You are on page 1of 6

ARTIKEL Impor Garam Merendahkan Martabat Indonesia Sumber : http://ekonomi.kompasiana.

com/bisnis/2011/09/25/impor-garammerendahkan-martabat-indonesia/ Disusun : Ashwin Pulungan Dalam kondisi ketidak harmonisan antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Kementerian Perdagangan serta Kementerian Perindustrian, sejak Selasa 6/9/2011, PT. Pagarin Anugrah Sejahtera yang berkedudukan di Surabaya yang telah memiliki izin lengkap dari Kemendag membongkar dari kapal MV. Banglar Urmi sejumlah 14.200 Ton Garam Impor dari India, di Mabar gudang 108, pelabuhan Belawan, Medan Sumut. David Yohannes sebagai Kasi P2KPPBC Belawan, mengatakan bahwa Garam industri ini berbeda dari garam makan biasa yang diperuntukkan bagi masyarakat, akan tapi digunakan sebagai bahan yang dicampurkan kedalam bahan produksi yang diolah lagi, seperti pembuatan pada industri soft drink. Selanjutnya dikatakan bahwa Di Indonesia, tidak ada satupun petani garam untuk kebutuhan industri ini. Ia menyebut garam impor milik PT Pagarin Anugrah Sejahtera ini diperuntukkan bagi PT. Soda Sumatra, PT. Chevron Pasific, PT. Aneka Kimia, PT. Kertas Nusantara, PT. Saran Makin Mulia, PT. Tanjung Enim Lestari dan banyak lagi. PT. Pagarin Anugrah Sejahtera mendapat quota sebanyak 119.000 ton, selama setahun oleh Menteri Perdagangan RI untuk memenuhi permintaan industri di Indonesia. Izin itu berlaku hingga 30 April 2012 katanya selanjutnya pada Koran Tribun di Medan. Pada sisi lain, importir PT. Garindo Sejahtera Abadi yang disegel di Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara ternyata telah mengimpor garam non-industri secara ilegal sebanyak 28.875 ton. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa memastikan garam impor PT. Garindo Sejahtera Abadi yang disegel di Pelabuhan Belawan tidak akan masuk ke pasar dalam negeri. Pilihannya adalah garam akan direekspor kembali atau dimusnahkan. Dua Kementerian Memiliki Data Saling Berbeda

Data yang dimiliki Kementerian Kelautan dan Perikanan RI mencatat impor garam sudah mencapai 935 ribu ton. Jika dibandingkan dengan target produksi garam dalam negeri sebanyak 1,4 juta ton, jumlah tersebut sudah sangat besar. Namun data dari Kementerian Perindustrian RI mencatat Indonesia membutuhkan 1,6 juta ton garam per tahun. Di mana 750 ribu ton untuk kebutuhan garam konsumsi langsung. Sedangkan, 600.000 ton untuk pengolahan ikan, dan 250.000 ton untuk industri makanan dan miniman. Dalam rapat Kabinet, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad menegaskan tidak ada lagi negosiasi bagi impor garam serta kukuh menolak kebijakan impor garam. Fadel mengatakan, petani Indonesia mampu memproduksi garam sehingga tak perlu lagi mengimpor. Menurutnya, sebagai bangsa yang besar dengan garis pantai yang luas, Indonesia dirasa mampu memenuhi kebutuhan garam tanpa mengimpor. Karena itu, Fadel minta produksi garam dalam negeri harus ditingkatkan. Perkataan seperti ini seharusnya disampaikan oleh Presiden SBY sendiri. Data yang berbeda ini, lumrah terjadi di semua Kementerian. Pertanyaan kita, bagaimana membuat perencanaan yang baik dan akurat kalau data saja tidak seragam pada masing-masing Kementerian. Impor Garam Merendahkan Martabat Bangsa Indonesia Kondisi produksi serta kualifikasi garam dalam negeri masih jalan ditempat bahkan mundur setelah Indonesia merdeka sejak 1945. Bahkan dikatakan sendiri oleh Dirjen Industri Berbasis Manufaktur Kementerian Perindustrian, Panggah Susanto. Kualitas produk dalam negeri juga masih belum memenuhi standar untuk dapat dikomsumsi masyarakat. Garam lokal dengan kualitas seperti saat ini, dibeli dengan harga K2 Rp. 380/kg, padahal dengan biaya operasional yang juga meningkat, petani garam mengharapkan sekitar K1 Rp. 700/kg. Secara bertahap kualitas garam dalam negeri sudah mulai membaik, sehingga diharapkan dapat dibeli dengan harga K2 antara Rp.550 Rp.600 per kg. Garam yang saat ini dijual ke PT Garam, BUMN garam pada kisaran K1 Rp 530 per kg, sedangkan garam K2 Rp 380 per kg.

