You are on page 1of 3

HUKUM ADAT TURUN TANAH BAGI BAYI

Hidup manusia berproses sejak dan lahir sebagai bayi, berjalan, dewasa, menikah, menjadi tua dan akhirnya meninggal. Alangkah bahagianya bila pada setiap proses hidup itu selalu didahului atau direstui dengan suatu keberkatan. Hal ini di Indonesia telah menjadi suatu tradisi, tak terkecuali di Daerah Aceh. Di daerah ini ada suatu upacara yang dikenal dengan "Peutron Aneuk U Tanoh" atau turun tanah. Artinya, orang tua menurunkan bayi ke tanah. Hal ini dilakukan sewaktu bayi genap berusia 44 hari. Menjelang sang bayi berumur 44 hari itu, sang ibu harus pula melakukan berbagai pantangan. Hal ini dimaksudkan, agar si bayi dapat tumbuh sehat dan baik. Upacara "Turun Tanah" ini dipimpin oleh seorang Ketua Adat dengan menggendong si bayi menuju tangga rumah. Sambil mengucapkan doa-doa dari ayat suci Al-Quran, Ketua Adat menuruni tangga rumah dengan sang bayi tetap dalam gendongannya. Keluarga mengharapkan agar dengan doa-doa tersebut sang bayi dalam perjalanan hidupnya selalu mendapatkan keselamatan dan lindungan dari Allah. Setelah sampai di tanah, upacara dilanjutkan dengan mencincang batang pisang atau pohon keladi yang telah disediakan. Hal ini mengibaratkan suatu keperkasaan dan dimaksudkan agar si bayi kelak dikaruniai sifat-sifat perkasa dan kesatria. Ketua Adat melanjutkan acara dengan membawa masuk kembali sang bayi ke dalam nimah. Di dalam rumah ia mendapat salam sejahtera dari seluruh keluarga dan para hadirin. Upacara im dimeriahkan pula dengan permainan rebana, tari-tarian, pencak silat, dan permainan kesenian lainnya. Berbagai hidangan lezat seperti nasi dan lauk pauknya, dan kue-kue ikut memeriahkan upacara ini. Masyarakat Aceh sangat terkenal dengan ketaatan mereka kepada agama Islam, sehingga hidup berbudaya mereka banyak pula dipengaruhi oleh ajaranajaran Islam. Keluarga mengharapkan agar dengan doa-doa tersebut sang bayi dalam perjalanan hidupnya selalu mendapatkan keselamatan dan lindungan dari
1

Allah. Setelah sampai di tanah, upacara dilanjutkan dengan mencincang batang pisang atau pohon keladi yang telah disediakan. Hal ini mengibaratkan suatu keperkasaan dan dimaksudkan agar si bayi kelak dikaruniai sifat-sifat perkasa dan kesatria. Ketua Adat melanjutkan acara dengan membawa masuk kembali sang bayi ke dalam nimah. Di dalam rumah ia mendapat salam sejahtera dari seluruh keluarga dan para hadirin. Upacara im dimeriahkan pula dengan permainan rebana, tari-tarian, pencak silat, dan permainan kesenian lainnya. Berbagai hidangan lezat seperti nasi dan lauk pauknya, dan kue-kue ikut memeriahkan upacara ini. Masyarakat Aceh sangat terkenal dengan ketaatan mereka kepada agama Islam, sehingga hidup berbudaya mereka banyak pula dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam. Dari sudut pandang yang lain, ada berbagai macam upacara adat Jawa untuk bayi. Salah satunya yang terkenal adalah upacara mitoni atau disebut juga tingkepan. Upacara ini dilakukan saat bayi masih di dalam kandungan ibu. Mitoni dilakukan saat kehamilan ibu berusia tujuh bulan dan hanya dilakukan untuk kehamilan pertama saja. Pada upacara adat Jawa ini, ibu akan dimandikan dengan air kembang yang bertujuan untuk menyucikan sang ibu dan sang bayi. Pada upacara ini untuk bayi muslim dibacakan doa bernuansa Islam dengan harapan agar ibu dan anak selalu sehat terutama menjelang kelahiran. Upacara brokohan merupakan upacara adat Jawa yang dilaksanakan pada sore hari setelah bayi lahir. Upacara ini diadakan sebagai bentuk penyambutan dan rasa syukur atas lahirnya warga baru di dalam keluarga. Dalam upacara ini, terdapat sajian yang didoakan dan kemudian dibawa pulang para tamu. Upacara adat Jawa lain untuk bayi adalah selapanan. Upacara ini dilakukan ketika bayi adat Jawa tersebut telah mencapai usia 35 hari. Tujuannya untuk syukuran dengan tumpengan dan berdoa agar bayi diberi keselamatan. Pada saat upacara, rambut bayi dicukur dan kukunya dipotong. Hal ini bermakna untuk menolak segala macam bahaya dan mencegah terkena mantra. Upacara adat Jawa berikutnya terutama untuk bayi muslim adalah tedak sinten atau turun tanah. Upacara ini diadakan ketika bayi berusia 7 kali 35 hari atau sekitar 8 bulan. Pada peristiwa adat ini, bayi diperkenalkan pertama kalinya
2

untuk menginjak tanah. Makna dari tedak sinten adalah berharap supaya anak mampu berdiri sendiri dalam mengarungi kehidupan. Pada upacara ini, seorang bayi muslim akan terlebih dahulu dibasuh kakinya yang bermakna untuk memulai niat baik perlu jasmani dan rohani yang bersih. Setelah itu, bayi dibimbing oleh orangtua untuk menginjakkan tanah. Setelah menginjak tanah, bayi dituntun untuk menginjak tujuh sajian ketan yang melambangkan tujuh sifat baik yang diharapkan dimiliki sang anak tersebut. Pada akhirnya, berbagai upacara adat Jawa ini dilakukan sebagai bentuk penghargaan terhadap peristiwa kelahiran. Kelahiran merupakan peristiwa besar yang harus disyukuri. Upacara-upacara tersebut juga kaya akan doa dan harapan keselamatan untuk sang anak.

You might also like