You are on page 1of 9

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu berkeinginan untuk berbicara, tukar-menukar gagasan, berbagi pengalaman, mengirim, dan menerima informasi. Keinginan akan terpenuhi melalui kegiatan interaksi, di mana kegiatan interaksi tidak terlepas dari keterampilan komunikasi antarmanusia. Keterampilan komunikasi memanfaatkan kemampuan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi karena komunikasi merupakan suatu kebutuhan manusia dalam hidupnya. Manusia lebih sering menggunakan komunikasi verbal saat berinteraksi dengan orang lain. Komunikasi verbal dapat dinyatakan melalui simbol-simbol atau melalui kata-kata yang baik dalam bentuk lisan maupun tulisan sebagai sarana untuk pertukaran informasi tentang apa yang dipikirkan dan dirasakan. Komunikasi verbal merupakan penyampaian yang melibatkan beberapa komponen yaitu suara, artikulasi, kelancaran, dan kemampuan bahasa. Komponen tersebut saling berkaitan tidak dapat dipisahkan sehingga mampu mengekspresikan perasaan, pikiran, dan pesan dengan rangkaian kaidah bahasa melalui kalimat yang sesuai dengan aturan tata bahasa yang dituturkan alat bicara. Komunikasi verbal ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Hampir semua rangsangan wicara yang disadari termasuk dalam pesan verbal disengaja merupakan usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan

dengan orang lain secara lisan. Komunikasi verbal yang melibatkan kemampuan berbicara secara lisan tidak mudah untuk dilakukan anak tunarungu saat berinteraksi dengan orang lain. Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kerusakan pada indra pendengarannya sehingga mereka memiliki keterbatasan dalam menerima rangsang bunyi melalui pendengarannya. Keterbatasan dalam menerima rangsang bunyi melalui pendengarannya juga mengakibatkan keterbatasan dalam kemampuan bicara anak tunarungu. Hilangnya pendengaran yang dimiliki oleh anak tunarungu menyebabkan anak tunarungu mempunyai masalah terhadap kemampuan penguasaan bahasa. Perkembangan bahasa dan bicara anak tunarungu mengalami gangguan sehingga anak tunarungu sulit memahami pembicaraan orang lain. Gangguan pendengaran yang dialami anak tunarungu dapat

mempengaruhi perkembangan kemampuan berbahasa dengan seluruh aspeknya. Pembelajaran bahasa untuk anak tunarungu sangat penting peranannya dalam pencapaian keberhasilan pendidikan adalah berbicara. Elizabeth Hurlock (dalam Edja Sadjaah, 2005:142), menyatakan anak normal berumur 2 tahun sudah memahami 200 kata, waktu anak berumur 6 tahun telah menguasai 3600 kata dengan 15000 macam arti sebgai basis percakapan. Usia 10 tahun anak telah mampu memahami isi bacaan dan kosa kata yang bisa dikuasainya sebanyak 6000 kata dengan 20000 macam arti.

Kemampuan bahasa anak normal berbeda dengan kemampuan bahasa anak tunarungu. Keterbatasan yang dimiliki oleh setiap anak tunarungu tidak menghilangkan hak setiap anak untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan termasuk di dalamnya kesempatan untuk memperoleh pendidikan. Hal ini seperti yang diungkapkan di dalam Undangundang No. 20 tahun 2003 Pasal 5 (2) dijelaskan bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Begitu juga dengan anak tunarungu berhak mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang sama dengan anak-anak normal lainnya. Karena setiap anak tunarungu juga berhak mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimiliki melalui pendidikan, baik pendidikan formal maupun non formal. Sehingga dengan begitu, anak tunarungu juga dapat hidup mandiri dan tidak tergantung dengan orang yang ada di sekitarnya. Hambatan mendengar yang dimiliki anak tunarungu, menyebabkan mereka memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi baik dalam menerima maupun menyampaikan pesan. Begitu juga dalam proses pembelajaran, anak tunarungu terkadang mengalami kesulitan dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru. Anak tunarungu sering mengalami kurang memahami materi pelajaran yang diajarkan oleh gurunya. Hal ini terjadi pada mata pelajaran bahasa, terutama kemampuan berbicara yang melalui aktivitas

