Professional Documents
Culture Documents
DEPARTEMEN KEHUTANAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN
BALAI PENELITIAN KEHUTANAN SOLO
LEMBAR PENGESAHAN
Tahun 2007
Drs. Prapto Suhendro Ir. Sukresno, MSc Ir. Beny Harjadi, MSc
NIP. 710 000 452 NIP. 710 001 486 NIP. 710 017 594
Disahkan oleh :
Kepala BPK Solo,
Oleh :
Beny Harjadi, Agus Wuryanta, Dody Prakosa,
Agung Budi Supangat, Yusuf Iriyanto W., Bambang Ragil WMP.
ABSTRAK
Karakteristik penutupan lahan suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh
kondisi bio-fisik maupun sosial ekonomi masyarakatnya. Pada wilayah dengan
curah hujan tinggi berpenduduk jarang, pola penutupan lahannya lebih dominan
pada tanaman tahunan, sebaliknya pada wilayah curah hujan tinggi berpenduduk
padat pola penutupan lahannya lebih dominan pada tananan semusim. Sedangkan
pada wilayah kering (hujan rendah) dengan penduduk jarang, pola penutupan
lahannya didominasi padang rumput dan tanaman tahan kering. Kebutuhan akan
data terkini, akurasi tinggi, pada areal yang luas untuk memantau perubahan satu
kesatuan pengelolaan DAS.
Tujuan dari PPTP kegiatan kajian pada tahun 2007 difokuskan pada zona
ekologi Jawa (Curah hujan tinggi dan Penduduk padat) di DAS Solo DS. dengan
tujuan yaitu: (1) Memperoleh metode analisis data Penginderaan Jauh (PJ) dan
Sistem Informasi Geografis (SIG) yang efektif untuk menyusun data dasar
karakteristik penutupan lahan DAS serta untuk monev DAS, dan (2) Analisis
perubahan penutupan lahan dan analisis perhitungan erosi kualitatif dan kuantitatif,
serta morfometrik DAS.
Penelitian Aplikasi Penginderaan Jauh (PJ) dan Sistem Informasi Geografis
(SIG) untuk monitoring dan Evaluasi (monev) merupakan salah satu kegiatan dari
UKP berjudul Sistem Karakterisasi DAS untuk mendukung pengembangan system
monev dalam pengelolaan DAS. Tujuan UKP adalah untuk mendapatkan sistem
karakterisasi DAS dengan parameter pendukung biofisik dan sosial ekonomi budaya
sebagai dasar perencanaan dan monev serta implementasi dalam pengelolaan DAS
yang sesuai dengan kondisi dan kekhasan wilayah ekosistemnya dan kewenangan
daerah otonom, serta terbangunnya sistem informasi DAS.
Kondisi fisik lahan yang didominasi bentuk lahan pegunungan dan
perbukitan dengan kemiringan yang curam sampai terjal, menyebabkan wilayah
sekitar Sub DAS Grindulu potensi akan terjadinya longsor. Kejadian longsor
tersebut juga ditunjang oleh keadaan batuan yang sudah mulai melapuk akibat
desintegrasi oleh pengaruh panas dan hujan serta dekomposisi. Walaupun ada
sebagian areal lahan yang didominasi batuan singkapan dan batuan permukaan,
namun karena penutupan lahan relatif rapat di daerah pegunungan dan perbukitan
maka sepanjang tahun sungai Grindulu tidak pernah kering.
