You are on page 1of 6

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012

REFLEKSI KASUS
1. Kasus Seorang wanita 66 tahun datang ke rs.jogja dengan keluhan benjolan pada pusarnya. Benjolan tersebut sudah dirasakan sejak 3 tahun yang lalu. Benjolan tersebut sudah tidak dapat di kembalikan seperti semula dengan tangan. Pasien juga mengeluh perutnya sering terasa sakit, mual (+), muntah (+), BAB normal padat warna coklat. Disertai nafas sesak dan batuk. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat operasi sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit asma (+), jantung (+), hipertensi (+), DM (-), ginjal (-), alergi obat-obatan dan makanan (-). Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat penyakit asma (+) ibu pasien. Riwayat alergi, jantung, hipertensi, ginjal dan DM disangkal. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum Kesadaran Vital sign : TD RR S : 36 C STATUS PASIEN A. Diagnosis Pasien a. Hernia Umbilikalis dengan asma bronkial B. Status operasi ASA II 2. Permasalahan : cukup baik, gizi baik, tampak sesak : composmentis : 160/90 mmHg : 24 x/menit N : 82 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup

RM.01.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012

REFLEKSI KASUS
Bagaimana Penatalaksanaan Anestesi pada Asma Bronkial dan Usia Tua? 3. Pembahasan Penatalaksanaan Anestesi pada Asma Bronkial dan Usia Tua I. Penatalaksanaan Anestesia pada Usia Tua Usia tua menyebabkan beberapa organ mengalami banyak perubahan. Penurunan elastisitas dari pembuluh darah menyebabkan hipertensi sistolik. Aktivitas parasimpatik meningkat sedangkan aktivitas simpatik menurun. Penurunan ventilasi menyebabkan hiperkarbi dan hipoksia. Refleks saluran nafas kurang aktif. Penurunan filtrasi glomerolus dan reabsorpsi tubulus. Penurunan fungsi ginjal yang mengganggu keseimbangan air dan elektrolit. Penurunan fungsi hati dalam mengeliminasi obat. Penurunan basal metabolic rate 1% tiap tahunnya setelah umur 30 tahun. Penurunan kebutuhan untuk anestetik. Evaluasi pre-operativ pada pasien usia lanjut antara lain harus diteliti disfungsi organ yang berhubungan dengan usia tua. Penyakit penyerta yang sering berhubungan dengan usia tua misalnya hipertensi, gagal jantung kongestif, penyakit paru obstruktif, diabetes mellitus, arthritis, spondilosis servikal. Terapi obat-obatan sebelumnya dan kemungkinan interaksinya juga harus dipikirkan. Selain hal-hal tersebut dilihat pula gigi yang copot ada berapa. Oleh karena itu evaluasi dan persiapan penderita sebelum pembedahan harus dilakukan secara hati-hati, terutama diarahkan pada pemeriksaan kardiologi, pulmonologi, nefrologi, neurology untuk mengetahui pengobatan apa yang pernah atau sedang diberikan pada penderita. Campuran obat-obat diberikan untuk premedikasi dengan maksud mengurangi rasa sakit dan takut, memperlancar masa induksi, mengurangi sekresi jalan napas. Umumnya dosis yang diperlukan lebih kecil karena metabolismenya menurun dan kadang-kadang adanya depresi mental. Beberapa obat tertentu harus kita berikan secara lebih hati-hati karena ada yang menimbulkan reaksi idiosinkrasi sehingga terjadi kegelisahan dan delirium, kalau diazepam 5 mg sudah memberikan efek hipnotik yang lama. Usia tua bukan merupakan kontraindikasi untuk anesthesia. Suatu kenyataan bahwa tindakan anesthesia sering memerlukan ventilasi mekanik, sirkulasi yang memanjang pada orang tua memerlukan obat intravena dosis kecil dan pengawasan perubahan faal yang lebih teliti. Sering pula efek spasme laring dan rangsangan endotrakeal memberikan efek hipotermi. Untuk mencegah pengaruh tersebut, anestesi harus dibatasi agar jangan terlalu lama mempengaruhi organ tubuh. Macam obat yang dipakai harus dipilih, obat mana yang tidak terlalu mengganggu faal organ tertentu sesuai dengan kelainan sistim yang didapat. Ketamin dipakai hati-hati karena memberi efek simpatomimetik, kurare dapat memberikan efek pelepasan histamine dan hipotensi berat karena blockade ganglion. Prostigmin dapat memberikan bradikardia yang berat. Oleh karena itu pada saat melakukan anestesi harus di monitoring sesering mungkin. Intubasi mungkin sulit dilakukan pada pasien dengan spondilosis servikal dan sudah kehilangan giginya.

