You are on page 1of 22

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lautan indonesia yang terletak di garis katulistiwa merupakan suatu kelebihan karena memiliki sumber daya laut yang beraneka ragam. Dan kegiatan penangkapan ikan merupakan sumber utama tempat penyediaan lapangan kerja, sumber pangan, serta keuntungan-keuntungan ekonomi yang di peroleh bagi mereka yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Namun dengan sumberdaya perairan yang luas ini, walaupun dapat pulih kembali dan tidak terbatas. Maka diperlukan pengelolaan yang tepat agar kontribusinya terhadap gizi, ekonomi dan sosial dapat dipertahankan. Produksi perikanan kita yang berasal dari sektor penangkapan sebagian besar di hasilkan oleh usaha penangkapan berskala kecil yang mempunyai permasalahan dan kendala yang hampir sama, yaitu keterbatasan sumber daya perikanan, unit penangkapan ikan yang kurang efisien, ketiadaan kekuatan dalam penawaran dan permintaan pasar, kurang modal, dan tingkat pendidikan yang rendah. Alat penangkap ikan merupakan aspek terpenting terutama dalam bidang perikanan tangkap. Jadi, alat penangkap ikan ini merupakan media bagi para penangkap ikan untuk memperoleh hasil sumberdaya perikanan. Penggunaan alat penangkap ikan disesuaikan dengan daerah dimana kita akan menangkap ikan atau ikan jenis apa yang ingin kita tangkap. Keberadan alat tangkap bagan apung di pelabuhan Banten sudah cukup terkenal dan berkembang. Bagan adalah alat penangkap ikan yang digolongkan ke dalam kelompok jaring angkat (liftnet). Alat tangkap tersebut tumbuh dan berkembang sangat pesat, karena sifatnya yang murah dan efisien, jangkauan daerah operasinya pun sangat luas serta mudah dioperasikan. Pengoperasiannya seperti dijabarkan oleh Ayodhyoa (1981) dalam buku tingkah laku ikan yang berkumpul dibawah sinar cahaya dibedakan menjadi 2 kelompok. Kelompok yang

memiliki sifat phototaksis positif, sedangkan yang kedua kelompok ikan yang mencari makanan (Feeding) di sekitar cahaya seperti plankton dan ikan-ikan kecil. Keberadan alat tangkap dalam sistem usaha penangkapan ikan merupakan faktor utama dan penting yang berkaitan dengan keberhasilan penangkapan ikan, salah satunya dengan menggunakan bagan apung ini. 1.2. Tujuan Praktikum Tujuan dilakukannya praktek kunjungan pada bagan apung ini adalah agar kami sebagai Mahasiswa paham bagaimana metode pengoperasian alat tangkap bagan apung ini, sehingga dalam penggunaannya sesuai dengan kondisi sumberdaya ikan yang ada dalam suatu perairan, serta mengetahui ciri-ciri dari alat tangkap Bagan. 1.3. Waktu dan Tempat Waktu Jam Tempat : Sabtu/minggu (9-10 Juni 2012) : 15.00 08.00 wib : Pelabuhan Panimbangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Liftnet Lift Net (Jaring angkat) adalah jaring yang biasanya berbentuk empat persegi panjang, dibentangkan di dalam air secara horizontal, dengan menggunakan bambu, kayu, atau besi sebagai rangkanya. Pemasangannya terdapat di lapisan tengah, dasar atau permukaan perairan Ikan-ikan yang berada atau berkumpul di atas jaring baik sebagai akibat daya tarik cahaya lampu atau terbawa arus, akan tertangkap dengan mengangkat jaring tersebut. Jaring angkat adalah suatu alat penangkapan yang cara pengoperasiannya dilakukan dengan menurunkan dan mengangkatnya secara vertikal. Alat ini terbuat dari nilon yang menyerupai kelambu, ukuran mata jaringnya relatif kecil yaitu 0,5 cm. Bentuk alat ini menyerupai kotak, dalam pengoperasiannya dapat menggunakan lampu atau umpan sebagai daya tarik ikan. Jaring ini dioperasikan dari perahu, rakit, bangunan tetap atau dengan tangan manusia. Alat tangkap ini memiliki ukuran mesh size yang sangat kecil dan efektif untuk menangkap jenis ikan pelagis kecil. Kecenderungan jaring angkat bersifat destruktif dan tidak selektif. Contoh jaring angkat adalah bagan apung, bagan tancap (bamboo platform lift net), dan serok (scoop net). 2.2 Bagan