Kata Kunci : PJ, SIG, Monev, Morfometrik, DAS Grindulu., Pacitan, Jawa-timur
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...............................................................................................................III
KATA PENGANTAR............................................................................................. IV
DAFTAR ISI..............................................................................................................V
DAFTAR GAMBAR............................................................................................. VII
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................VIII
I. PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 3
C. Tujuan dan Sasaran ........................................................................................... 4
D. Hasil Yang Telah Dicapai ................................................................................. 5
E. Luaran/Output Tahun 2007................................................................................ 6
F. Ruang Lingkup Tahun 2007 .............................................................................. 6
II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 7
A. Daerah Aliran Sungai (DAS) ............................................................................ 7
B. Monitoring dan Evaluasi DAS .......................................................................... 7
C. Penutupan Lahan dan Penggunaan Lahan......................................................... 8
D. Teknologi Penginderaan Jauh ......................................................................... 10
E. Penginderaan Jauh Sistem Satelit ................................................................... 14
F. Klasifikasi Citra Satelit Digital........................................................................ 15
F.1. Analisis Perhitungan Erosi......................................................................... 16
F.2. Metodologi Pemetaan Penutupan dan Penggunaan Lahan ........................ 21
G. Aplikasi PJ dan SIG untuk Evaluasi Penutupan Lahan................................... 26
III. BAHAN DAN METODE ................................................................................. 28
A. Lokasi Penelitian ............................................................................................. 28
B. Bahan dan Metode........................................................................................... 28
B. 1. Jenis Penelitian ........................................................................................ 29
B. 2. Rancangan Penelitian ............................................................................. 29
B.3. Parameter.................................................................................................. 30
B.4. Pengambilan Data..................................................................................... 31
B.5. Pengolahan dan Analisis data................................................................... 31
IV. BIAYA DAN ORGANISASI PELAKSANA.................................................. 33
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 67
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Sasaran tiap tahun kegiatan PJ dan SIG untuk Monev DAS ........................ 5
Tabel 2. Rencana Anggaran dan Belanja Kajian Aplikasi Penginderaan Jauh (PJ) dan
Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Monitoring dan Evaluasi (Monev)
DAS............................................................................................................ 33
Tabel 4. Aspek kegiatan tahunan yang dilakukan pada kajian aplikasi PJ dan SIG
untuk Monev DAS. .................................................................................... 37
Tabel 5. Tata waktu kegiatan kajian aplikasi PJ dan SIG untuk Monev DAS 2007 38
Tabel 7. Sebaran Luas untuk Kelas Arah Lereng Aspek di DAS Grindulu, Pacitan43
Tabel 8. Sebaran Luas untuk Kelas Kemiringan Lereng di DAS Grindulu, Pacitan46
Tabel 9. Sebaran Luas untuk Kelas Drainase di DAS Grindulu, Pacitan ................. 48
Tabel 10. Sebaran Luas untuk Kelas Tekstur Tanah di DAS Grindulu, Pacitan ..... 50
Tabel 11. Sebaran Luas untuk Kelas Penutupan Lahan di DAS Grindulu, Pacitan.. 52
Tabel 13. Sebaran Luas untuk Kelas Solum Tanah di DAS Grindulu, Pacitan ........ 57
Tabel 14. Sebaran Luas untuk Kelas Hujan Tahunan di DAS Grindulu, Pacitan..... 59
Tabel 15. Sebaran Luas untuk Kelas Evapotranspirasi Aktual di DAS Grindulu ... 61
Tabel 16. Sebaran Luas untuk Kelas Erosi Kualitatif SES di DAS Grindulu ......... 63
Tabel 17. Sebaran Luas untuk Kelas Erosi Kualitatif MMF di DAS Grindulu ....... 65
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumberdaya alam yang berupa hutan (vegetasi), tanah, dan air mempunyai
peranan yang penting dalam kelangsungan hidup manusia sehingga dalam
pemanfaatannya perlu dilakukan secara optimal dan lestari. Kerusakan sumberdaya alam
hutan (SDH) yang terjadi saat ini telah menyebabkan terganggunya keseimbangan
lingkungan hidup daerah aliran sungai (DAS) seperti tercermin pada sering terjadinya
erosi, banjir, kekeringan, pendangkalan sungai dan waduk serta saluran irigasi. Tekanan
yang besar terhadap sumber daya alam oleh aktivitas manusia, salah satunya, dapat
ditunjukkan adanya perubahan penutupan lahan yang begitu cepat. Pengelolaan DAS
dengan permasalahan yang komplek, diperlukan penanganan secara holistik, integral dan
koordinatif. Perubahan kondisi penutupan lahan sangat diperlukan sebagai dasar
pengelolaan suatu DAS yang harus dilakukan secara periodik melalui kegiatan
monitoring dan evaluasi (monev).
Karakteristik penutupan lahan suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh kondisi
bio-fisik maupun sosial ekonomi masyarakatnya. Pada wilayah dengan curah hujan
tinggi berpenduduk jarang, pola penutupan lahannya lebih dominan pada tanaman
tahunan, sebaliknya pada wilayah curah hujan tinggi berpenduduk padat pola penutupan
lahannya lebih dominan pada tananan semusim. Sedangkan pada wilayah kering (hujan
rendah) dengan penduduk jarang, pola penutupan lahannya didominasi padang rumput
dan tanaman tahan kering.