bercakap dan wicara dalam pembelajarannya. Oleh karena itu, guru dalam mengajar bahasa harus mengupayakan agar anak didik dapat menerima dengan baik serta memahami materi yang sedang dipelajari. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan media yang tepat sehingga anak ampu dalam memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Berdasarkan pengamatan di SLB B Karnnamanohara yang terletak di wilayah kota Yogyakarta bagian utara, tepatnya di Jl.Pandean 2 gang Wulung Gandok Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta. Pengamatan yang dilakukan di kelas taman 3, ditemukan masalah-masalah tentang kurangnya kemampuan anak dalam memahami materi pelajaran bahasa saat anak melakukan percakapan. Anak mengalami kesulitan untuk

mengungkapkan ide atau pikiran dan penguasaan kosa kata yang minim. Tingkat penguasaan bahasa pada anak tunarungu akan berkembang melalui keterampilan komunikasi verbal dengan melatih kemampuan mengucap kata, mengucapkan kalimat, dan kemampuan mengungkapkan ide atau pikiran sehingga dapat dipahami orang lain. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran saat di kelas taman 3 masih secara klasikal, meskipun metode yang digunakan dalam pembelajaran dengan Metode Maternal Reflektif (MMR) yang melibatkan percakapan. Proses pembelajaran bahasa yang setiap hari melibatkan percakapan, maka anak harus aktif sehingga keterampilan komunikasi verbalnya akan terlatih.

Banyaknya jumlah anak di kelas taman 3 membuat guru sulit untuk mengkondisikan melihat berbagai karakteristik anak yang berbeda. Guru kurang memperhatikan anak yang belum menguasai materi, sehingga anak yang belum memahami materi hanya diam dan tidak memperhatikan sehingga terkesan pasif. Proses pembelajaran bahasa di kelas sangat berpengaruh terhadap keterampilan komunikasi verbal anak tunarungu. Proses pembelajaran di kelas tidak terlepas dari peran guru dalam menggunakan metode dan media saat mengajar. Metode yang digunakan guru sudah baik, tetapi guru belum menggunakan berbagai media yang bervariatif karena hanya menggunakan media papan identifikasi atau gambar saja dan guru belum menciptakan media baru yang tepat digunakan untuk pembelajaran. Mengatasi hal ini, perlu adanya penggunaan media pembelajaran yang menarik. Penggunaan media boneka jari merupakan salah satu media yang dapat digunakan dalam membantu anak tunarungu dalam pembelajaran bahasa. Media boneka jari yang terbuat dari kain flannel dapat dimodifikasi dengan membuat berbagai tokoh sesuai dengan ketentuan tema pengenalan profesi atau pekerjan yang akan diberikan saat pembelajaran. Pemilihan tema dalam kegiatan pembelajaran sebaiknya dikembangkan dari hal-hal yang ada disekitar anak sehingga menarik minat anak. Secara tampilan bentuk boneka jari juga menarik, penggunaanya dimainkan secara berpasangan pada jari tangan kanan

dan jari tangan kiri sehingga adanya percakapan yang akan memunculkan adanya komunikasi verbal. Berbagai bentuk boneka jari yang disesuaikan tema akan mempermudah guru dalam menyampaikan materi dan membuat pembelajaran lebih menarik perhatian siswa, sehingga akan membantu meningkatkan keterampilan komunikasi verbal. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan tersebut, dapat diidentifikasi permasalahan penelitian sebagai berikut: 1. Anak tunarungu kelas taman 3 di SLB B Karnnamanohara masih mengalami kesulitan dalam mengungkapkan ide atau pikiran sehingga saat proses pembelajaran terlihat pasif. 2. Komunikasi verbal yang mencakup kemampuan berbicara seperti

mengungkapkan ide atau pikiran, mengucapkan kata ,dan mengucapkan kalimat anak tunarungu kelas taman 3 di SLB B Karnnamanohara belum menggunakan bahasa dalam konteks yang benar terlihat masih sering mengalami kerancuan atau membolak-balikkan kata dalam kalimat sehingga sulit dipahami orang lain. 3. Banyak media yang digunakan dalam proses pembelajaran bahasa. Peneliti berkolaborasi dengan guru memilih menggunakan media boneka jari untuk meningkatkan keterampilan komunikasi verbal pada anak tunarungu kelas taman 3 di SLB B Karnnamanohara.