Gambar 1. Bagan apung

Bagan

merupakan

salah

satu

jenis

alat

tangkap

pasif

yang

pengoperasiannya dilakukan dengan cara menurunkan dan mengangkat jaring secara vertikal. Daerah penangkapan bagan apung adalah daerah perairan dangkal sekitar pantai yang masih dapat dijangkau oleh jangkar, sehingga bagan dapat ditambatkan. Jenis ikan hasil tangkapan utama bagan adalah ikan teri (Stolephorus sp.) dan rebon (Mysis sp.). Kedua jenis tangkapan tersebut merupakan organisme yang bersifat fototaksis terhadap cahaya. Hasil tangkapan sampingannya berupa ikan embang (Clupeasp.), layur (Trichiurus sp.), kembung (Rastrelliger sp.), selar (Caranx sp.), cumi-cumi (Loligo sp.) dan sotong (Sephia sp.) (Monintja dan Martasuganda 1991). Jaring angkat adalah suatu alat pengkapan yang cara pengoperasiannya dilakukan dengan menurunkan dan mengangkatnya secara vertikal. Alat ini terbuat dari nilon yang menyerupai kelambu, ukuran mata jaringnya relatif kecil yaitu 0,5 cm. Bentuk alat ini menyerupai kotak, dalam pengoperasiannya dapat menggunakan lampu atau umpan sebagai daya tarik ikan. Jaring ini dioperasikan dari perahu, rakit, bangunan tetap atau dengan tangan manusia. Alat tangkap ini memiliki ukuran mesh size yang sangat kecil dan efektif untuk menangkap jenis ikan pelagis kecil. Kecenderungan jaring angkat bersifat destruktif dan tidak selektif. Contoh jaring angkat adalah bagan perahu atau rakit (boat / raft lift), bagan tancap, dan serok. 2.3. Lampu Cahaya ( Light Fishing ) Tertariknya ikan pada cahaya sering disebutkan karena terjadinya peristiwa fototaxis. Cahaya merangsang ikan dan menarik ikan untuk berkumpul pada sumber cahaya tersebut atau juga disebutkan karena adanya rangsangan cahaya, ikan kemudian memberikan responnya. Peristiwa ini dimanfaatkan dalam penangkapan ikan yang umumnya disebut light fishing atau dari segi lain dapat juga dikatakan memanfaatkan salah satu tingkah laku ikan untuk menangkap ikan itu sendiri. Dapat juga dikatakan bahwa dalam light fishing, penangkap ikan tidak seluruhnya memaksakan keinginannya secara paksa untuk menangkap ikan tetapi

menyalurkan keinginan ikan sesuai dengan nalurinya untuk ditangkap. Fungsi cahaya dalam penangkapan ikan ini ialah untuk mengumpulkan ikan sampai pada suatu catchable area tertentu, lalu penangkapan dilakukan dengan alat jaring ataupun pancing dan alat-alat lainnya (Sudirman dan Mallawa, 2004). Penggunaan lampu untuk penangkapan ikan di Indonesia dewasa ini telah sangat berkembang, sehingga di tempat-tempat yang terdapat kegiatan perikanan laut, hampir dapat dipastikan terdapat lampu yang digunakan untuk usaha penangkapan ikan. Dalam beberapa tahun terakhir, penelitian batas optimum kekuatan intensitas cahaya telah menjadi salah satu pokok bagian dari penelitian para ahli biologi laut kelautan. Ayodhyoa (1981) mengatakan agar light fishing dapat memberikan daya guna yang maksimal, maka diperlukan syaratsyarat sebagai berikut : Mampu mengumpulkan ikan yang berada pada jarak jauh, baik secara horisontal maupun vertikal.Ikan-ikan tersebut diupayakan berkumpul ke sekitar sumber cahaya.Setelah ikan terkumpul, hendaklah ikan-ikan tersebut tetap senang berada dalam area sumber cahaya pada suatu jangka waktu tertentu ( minimum sampai saat alat tangkap mulai beroperasi ).Pada saat ikan-ikan tersebut berkumpul di sekitar sumber cahaya, diupayakan semaksimal mungkin agar ikanikan tersebut tidak melarikan diri ataupun menyebarkan diri. Dilihat dari tempat penggunaannya dapat dibedakan antara lain lampu yang dipergunakan di atas permukaan air dan lampu yang dipergunakan di dalam air. Menurut Ayodhyoa (1976) perbandingan antara lampu yang dipasang di atas permukaan air dengan lampu yang digunakan di bawah permukaan air adalah sebagai berikut : a. Lampu yang dinyalakan di atas permukaan air : 1. Memerlukan waktu yang lebih lama untuk menarik ikan berkumpul. 2. Kurang efisien dalam penggunaan cahaya, karena sebagian cahaya akan diserap oleh udara, terpantul oleh permukaan gelombang yang berubah-ubah dan diserap oleh air sebelum sampai kesuatu kedalaman yang dimaksud dimana swiming layerikan tersebut berada.

3. Diperlukan waktu yang lama supaya ikan dapat naik ke permukaan air dan dalam masa penerangan, ikan-ikan tersebut kemungkinan akan berserak. 4. Setelah ikan-ikan berkumpul karena tertarik oleh sumber cahaya dan berada di permukaan, sulit untuk menjaga ikan tetap tenang, karena pantulan cahaya pada permukaan air yang terus bergerak. b. Lampu yang dinyalakan di bawah permukaan air : 1. Waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan ikan lebih sedikit. 2. Cahaya yang digunakan lebih efisien, cahaya tidak ada yang memantul ataupun diserap oleh udara, dengan kata lain cahaya dapat dipergunakan hampir seluruhnya. 3. Ikan-ikan yang bergerak menuju sumber cahaya dan berkumpul, lebih tenang dan tidak berserakan, sehingga kemungkinan ikan yang tertangkap lebih banyak. Struktur lampu di dalam air sangat berbeda dengan lampu-lampu biasa yang digunakan di atas permukaan air. Penetrasi cahaya pada perairan sangat bergantung sekali terhadap kondisi perairan itu sendiri dan yang paling menentukan adalah warna laut dan tingkat transparansi air. Warna laut dalam hal ini berhubungan dengan jenis warna lampu yang dipancarkan dari lampu itu sendiri. Warna lampu yang sinarnya dapat menembus kedalaman tertinggi tentunya adalah warna lampu yang sejenis dengan warna perairan pada waktu itu dan juga tergantung pada kondisi perairannya. Semakin besar tingkat transparansi perairan semakin besar pula tingkat kedalaman penetrasi sumber cahaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna cahaya yang baik digunakan pada light fishing adalah biru, kuning dan merah (Sudirman dan Mallawa, 2004). 2.4. Kemampuan Penglihatan Ikan Dalam Air Cahaya yang masuk ke dalam air akan mengalami pereduksian yang jauh lebih besar bila dibandingkan dalam udara. Hal tersebut terutama disebabkan adanya penyerapan dan perubahan cahaya menjadi berbagai bentuk energi, sehingga cahaya tersebut akan cepat sekali tereduksi, sejalan dengan semakin dalam suatu perairan. Pembalikan dan pemancaran cahaya yang disebabkan oleh

berbagai partikel dalam air, keadaan cuaca dan gelombang banyak memberikan andil pada pereduksian cahaya yang diterima air tersebut. Dengan demikian daya penglihatan ikan banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut (Gunarso, 1985). Kemampuan mengindera dari mata ikan memungkinkan untuk dapat melihat pada hampir ke seluruh bagian dari lingkungan sekelilingnya. Hanya suatu daerah sempit pada bagian sebelah belakang ikan yang tidak dapat dicakup oleh luasnya area yang dapat dilihat oleh ikan, daerah sempit ini dikenal sebagai dead zone. Sedangkan untuk jarak penglihatan, tidak hanya tergantung pada sifat indera penglihat saja, tetapi juga pada keadaan penglihatan di dalam air. Pada kejernihan yang baik dan terang maka jarak penglihatan untuk benda-benda yang kecil tergantung pada kemampuan jelasnya penglihatan mata, misalkan pada jarak dimana titik-titik yang letaknya bersekatan, dapat dibedakan sebagai dua titik dan tidak sebagai satu titik ataupun kabur kelihatannya. Dalam keadaan tertentu, beberapa jenis ikan yang berukuran besar mempunyai kemampuan untuk bisa melihat benda-benda yang agak besar dan berwarna kontras dengan latar belakangnya pada jarak beberapa puluh meter. Anak-anak ikan mempunyai daya penglihatan yang sangat dekat. Seekor anak ikan atherina berukuran 2 cm dapat membedakan benda-benda pada jarak 20 cm, sedangkan yang berukuran 0,8 cm hanya mampu membedakannya pada jarak 6-8 cm. Dalam keadaan perairan yang keruh, kemampuan daya penglihatan ikan pada suatu objek yang terdapat di dalam air akan sangat jauh berkurang. Namun tidaklah mengherankan beberapa jenis ikan mampu mempertahankan hidupnya ketika mata ikan tersebut menjadi buta (Gunarso, 1985). Berbagai jenis ikan yang banyak dijumpai pada lapisan air yang relatif dangkal, banyak menerima cahaya matahari pada waktu siang hari dan pada umumnya ikan-ikan yang hidup di daerah tersebut mampu membedakan warna sama halnya dengan manusia sedangkan beberapa jenis ikan yang hidup di laut dalam, dimana tidak semua jenis cahaya dapat menembus, maka banyak diantara ikan-ikan tersebut tidak dapat membedakan warna atau buta warna. Ketajaman warna yang dapat dilihat oleh mata ikan juga merupakan hal penting. Pada kenyataannya, sesuatu yang mampu diindera oleh mata ikan memungkinkan ikan