Survei penutupan lahan secara langsung di lapangan memerlukan tenaga yang
banyak, waktu lama dan biaya tidak sedikit. Oleh karena itu diperlukan teknologi yang
mampu menggambarkan obyek dipermukaan bumi secara luas, terkini dan dapat
dimanfaatkan secara periodik. Teknologi Penginderaan Jauh (PJ) mampu
menggambarkan obyek di permukaan bumi, sehingga dapat digunakan untuk
memetakan penutupan lahan dan memonitor perubahannya. Beberapa keuntungan
penggunaan data PJ yaitu citra satelit menggambarkan obyek, daerah, gejala di
permukaan bumi dengan ujud dan letak yang mirip dengan kondisi dipermukaan bumi,
relatif lengkap, meliput daerah yang luas dan permanen.
Kebutuhan akan data terkini dengan akurasi tinggi, pada areal yang luas sangat
diperlukan untuk memantau perubahan satu kesatuan pengelolaan DAS. Data yang
diperoleh dari teknologi PJ yang telah di cek di lapangan digunakan sebagai masukan
(input) bagi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk selanjutnya diproses dan dianalisa
sehingga diperoleh peta penutupan lahan yang akurat. Melalui proses SIG data dari PJ
dapat digunakan untuk mendeteksi perubahan penutupan lahan (Land cover change
detection) pada suatu DAS. Bantuan PJ dan SIG sangat diperlukan untuk membantu
keterbatasan dana, waktu dan tenaga kerja dengan hasil yang diperoleh memiliki akurasi
tinggi, mudah, cepat dan murah, dapat dilakukan pada setiap waktu.
Dalam pengelolaan DAS, kondisi penutupan lahan dan variasi jenis tanah akan
sangat berpengaruh pada jenis dan tingkat erosi yang terjadi. Sehingga diharapkan PJ
dan SIG dapat membantu perhitungan untuk analisis erosi baik secara kualitatif untuk
perencanaan jangka panjang maupun secara kuantitatif untuk perencanaan jangka
pendek. Disamping itu PJ juga dapat dimanfaatkan untuk analisis tingkat kemampuan
penggunaan lahan (LUC=Land Use Capability) dan morfometrik DAS.
Oleh karena pola penutupan lahan secara nasional sangat beragam pada setiap
zona ekologi maka dalam pemanfaatan penginderaan jauh perlu dilakukan kajian
aplikasinya. Pada tahun 2007 diperlukan kajian tentang “Kajian Aplikasi Penginderaan
Jauh (PJ) dan Sistem Informasi Geografis (GIS) untuk Monitoring dan Evaluasi DAS”.
B. Rumusan Masalah
Kegiatan monitoring dan evaluasi DAS perlu didukung oleh data tentang kondisi
trekini dan perubahan penutupan lahan secara akurat dan terkini (up todate). Perubahan
penutupan lahan pada DAS sangat cepat khususnya di dua musim yang berbeda
(kemarau & penghujan). Monitoring dan evaluasi sangat diperlukan untuk memantau
terjadinya perubahan dan membantu menetapkan karakteristik suatu DAS
Oleh karena itu perlu dilakukan pemutakhiran data penutupan lahan dan analisa
perubahannya. Departemen Kehutanan dalam hal ini Badan Planologi Kehutanan telah
melakukan pemutakhiran data penutupan lahan (untuk beberapa propinsi) dengan cara
interpretasi citra landsat secara visual. Untuk mendukung kegiatan tersebut, diperlukan
teknik penajaman citra (image enhancement) secara digital agar diperoleh informasi
tentang penutupan lahan seakurat mungkin. Luaran (output) dari analisis citra landsat
adalah peta pada skala 1 : 100.000 (maksimum) atau yang lebih kecil. Menurut
Prihandito (1989) produk tersebut tergolong pada skala kecil, oleh karena itu untuk
perencanaan pengelolaan DAS hanya sesuai untuk perencanaan pada skala makro DAS
atas wilayah lintas kabupaten atau propinsi. Mengingat setiap wilayah di Indonesia
memiliki pola penutupan lahan yang spesifik, oleh karena itu masing – masing wilayah
diperlukan kajian teknik aplikasi PJ dan SIG sebagai basis monev kondisi penutupan
lahan dalam pengelolaan DAS.
