You are on page 1of 29

PRESENTASI KASUS ANAK

BAB I STATUS PASIEN

A. IDENTITAS Nama Pasien Jenis Kelamin Tanggal Lahir Usia Alamat Agama Suku Bangsa Tanggal Masuk RS Tanggal Keluar RS No RM Ruang Perawatan : An. R.I.R. : Perempuan : 19 Agustus 2011 : 1 tahun 1 bulan : Sruwuh RT 41 Donotirto Kretek Bantul : Islam : Jawa : 2 Oktober 2012 : 5 Oktober 2012 : 481351 : Anggrek

B. ANAMNESIS Alloanamnesis dilakukan dengan ibu pasien tanggal 2 Oktober 2012

1. Keluhan Utama Batuk, pilek, dan demam.

2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan batuk, pilek, dan demam hilang timbul sejak 1 minggu SMRS. Nafas terdengar grok-grok. Pasien susah makan dan minum. Orang tua pasien mengaku batuk pilek sering kambuh dalam satu bulan terakhir ini disertai demam hilang timbul dan berat badan susah meningkat. Mual (-), muntah (-), sesak nafas (-).

3. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat asma disangkal Riwayat alergi obat disangkal Riwayat batuk pilek sering kambuh dalam satu bulan terakhir

4. Riwayat Penyakit Keluarga Anggota keluarga (ayah pasien) yang tinggal satu rumah sering batukbatuk berdahak lebih dari 3 minggu dan perokok aktif serta mendapat pengobatan rutin TBC dari dokter.

5.

Riwayat Pribadi a. Riwayat Kehamilan Ibu kontrol teratur setiap bulan ke bidan dan mendapat tablet tambah darah dan vitamin. Obat selalu diminum. Selama hamil ibu dinyatakan sehat, mual-mual (+), bengkak pada tungkai (-), perdarahan pervaginam (-). Ibu tidak pernah mengkonsumsi jamujamuan, tidak merokok, maupun mengkonsumsi obat-obatan. Ibu menyangkal mempunyai penyakit hipertensi, diabetes mellitus, asma, dan jantung.

b. Riwayat Persalinan Lahir di bidan usia kehamilan 39 minggu dengan berat badan lahir 2800 gram, bayi lahir spontan. Bayi lahir menangis kuat, air ketuban jernih, bayi tidak biru ataupun kuning.

c. Riwayat Pasca Persalinan Bayi dapat menetek kuat, tidak kuning, tidak biru, tidak sesak nafas, dan tidak kejang.

Kesan : Riwayat kehamilan cukup baik, riwayat persalinan baik, dan riwayat pasca persalinan baik.

d. Riwayat Makanan Usia 0-4 bulan 5-7 bulan Kualitas ASI ASI Bubur susu 8-13 bulan ASI Nasi tim Kuantitas Diberikan sesuka bayi Diberikan sesuka bayi 3 kali sehari, 1 piring kecil Diberikan sesuka bayi 3 kali sehari, 1 piring kecil

Kesan : Kualitas dan kuantitas makanan cukup

e. Vaksinasi BCG, Hepatitis B, DPT, Polio, Campak, imunisasi lengkap sesuai PPI (Pengembangan Program Imunisasi).

6.

Anamnesis Sistemik Sistem integumentum Sistem muskuloskeletal Sistem gastrointestinal Sistem respiratori Sistem kardiovaskular : kulit pucat (-), turgor melambat (-) : gerakan (+) bebas, lumpuh (-) : muntah (-), kembung (-), diare (-) : batuk (+), pilek (+), sesak nafas (-) : sesak (-), biru (-)

C. PEMERIKSAAN Kesan Umum Berat Badan Lingkar Kepala : Sedang, compos mentis : 8.7 kg : 43 cm

Tanda Utama (Vital Sign): Nadi Suhu badan Pernafasan : 101 x/menit : 38.1oC : 32 x/menit

Pemeriksaan Kulit Turgor dan elastisitas dalam batas normal, 2 detik Sianosis (-), pucat (-)

Pemeriksaan Kepala Bentuk kepala Rambut : Mesosefal : Hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata

Pemeriksaan Mata Palpebra Konjungtiva Sklera Pupil : Edema (-/-) : Anemis (-/-) : Ikterik (-/-) : Reflek cahaya (+/+), isokor (+/+)

Pemeriksaan Telinga Otore (-/-) Nyeri tekan (-/-) Serumen (-/-)

Pemeriksaan Hidung Sekret (+/+) Epistaksis (-/-)

Pemeriksaan Leher Kelenjar tiroid Kelenjar limfanodi : Tidak membesar : Membesar (+), nyeri (-)