tersebut untuk dapat membedakan benda-benda dengan ukuran tertentu dari suatu jarak yang cukup jauh. Semakin kabur tampaknya suatu benda bagi mata ikan, maka hal tersebut menyatakan bahwa kemampuan mata ikan untuk menangkap kekontrasan benda terhadap latar belakangnya semakin berkurang (Gunarso, 1985). Ikan sebagaimana jenis hewan lainnya mempunyai kemampuan yang mengagumkan untuk dapat melihat pada waktu siang hari yang berkekuatan penerangan beberapa ribu lux hingga pada keadaan yang hampir gelap sekalipun. Struktur retina mata ikan yang berisi reseptor dari indera penglihat sangat bervariasi untuk jenis ikan yang berbeda. Pada ikan teleostei memiliki jenis retina duplek, dengan pengertian bahwa dalam retina ikan tersebut terdapat dua jenis reseptor yang dinamakan rod dan kon. Pada umumnya terjadi distribusi yang berbeda dari kedua jenis reseptor tersebut, yang biasanya erat hubungannya dengan pemanfaatan indera penglihatan ikan dalam lingkungan hidupnya. Untuk berbagai jenis ikan pelagis sebagaimana dijumpai pada berbagai jenis ikan dari keluarga Clupeidae, ikan-ikan tersebut memiliki pengkonsentrasian kon yang sangat padat pada area antara ventro-temporal yang dibatasi oleh area temporalis. Pada Sardinops caerulea dan Alosa sapidissimn, area temporalis tersebut sangat jelas dan bahkan pada jenis ikan ini reseptor hampir seluruhnya hanya terdiri dari kon saja, rod hampir tidak ada atau tidak ada sama sekali (Gunarso, 1985). Jenis ikan yang aktif pada siang hari, umumnya mempunyai kon yang tersusun dalam bentuk barisan ataupun dalam bentuk empat persegi. Pada umumnya ikanikan yang memiliki kon dalam bentuk seperti ini adalah jenis ikan yang intensif sekali menggunakan indera penglihatnya, biasanya ikan-ikan tersebut termasuk dalam jenis ikan yang aktif memburu mangsa. Untuk jenis-jenis ikan yang aktif pada malam hari atau jenis ikan yang hidup pada lapisan dalam, banyaknya kon sangat kurang atau tidak ada sama sekali dan kedudukan kon tersebut digantikan oleh rod (Gunarso, 1985). Retina dengan seluruh reseptornya terdiri dari rod banyak dijumpai pada jenis-jenis ikan bertulang rawan, walau beberapa diantaranya masih dijumpai

adanya kon pada retina mata ikan-ikan tersebut. Retina yang keseluruhannya terdiri dari rod juga banyak dijumpai pada berbagai ikan teleostei yang hidup di laut dalam. Hasil penghitungan banyaknya rod pada beberapa jenis ikan laut dalam, menunjukkan jumlah yang lebih dari 25 juta rod/mm retina. Hal ini menunjukkan bahwa mata jenis ikan laut demersallah yang mempunyai tingkat sensitifitas tertinggi. Ikan-ikan pelagis yang memangsa makanannya yang berupa plankton, pada umumnya jenis ikan ini mempunyai distribusi kon yang sangat padat pada bagian ventro-temporal yang menunjukkan kemampuan untuk melihat kedepan dan ke arah atas. Sedangkan jenis ikan pelagis yang berasal dari perairan yang cukup dalam biasanya justru mempunyai retina yang seluruhnya dipenuhi oleh rod saja dan bentuk mata ikan-ikan tersebut cukup besar. Diantara jenis ikan demersal yang biasanya memburu mangsa, memiliki retina yang kaya akan kon pada bagian temporal, tapi terjadi perbedaan yang mencolok sehubungan jumlah kon pada bagian-bagian retina yang lain, seperti halnya pada jenis predator pelagis yang mempunyai kemampuan melihat arah lurus ke depan. Contoh untuk jenis ikan ini antara lain adalah Cod, Coalfishdan keluarga Labridae (Gunarso, 1985). 2.5. Bagian-Bagian Alat Tangkap Bagan Apung a. Rumah Bagan Rumah bagan pada bagan apung (bagan perahu) ini di tempatkan di tengah bagan dan berbentuk 4 persegi panjang dengan ukuran panjang 3 meter, lebar 2 meter dan tinggi 1,5 meter. Rumah bagan ini berfungsi sebagai tempat istirahat, tempat panel lampu dan saklar, genset, dan peralatan lainnya.

b.

Lampu

Lampu berfungsi untuk mengumpan daya tarik ikan agar masuk ke dalam jaring. Lampu yang digunakan bagan ini adalah lampu spiral. Banyaknya lampu yang digunakan adalah 22 unit lampu. 1 buah lampu warna putih dipasang setinggi 3 m pada dari bagan berfungsi menarik kawanan ikan pada jarak yang jauh. 21 buah

lampu warna putih masing-masing 45 volt ditempatkan di bawah rangka bagan dan berfungsi mengkonsentrasikan ikan di catchable area. Setiap bola lampu dilengkapi dengan reflektor terbuat dari wajan (aluminium)/seng plat dengan diameter 30 cm, kecuali lampu fokus ditempatkan dalam wadah berbentuk silender yang menurut para ABK bagan dinamakan dengan tabung kode agar cahaya lampu terfokus pada perairan. Total jumlah lampu yang digunakan pada bagan perahu ini adalah 22 buah dan 4 buah lampu sebagai cadangan.

c.

Roller Terdapat 3 (tiga) jenis pemutar, yaitu :

Roller untuk bingkai jaring berfungsi untuk menurunkan atau menarik bingkai

jaring pada saat setting dan hauling. Roller ini dipasang pada sisi kiri dan kanan bagian tengah rangka bagan, tingginya 1 m. Panjang tali roller ini antara 20 ampai 25 meter. Ukuran diameter tali roller 2 cm terbuat dari bahan polyethylen (PE). tangkai untuk memutar roller masing-masing 2 buah dengan panjang 1 meter, roller untuk bingkai jaring berjumlah 4 buah. Roller untuk tali jangkar, berfungsi untuk menurunkan dan menarik tali

jangkar. Roller ditempatkan pada bagian depan perahu utama, panjangnya 1,5 m, tinggi 1 m. Pada roller ini dibuat handle pemutar (tangkai untuk memutar roller) sebanyak 2 buah pada masing-masing sisi luar yang panjang pemegangnya 1 m. Pada roller ini disiapkan tali jangkar dengan panjang sekitar 300 meter yang terbuat dari bahan polyethylen (PE). Roller pemberat, berfungsi untuk menarik dan menurunkan batu arus. Batu

arus ini beratnya 25-30 kg berfungsi untuk menahan bingkai jaring pada saat arus kencang sehingga bingkai jaring tetap berada di bawah rangka bagan. Roller pemberat berjumlah 4 buah, 2 buah di depan dan 2 buah dibelakang. Tinggi roller 50 cm, dan panjang 60 cm. Tali yang digunakan pada roller ini terbuat dari polyethylen (PE) dengan panjang 50 m.

10

d. Jaring Jaring berfungsi untuk menangkap dan menampung ikandan terbuat dari bahan Polyethiline.Bingkai jaring berbentuk segi empat terbuat dari kayu papan dan bambu. Kayu dan bambu ini disambung satu dengan yang lain sesuai dengan panjang dan lebar mulut jaring dan rangka bagan. Bingkai jaring berfungsi sebagai tempat mengikat jaring, pemberat, dan tali penggantung yang dihubungkan dengan roller jaring. Pada setiap sudut bingkai jaring diikatkan batu, demikian juga sisi bingkai jaring diikatkan. Jaring pada bagan ini berbentuk seperti kelambu terbalik dan terbuatdari bahan waring hitam (polypropylene). Bagian tepi jaring dipasang tali ris terbuat dari bahan polyethylen (PE) sebagai penguat pinggiran jaring. Mesh size 4 mm(0,4 cm). Jaring diikatkan pada bingkai jaring dengan ukuran panjang, lebar dan dalam .

e.

Tali Ris Atas Tali ris atas berfungsi untuk tempat menggantung jaring. Terbuat dari bahan

polyethiline.

f.

Tali jangkar Tali jangkar berfungsi untuk menghubungkan antara jangkar dengan alat

tangkap bagan.terbuat dari bahan polyethiline

g.

Pemberat Pemberat berfungsi untuk menenggelamkan jaring kedalam air.pemberat

terbuat dari bahan timah

11

h.

Batu arus Batu arus berfungsi untuk membuat jaring agar tetap terbuka pada saat ber

ada di dalam air.

i.

Pelampung Pelampung berfungsi untuk mengapungkan bagan, terletak di bawah bagan

(seluruh bagan bagian sisi kiri,kanan,depan,belakang) terbuat drum plastik.

j.

Jangkar Jangkar berfungsi untuk menahan bagan dari tiupan angin dan arus. Terbuat

dari pasir yang di isi dalam karung atau besi.

k.

Genset Sumber tenaga untuk menyalakan lampu pada bagan ini menggunakan genset

yang dipasang dalam lambung kapal. Kapasitas daya genset yang digunakan 5 KVA, dengan daya kerja maksimum 2400 rpm 24 pk.

l.

Ember Ember digunakan untuk mengangkat / memindahkan ikan hasil tangkapan.

m.