Beberapa pertanyaan dalam penelitian ini yang harus dijawab terkait dengan
permasalahan yang ada, antara lain :
a. Apa dengan citra satelit PJ dan SIG dapat digunakan untuk pemetaan dan
perhitungan erosi dibandingkan dengan cara yang lama (konvensional) ?
b. Sampai seberapa jauh sumbangan dari teknologi PJ dan SIG untuk monev
DAS dalam mendukung sistem Karakterisasi DAS ?
c. Bagaimana tehnik aplikasi PJ dan SIG untuk menyusun data dasar
karakteristik penutupan lahan sebagai basis monitoring dan evaluasi DAS ?
Kegiatan kajian ini merupakan kegiatan terakhir dari tiga tahun kegiatan kajian
yang direncanakan yakni dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007, dengan perincian
sasaran tiap tahun seperti terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sasaran tiap tahun kegiatan PJ dan SIG untuk Monev DAS
No. Sasaran Tahun
2005 2006 2007
1. Zona ekologi penduduk Penutupan
jarang curah hujan tinggi lahan
(Sumatra)
2. Zona ekologi Penduduk Penutupan
jarang curah hujan rendah lahan &
(NTT) erosi
3. Zona ekologi penduduk Penutupan
padat curah hujan tinggi lahan, erosi &
(Jawa) morfometri
Monitoring pengelolaan DAS adalah proses pengamatan data dan fakta yang
pelaksanaannya dilakukan secara periodik dan terus menerus terhadap jalannya kegiatan,
penggunaan input, hasil sebagai akibat dari kegiatan yang dilaksanakan dan faktor luar
atau kendala yang mempengaruhi. Sedangkan evaluasi pengelolaan DAS adalah proses
pengamatan dan analisis data dan fakta yang pelaksanaannya dilakukan menurut
kepentingannya mulai dari penyusunan rencana program, pelaksanaan program dan
pengembangan program pengelolaan DAS (Tim Peneliti BP2TPDAS – IBB,2004).
Kegiatan pemantauan dan evaluasi pengelolaan DAS yang dilakukan secara langsung di
lapangan akan memakan waktu, tenaga dan biaya. Oleh karena itu dengan dibangunnya
sistem pemantauan dan evaluasi secara digital akan lebih mempermudah dan
mempercepat dalam pengambilan keputusan dalam rangka penanganan masalah –
masalah DAS, terutama yang berkaitan dengan kerusakan sumberdaya lahan, air dan
hutan/vegetasi (BPDAS Solo dan PUSPICS, 2002).
Dalam peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1 : 250.000, tahun 1986,
penutupan lahan/penggunaan lahan dibedakan menjadi : hutan, perkebunan, ladang,
pemukiman, dan sawah. Oleh Badan Planologi Kehutanan, Departemen Kehutanan,
klasifikasi penutupan lahan tersebut diperluas menjadi :
1. Hutan : a. hutan lahan kering primer
b. hutan lahan kering sekunder
c. hutan tanaman
d. hutan rawa primer
e. hutan rawa sekunder
2. Perkebunan
3. Pemukiman
4. Sawah
5. Lahan kering/ladang :
a. pertanian lahan kering
b. pertanian lahan kering campur semak
6. Rawa
7. Tanah terbbuka
8. Tubuh air
9. Belukar :
a. semak/belukar
b. belukar rawa
Menurut peta topogrfi (1942) jenis penggunaan lahan dapat diklasifikasi menjadi
: hutan, sawah, pemukiman, perkebunan/pekarangan, tegal, lahan terbuka dan tubuh air
(danau, kolam ikan.dll). Dalam peta tersebut juga diperoleh notasi penutupan lahan yang
berupa hutan (tanaman pokok, belukar, dan mangrove), rumput (alang-alang dan glagah
alang-alang), dan perkebunan (teh, karet, kopi). Penggunaan lahan hutan dapat dibagi
lagi sesuai fungsinya (UU No. 41 tahun 1999 dan PP No 68 tahun 1998) yakni :
1. hutan lindung
2. hutan konservasi :
a. hutan pelestarian alam : taman nasional, taman hutan raya, dan taman
wisata alam
b. hutan suaka alam : kawasan suaka margasatwa dan kawasan cagar alam
c. taman buru
3. hutan produksi
Citra Penginderaan Jauh (PJ) dapat digunakan untuk mendeteksi perubahan
penutupan lahan (Bronsveld, K. et al., 1994). Perubahan penggunaan lahan dapat
mengakibatkan perubahan kondisi hidrologi suatu DAS. Penelitian Sukresno dan
Precylia (1995) di Sub DAS Wader, menunjukkan bahwa perubahan penutupan lahan
dari tumbuhan liar menjadi Eucalyptus alba dan Accacia auriculiformis berpengaruh
pada kondisi hidrologi, yaitu dapat memperpanjang waktu dasar (tb) dan menurunkan
debit puncak (qp), mempercepat waktu banjir (tc), laju infiltrasi semakin rendah
sehingga limpasan, koefisien limpasan dan erosi tahunan cenderung terus meningkat.