Pemeriksaan Thorax

Depan

Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

Simetris (+), retraksi (-), ketinggalan gerak (-) Vokal fremitus kanan=kiri, ketinggalan gerak (-) Sonor (+) di kedua bagian paru Vesikuler (+) normal, ronki basah kasar (+), wheezing (-) Simetris (+), retraksi (-), ketinggalan gerak (-) Vokal fremitus kanan=kiri, ketinggalan gerak (-) Sonor (+) di kedua bagian paru Vesikuler (+) normal, ronki basah kasar (+), wheezing (-)

Belakang Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

Jantung Inspeksi Palpasi : Iktus kordis tidak tampak : Iktus kordis teraba pada sela iga ke 5 linea midclavicula kiri, teraba tidak kuat angkat Perkusi : Batas jantung Kanan atas Kiri atas Kanan bawah Kiri bawah Auskultasi : : SIC II linea para sternalis kanan. : SIC II linea para sternalis kiri. : SIC IV linea para sternalis kanan. : SIC V linea midklavikula kiri.

S1 & S2 reguler, bising jantung (-)

Pemeriksaan Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi : Datar (+), simetris (+) : Peristaltik (+) : Timpani (+) : Supel (+), turgor dan elastisitas baik, hepar dan lien tidak teraba

Pemeriksaan Ekstremitas

Tungkai Kanan Gerakan Tonus Trofi Edema Bebas Normal Eutrofi : 8.7 10.4 11.5 10.4 Kiri Bebas Normal Eutrofi Kanan Bebas Normal Eutrofi -

Lengan Kiri Bebas Normal Eutrofi -

Status Gizi

: 0.6 SD (baik)

Kebutuhan Kalori Kalori total Protein Lemak : 8.7 x 100 : 870 kcal : 87 kcal : 174 kcal

Karbohidrat : 609 kcal

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Parameter Hasil Satuan Nilai Normal

Tanggal 2 Oktober 2012 HB AL (Angka Leukosit) AE (Angka Eritrosit) AT (Angka Trombosit) HMT (Hematokrit) Hitung Jenis Leukosit Eosinofil 1 % 2-4 12.5 14.1 4.8 414 37.2 gr % L : 13-17; P : 12-16

ribu/ul Dws : 4-10; Anak : 9-12 juta/ul L : 4.5-5.5; P : 4.0-5.0

ribu/ul 150-450 % L : 42-52; P : 36-46

Basofil Batang Segmen Lymposit Monosit

1 3 67 23 5

% % % % %

0-1 2-5 52-67 20-35 4-8

2. Foto Rontgen Tampak pemadatan limfonodi hilus Tampak infiltrat perihiler di kedua pulmo Besar cor normal KESAN: PKTB

E. Diagnosis Kerja 1. ISPA 2. TB Paru pada Anak 3. Status Gizi: BAIK

F. TERAPI Infus D 5% makro 5 tpm Injeksi ampicilin 3x250 mg Injeksi cefotaxim 3x250 mg Injeksi metilprednisolon 3x9.4 mg PO paracetamol syr 1 cth k/p Nebulizer ventolin 1.75cc / 8 jam

Diet : 3 x nasi tim

G. FOLLOW UP

Rabu, 03 Oktober 2012

Batuk (+), pilek (+), batuk grok-grok, demam (-), BAB/BAK lancar KU BB VS Kepala Sedang, Compos Mentis 8.7 kg T 36.3 C; N 100 x/menit; RR 28 x/menit Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret mata (-/-), sekret hidung (+/+), sekret telinga (-/-),

O Leher Thorax

candidiasis oral (-) Limfanodi teraba (+) Simetris (+), retraksi (-), vesikular (+/+), suara tambahan Ronki Basah Kasar (+/+), cor S1 S2 regular Abdomen Supel (+), peristaltik (+)

Ekstremitas Akral hangat (+) ISPA A TB Paru Anak Status Gizi Baik Infus D 5% makro 5 tpm Injeksi ampicilin 3x250 mg Injeksi cefotaxim 3x250 mg Injeksi metilprednisolon 3x9.4 mg P PO paracetamol syr 1 cth k/p Nebulizer ventolin 1.75cc / 8 jam

Diet : 3 x nasi tim

Fisioterapi

Kamis, 04 Oktober 2012

Batuk (+), pilek (-), batuk grok-grok, demam (-), BAB/BAK lancar KU BB VS Kepala Sedang, Compos Mentis 8.7 kg T 36 C; N 99 x/menit; RR 24 x/menit Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret mata (-/-), sekret hidung (-/-), sekret telinga (-/-),

O Leher Thorax

candidiasis oral (-) Limfanodi teraba (+) Simetris (+), retraksi (-), vesikular (+/+), suara tambahan Ronki Basah Kasar (+/+), cor S1 S2 regular Abdomen Supel (+), peristaltik (+)