C. Batasan Masalah Berbagai permasalahan yang muncul, maka penelitian ini difokuskan dalam meningkatkan keterampilan komunikasi verbal melalui media boneka jari untuk anak tunarungu kelas taman 3 di SLB B Karnnamanohara. D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi yang telah dibatasi permasalahannya, maka peneliti dapat merumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana meningkatkan keterampilan komunikasi verbal melalui media boneka jari pada anak tunarungu kelas taman 3 di SLB B Karnnamanohara? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah maka penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan komunikasi verbal melalui media boneka jari pada anak tunarungu kelas taman 3 di SLB B Karnnamanohara. F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat bagi siswa Bagi anak tunarungu kelas taman 3 di SLB B Karnnamanohara, penggunaan media boneka jari merupakan salah satu media yang dapat digunakan saat proses pembelajaran bahasa untuk meningkatkan keterampilan komunikasi verbal.

2. Manfaat bagi guru Sebagai masukan untuk menggunakan media boneka jari dalam meningkatkan keterampilan komunikasi verbal anak tunarungu kelas taman 3 di SLB B Karnnamanohara dan pendidikan anak berkebutuhan khusus pada umumnya. 3. Manfaat bagi sekolah Sebagai umpan balik sekolah untuk menindak lanjuti tentang berbagai media yang tepat untuk meningkatkan keterampilan komunikasi verbal anak tunarungu kelas taman 3 di SLB B Karnnamanohara. G. Definisi Operasional Yang menjadi titik perhatian pada penelitian ini adalah: 1. Keterampilan komunikasi verbal merupakan kemampuan berbicara untuk menyampaikan dan mengekspresikan ide atau pikiran dengan bahasa yang baik, selain itu juga melibatkan beberapa komponen seperti suara, artikulasi, kelancaran, dan kemampuan bahasa. Keterampilan komunikasi verbal dalam penelitian ini lebih memperhatikan kemampuan anak tunarungu untuk mengungkapkan ide atau pikiran, mengucapkan kata, dan mengucapkan kalimat sederhana sehingga mudah dipahami orang lain. Penelitian keterampilan komunikasi verbal ini dilakukan dengan cara menirukan satu atau dua kata, kalimat sederhana yang terdiri dari tiga sampai empat kata, dan kemampuan peserta didik mengungkapkan ide terkait dengan kemampuan untuk mengenali bentuk objek media boneka jari.

2. Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kerusakan pada indra pendengarannya sehingga mereka memiliki keterbatasan dalam menerima rangsang bunyi melalui pendengarannya. Hambatan mendengar yang dimiliki anak tunarungu, menyebabkan mereka memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi baik dalam menerima maupun menyampaikan pesan. Mengatasi masalah hambatan tersebut, maka anak tunarungu memerlukan layanan pendidikan khusus yang tepat. 3. Media boneka jari merupakan media yang digunakan dalam penyampaian pembelajaran tujuannya mempermudah atau memperjelas materi yang disampaikan. Boneka jari terbuat dari kain flannel dan dibentuk menjadi berbagai macam profesi atau pekerjaan yang ada disekitar anak. Penggunaannya saat pembelajaran bahasa yaitu boneka jari diletakkan pada jari tangan kanan dan jari tangan kiri secara bepasangan sesuai dengan tokoh macam-macam profesi atau pekerjaan seperti dokter, perawat, polisi, dan guru yang akan diperagakan sehingga adanya percakapan yang akan memunculkan komunikasi verbal. Berbagai bentuk boneka jari yang disesuaikan tema akan mempermudah guru dalam menyampaikan materi dan membuat pembelajaran lebih menarik perhatian siswa, sehingga akan keterampilan komunikasi verbal. membantu meningkatkan

You might also like