Identifikasi penutupan vegetasi maupun non vegetasi pada citra penginderaan
jauh dapat dilakukan secara manual dan secara digital (menggunakan citra satelit).
Klasifikasi penutupan lahan didasarkan pada luas penutupan vegetasi dan non vegetasi
yang dinyatakan dalam prosentase penutupan (BPDAS Solo dan PUSPICS. 2002).
Analisis kuantitatif kategori penutupan vegetasi sebagai faktor yang
mempengaruhi kejadian limpasan permukaan didasarkan pada prosentase luas
penutupan vegetasi dan non vegetasi. Semakin luas penutupan lahan yang berupa
vegetasi semakin menghambat terjadinya limpasan permukaan, dan sebaliknya semakin
tipis atau hampir tidak ada penutupan vegetasi berarti semakin menunjang terjadinya
limpasan permukaan, apalagi tanpa disertai dengan upaya konservasi seperti pembuatan
terasering dll (BPDAS Solo dan PUSPICS, 2002).
sumberdaya alam yang cukup besar memerlukan teknologi tersebut untuk inventarisasi
dan monitoring wilayah dan sumberdaya alam yang dimikinya. Oleh karena itu
Indonesia dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan teknologi tersebut.
Salah satu elemen penting di dalam teknologi penginderaan jauh adalah tenaga.
Definisi tenaga elektromagnetik adalah paket elektrisitas dan magnetisme yang bergerak
dengan kecepatan sinar pada frekuensi dan panjang gelombang tertentu dengan sejumlah
tenaga tertentu. Dalam teknologi penginderaan jauh digunakan tenaga elektromagnetik.
Matahari merupakan sumber tenaga elektromagnetik. Disamping matahari juga sumber
tenaga yang lain, baik sumber tenaga alamiah maupun sumber tenaga buatan. Sumber
tenaga alamiah digunakan di dalam penginderaan jauh sistem pasif seperti misalnya
potret udara dan citra satelit Landsat, SPOT dll sedangkan sumber tenaga buatan
digunakan di dalam penginderaan jauh sistem aktif misalnya sistem radar. Tenaga
elektromagnetik tidak tampak oleh mata dan akan tampak apabila berinteraksi dengan
menyidik (tracing) karakteristik spektral obyek yang tergambar pada citra penginderaan
jauh. Obyek yang banyak memantulkan dan memancarkan tenaga elektromagnetik ke
sensor akan tampak cerah (nilai kecerahannya tinggi). Sedangkan obyek yang sedikit
memantulkan tenaga dan banyak menyerap tenaga elektromagnetik akan tampak gelap
pada citra. Ada obyek yang berlainan tetapi mempunyai karakteristik spektral yang
sama atau serupa sehingga menyulitkan pembedaan dan pengenalannya pada citra hal
ini dapat diatasi dengan kunci interpretasi yang lain seperti bentuk, ukuran, pola ,dll.
Gambar 2 menunjukkan kurva spektral untuk 3 jenis obyek yaitu tanah, tumbuhan
(vegetasi) dan air.
Gambar 2. Kurva spektral obyek (Tubuh air, Tanah dan Vegetasi) (University of
Concepcion, 2003 dalam Berrios, 2004)
Penggunaan teknik penginderaan jauh untuk membantu inventarisasi
sumberdaya lahan telah menunjukkan keberhasilannya, hal ini disebabkan karena
penginderaan jauh mempunyai sifat multidisipliner, artinya menggambarkan kondisi
permukaan bumi secara lengkap dan mirip dengan keadaan sebenarnya di medan,
sehingga dengan kemampuan dan pengalamannya berbagai pakar dapat memperoleh
data sesuai dengan keinginannya. Citra penginderaan jauh merupakan catatan permanen
dan repetitif, artinya setiap saat dokumentasi tersebut dapat dibuka kembali dan tidak
akan berubah serta apabila dikehendaki dokumen tersebut dapat dipotret ulang.