Ekstremitas Akral hangat (+) ISPA A TB Paru Anak Status Gizi Baik Infus D 5% makro 5 tpm Injeksi ampicilin 3x250 mg Injeksi cefotaxim 3x250 mg Injeksi metilprednisolon 3x9.4 mg P PO paracetamol syr 1 cth k/p Nebulizer ventolin 1.75cc / 8 jam

Diet : 3 x nasi tim

Fisioterapi

Jumat, 05 Oktober 2012

Batuk (+), pilek (-), demam (-), BAB/BAK lancar KU BB VS Kepala Sedang, Compos Mentis 8.7 kg T 36.2 C; N 95 x/menit; RR 24 x/menit Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret mata (-/-), sekret hidung (-/-), sekret telinga (-/-),

O Leher Thorax

candidiasis oral (-) Limfanodi teraba (+) Simetris (+), retraksi (-), vesikular (+/+), suara tambahan Ronki Basah Kasar (+/+), cor S1 S2 regular Abdomen Supel (+), peristaltik (+)

Ekstremitas Akral hangat (+) A TB Paru Anak Status Gizi Baik BLPL P PO Lasal 3x1/2 cth

Kontrol tanggal 09 Oktober 2012

Batuk (+), pilek (-), demam (-), BAB/BAK lancar KU BB VS Kepala Sedang, Compos Mentis 8.8 kg T 36.4 C; N 98 x/menit; RR 24 x/menit Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sekret mata (-/-), sekret hidung (-/-), sekret telinga (-/-),

O Leher Thorax

candidiasis oral (-) Limfanodi teraba (+) Simetris (+), retraksi (-), vesikular (+/+), suara tambahan Ronki Basah Kasar (+/+), cor S1 S2 regular Abdomen Supel (+), peristaltik (+)

Ekstremitas Akral hangat (+) A TB Paru Anak Status Gizi Baik PO Isoniazid 1x90 mg P PO Rifampisin 1x135 mg PO Pirazinamid 2x90 mg PO Heptasan 1x1/3 tablet

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Tuberkulosis merupakan
1

penyakit

infeksi

yang
5

disebabkan

oleh

Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium bovis.

B. EPIDEMIOLOGI Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara-negara

berkembang, karena jumlah anak berusia di bawah 15 tahun adalah 40-50 % dari jumlah seluruh populasi. 4 Dye dkk. (2000) melaporkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam kasus tuberkulosis (0,4 juta kasus baru) setelah India (2,1 juta kasus) dan Cina (1,1 juta kasus). Jumlah seluruh kasus TB anak dari 7 Rumah Sakit Pusat Pendidikan di Indonesia selama 5 tahun (2006-2010) adalah 1086 penderita TB dengan angka kematian bervariasi dari 0-14,1 %. Kelompok usia terbanyak adalah 12-60 bulan (42,9 %), sedangkan untuk bayi kurang dari 12 bulan didapatkan 16,5 %. 4, 6

C. ETIOLOGI Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882. Basil tuberkel termasuk ke dalam famili Mycobacteriaceae. M tuberculosis adalah kuman aerob, tidak berspora, tidak motil, pertumbuhannya lambat, berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut juga sebagai basil tahan asam (BTA). Basil tuberkulosis tidak membentuk toksin (baik endotoksin maupun eksotoksin). Basil tuberkulosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan kering, tetapi dalam cairan mati pada suhu 60 C dalam 15-20 menit. Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa

jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun. 1, 2, 4, 5

D. KLASIFIKASI Ranke membagi tuberkulosis dalam 3 stadium, yaitu: 5 Stadium pertama Stadium kedua Stadium ketiga tuberculosis) Klasifikasi lain dari tuberkulosis ialah : 5 Tuberkulosis primer : merupakan infeksi pertama dari tuberkulosis Tuberkulosis subprimer : merupakan komplikasi tuberkulosis primer Tuberkulosis pascaprimer : merupakan reinfeksi yang dapat terjadi endogen dan eksogen setelah infeksi primer sembuh : kompleks primer dengan penyebaran limfogen : pada waktu terjadi penyebaran hematogen : tuberkulosis paru menahun (chronic pulmonary

Sekarang stadium, yaitu : 5

dipakai klasifikasi yang membagi tuberkulosis menjadi dua

1. Tuberkulosis primer 2. Tuberkulosis pasca primer

E. CARA PENULARAN Penularan Mycobacterium tuberculosis biasanya melalui udara, sehingga sebagian besar fokus primer tuberkulosis terdapat dalam paru. Selain melalui udara, penularan dapat per oral misalnya minum susu yang mengandung basil tuberkulosis, biasanya Mycobacterium bovis. Dapat juga terjadi melalui kontak langsung misalnya melalui luka atau sangat jarang dijumpai. 5 Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke dalam bentuk droplet. Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa lecet di kulit. Tuberkulosis kongenital

jam. Orang dapat terinfeksi apabila droplet tersebut masuk ke dalam saluran pernafasan, kemudian kuman TB dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa di sekitarnya. Hal ini disebabkan karena kuman TB sangat jarang ditemukan dalam sekret endobronkial dan jarang terdapat batuk. 4 Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari paru-paru. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif, maka penderita tersebut dianggap tidak menular. 1

F. FAKTOR RISIKO Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun timbulnya penyakit TB pada anak dibagi menjadi faktor risiko infeksi dan faktor risiko progresi infeksi menjadi penyakit (risiko penyakit). 4

Risiko Infeksi TB Faktor risiko terjadinya infeksi TB adalah sebagai berikut : anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TB aktif, daerah endemis, kemiskinan, serta lingkungan yang tidak sehat (tempat penampungan atau panti perawatan). Kemungkinan seseorang terinfeksi TB juga ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. 1, 4 Faktor risiko TB pada anak yang terpenting adalah pajanan dari orang dewasa yang infeksius. Bayi dari seorang ibu dengan BTA sputum positif

memiliki risiko tinggi terinfeksi TB. Semakin dekat bayi tersebut dengan ibunya, makin besar pula kemungkinan bayi tersebut terpajan percik renik (droplet nuclei) yang infeksius. 4 Risiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak-anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum yang positif, terdapat infiltrat luas pada lobus atau kavitas, produksi sputum yang banyak dan

encer, batuk produktif dan kuat, serta terdapat lingkungan yang kurang sehat, terutama sirkulasi udara yang tidak baik. 4

Risiko Penyakit TB Orang yang telah terinfeksi kuman TB tidak selalu akan mengalami sakit TB. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan progresi infeksi TB menjadi sakit TB adalah:4 1. Usia Anak 5 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB, mungkin karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur). Resiko tertinggi terjadinya progresivitas TB adalah pada dua tahun pertama setelah infeksi. Namun, risiko sakit TB ini akan berkurang secara bertahap seiring pertambahan usia. Pada bayi < 1 tahun yang terinfeksi TB, 43 % akan menjadi sakit TB. Sedangkan pada anak usia 1-5 tahun, yang menjadi sakit TB hanya 24 %, pada usia remaja 15 %, dan pada dewasa 5-10 %. Anak < 5 tahun juga memiliki risiko lebih tinggi mengalami TB diseminata (misal TB milier dan TB meningitis), dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi.

2. Konversi tes tuberkulin dalam 1-2 tahun terakhir

3. Malnutrisi

4. Keadaan imunocompromised (misal pada infeksi HIV, transplantasi organ, keganasan, pengobatan imunosupresi)

5. Faktor yang tidak kalah penting adalah status sosioekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang, kepadatan hunian, pengangguran dan pendidikan yang rendah, dan kurangnya dana untuk pelayanan masyarakat.

G. PATOGENESIS Masuknya basil tuberkulosis tidak selalu menimbulkan penyakit. Terjadinya infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil tuberkulosis, serta daya tahan tubuh manusia. 5 Paru merupakan port dentre lebih dari 98 % kasus infeksi TB. Kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup sangat kecil ukurannya (<5 m), sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap di sana. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis nonspesifik. Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB, dan biasanya mampu menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB, kemudian kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni di tempat tersebut. 1, 4

Infeksi Primer Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Infeksi primer biasanya terjadi dalam paru. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus primer Ghon. Ghon dan Kudlich (1930) menemukan bahwa 95,93 % dari 2114 kasus mereka mempunyai fokus primer di dalam paru. Hal ini disebabkan penularan sebagian besar melalui udara dan mungkin juga karena jaringan paru mudah kena infeksi tuberkulosis (susceptible).
1, 4, 5

Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembangbiak dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Setelah itu, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju ke kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, maka kelenjar limfe yang terlibat adalah kelenjar limfe

parahilus. Sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, maka kelenjar limfe yang terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer adalah gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis). 1,4 Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman higga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Di dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. 4 Pada minggu-minggu awal proses infeksi terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB, sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberkulin, akan mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, dinyatakan telah terjadi infeksi TB primer. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, saat sistem imun seluler berkembang, maka proliferasi kuman TB akan berhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB tetap dapat hidup dalam granuloma. 4 Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita TB. 1

Apabila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB yang masuk ke dalam alveolus akan segera dimusnahkan. Kemudian, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkejuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi proses penyembuhannya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. 4 Kompleks primer dapat mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis local. Jika terjadi nekrosis perkejuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus, sehingga meninggalkan kavitas paru. Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal saat infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus akan terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru. Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkejuan dapat menimbulkan erosi dan merusak dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Masa perkejuan dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus, sehingga menyebabkan gabungan pneumonia dan atelektasis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi. 4 Penyebaran limfogen dan hematogen dapat terjadi selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Penyebaran hematogen inilah yang membuat penyakit TB disebut penyakit sistemik. Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread), dan melalui cara inilah kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit, sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunya vaskularisasi baik, misalnya tulang, ginjal, dan paru

sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya. Di dalam koloni yang terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial ini disebut fokus Simon. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus Simon ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang dan lain-lain. 4 Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar, serta frekuensi berulangnya penyebaran. TB diseminata ini terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita. 4 Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilah milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian (millet seed). Lesi ini secara patologi anatomik berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologik merupakan granuloma. 4 Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30 % anak yang terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10 % anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahuin, tetapi dapat juga terjadi 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer. 4

Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB) Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh yang menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atu efusi pleura. 1

H. MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis TB sangat bervariasi dan bergantung kepada faktor kuman TB, pejamu, serta interaksi antara keduanya. Faktor kuman bergantung pada jumlah kuman dan virulensi, sedangkan faktor pejamu bergantung pada usia, kompetensi imun dan kerentanan pejamu saat awal terjadinya infeksi. Anak kecil seringkali tidak menunjukkan gejala, walaupun pada foto rontgen sudah tampak pembesaran kelenjar hilus. 4 Proses infeksi TB tidak langsung memberikan gejala. Permulaan tuberkulosis primer biasanya sukar diketahui secara klinis, karena penyakit mulai secara perlahan-lahan. Kadang-kadang tuberkulosis ditemukan pada anak tanpa keluhan atau gejala. Uji tuberkulin biasanya positif dalam 4-8 minggu setelah kontak awal dengan kuman TB. 4, 5 Pada awal terjadinya infeksi TB, dapat dijumpai demam yang tidak begitu tinggi dan eritema nodosum, tetapi kelainan kulit ini jarang dijumpai pada anak. Gejala tuberkulosis primer dapat juga berupa panas yang naik turun selama 1-2 minggu dengan atau tanpa batuk dan pilek. Gambaran klinis tuberkulosis primer lain ialah panas, batuk, anoreksia, batuk, berat badan yang menurun. Tuberkulosis dapat juga menunjukkan gejala seperti bronkopneumonia, sehingga pada anak dengan gejala bronkopneumonia yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan bronkopneumonia yang adekuat harus dipikirkan kemungkinan tuberkulosis. 4, 5 Sebagian besar manifestasi klinis sakit TB terjadi dalam 5 tahun pertama, terutama pada 1 tahun pertama, dan 90 % kematian karena TB terjadi dalam tahun pertama setelah diagnosis TB. 4

Manifestasi Sistemik (Umum / Nonspesifik) Gejala sistemik yang sering timbul salah satunya adalah demam. Temuan demam pada pasien TB berkisar antara 40-80 % kasus. Demam biasanya tidak tinggi dan hilang timbul dalam jangka waktu yang cukup lama. Manifestasi sistemik lain yang sering dijumpai adalah anoreksia, berat badan tidak naik (turun, tetap, atau naik namun tidak sesuai grafik tumbuh), dan malaise (letih, lesu, lemah, lelah). 4 Pada sebagian kasus TB paru pada anak, tidak ada manifestasi respiratorik yang menonjol. Batuk kronik merupakan gejala tersering pada TB paru dewasa. Sedangkan pada anak, gejala batuk kronik lebih sering disebabkan oleh asma. Fokus primer TB paru pada anak umumnya terdapat di daerah parenkim paru yang tidak memiliki reseptor batuk. Gejala batuk kronik pada TB anak dapat timbul bila limfadenitis regional menekan bronkus, sehingga merangsang reseptor batuk secara kronik. Batuk berulang dapat timbul bila anak dengan TB mengalami penurunan imunitas tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi respiratorik akut (IRA) berulang. Gejala sesak jarang dijumpai, kecuali pada keadaan sakit berat yang berlangsung akut, misalnya pada TB milier dan efusi pleura. 4 Gejala umum atau nonspesifik pada TB anak secara ringkas adalah sebagai berikut : 1, 4 Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik (failure to thrive) Nafsu makan tidak ada (anorexia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik dengan adekuat (failure to thrive) Demam lama ( 2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain), yang dapat disertai keringat malam. Demam pada umumnya tidak tinggi Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multipel. Paling sering di daerah leher, ketiak dan lipatan paha (inguinal) Gejala-gejala dari saluran nafas, yaitu batuk lama > 3 minggu (sebab lain telah disingkirkan), tanda cairan di dada dan nyeri dada

Gejala-gejala dari saluran cerna : diare persisten dan berulang yang tidak sembuh dengan pengobatan, benjolan (massa) di abdomen, dan tandatanda cairan dalam abdomen

Manifestasi Spesifik Organ / Lokal 4, 5 Manifestasi klinis spesifik tergantung pada organ yang terkena. 1. Kelenjar limfe Kelenjar yang sering terkena adalah kelenjar limfe kolli anterior atau posterior. Selain itu juga dapat terjadi di aksila, inguinal, submandibula, dan supraklavikula. Secara klinis, biasanya kelenjar yang terkena biasanya multipel, unilateral, tidak panas pada perabaan, dan dapat saling melekat (confluence) satu sama lain akibat adanya inflamasi pada kapsul kelenjar limfe (perifocal inflammation).

2. Manifestasi neurologis - Meningitis TB Terjadi akibat penyebaran langsung kuman TB ke jaringan selaput saraf (meningens) pada tipe penyebaran acute generalized hematogenic. Walapun jarang, meningitis TB dapat juga terjadi pada protracted hematogenic spread akibat pecahnya suatu fokus TB lama ke dalam vascular. Mekanisme lain adalah pecahnya focus lama di selaput meningeal yang terbentuk pada masa occult hematogenic spread ke dalam ruang subaraknoid, yang merupakan bentuk lain reaktivasi TB. Gejala biasanya berhubungan dengan gangguan saraf kranial, misalnya nyeri kepala, penurunan kesadaran, kaku kuduk, dan kejang.

- Tuberkuloma otak Manifestasi klinisnya sesuai dengan lesi fokal otak (proses desak ruang) yang tumbuh secara lambat, misalnya nyeri kepala, muntah.

3. Tulang Gejala yang umum ditemukan pada TB tulang adalah nyeri, bengkak di sendi yang terkena dan gangguan atau keterbatasan gerak. Gejala infeksi sistemik biasanya tidak nyata. Pada bayi dan anak yang sedang tumbuh, epifisis tulang merupakan daerah dengan vaskularisasi tinggi yang disukai oleh kuman TB. Oleh karena itu, TB tulang lebih sering terjadi pada anak daripada orang dewasa. Manifestasi klinis TB tulang biasanya muncul secara perlahan dan samar, sehingga sering lambat terdiagnosis dan tidak jarang pasien datang pada tahap lanjut denngan kelainan tulang yang sudah lanjut dan ireversibel.

Bentuk-bentuk TB tulang : tulang punggung (spondilitis) : gibbus tulang panggul (koksitis) : pincang tulang lutut (gonitis) : pincang dan atau bengkak tulang kaki dan tangan spina ventosa (daktilitis)

4. Kulit - skrofuloderma

5. Mata - Konjungtivitis fliktenularis Konjungtivitis fliktenularis dapat juga dijumpai pada anak dengan tuberkulosis. Flikten pada mata diduga sebagai gejala hipersensitivitas dan dalam flikten tidak terdapat basil tuberkulosis. Selama tuberkulosis atau fokus tuberkulosis masih ada, flikten sering tetap hilang timbul.

- Tuberkel koroid

6. TB organ-organ lainnya, misal peritonitis TB, TB ginjal, dan lain-lain

I. DIAGNOSIS Diagnosis TB paling tepat adalah dengan ditemukannya kuman TB dari bahan yang diambil dari penderita, misalnya dahak, bilasan lambung, biosi, dan lain-lain. Tetapi pada anak hal ini sulit dan jarang didapat, sehingga sebagian besar diagnosis TB anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran foto rontgen dada dan uji tuberkulin. Seorang anak harus dicurigai menderita tuberkulosis apabila : 1, 4 mempunyai sejarah kontak erat (serumah) dengan penderita TB BTA positif terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG dalam 3-7 hari Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat dalam 3-7 hari berupa kemerahan dan indurasi 5 mm, maka anak tersebut dicurigai terinfeksi M. tuberculosis terdapat gejala umum TB

Uji Tuberkulin (Mantoux) 4 Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenik yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang telah telah terinfeksi TB (telah ada kompleks primer dalam tubuhnya) akan memberikan reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Indurasi ini terjadi karena vasodilatasi lokal, edem, endapan fibrin dan meningkatnya sel radang lain di daerah suntikan. Uji tuberkulin merupakan alat diagnosis TB yang sudah sangat lama dikenal, tetapi hingga saat ini masih mempunyai nilai diagnostik yang tinggi, terutama pada anak, dengan sensitivitas dan spesifisitas di atas 90 %. Uji tuberkulin adalah perangkat diagnosis untuk mengetahui adanya infeksi TB berdasarkan aspek imunitas seluler. Uji tuberkulin cara Mantoux dilakukan dengan menyuntikkan secara intrakutan 0,1 ml PPD RT-23 2TU atau PPD S 5TU, di bagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan.Yang diukur adalah indurasi yang timbul, bukan hiperemi. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan tepi indurasi, kemudian ditandai

dan diukur diameter transversal indurasi yang timbul dan dinyatakan hasilnya dalam milimeter. Jika tidak timbul indurasi sama sekali, hasilnya dilaporkan sebagai 0 mm, jangan hanya dilaporkan sebagai negatif. Apabila diameter indurasi 0-4 mm, dinyatakan uji tuberkulin negatif. Diameter 5-9 mm dinyatakan positif meragukan, karena dapat disebabkan oleh M. atipik dan BCG, atau memang karena infeksi TB. Untuk hasil yang meragukan ini, jika perlu diulang 2 minggu kemudian. Diameter indurasi 10 mm dinyatakan positif tanpa melihat status BCG pasien. Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-15 mm masih mungkin disebabkan oleh BCG selain oleh infeksi TB alamiah. Sedangkan bila ukuran indurasi 15 mm, hasil positif ini lebih mungkin karena infeksi TB alamiah dibandingkan karena BCG. Pengaruh BCG terhadap reaksi positif tuberkulin paling lama berlangsung hingga 5 tahun setelah penyuntikan. Oleh karena itu jika membaca tuberkulin pada anak-anak > 5 tahun, faktor BCG dapat diabaikan. Pada anak, kontak erat dengan pasien tuberkulosis dewasa aktif dan BTA positif, atau anak dengan imunocompromised, misal gizi buruk, keganasan, diameter indurasi 5 mm harus dicurigai telah terinfeksi TB. Pada anak tanpa risiko, tetapi tinggal di daerah endemis TB, uji tuberkulin perlu dilakukan pada umur 1 tahun, 4-6 tahun, dan 11-16 tahun. Tetapi pada anak dengan risiko tinggi didaerah endemis TB, uji tuberkulin perlu dilakukan setiap tahun.

Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada 3 keadaan sebagai berikut : 1. Infeksi TB alamiah a. Infeksi TB tanpa sakit b. Infeksi TB dan sakit TB c. Pasca terapi TB 2. Imunisasi BCG (infeksi TB buatan) 3. Infeksi M. atipik/ M. leprae

Uji tuberkulin negatif pada 3 kemungkinan sebagai berikut : 1. Tidak ada infeksi TB 2. Dalam masa inkubasi infreksi TB 3. Anergi Keadaan penekanan sistem imun oleh berbagai keadaan, sehingga tubuh tidak memberikan reaksi terhadap tuberkulin, walaupun sebenarnya sudah terinfeksi TB. Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan anergi misalnya gizi buruk, keganasan, penggunaan steroid jangka panjang, sitostatika, campak, pertusis, varisela, influenza, TB yang berat, serta pemberian vaksinasi dengan vaksin virus hidup. Uji tuberkulin positif palsu dapat juga ditemukan pada keadaan penyuntikan yang salah dan salah interpretasi, demikian juga negatif palsu, di samping penyimpanan tuberkulin yang tidak baik sehingga potensinya menurun. Saat ini telah ditemukan pemeriksaan imunitas seluler cara lain, yaitu enzyme-linked immunospot interferon gamma (ELISpot TB), yang mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara hasil positif yang disebabkan oleh infeksi M. tuberculosis, oleh BCG, dan oleh infeksi M.atipik. Namun, pemeriksaan ini belum dapat membedakan antara infeksi TB dan sakit TB. Pemeriksaan ini juga belum dapat digunakan dalam praktek klinis, mengingat harganya masih mahal dan belum tersedia di Indonesia. Radiologis 4 Lebih dari 95 % TB primer terjadi di parenkim paru, sehingga foto toraks paru posteroanterior dan lateral selalu dilakukan. Komplek primer lebih banyak ditemukan pada foto toraks paru bayi dan anak kecil daripada dewasa. Gambaran rontgen paru pada TB tidak khas. Kelainan radiologis tersebut dapat juga ditemukan pada penyakit lain. Sebaliknya pada foto rontgen paru yang normal (tidak terdeteksi), tidak dapat menyingkirkan diagnosis TB jika klinis dan pemeriksaan penunjang lain mendukung. Dengan demikian, pemeriksaan rontgen paru saja tidak cukup untuk mendiagnosis TB.

Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah sebagai berikut : pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan / tanpa infiltrat konsolidasi segmental / lobar milier kalsifikasi atelektasis kavitas efusi pleura Jika dijumpai ketidaksesuaian (diskonkruensi) antara gambaran klinis (ringan) dengan gambaran radiologis (berat), harus dicurigai TB. Pada keadaan foto rontgen paru tidak jelas, bila perlu dilakukan pemeriksaan pencitraan lain, seperti CT-Scan toraks. Bakteriologis 4, 6 Diagnosis pasti TB dibuat jika ditemukan kuman tuberkulosis pada

pemeriksaan mikrobiologis. Pemeriksaan mikrobiologis yang dilakukan terdiri atas 2 macam, yaitu pemeriksaan mikroskopis hapusan langsung untuk menemukan basil tahan asam (BTA) dan pemeriksaan biakan kuman M. tuberculosis. Pemeriksaan tersebut sulit dilakukan pada anak, karena sulit mendapatkan spesimen, sehingga biasanya dilakukan bilas lambung (gastric lavage) 3 hari berturut-turut. Hasil pemeriksaan mikroskopik pada anak sebagian besar negatif. Sedangkan hasil biakan M. tuberculosis dengan media kultur seperti Lowenstein-Jensen memerlukan waktu yang lama yaitu sekitar 6-8 minggu. Sedangkan pemeriksaan biakan dengan sistem BACTEC mampu mendeteksi dalam 1-3 minggu, tetapi biayanya mahal dan secara teknologi lebih rumit. Perkembangan lain di bidang mikrobiologi adalah pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction), yang merupakan teknik amplifikasi urutan DNA yang spesifik. Secara teori, dengan metode ini kuman akan dapat dideteksi meskipun hanya ada 1 kuman M. tuberculosis pada bahan pemeriksa, sehingga diharapkan sensitivitasnya cukup tinggi. Akan tetapi, adanya positif palsu serta

tingginya variasi tingkat sensitivitas pada pemeriksaan PCR di berbagai laboratorium menyebabkan masih diperlukannya suatu sistem kontrol standar mutu yang lebih baik, sehingga belum digunakan sebagai pemeriksaan klinik rutin. Pada penderita TB dewasa, metode ini telah terbukti sensitivitas dan spesifisitasnya cukup tinggi, akan tetapi perannya dalam diagnosis TB anak masih kontroversial dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Patologi Anatomik 4 Pemeriksaan penunjang yang mempunyai nilai tinggi, walau tidak setinggi pemeriksaan mikrobiologi adalah pemeriksaan histopatologi yang dapat memberikan gambaran khas. Pemeriksaan patologi anatomik dapat menunjukkan gambaran granuloma yang ukurannya kecil, terbentuk dari agregasi sel epiteloid yang dikelilingi limfosit. Granuloma tersebut mempunyai karakteristik perkejuan atau area nekrosis kaseosa di tengah granuloma. Gambaran khas lainnya adalah ditemukannya multinucleated giant cell (sel datia Langhans). Diagnostik histopatologi dapat ditegakkan dengan ditemukannya perkejuan (kaseosa), sel epiteloid, imfosit dan sel datia Langhans. Namun, pemeriksaan ini sulit dalam mendapatkan spesimen pemeriksaan. Spesimen yang paling mudah dan paling sering diperiksa adalah limfadenopati kolli, dengan pemeriksaan biopsi aspirasi jarum halus atau biopsi. Pemeriksaan ini mempunyai perancu, yaitu infeksi M. atipik dan limfadenitis BCG yang secara histopatologis sulit dibedakan dengan TB. Serologik 4 Oleh karena pada anak, terutama anak kecil sulit mendapatkan spesimen untuk pemeriksaan basil TB, maka dicari pemeriksaan alternatif yang mudah pelaksanaannya, yaitu pemeriksaan serologis (pemeriksaan imunitas humoral). Selain itu, dengan pemeriksaan serologis diharapkan dapat membedakan antara infeksi TB dan sakit TB. Berbagai penelitian dan pengembangan pemeriksaan imunologik antigen-antibodi spesifik untuk M. tuberculosis, seperti ELISA (enzyme-linked immunoabsorbent assay) dengan menggunakan PPD, A60, 38kDa,

lipoarabinomanan (LAM) dengan bahan pemeriksaan dari darah, sputum, cairan bronkus, cairan pleura dan cairan serebrospinal, telah dilakukan. Juga yang akhirakhir ini diteliti adalah deteksi anti-interferon-gamma autoantibody (anti IFN-). Semua pemeriksaan ini umumnya masih dalam taraf penelitian untuk pemakaian klinis praktis.

Penegakan Diagnosis Pada uraian di atas, terlihat bahwa tidak ada satupun data klinis maupun penunjang selain pemeriksaan bakteriologis yang dapat memastikan pemeriksaan diagnosis TB. Diagnosis TB tidak dapat ditegakkan hanya dari anamnesis, pemeriksaan fisik atau pemeriksaan penunjang tunggal. Oleh karena sulit menegakkan diagnosis TB pada anak, banyak usaha membuat pedoman diagnosis dengan sistem skoring dan alur diagnostik. 4

You might also like