RM.02.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012

REFLEKSI KASUS
Pasien usia tua yang mengalami anestesi, pada saat post operasi harus tetap dijaga oksigenasinya dan monitoring tetap terus dilanjutkan, terapi obat untuk penyakit penyerta juga harus dilanjutkan, demensia juga kadang terjadi jika berada di lingkungan yang kurang dikenalnya seperti misalnya di rumah sakit. Oleh karena itu pasca operasi juga harus dilakukan monitoring yang ketat.

II. Penatalaksanaan Anestesia pada Asma Bronkial 1. Evaluasi pre-operatif Terhadap penderita penyakit paru harus diteliti sejarah penyakitnya, obat-obat apa yang sudah diberikan, pemeriksaan fisik dan fungsi paru. Perlu diperhatikan apakah ada kebiasaan merokok, lingkungan kerja yang kotor. Pemeriksaan laboratorium, foto toraks, EKG dan kalau mungkin pemeriksaan analisa gas darah dilakukan secara rutin. Kesulitan anesthesia yang mungkin terdapat pada penyakit paru berupa: - Reaksi hipersensitif berupa batuk, bronkospasme terhadap obat anestesi. - Pernapasan control selama anesthesia akan sulit dilakukan tanpa mengganggu sirkulasi. - Adanya tendensi obat-obat prostigmin/ neostigmin memberikan efek muskarinik yang nyata hingga terjadi bronkospasme. Terapi steroid yang lama pada penderita asma bronchial dapatmenghambat pembentukan ACTH dan mengakibatkan atrofi kelenjar suprarenal. Sehingga produksi kortison tubuh terganggu dan tidak cukup untuk mengatasi stress anesthesia dan operasi ataupun trauma. b. Persiapan pre-operatif Persiapan pre-operatif bertujuan untuk memperbaiki faal paru, menghilangkan bronkospasme dan memberantas infeksi. Hal-hal yang dapat kita lakukan adalah: - Kebiasaan merokok harus dihentikan walaupun belum ada gangguan faal paru. - Sekret harus dikeluarkan dan latihan pernapasan. - Terapi inhalasi harus dilakukan, yaitu berupa IPPB (intermittent positive pressure breathing) dimana kita memberikan tekanan positif sebesar 5-15 cmH2O selama inspirasi dan fase ekspirasi kembali kenilai atmosfir. Adapun maksud IPPB adalah memperbaiki ventilasi alveolar, memperlebar bronkus, memperbaiki distribusi udara, mengurangi resistensi jalan napas, mengurangi tenaga untuk bernapas, control faal paru dan analisa gas darah, pemberian bronkodilator steroid dan antibiotic. c. Premedikasi RM.03.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012

REFLEKSI KASUS
Golongan parasimpatolitik seperti atropine dan skopolamin baik sekali untuk mengurangi sekresi jalan napas. Golongan narkotika seperti petidin dapat diberikan dengan dosis yang kecil untuk mencegah depresi napas. Golongan antihistamin seperti fenergan mulai banyak dipakai karena mempunyai efek yang menguntungkan berupa sedative dan mencegah terjadi bronkospasme. Umumnya dipakai kombinasi dari beberapa obat untuk mencapai tujuan premedikasi. e. Obat-obat anestetika dan tehnik anestetika Perjalanan anesthesia harus lancar dan tenang karena eksitasi akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga mudah terjadi hipoksia. Induksi biasanya menggunakan ultra short acting barbiturate seperti: - Thiopental Thiopental sendiri tidak menyebabkan bronkospasme. Besar dosis rata-rata (4-7 mg/kg) dari thiopental dapat tergunakan, tergantung usia, stabilitas hemodinamik, efek sedative/ narkotik, untuk mendapatkan kedalaman anestesi yang adekwat untuk memanipulasi jalan napas. - Eter Eter menyebabkan hipersekresi jalan napas karena itu tidak baik untuk penderita dengan kelainan paru walaupun eter memberikan efek bronkodilatasi. - Halotan Halotan merupakan salah satu obat pilihan untuk induksi inhalasi karena tidak menyebabkan iritasi saluran pernapasan atas seperti yang disebabkan dengan isoflurane atau enfluran. - Neurolept-analgesia Neurolept-analgesia dengan mempergunakan kombinasi fentanil dan dehidrobenzoperidol jarang dipergunakan karena ada tendensi terjadi bronkospasme. - Ketamin ketamin dapat digunakan sebagai alternative obat induksi. Mempunyai efek bronkodilator dengan melepaskan katekolamin endogen. Akan tetapi, pada pasien dengan infeksi saluran pernapasan atas, ketamin dapat menyebabkan batuk paroksismal. Untuk mencegah pengeluaran salivasi pada pasien yang menggunakan ketamin, sebelumnya direkomendasikan untuk menggunakan atropine atau glikopirolate. - Pilihan pelemas otot antara lain suksinilkolin, vecuronium, dan pancuronium. Atracuronium dan d-tubokurarin sebaiknya dihindari karena merangsang pelepasan histamine.