Disamping itu sesuai dengan yang dikehendaki dapat dipakai untuk mengetahui
gambaran secara luas (sinoptic view) dengan menggunakan citra skala kecil (citra
Landsat,SPOT), sedangkan untuk tingkat detail misalnya studi kota, mengetahui jenis
komoditi tertentu dapat menggunakan citra skala besar (foto udara).
Kemudian kelima faktor dilakukan perkalian dan didapatkan total skore erosi
(Soil Erosion the Area Value : SEAV). Jika nilai SEAV lebih kecil dari 16 dimasukkan
kedalam erosi rendah (Low Erosion Area : LEA), jika SEAV berkisar antara 16 sampai
48 termasuk erosi sedang (Medium Erosion Area : MEA), dan jika nilai lebih dari 49
termasuk erosi tinggi (High Erosion Area : HEA), Gambar 3..
Gambar #. Diagram Alur Analisis pehitungan Erosi Kuantitatif Morgan, Morgan dan Finney
Xijk(t2) – Xijk(t1)
Xijk = —————————— + C
2
dimana XijK adalah nilai piksel abu-abu untuk band K pada garis_i dan kolom_j, t1
sebagai tanggal pertama dan t2 sebagai tanggal kedua. C adalah konstanta yang
digunakan untuk memproses hasil citra dari 0 – 254.
Xijk (t1)
Xijk = —————
Xijk (t2)
( c) Image regression
Metode ini diasumsikan bahwa nilai piksel pada waktu t1 ((Xij K (t1) adalah
berhubungan dengan waktu t2 Xij K (t2)), oleh fungsi linier, sehingga oleh sebab itu
satu citra satelit dapat diregresi lagi dengan menggunakan metode lainnya. Metode
deferensiasi citra satelit dapat diterapkan dengan nilai prediksi Xij
K (t2), sebagai dasar regresi garis, dari nilai actual pada citra satelit kedua, piksel dengan
piksel, sebagai berikut :
Klasifikasi Klasifikasi
Mosaik Mosaik
Penghalusan
Komposisi Komposisi
Agregasi
Tumpangsusun Tumpangsusun
Ekstraksi Ekstraksi
OUTPUT
Statistik Statistik Hasil Foto Statistik
secara sederhana maupun yang kompleks karena banyak peta yang harus ditumpang
susunkan. Konsep ini terus berkembang dengan adanya tumpang susun peta yang
memberi penekanan pada faktor atau peta tertentu. Di lain pihak, pengolahan data dalam
bentuk tabel dalam DBMS dapat dilakukan berdasarkan kriteria tertentu (Nugroho S.P.,
Endang S., Wardojo. 1996).
Jessen (1992) menggunakan SIG dan soft-ware Arc-Info untuk mengolah data
sumber daya lahan dan menyusun rekomendasi penggunaan lahan yang produktif.
Begitu juga Fletcher (1990) menggunakan SIG untuk perencanaan konservasi tanah di
Sub DAS Wiroko dengan mengumpulkan data ISDL (Inventarisasi Sumber Daya
Lahan) pada setiap unit peta. Data ISDL yang dikumpulkan di lapangan meliputi
beberapa parameter tetap (bentuk lahan, tipe batuan, jenis tanah, kemiringan lereng) dan
parameter berubah (tingkat erosi, macam teras, jenis penggunaan lahan).
Uboldidan Chuvieco (1997) menggunakan image processing dan SIG untuk
mengakses pengelolaan lahan pertanian di daerah semi arid yang terletak di lembah
sungai Colorado, propinsi Buenos Aires, Argentina. Beberapa parameter tanah
digunakan dalam rangka membuat peta kesesuaian lahan yang berbasis pada
karakteristik fisik tertentu, sedangkan penggunaan lahan aktual diperoleh dari citra
SPOT. Keduanya kemudian ditumpangsusunkan (overlay) sehingga diperoleh tabel dan
peta yang memperlihatkan lahan yang dikelola lebih intensif atau kurang intensif dari
seharusnya.
Aplikasi penginderaan jauh dan SIG telah banyak digunakan dalam
mengevaluasi lahan. Elsiedan Zuidan (1998) menggunakan PJ dan SIG untuk
mengklasifikasikan penutupan lahan dan proses identifikasi lahan yang terdegradasi
terutama daerah terbuka. Penutupan lahan dibedakan dengan interpretasi visual dari
respon spektral citra SPOT. Problem terbesar dalam interpretasi adalah dalam
membedakan batuan permukaan karena respon batuan basal sama dengan lahan basah
dan daerah dengan sedikit vegetasi.
A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian direncanakan akan dilakukan di wilayah zona ekologi yang
memiliki kepadatan penduduk tinggi dan curah hujan juga tinggi yaitu di DAS
Grindulu., Jawa Timur.
B. 1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan aplikasi dari sautu teknologi penginderaan jauh, namun
perlu dicobakan dengan berbagai macam teknik pemrosesan dari koreksi distorsi sampai
analisis pemrosesan dan perhitungan secara digital. Dengan kajian ini diharapkan ada
satu teknologi untuk membantu monitoring dan evaluasi suatu DAS sehingga diperoleh
metoda yang cepat, akurat dan tepat dengan analisis secara digital. Sehingga dari haisl
kajian ini dapat dipakai untuk membantu dalam menetapkan karakterisasi suatu DAS
sesuai dengan judul UKP.
B. 2. Rancangan Penelitian
Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan citra satelit digital DAS Solo
DS.. Analisis citra satelit akan dilakukan di laboratorium PJ dan SIG serta akan
dilakukan ground cek melalui observasi sampling beberapa obyek di lapangan. Untuk
meenetapkan titik-titik sampel obyeknya, DAS Solo DS. dipilah dalam tiga wilayah:
hulu, tengah, dan hilir dengan asumsi bahwa ketiga wilayah tersebut memiliki pola
penutupan lahan yang berbeda berkaitan dengan penggunaan lahan yang berbeda pula.
Mengingat keterbatasan waktu, dana dan aksesibilitas, pada masing-masing wilayah
ditetapkan Sub DAS-Sub DAS representatif.
Kondisi penutupan lahan pada setiap Sub DAS/Sub-sub DAS reprensentatif
diinterpretasikan jenis-jenis penutupannya dengan menggunakan teknik PJ yang sesuai
berdasarkan perbedaan spektral reflektannya. Pemilahan jenis penutupan lahan akan
mengacu pada sistim klasifikasi penutupan lahan Badan Planologi Kehutanan serta
dilakukan melalui proses analisis spektral. Penetapan titik-titik sampel dilakukan
berdasarkan tumpang tindih (overlay) peta jenis penutupan lahan hasil interpretasi citra
digital (perbedaan spektral reflektan) dengan peta penutupan dan penggunaan lahan
yang ada (peta RBI, peta penggunaan lahan, peta landsistem), selanjutnya titik-titik
sampel pada peta hasil overlay diambil dengan mempertimbangkan sebaran dan
kemudahan aksesibilitas lapangannya.
Penajaman citra digital dimaksudkan untuk memperjelas kenampakan obyek
pada citra dan memperbaiki kualitas citra. Penajaman yang akan dilakukan meliputi
filtering, manipulasi histogram citra dll. Setelah dilakukan pemrosesan citra seperti
tersebut di atas, kemudian dilakukan klasifikasi tidak berbantuan (Unsupervised
classification). Hasil klasifikasi digunakan untuk menentukan titik sampel (jenis
penutupan dan penggunaan lahan) yang selanjutnya digunakan sebagai dasar di dalam
kegiatan lapangan (ground checking). Klasifikasi berbantuan (Supervised Classification)
dilakukan setelah kegiatan lapangan.
B.3. Parameter
Parameter-parameter data yang dikumpulkan untuk kegiatan Kajian Aplikasi
Penginderaan Jauh dan SIG untuk Monev DAS, antara lain :
1) Data grafis batas DAS
2) Peta jalan, sungai dan data administrasi
3) Prosentase penutupan vegetasi
4) Tingkat kerapatan vegetasi
5) Tipe/jenis penutupan lahan misalnya:
a. Hutan (Hutan primer, Hutan sekunder)
b. Perkebunan (Tanaman sejenis dan campuran)
c. Sawah (Irigasi dan tadah hujan), Pemukiman
d. Badan air (sungai, danau dll)
6) Nilai spektral obyek pada citra satelit digital
7) