You are on page 1of 1

MENGUBAH PASIR MENJADI MUTIARA (Mengelola Kekecewaan Dan Kepahitan) Pada suatu sore, seekor anak kerang di dasar

laut sedang mengadu dan merintih kesakitan dan mengeluh kepada ibunya. Sebutir pasir tajam bagai sembilu memasuki tubuhnya yang merah dan lembek. Sang ibu berkata sambil bercucuran air mata, anakku Tuhan tidak memberikan kita bangsa kerang sebuah tangan pun, sehingga ibu tak bisa menolong mu nak. Sakit sekali, aku tau anakku. Namun terima lah itu sebagai takdir alam. Jadi kuatkan lah hati mu, nak. Jangan lagi terlalu lincah. Kerahkan semangatmu melawan rasa ngilu. Tegarkan jiwa mu menanggung nyeri yang menggigit. Balutlah pasir itu dengan getah perutmu. Hanya itu yang bisa kamu perbuat anakku,bujuk sang ibunya dengan lembut namun pilu. Si anak kerang pun mencoba nasihat ibunya. Ada hasilnya, namun perih pedih tak kepalang. Kadang kala, di tengah-tengah erang kesakitannya, ia meragukan nasihat ibunya. Namun tak ada pilihan lain. Ia terus bertahan, dan dengan banyak mengeluarkan air mata ia berusaha tegar., mengukuhkan hati, menguatkan jiwa, bertahun-tahun lamanya. Tanpa disadari, sebutir mutiara mulai terbentuk dalam dagingnya. Makin lama makin halus, kian lama kian bulat. Rasa sakit semakin berkurang. Mutiara juga semakin menjadi. Kini, bahkan rasa sakitnya terasa biasa. Dan ketika masanya tiba, sebutir mutiara besar, utuh dan mengkilap, akhirnya terbentuk sempurna. Si anak kerang berhasil mengubah pasir menjadi mutiara. Deritanya berubah menjadi mahkota kemuliaan. Air matanya kini menjadi harta yang berharga. Dirinya sekarang, sebagai bentukan nestapa bertahun-tahun, lebih berharga dari pada sejuta kerang lainnya yang cuma di santap orang di bawah naungan tenda-tenda di pinggir jalan yang bertuliskan Sedia Kerang Rebus. Kristal kekecewaannya kini telah menjadi perhiasan mahal dan bergengsi tinggi di leher-leher indah para perempuan kaya yang menambah kejelitaan mereka. PERTANYAAN: 1) Bagaimana pandangan ibu-ibu terhadap konsep penderitaan? Dan mengapa penderitaan itu harus ada dalam kehidupan seorang manusia? 2) Salahkah jika dalam berhadapan dengan penderitaan itu, manusia merasa tidak bersalah (benar) kepada Allah dan memprotes adanya penderitaan itu? 3) Bagaimana cara anda menghadapi penderitaan dalam keberadaan hidup keberimanan?

You might also like