Keranjang atau Rombong

12

Keranjang atau rombong berfungsi sebagai wadah hasil tangkapan setelah disortir. bagan mempunyai 25 buah keranjang.

n.

Serok adalah serok yang berfungsi mengangkat hasil tangkapan dari jaring ke atas

perahu. Serok ini mempunyai ukuran panjang 3 meter dengan diameter bukaan mulut 30 cm, dan ukurang mesh size pada jaring 0,4 cm terbuat dari bahan poliethylen. Bagan mempunyai 1 serok.

2.6.Kondisi Daerah Penangkapan Kondisi perairan pada sore hari cuaca cerah, dengan angin yang bertiup sedang, dan kecepatan arus kecil serta gelombang kecil. begitu pula pada malam hari cuaca sangat baik untuk melakukan pengoperasian alat tangkap, angin bertiup sedang(agak kencang) dan kecepatan arus sedang (agak kencang) serta gelombang kecil. Kemudian pada subuh dini hari keadaan cuaca hujan gerimis, angin bertiup sedang, dan kecepatan arus sedang (agak kencang) serta gelombang sedang atau kecil. Jarak tempat bagan dari pantai kira-kira 15 Km dan kedalam air 8-10 meter. Jaring di turunkan hingga kedalaman 9 meter. 2.7. Hasil Tangkapan Hasil tangkapan utama dari lift net adalah jenis- jenis ikan pelagis , tetapi lift net juga dapat di gunakan untuk menangkap ikan di dasar perairan tergantung pemasangannya dan fishing ground. Bagan banyak digunakan untuk menangkap ikan teri, tembang, layang, kembung, selar, cumi-cumi, alu-alu, kwe. Di Jepang alat stick held dip net banyak digunakan untuk menangkap ikan celolabis saira.

13

Sekitar dari Samudera Indonesia khususnya di Laut Makasar dan banyak

sungai. Penangkapan yang dominan adalah ikan pelagis kecil seperti spp Stolepharus dan molussca seperti spp loligo, Sepia spp, dan Octopus spp Jenis jenis ikan pelagis yg sering di tangkap menggunakan lift net adalah ikan pelagis besar seperti ikan tuna dan cakalang , sedangkan ikan pelagis yg sering di tangkap adalah Selar (Selaroides leptolepis) , Sunglir (Elagastis bipinnulatus), dan ikan teri. Sedangkan jenis lift net yang lain seperti Bagan merupakan jenis lift net yang di operasikan pada malam hari dengan menggunakan cahaya lampu untuk menarik perhatian ikan , sehingga jenis lift net ini sering di gunakan untuk menangkap ikan teri , tambang, layang , kembung , selar , cumi-cumi ,alu-alu, dsb. Sedangkan untuk jenis lift net stick held dip net sering di gunakan oleh negara Jepang , di jepang di sebut Bouke-ami . Lift net ini pada mulanya di gunakan untuk menangkap ikan kembung, tetapi lama kelamaan jenis lift net ini di gunakan untuk menangkap ikan saury dengan alat bantu cahaya ( lampu ). Di jepang lift net ini sering di gunakan untuk menangkap ikan celolabis, saira , dsb.

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Hasil

a. Bagian Alat Tangkap

14

b. Hasil Tangkapan Ikan Target No. Houling Pertama ( Dari jam 18.00-20.00 ) Nama Ikan 1. No 1 2 Pemberat Jaring 3 4 5 6 7 Tiang atau Rangka Tali utama Tali pelampung Tali pemberat Alat bantu penangkapan Ikan Teri Bagian Alat Tangkap Pelampung Pemberat Bagan Nama Latin Stolephorus sp Bahan Pembuat Drum Plastik Pemberat Bagan : karung berisi batu Pemberat Jaring : Batu Bambu Tali Tambang Tali Tambang Tali Tambang Lampu Genset Bendera Serok Keranjang Jumlah Tangkapan 1/4 keranjang Ukuran/Diameter Jumlah 1m 20 buah 1,5 kwintal 4 buah 1 kg 3 m, 5 m dan 7 m 20 cm 2 cm 5 cm 45 watt 8 buah 250 buah 4 buah 63 buah 4 buah 12 buah 1 buah 2 buah 1 buah 3 buah

No. Houling Kedua ( Dari jam 20.00-23.00 ) Nama Ikan 1. Ikan Teri Nama Latin Stolephorus sp Jumlah Tangkapan 3/4 keranjang

No. Houling Ketiga ( Dari jam 23.00-02.00 ) Nama Ikan 1. Ikan Teri Nama Latin Stolephorus sp Jumlah Tangkapan 1 keranjang

No. Houling Keempat ( Dari jam 02.00-04.00 ) Nama Ikan Nama Latin Jumlah Tangkapan

15

1. c.