Indonesia sebagai negara Bahari, semua wilayah Indonesia dikelilingi oleh lautan yang sangat luas juga sebagai negara yang memiliki garis pantai terbesar kedua di dunia, lalu memiliki iklim tropis yang sangat mendukung. Mengapa membuat garam saja yang mencukupi kebutuhan Nasional tidak bisa ? Pada 2010 kebutuhan garam di dalam negeri yang sebanyak 1,4 juta ton hanya bisa terpenuhi sebanyak 310.683,76 ton dari petani garam rakyat suatu kondisi sangat menyedihkan (Impor 450% = Indonesia negara pengimpor garam terbesar didunia). Seharusnya Indonesia dapat memproduksi garam sendiri untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari bahkan bisa mengekspornya ke negaranegara lain. Apa susahnya membuat garam yang berkualitas ? Seperti spesifikasi ini ? : Garam Kasar dan Garam Halus : 1. Kadar Garam min 97% ; 2. Kadar Air 0, 03% ; 3. Impurity 3%. NaCl untuk garam konsumsi manusia tidak boleh lebih rendah dari 97 % untuk garam kelas satu, dan tidak kurang dari 94 % untuk garam kelas dua. Tingkat kelembaban disyaratkan berkisar 0,5 % dan senyawa SO4 tidak melebihi batas 2,0 %. Kadar iodium berkisar 30 80 ppm. Para ahli kimia Industri Indonesia juga sudah banyak apakah untuk membuat dengan spesifikasi tersebut tidak bisa ? Amat sangat bingung dan rendahnya kualifikasi kita ini. Betapa banyaknya uang negara yang dimanipulasi para pejabat Indonesia jika dihitung, akan terlalu kecil investasi untuk membuat Pabrik Garam tercanggih sekalipun yang bermitra dengan petani garam dengan kapasitas 2 Juta ton bahkan lebih. Mudahnya Proses Produksi Garam Produksi pembuatan garam hanya untuk menguapkan air laut dalam sejumlah petakan di pinggir pantai yang landai. Air laut tersebut diuapkan sampai mengering. Kandungan air laut setiap liternya bisa berisi 7 mineral (CaSO4, MgSO4, MgCl2, KCl, NaBr, NaCl, dan air) dengan berat total 1.025,68 gram. Setelah terjadi proses pengkristalan maka selanjutnya akan diperoleh garam dengan kepekatan 16,75 - 28,5 derajat Be setara dengan 23,3576 gram. Untuk menghasilkan garam dapur konsumsi hanya diperoleh 40,97 % dari jumlah semula. Kemudian dengan sentuhan sedikit teknologi untuk menghilangkan 6 mineral lainnya agar dicapai NaCl = 97%. Pabrik garam yang bisa meningkatkan kualitas garam inilah yang perlu difasilitasi oleh negara sejak dahulu.

Pemerintah mengakui bahwa banyak kendala untuk mewujudkan swasembada garam Pemerintah bercita-cita bisa berswasembada garam konsumsi atau garam rumah tangga pada Tahun 2012 dan garam industri tahun 2015. (Masih saja berwacana dan bercita-cita bikin garam yang baik setelah 66 Tahun Indonesia Merdeka). Pemerintah melalui Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengatakan kendala-kendala itu antara lain : 1. Isu kelembagaan akibat lemahnya posisi tawar petambak garam atau petani garam. Hal ini terjadi karena tidak adanya perhatian Pemerintah selama ini kepada petani Garam. 2. Isu infrastruktur dan fasilitas produksi, karena lahan potensial baru setengahnya yang dimanfaatkan untuk memproduksi garam dan dikelola selama ini dengan fasilitas masih tradisional. 3. Masalah permodalan dan manajemen usaha. Pengusaha garam nasional mengalami kesulitan dalam mengakses lembaga keuangan pembiayaan untuk memperoleh modal usaha. 4. Masalah regulasi, yang menyangkut pengaturan pengadaan garam beryodium, penetapan harga awal, dan pengaturan garam impor. 5. Mengenai tata niaga, terkait dengan impor garam sering dilakukan pada saat panen raya, dan masih tingginya deviasi harga di tingkat produsen dan konsumen, serta terjadinya penguasaan kartel perdagangan garam di tingkat lokal dan regional. (detikFinance) Kendala yang disampaikan Pemerintah tersebut adalah alasan yang sangat klasik merupakan lagu lama, adalah bukti nyata bahwa pemerintah selama ini mengabaikan, lalai serta tidak memperhatikan rakyatnya terutama para petani garam dalam kaitannya dengan tulisan ini. (Perhatikan dan baca Pasal 33 dan Pasal 34 UUD 1945 bahwa UUD 1945 telah dilanggar oleh Pemerintah) (000).

RESENSI ARTIKEL Impor Garam Merendahkan Martabat Indonesia Dalam artikel yang ditulis oleh Ashwin Pulungan dengan judul Impor Garam Merendahkan Martabat Indonesia ini dibahas mengenai kondisi bangsa Indonesia yang notabene merupakan bangsa yang memiliki banyak petani garam akan tetapi justru mengimpor garam dari negara lain untuk konsumsinya. Bahkan banyak ditemukan kasus impor garam ilegal yang terdeteksi. Mengapa hal ini bisa terjadi? Padahal Indonesia merupakan Negara dengan garis pantai yang terbesar kedua di dunia, tentu seharusnya bisa memproduksi garam dengan kuota yang sangat besar karena banyak lahan yang mendukung. Untuk mendukung pendapatnya tersebut, Ashwin Pulungan memberikan data pendukung berupa perbedaan data yang dimiliki oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan serta kementerian Perindustrian. Data yang dimiliki Kementerian Kelautan dan Perikanan RI mencatat impor garam sudah mencapai 935 ribu ton. Namun data dari Kementerian Perindustrian RI mencatat Indonesia membutuhkan 1,6 juta ton garam per tahun. Hal ini menunjukkan kurangnya korelasi antar kementerian yang ada. Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad menegaskan tidak ada lagi negosiasi bagi impor garam serta kukuh menolak kebijakan impor garam. Beliau juga mengatakan bahwa sebagai bangsa yang besar dengan garis pantai yang luas, Indonesia dirasa mampu memenuhi kebutuhan garam tanpa mengimpor. Perkataan seperti ini seharusnya disampaikan oleh Presiden SBY sendiri. Disamping itu, kondisi produksi serta kualifikasi garam dalam negeri masih jalan ditempat bahkan mundur setelah Indonesia merdeka sejak 1945. Menurut penulis, pabrik garam yang bisa meningkatkan kualitas garam inilah yang perlu difasilitasi oleh negara sejak dahulu. Ia mengungkapkan kekecewaanya bahwa betapa banyaknya uang negara yang dimanipulasi para pejabat Indonesia jika dihitung jika dibandingkan dengan akan terlalu kecil investasinya untuk membuat pabrik garam tercanggih sekalipun yang bermitra dengan petani garam dengan kapasitas 2 Juta ton bahkan lebih. Beberapa permasalahan yang terjadi pada kasus impor garam ini ditanggapi pemerintah dengan memberi alasan kendala berupa isu kelembagaan akibat lemahnya posisi tawar petambak garam atau petani garam, isu infrastruktur dan

fasilitas produksi, masalah permodalan dan manajemen usaha, masalah regulasi, yang menyangkut pengaturan pengadaan garam beryodium, dan mengenai tata niaga. Sedangkan menurut penulis, alasan-alasan tersebut hanya merupakan lagu lama. Adalah bukti nyata bahwa pemerintah selama ini mengabaikan, lalai serta tidak memperhatikan rakyatnya terutama para petani garam dalam kaitannya dengan artikel yang ia buat. Pada artikel ini, penulis mengutarakan pendapatnya dengan gamblang tetapi beretika dan mudah dimengerti. Kelebihannya, ia menyertakan data-data akurat untuk mendukung pendapatnya tersebut. Judul artikel yang menarik juga merupakan salah satu kelebihan artikel ini. Selain itu, penulis juga dapat membawa suasana bagi pembaca sehingga tidak membosankan. Sedangkan, kelemahan dari artikel ini yaitu solusi yang ditawarkan oleh penulis untuk menyelesaikan masalah impor garam ini kurang dibahas dengan dalam. Akan tetapi, secara keselurukan artikel ini sudah bagus.

You might also like