengoperasian

IAP4 > 0.9 Kapasitas yang tersedia dapat dikembangkan 0.9 ~ IAP4 > 0.75 Kapasitas yang tersedia menjadi perhatian untuk dikembangkan IAP4:::: 0.75 Kapasitas yang tersedia masih mencukupi, tidak perlu dikembangkan

e erangan:
Pergerakan Pesawat tahunan eksisting Kapasitas Pergerakan Pesawat tahunan landas pacu
Mix index dalam waktu seminggu 170 Lihat tabel kapasitas di halaman berikut

Konfigurasi

Diagram Konfigurasi Landas Pacu

Mix Index Percent (C + 3D) *) 0-20 21-50 51-80 81-120 121-180 0-20 21-50 51-80 81-120 121-180

Hourly Capacity (Operations per Hour) VFR 98 74 63 55 51 197 145 121 105 94 IFR 59 57 56 53 50 59 57 56 59 60

Annual Service Volume (Operations per Year) 230.000 195.000 205.000 210.000 240.000 355.000 275.000 260.000 285.000 340.000

A Single Runway
I I

"

B
Dual Lane Runways
Sumber:
*) 7OOmsldzt,ml
I I

T'

C: 0:

Airport Capacity and Delay. FAA Advisor Circular 15015060-5, September 23, 1983. Pesawat besar, beratpesawat6,750 ton sid 150 ton Pesawat sangat besar, berat pesawat lebih dari 150 ton

MENTER! PERHUBUNGAN

ttd Salman sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO D KSLN

UMAR S SH MM MH Pembina Tk. I (IV/b)


NIP. 19630220 198903 1 001

W
8"

f!'

..

4"

2"

2"

,
soekamo Ngurah Juanda Sultan PoIonia Binaka Supadio sep;nggan .Juwata Sultan Hatta - .:Jakarta

--Sfir_eiiiiiAiROiiAi..
..__ --YTAMA V

_.. '"iNTeli"iii"AiiiCiiilfAi.--._.~GSO~

---r~Ai. pe eRBANGaAN
V

H.1IUJ:

Ral - Ball - Surabaya Iskandar - r-1edan - Nlas - Padang - Pontlaoak - Ballkpapan - MakaSsaT - "Tl!IIrakan Hasanuddln Muda - Banda Aceh

V
V

V V V
V V

~I
I
I
I

KEIENTERIAN 'ERHUIUN6AN PETA PENGGUNAAN BANDAR UDARA INTERNASIONAL DI INDONESIA


IETERAN6AN

Mlnengkabau

V V V
V

V
V

Blndar UdlJra IfternaliOnal

ut.na

BandBr Udlra 11ternelOM1 RtgbnII BandarUdara1~ Penerbangan HQ KaJgo

Sam Ratulangl - Man.do Hang Nadlrn - Blltarn


SM. Badarucldln Ad
Sl""II"OanTlO -

V V
V

n - Palernbang
Solo - Baf1jarrnesln - Biak - 5ebang

Bandar udal1lllnternaskX'lal MgIuhn

Syarnsuddln Frans Sultan Hallm Huse&n Ahmad Ad Mallrnun

Hoor

Katsiepo SBteh Syarlf

kaslm

II

- Pekanberu Plnang

RH.Flsablllllah

- "DInjung

I! I
I !

P. - .Jakarta S. - sandung Yanl - Senl8rang

Sutjlpt:O _ vogyakart:a

setaperang Ettarl Pat:t:imura SentanJ

.,..,.taram

- Kupang - Ambon - jayapura

Mopi!!ll.h- Mera~~e

LU 8

a-

..... ~
aO

(!)

>! ''
.. ...

'.".:" ..

',
...

'i

10

12 15 94 98

SANDARA

PENGUMPUL

PRIMER
22. 23. 24. Wolter Monginsidl ( Provlnsl Sulawesi Tenggara ) (llI3) Sentani ( Provinsi Papua ) (1/3) Mopah ( Provlnsl Papua) (1/3) 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. Pangsuma ( Provlnsi Kalimantan Barat ) (1/5) Susilo ( Provinsi Kalimantan Barat) (1/5) Rahadi Usman ( Provinsl Kalimantan Barat ) (1/5) TjHlk Rlwut ( Provinsi Kalmantan Tengah ) (1/5) Iskandar ( Provlnsl Kalimantan Tengah ) (1/5) stagen ( Provlnsl Kalimantan Tengah ) (llI/5) Juwata ( Provinsl Kalhnantan TImur) (NI6) Kallmarau - Berau ( Provinsi Kalimantan TImur ) (1/5) Nunukan ( Provinsl KaHmantan Timur ) (I/5) Bontang ( Provlnsl Kalimantan TImur ) (I/5) Tampa Padang ( Provlnsl sulawesi Barat ) (N/5) Melongguane ( Provinsl SUlawesi Utara ) (llI/5) Bubung ( Provinsl Sulawesi Tengah ) (llI/5) Pattimura ( Provlnsl Maluku ) (1/5) Olilit/saumlakl baru ( Provlnsl Maluku ) (NI6) Sultan Baabullah ( Provlnsl Maluku Utara ) (1/5) Waisai ( Provinsi Papua Barat ) (NI6) Domine Eduard Osok ( Provinsi Papua Barat) (1/5) Rendanl ( Provinsi Papua Barat ) (I/5) Frank Kaisepo ( Provinsi Papua) (1/5) Wamena ( Provlnsl Papua) (llI5) Nabire ( Provinsi Papua) (1I/5) TImika ( Provinsl Papua) (I/s)

1. Kuala Namu ( Provlnsl sumatera Utara) (1/2) 2. Hang Nadlm ( Provilsi Kepulauan Riau ) (Ill) 3. Soekamo - Hatta ( Provlnsl Banten ) (I/l) 4. Juanda ( Provlnsl Jawa Timur ) (I/l) S. Ngurah Ral ( Provlnsl Bali) (I/l) 6. sepinggan ( Provlnsl KaHmantan Timur ) (Ill) 7. Hasanuddln ( Provlnsi SWiwesi Selatan ) (I/2) 8. sam Ratulangl ( Provlnsi SUlawesi Utara ) 1/1)

IE.ENTERIAN

PERHUBUIGAN

PETA HIERARKI SANDAR UDARA PENGUMPUL DI INDONESIA


KETBlANGAN :

BANDARA PENGUMPUL TERSIER


25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. Sultan Iskandar Muda ( Provinsl Nanggroe Aceh Darussalam) (ll/5) Raden Inten 0 ( Provlnsi lampung ) (1/5) Ranal ( Provlnsl Kepulauan Riau ) (1/5) Kijang ( Provinsi Kepulauan R1au ) (N IS) Plnang Kampai ( Provinsl R1au) (1/5) Sultan Thaha ( Provlnsl Jamb! ) (1/5) Fatmawatt ( Provlnsi Bengkulu ) (01/5) Hs. Hananjoeddln ( Provlnsl Bangka Belitung ) (I/5) Depatt Amir ( Provinsl Bangka Belltung ) (1/5) Husein Sastra Negara ( Provlnsl Jawa barat ) (1/6) Cakrabhuwana ( Provlnsl Jawa Barat ) (N/5) Abdulrachman saleh (Provlnsl Jawa TImur) (N/EN) M. salahudln ( Provinsl Nusa Tenggara TImur ) (N/5) Wai 0tI ( Provinsi Nusa Tenggara Tlmur ) (Nls) H. Aroeboesman ( Provlnsl Nusa Tenggara Timur ) (lIS) Mau Hau ( Provlnsl Nusa Tenggara TImur ) (IN) Hallwen ( Provlnsi Nusa Tenggara Timur) (IV 15) Paloh ( Provinsl Kalimantan Barat ) (I/5)

BANDARA PENGUMPUL SEKUNDER


9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. Adl SUtjipto ( Provinsi Daerah Istimewa Yogayakarta) dalam satu slstem dengan Adl Sumarmo ( Solo ) (I/3) Mlnangkabau ( Provlnsi sumatera barat ) (1/3) SUltan syarlf Kaslm 0 ( Provinsi Riau ) (l/4) sM Badaruddln 0 ( Provlnsi Sumatera Selatan ) (1/4) Majaiengka ( Provlnsi Jawa Barat ) (1/3) Ahmad yanl ( Provinsl Jawa Tengah ) (1/3) SelaparangfPraya ( Provinsl Nusa Tenggara Barat ) (1/4) Eltari ( Provinsl Nusa Tenggara Timur ) (1/3) SUpadio ( Provinsi Kalimantan Barat ) (1/3) syarnsuddln Noor ( Provlnsi Kalimantan Selatan ) (I/3) samarinda Baru ( Provlnsi Kalimantan Timur ) (0I/4) Djalaluddln ( Provinsl Gorontalo ) (I/3) Mutiara ( Provlnsl SUlawesi Tengah) (I/3)

<>

BlndIra

-puI

l-IV : T__ 8pM\ Pe.~iQiiil 1 : PtmInIapan Ban_ UdIn PItner 2 : Pengembengan BMdar UdMI Prtner 3 : Perm rap.n 81ndar u . Sekunder 4 : Pengemt.ngM e.ndilr UdaI"a sela.ander 5 : PemlnIapIIn Bandw u-. .. 6 : Pengembengan Bandar Udara ...

Penggnpul5ekunder

BlindllnPengumpul T_er

LAMPIRAlI II PERATURAN MENTER! PERHUeuNGAI NOMOR : 1M 11 Tahun 2010 TAMGGAl : 5 F.bruari 2010

MENTERI PERHUBUNGAN
till

FREDDY NUMBERI

w
8

"

(/fIJ
4

JIb

CD

10

BMtDAR UDAItA UPT


1. 2. Aell Goca.n. - Pad , Sid_PUM

(cn
(Y.~

AklMuta-AklJnu..

1
.

. aiPulauSer_
o\ndIJemM. _ Ita.

(R-5I 1,...5)
(f.,)

S. AnI,f-An,. 6. Apwui 7. Babo Bilbo

.to,...

IS-I) fT-S)
(W-3j tR ..1 (T-" {It )
.1,1

4I.H. AS. HM~' 42. H. AMn s.mpIt 43.H. H__ ~n-Ende +I.HeIIvlenAtiI~ 45. Hang Nedlm B-.m "'.ljIIhMJra-l~ 47. lIagll - 1I "a
48.11U - UN

TJ. ~n

(G-S) (J~

81.M" - Nor
82. M~ - . ggeeum

(P-2)
(W-4)

(N-2) (0-2) (E.7) (1-6) (V-4)


(V-S)

83. MwantM-8enni 1M.M.,..-u~u

(V-6)
(N-2) ~-&) (0-9)

~.M"~k
86. MekJngg..-ne - SUlgk ,.. d ffl. MefdeI - MercMi 88. Mindiptan., - Mlndlplanllh

8. 9.

Bacle-

&ad.

(T-6) (X-4)
(W-4) (W-5) ('W-2)

hnd.,....-PuI8uBa'Id. 10. Btlom. 8_


11. ktnglnMuaf.T__

U. Btlo AMnlt - 8__

10... , {V-S, IV-5, (a.7,


(1'51

13.8IIIi-BIII 14. 8Iar.I1Bikini 15. Iftak Gunung Sltol 16. BinhI,.-elnblni


17. BakOfHHnl. Bokonclkli

18. a-akill 101II.. 19. Ihngblll- Sunbaw. hs.


20. Bubun, lu_k

,WoSt CWO .; {L-21


fO-lj

49.lnanwIlIIln-~ SO .. - PangItkII." Bun 51 puf'8-~ 52.Johna.cker - P. KIsar 53. ~. ,.,.... 54. ~ - T..,;.mg Redep 5S.I<M1bWYII- ~aya 56.t<M1ur - Kamw 57. ~ - ~ . o58.J<8VurtCU -Po8Q

(&6) (1-5) (E-6) (Q-3) (L..a) (1.-7)


(1-&)

89. ~....-nl
90. 91. MoICJf-MokJI'

~~m.n1

121.So.-~ 122. senggu - BuntDk 123. saw TKlk - RulanD 124. SelbatI- TJ. salai Kartnun 125. seko - SlIko 126.geIuwIng - M u 127._-_ 128.5enggo - &enggo 129. SentllnI . 130. stbiu - PwapaI:

.,.pw.
-

(N-2) (K-6) (N.2) (&7) (M-5) CL-8) (W-4) !.W-3) l\-S) (C-8)

161. 162. 163. 164.

V\bIW Monglreldl. Kendet1 \M;)nopIto - LflliI\IOIe~ Yuruf - Yuruf Yuvai 5emaring Long Bawan

201. _

199. TualBaru - TUaI 200. .....8aN - wao_


- Raja Ampot

KE.ENTERIAN

PERHUBUNGAN

BANDAR UDARA BARU 165._-_ 166. Banyuwangi)awa Trnur


167. BRun - Aceh

MopIIh - MeNiuke

131. S8IIngit

- stborCIng

bofong

(C-a>
(1<-5) lU-6)
(O--t)

92. MUkD-Muko Mu!u>Muko 93. Mut- - MuIIIi


94. M~ra - PaN

(0.5)
(V-S) (M-6)

132.SIageft - KI*' Baru 133. SUdJ-wO - 8aruI


134. SugImWlUN

168. 1lIangI<ejeren-_ Iluo -luW\l SuIseI 170. BuII- 5eram Bagian Trnur
169. 171. Bone - Sulawesi Se&atan

R.....

172. _no-ller<lI*J

(W-5) (V-5)
(N-6J

21. IkIdlwto. CUNg 22. N- MMlI


23. CUt NYlik Dhien M.u"oh

IG'3, (0-7)
(I-I,

o.bo - $bgk., 25. 0.-.. o.lt,.


24. 26. DatIIh 0-11I- 0 OlWai 27. OED - Sorong O._an 28. o.,.tl Parbo kerinci 29. DewaOaou-K'rIlllunJaw.
:30. DPI.lwddln 32. Dumatubull EIelirftEI.... - Goronl_ - L.nlllur

(F-I,
IV-51

lK-.) IS-,/ (D", ~""l


(0-1)

31. Dobo - Pu. AN

cr-",
(1'41 lW-S)

n.
34.
35.

&"_0' S.n...
EMrogll. ElIWllhIi

,1"-5,
tu ... ,

36. Y1. 38. 39. 10.

G_.'

E_ - Ew. F. -.tI So.umo-BetlgkUlu o-Galela Gewl,_",, Lant'llUka H.Ar P.

N-4' lES' 10-7, (1"-21

59. KeMr-Keblir 6O.1<ebo - KebO 61. KetIa - KeItII 62. KeiP' - Kepi 63. Kkr-.m - Kinwn 64. KI'MIOk- IOMIOk 6S.l<okClMo- t<ak~o 66.Komodo - '--buhln 8ajo 67.KcUbangun- ~n 68. KUIINng- KIlO 69. KUlla. KuruI' - KUlla. KuNn 70. t<ua" Pe~ng - K Pembu.c'lg 71.~Ios-Tol-tol 72. Lam P. Larllt 73.l.II"kIn-SiMbang 74.LekUnlk. Roco 75.Lereh- Lefeh 76. Long Apung - Long Apung 77. Lubuk lJnDgeU - L Llnggau 78.Lunyuk - Sum~ 79 . SMhudclln - B1flW so

(1-8) (V-5) (V-S) (W-3) (Y.3) (W-4) (U-4) (M-2) (K.6) (C.7) 0<-6) (J-5) (N-7) (&3) (8-8) (0-1) (V-5) 0<-7)
(E-5)

95. N a h a - Tatu". 96. *b6le. NabIre 97. NemIM- PuIM.I BurN 98. *11WOIe- PuIIIu Burru 99. Nanpplnoh - NanpJ*loh lOll NurrlOr - NurrIoI 101NunuQn- Nunukan 102. 0bM0 - Obano 103. o..m.n s.dlk - LabuM 104. 0ItUe 0DblI 105.0ksfbII-0kSIbII 106. 0IHtI:- S.um.1d 107. P. PIIng n - P. PIIngarw.n 108.PIIngsu.,. - PubJdM,u 109. Penggung - Orebon 110. FltMng Sort - SIboV111. F'ogogul BuoI 112.PongtIkU - TaM! Tcqjll
113.

(P-IS) (U-5) (0-5) (P-5)


(J-6)

(U-6) (L-9) (U.5) (O-&) (W-2J (W4)


(5-3)

135. SUbn BabUlilhT . nale 136. su.ua - stnwlg 137.T.mbc*ka - ~k 138. -n.rnpa P1ld1nlilMIImUtU 139.T.,..h....,.h - Tanah Mer.. 140. T.n;una HafapM T_Jung SeIof 141. ,.nt.mu -sabu 142. Tel'l'lin8buan - Temin*-" 143. Ternlndung - a.m.1nd. 144. Teuku CutAI TUM 145. TIom - rom

1Q-7) (1-7) (M-2) (M-5) (W-3) CL-e> (N-1)

In.
174. 175.

176. 177. Medin Baru - Kuilillnamu


178. 179. 180. Moil - Maluku Tengg~ Muara Bungo - Jamb Muara Teweh - Kateng

.Jember - JiiItin L.orntd Baru - Playa Maja/engka - Jawa Baral Mindailng NataI- Slmut:

lA. Adi sqto -Yogyakarta lB. Adi Sumanno - Solo Ie. Ahmad yant - Semarang

203. Abdul RaIman 5;oleh - Haling 2l>lBonlang--" 205. -. K1angln-l'fnlka 206. PaIoh - Sambas 2m. Pinanll ~ - D<mal 208. Ranai - Natuna AN81lASA I'UItA I

202._--'

PETA CAKUPAN PELAVANAII BAIIDAR UDARA DI IIIDOIIESIA

ID.El:ari-Kupang
Flans Kastepo - Biak Hasanuddi1- ~ 118M. - Surabaya NgulClh Rat Bali Patttmura - "mbon U ~m RiltUlangi - Manado IK. 5elaparang - Ampenan IL 5epinggan - 8IIillpapan 1M. Svamsuddin Noor Banjarmasln IE. IF. 16. IH.

o o
;

KETERANGAN :
MNMRUDARA UPT BrAHOAA UDARA 8ARU CAKUPAH lAY_

0
0

BMIOAR UDAAA~ BANOAR UOARA.AtiKASA 100 KH

PURA 1 PURA I

"'-RUDARA

CAKUPAH lAY_"'-R

UDARA KH

cr-6)
(l-6)
(&~

n.

T..-k

(V-S)
(1<-5) (.J..e) (S-5)

181. _-SUlawesITengah 182. Habire Baru - Habie 183. Pagar AIam - Swnatera SeQtan
184. PahUWiJto Gorontalo

CAKUPAN PElAYANAN

BAIIDAR UOARA 15 KM

146.

Tj. \NIINkin

T). v..wuIdn

(D-1) (.J-7) (H.3)


(C-7) (N-n

147.TJlllkRMtut-P~faya

Pua.u

a.tu

(M-5)
N"s(C7) (F-4) (I.

(Luondfe)

- Kep.

114. RacMn In&en II - LIImpung 115. Rahedi Qesman - Ketapang

(1.2)
(M-2)

116. R.~I_ Rlil1lti 117. RaMiId - Ranskl 118. Rembale - Takengon 119.Rendani~M~i 120. Rokd fa

(M-S)

er-6)
(8-9)

(T-6) C-

148. Tote. - FlIk-fIIk 149.TNnojoyo - SUmenep 150. Tumbang s.rrU - T. Slim" 151. TunggUl w..lung - a.cap 152. UbNb - UbNb 153. U1arom. KairMn. 154. w.gtlete - w.~ 155.'Nllhal- P. Se~m 156 .. 1au - Maumere 157.WII"*'II - WlmaM! 158. Wllris - w.ns 159.Y.lIsIor- sioI
160. WOIIJI - 'WIlINr

(J-3)
(.J..e)

185. Paser - Tanah Grogot 186. Pokon Serai -l>mp Bam 187. P. Biwean - Gresik,. ]atrn
188.

tH-3) (W-5) (15) (U-4) (R-5) (N-2) (W-5) l\-5) (W-5)


S-

189. 190. Sinak 8aN - Punak Java


191. 193. 19'4. 195. 196. 197. 198. Singkawang. Kalbar

Samar1ndiI Baru - SoogaI 5iing 5a\mIa1d Batu Saumlaki

192. SingI<J-A,""
5dang Baru Sintang Tanggetada - Kolaka. Sultra Teluk Dalam - Nias TempuIng Riau Tepeleo - li 'ollna-una-SUIt:

Hahn P. - hbr1:a lIB.HuseinS.-~ng II C. Pobnlill - Medan no. St YirilQsim tI - Pekan 8aru II f. ~Hatta - Jak.tI II F. S. Iskandar Muda - Banda Aceh II G. S.M. 8adarvctelklII - Palembang II H. SUpllcio PontiiNk n I. Minangbbau Padilng II 1 RH. Rsabilbh - Tanjung PWtang II K. Sultan Thaha - Jambi D ''''.

n A.

_KASAPURAU

LAMPIRA. 1lI NOMOR r"NGGAl

PER"TURAN MENTERI : lM 11 Tahun 2010 : S Ftbruari 2010

PfRHUBU.GAN

SoI_~. KIPi\IA Bil

SH~

. 11l.1(IV/b) NJP. 19630220 1989(B 1 001

.. _.-._--

..

---.....

1O

12 LS 94 96 98 100 102

DAERAH PERBATASANDARAT
L

2. 3. 4. S. 6. 7. 8. 9. 10.
II.

1213. 14. 15. 16. 17. 18. 19.


20.

21. 22. 23.

Pangsuma - PlI:USSlbau DaIah DIan - PulussI>au Up. Uping - KalimantanTmlr Pak Upon - KaIInBntan11 8Inuang - KaII 1Inur Long Umung - Ka_ T1mlr Long Lu_ - KaImantan llnu Nunukan - Kalmantan l1mlI' _-NIT --Papua --Papu. HuIu Atas - Papua Nongme . Papua lwlr - Papua Manggelum - Papua Tanah Metah - Papua Mopah - Papua Muting - Papu Totkora - Papua Sam - Papua

--~Babang - K_n Ba Hildyaraya - KaIImanIan_

(K-7) (1-7) (1-7) (H) (K-7) (K-8) (K-8) (K-8) (K-9) (L-9) (L-9) (P-2) (W-S) (W-S) (W-S) (H) (H) (W-4) (H) (W-2) (X-3) (X-S) (X-2)

L 2. 3. 4. S. 6. 7. 8. 9. 10. II. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.

__

- M1angas

Ranal - Naluna Matak-Kepn lJ. B- Kartrrun - Kepri SeI PaIomg - SeI SeIarf PInang Ka~Dumal _ ~ - Sabang TardarnJ - Sabu Lekunlk - Rote John -.. - ICIsar _ - Flores Tmlr saurrlald Baru - N1ll BenjIna - 1Cep. Aru Dobo - 1Cep. Aru klrmm - Papua Okaba - Papua Mopah - Merauke Kljilng- T. P1nang Hang Nadlm - Batam

PETA RANDAR UDARA DAERAH PERBATASAN DI INDONESIA

o
6Fd

Bandar

Udara Daerah

Perbatilsan Perbati1Isan

Oarat'

Bandar Udara Oienah

laut

<1>'

ProvInsI Kep.Riau 1. P.Sentut 2. P.TokDng Malang 3. P.Damar 4. P.Man9<ai s. P.ToI<Dngnanas 6. P.ToI<Dngbelayar 7. P.ToI<Dngborn 8. P. 5emlum 9. P. 5ebatuI 10. P.Sekatung 11. P.5enua 12. P.SUbi kedl 13. P.Kepaa

Provinli Sutawesl Utara


21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. P. Bangklt P.Materawu P. Makaleti P. Kawalusu P.KawIo P. Mara'e P.Batubuwalkang P.Miangas P.Maramplt P.Intata P. Kakarutan

41. P. Laag

Provinli Maluku Tenggaoa


42. P.Ararkula

ProvInsi maluku
43. 44. 'IS. 46. 47. 48. 49. SO. 51. 52. 53. 54. 55.
56.

ProvInsi Maluku utara


32. P.Jiew

ProvInIi KlIIlmantannmur
14. 15. 16. 17. p. 5ebatik P.Go5oog makasar p. Maratua P.sambit

ProvInsi Papua!
33. P.Budd 34. P.Fan!
35. P.M~

P. Karaweira P. Panambulai P. Kultubuai utara P. Kultubuai setatan P.Karang P. Enu P. Batu goyang P.larat P.Asutubun P.5elaru P. Batrakusu P. Kasela P. MealImarang
P. Leti

60. 61. 62. 63. 64.

P.AIor P. IkJtek P. Dana A P. Dana Bi P. Mangudu

Provi"" Sma_a
75. P.S1barubani 76. . P.S1nyaunyau

8anIt

KEIIENTERIAN PERHUBUNGAN
PETA PERBATASAN PULAU TERDEPAN WILAYAH DIINDONESIA

ProvI"" Sumatera utara


P. S1muk 78. P.Wunga ProvII1II Nanggroe Ac:eh Darusallam 79. P.S1meullKllt 80. P.5elaut besar 81. P.Raya 82. P. Rusa 83. P. 8enggala 84. P. RonOO

n.

Pravlnsi NTB
65. P. 5d1philouisa

ProvInsi Jawa nmur


66. P. Barung 67. P.5eI<eI 68. P.Panehan

<>

KEnRANGAN: PuIau li!Idepon

Provillli Jawa Tengah


69. P. Nusakambangam

ProvInsi Jawa Barat


70. P. Manuk

BerbetaAn dengan S1ngapura


85. P. Berhala

ProvIIlIi Banbln
71. P. Deli

86. P.Batumm
87. 88. 89. 90. 91. 92. P. Lyu kedl P. Karlmun kedl P.Nipa P.Pelompong P.Satu bermandl P. Nongsa

ProvInsi SuIa_1
18. P. Unglan 19. P.salando 20. P.DoIangan

Tengah

36. 37. 38. 39. 40.

P.Fanildo P.Brass P.BepoodI P. Uki P.KoIepon

Provlnsi NTT
57. P. K1sar 58. P.Wetar 59. P.Uran

Provlnsi Lampung
72. P. Batu kedl

Provlnsi Bangkulu
73. P. Enggano 74. P. Mega

KEIEIlTERIAII PERHUIUIlGAII
PRlOR1TASI
L Lasldn - 5Inilbang 2. _ - GunungSIoI 3. Pulou-pulau Batu - Kep. _ 4. Enggano- P. Enggano 5. Komodo- Lablllan BolO 6. Kisar- P.Kisar 7. T.nIa .- 50bu B. ~-_ 9. __ -TeIultDotom 10. CUINyok ChIen - _ (&8) (11-7)
(C-7)

PRlOR1TAS II
lL R_ - Siporo (C-S) 12. MeIongguone - Song.llIloud (Q-9) 13. 5udjo<wo - 5enJI (u-6) 14. K Batee - 8Iongpldle (&8) 15. Teuku CUIAN - Topol< Tuon (&8) 16. __ -5IngIcH (C-B) 17._-Mu~ (D-S) lB. G<woyontano - LorontuI<o (P-2) 19. -.... - Pulau IlunJ (P-S) 20. Emalamo - 5anono (P-S) 21. Mol - AIo< (P-2) 22. Dobo- PulouAnI (T-4) 23. limit - P.Lorot (5-3) 24. 1IIiII Baru -Mon/longgur (H)
25.

PRiORITAS III
27. Touno - Ampono 28. Noblre- Papua 29. -...... -l.l!wo_ 30. Baru _ - 5enlm Bag. 11rror 31. _-Iluru
32. _ -

PRIOR1TAS IV
(N-6) (U-S) (0-2) (5-6) (Q-6)
(P-B)

(H) (M-2) (Q-3) (T-S) (0-1)


(C-7)

(11-9)

26.

WoIOlI-Moumere

-.un

33. _-Papua 34. T.noh _ - Papua 35. _ng - Papua 36. 5ormI-Papua 37. MIongos- MIongos 38. llenjlno- Kep.Aru 39. Bubung -lJMuk

(u-6) (W-3)
(X-3)

46._15eram 41. Holwen--' '18. pongsuma-plAusI>ou .. _n -KoItIrn SO.To - Papua 51. _ boru - NTB 52. Mopo/l- _ 53. SUlton Bobbuloh - T......

(R-S) (U-S) (0-2) (5-6) (V-S) (P-8) (U-6)


(Wo3)

PETA BANDAR UDARA PENANGANAN BENCANA DIINDONESIA


KEnRANGAN:

<>
tit

Bandar Udara Prloritas I Bandar Udara Prloritas Bandar Udara Prloritas

(V-6) (Q-B) (T-3) (0-6)

~.llI~-~oo~k
41. 42. 43. 44. 45. Mou Hou - WoingiIpu HH_ - End. R.Tobing - SIboIg. _ - Bengkulu 5. _ Mud. - NAIl

(M-2)
(N-2) (N-2)
(C-7)

II Bandar Udara Prioritas --<... Lempeng Tektonik


LAMPIRAN VI PERATURAN MfllTERI NONOR : I{M 11 T.hun 2010 TAlteiGAL : 5 februarl 2010

n m
N

SilIeh - Sobong

(.9)

(N-2)

PERHUaUNGAIt

(E-S) (. 9)

NO 1.

2. 3. 4.

PROSES Disemournakan Diperiksa Disetuiui Disetuiui

NAMA Ha iv Kriswanto UmarAris HerrvBakti Moh. Iksan Tatano

JABATAN Kabao Perat. Transp. Laut & Udara Karo Hukum dan KSLN Dirien Perhubunoan Udara Sekretaris Jenderal

TANG GAL

PARAF
lCEPAIA

SH~

~ Tk.I(lVft NIP. t9630220 1_ 1001

You might also like