RM.04.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012

REFLEKSI KASUS
Tehnik anesthesia bervariasi antara minimal interference tehnique dan maximal interference tehnique/ pada minimal interference tehnique penderita bernapas spontan. Termasuk dalam tehnik ini analgesia local dan anesthesia umum yang ringan, dan umumnya tidak digunakan intubasi endotrakeal. Maximal support tehnique mempergunakan intubasi endotrakeal, pernapasan control dan secret jalan napas diisap secara aktif. Ventilasi yang adekwat dapat dimonitor denan PaCO2 dan PaO2. keuntungan tehnik ini adalah fungsi paru dapat dipertahankan dengan baik kecuali dalam hal dimana tahanan jalan napas yang sangat ekstrim dan adanya kemungkinan abses paru yang pecah. Kerugian tehnik adalah kemungkinan kesulitan pemulihan pernapasan spontan, selain itu penderita sudah terbiasa dengan PaCO2 yang tinggi sedangkan ventilasi terkontrol dapat menurunkan PaCO2 kadang sampai dibawah normal. e. Penanganan ventilasi Selama anesthesia mengatur oksigenasi darah arteri relative lebih mudah daripada mengatur pengeluaran karbondioksida. Memperbaiki oksigenasi dapat dilakukan dengan menambah O2, tetapi penimbunan O2 harus diperbaiki dengan ventilasi yang adekwat. Ventilasi alveolar berkurang 10% saja sudah memberikan asidosis respiratorik yang sulit ditemukan dari pengamatan klinik saja. Sianosis bukan satu-satunya petunjuk yang penting. Efek kardiovaskuler dapat ditutupi oleh pengaruh anesthesia sendiri. Dalam hal ini pemeriksaan gas darah memberikan gambaran yang paling terarah. IPPB dapat dilakukan dengan assisted ventilation atau controlled ventilation sesuai dengan pengalaman dan ketrampilan ahli anesthesia yang melakukannya.PEEP sudah mulai banyak pula dipergunakan karena dapat membuka alveoli yang kolaps, menghilangkan bronkospasme dan mencegah atelektasis. Tetapi harus dilakukan dengan hati-hati karena kalau terlalu kuat dapat mengakibatkan alveoli pecah, dan sirkulasi terganggu karena venous return terganggu akibat hipotensi. Tekanan yang dianjurkan sekitar 3-5 cm H2O

RM.05.

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012

REFLEKSI KASUS
DAFTAR PUSTAKA 1. Attygalle Deepthi. Geriatric Anesthesia. In: Deepthi Attygalle. A Handbook of Anaesthesia. Sri Lanka: College of Anaesthesiologists of Sri Lanka; 1992. p 94-5. 2. Dardjat M T, editor. Anestesi pada Penderita Usia Tua. Dalam: Kumpulan Kuliah Anestesiologi. Jakarta: Aksara Medisina;1986. hal 209-14. 3. Dardjat M T, editor. Anestesi Penderita dengan Kelainan Paru. Dalam: Kumpulan Kuliah Anestesiologi. Jakarta: Aksara Medisina;1986. hal 234-37. 4. Dr Michael Mercer. Anaesthesia For The Patient With Respiratory Disease, http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u12/u1212_01.htm 5. Goelzer Susan L, Croy Steven, Coursin Douglas B. Pulmonary Disorders. In: Eugene Y Cheng, Jonathan Kay. Manual of Anesthesia and the Medically Compromised Patient. Philadelphia: JB Lippincot Company; 1990. p 159-67. 6. Muhardi. Pilihan Cara Anestesia. Dalam: Basuki Gunawarman, Muhadi Muhiman, Latief Said, editor. Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1989. hal 63.

Yogyakarta, Nove,ber 2012 Pembimbing Klinik

dr. Basuki Rahmad, Sp.An

RM.06.

You might also like