Ikan Teri

Stolephorus sp

3/4 keranjang

Hasil Tangkapan Non Target 1. Ikan Tembang 2. Cumi-cumi ( Loligo sp ) 3. Kepiting

3.2 Pembahasan Bagan apung adalah salah satu jenis alat tangkap jaring angkat (lifnet). Tujuan penangkapannya berupa jenis-jenis ikan pelagis kecil. Bagian utama alat ini terdiri atas jaring bagan dan alat bantu berupa cahaya. Ikan-ikan yang bersifat fototaksis positif akan datang dan berkumpul di atas jaring di dalam areal cahaya. Jika diperkirakan jumlah ikan cukup banyak, jaring diangkat. Bagan apung ini memiliki rangkaian utama yang terbuat dari bambu. Selain itu terdapat pelampung yang terbuat dari drum bekas berdiameter 1m. Pada pemberat bagan, bahan pemberat berupa batu besar, karung berisi pasir, atau batu dan karung pasir. Dengan ukuran berat sekitar 1,5 kwintal. Dimana jumlah dari pemberat disimpan di ke empat sisi kapal. Bagian alat tangkap bagan apung antara lain : Rumah bagan, lampu, roller, jaring, pemberat, jangkar, batu arus, pelampung, genset, serok, ember, ranjang (rombong), tiang (rangka), tali utama, tali pelampung dan tali pemberat. Salah satu yang perlu diperhatikan dalam alat tangkap bagan apung adalah jaring. Jaring berfungsi untuk menangkap dan menampung ikan dan terbuat dari bahan Polyethiline. Bingkai jaring berbentuk segi empat terbuat dari bambu. Bambu ini disesuaikan dengan panjang dan lebar mulut jaring dan rangka bagan. Bingkai jaring berfungsi sebagai tempat mengikat jaring, pemberat, dan tali penggantung yang dihubungkan dengan roller jaring. Jarring yang digunakan disesuaikan dengan tujuan wilayah penangkapan. Untuk kawasan panimbang,

16

jenis ikan yang dijadikan target penangkapan adalah ikan teri. Pada setiap sudut bingkai jaring diikatkan batu, batu yang digunakan di bagan tersebut sebanyak 8 buah. Jaring pada bagan ini berbentuk seperti kelambu terbalik dan terbuatdari bahan waring hitam (polypropylene). Ukuan Mesh size jaring tersebut sebesar 1 mm (0,1 cm). Bagian tepi jaring dipasang tali ris terbuat dari bahan polyethylen (PE) sebagai penguat pinggiran jaring.

3.3.

Metode Penangkapan

Terlebih dahulu nelayan mempersiapkan perlengkapan yang akan di pergunakan dalam operasi penangkapan. Perlengkapan tersebut dapat berupa ; bekal pribadi nelayan, beberapa lampu lengkap dengan cadangannya, genset dan perlengkapan yang di butuhkan lainnya. Kami berangkat bersama seorang pemilik bagan dengan 2 orang ABK ditambah mahasiswa 2 orang dan 1 orang asdos jadi jumlah keseluruhan 6 orang yang berada di atas bagan. Kami berangkat sebelum matahari terbenam, dengan mempergunakan perahu nelayan meninggalkan daratan untuk menuju ke bagan. Persiapan di atas bagan antara lain :

1. Mengganti seluruh tali bagan dengan yang baru, kemudian menurunkan

pemberat bagan.
2. Mengatur jaring, setelah jaring dipasang kemudian langsung memasang

atau mengganti lampu yang berjumlah 12 buah, kemudian setelah itu menghidupkan genset untuk mengecek kondisi lampu.
3. Melakukan penurunan jaring dengan memutar

line holler (dengan

memutar tuas pemutar

kearah depan ) dengan kedalaman 8 sampai 10

meter dan saat jaring diturunkan kita harus memperhatikan tali jaring.
4. Menurunkan lampu yang tadi telah terpasang dan sudah dipastikan

menyala oleh genset tadi ke bawah bagan di atas permukaan air.


5. Selang beberapa jam (antara 2 jam atau 3 jam) , ketika ikan mulai

berkumpul di bawah Bagan karena tertarik olah cahaya lampu atau pun 17

karena terbawah arus , jika kondisinya memungkinkan untuk dilakukan haulling maka pada saat itu juga proses hauling dapat dilakukan.
6. Sebelum melakukan haulling matikan lampu satu persatu hingga cahaya

lampu terpusat pada satu titik atau dapat juga dilakukan dengan menarik kembali lampu keatas bagan agar ikan target berkumpul di satu titik biasanya di tengah bagian bagan. 7. Setelah ikan berkumpul proses hauling dilakukan dengan memutar line holler (dengan memutar tuas line holler kearah belakang) sampai jaring beraba diatas permukaan air . 8. Tentunya dalam proses hauling ini kita ini kita harus memperhatikan arah arus dan posisi tali serta jaring yang berada didalam air.
9. Pada saat

proses hauling berlangsung ketika datang arus yang

menyababkan posisi tali dan pemberat jaring berubah , maka tali jangkar perlahan-lahan dilepas / di area agar posisi jaring kembali ke posisi semula. 10. 11.
12.

Setelah jaring berada di atas air maka tali jangkar yang di Saat ikan sudah terangkat ambil menggunakan serok dan Kembali dari tahap 3 dan melakukan setting.

area tadi ditarik / hibob kembali dengan memutar line holler jangkar mengumpulkan ikan di rombong atau keranjang.

Dari beberapa kali penangkapan atau houlling di lihat dari tabel hasil penangkapan ikan yang didapat di atas kita bisa melihat bahwa ikan didapat yaitu
Ikan Teri (Stolephorus sp) sebagai ikan target dan Ikan Tembang, Cumi-cumi (

Loligo sp ), Udang dan Kepiting adalah ikan non target. Di mana pada houling pertama hasil tangkapan untuk ikan teri adalah sekitar 1/4 keranjang, houling kedua adalah 3/4 keranjang, houling ketiga adalah 1 keranjang dan houling keempat adalah 3/4 keranjang sehingga totalnya adalah 3 keranjang.

18

Di lihat dari hasil tangkapan lama saat melakukan setting menentukan banyaknya hasil tangkapan ikan teri (ikan target) di samping pengaruh kondisi daerah penangkapan seperti arus, gelombang, cahaya bulan,dan kedalaman perairan tersebut. Adapun kondisi perairan pada saat melakukan penangkapan menggunakan bagan apung adalah sore hari cuaca cerah, dengan angin yang bertiup sedang, dan kecepatan arus kecil serta gelombang kecil. Begitu pula pada malam hari cuaca sangat baik untuk melakukan pengoperasian alat tangkap, angin bertiup sedang(agak kencang) dan kecepatan arus sedang (agak kencang) serta gelombang kecil. Kemudian pada subuh dini hari keadaan cuaca hujan gerimis, angin bertiup sedang, dan kecepatan arus sedang (agak kencang) serta gelombang sedang atau kecil. Jarak tempat bagan dari pantai kira-kira 15 Km dan kedalam air 8-10 meter. Jaring di turunkan hingga kedalaman 9 meter.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN


19

4.1 Kesimpulan Bagan apung merupakan salah satu alat tangkap yang ada di Indonesia dan digolongkan ke dalam kelompok jaring angkat (liftnet). Ikan target penangkapan berupa jenis-jenis ikan pelagis kecil seperti ikan teri. Dari hasil yang didapat, terdapat pula hasil tangkapan yang bukan target, seperti ikan tembang, cumi-cumi, dan kepiting. Bagian utama alat ini terdiri atas jaring, bagan, dan alat bantu berupa cahaya. Alat bantu cahaya berupa lampu yang ada d bagan sebanyak 12 buah. Ikan-ikan yang bersifat fototaksis positif akan datang dan berkumpul di atas jaring di dalam areal cahaya. Jika diperkirakan jumlah ikan cukup banyak, jaring diangkat. Jaring yang digunakan memiliki ukuran mesh size sebesar 1milimeter. 4.2 Saran Pada kegiatan praktikum kali ini sangat menambah pengalaman dan pengetahuan. Kegiatan-kegiatan lapangan seperti ini sebaiknya sering dilakukan agar mahasiswa dapat melihat dan mempraktekkan langsung bagaimana cara mengoperasikan alat tangkap yang biasa dipelajari di kuliah. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, dari bagan yang dikunjungi kita dapat mengetahui bahwa bagan apung yang berada di daerah Banten tersebut sepertinya sudah terlalu padat. Perlu adanya pembatasan dan perijinan yang ketat.

20

BAB V DAFTAR PUSTAKA


http://www.scribd.com/doc/81557478/Fungsi-Bagian-Dari-Alat-Tangkap-Bagan http://www.scribd.com/doc/89319771 /Identifikasi-Bahan-Dan-Materialnya http://anintasaraswati.blogspot.com/2011/01/makalah-bagan-apung.html Monintja DR dan Martasuganda S. 1991. Teknologi Pemanfaatan Sumberdaya Hayati Laut II. Bogor : IPB Press Mallawa Achmar, and Sudirman. Tehnik Penangkapan Ikan. 2004. Rineka Cipta.

21

LAMPIRAN
Bagan Apung Nama Pemilik Bagan : Bapak Didi Kondisi Daerah Penangkapan Jarak dari pantai : Perjalanan sekitar 1 jam Kondisi arus : Tenang dan baik Kedalaman : 8 10 meter Foto :

22

You might also like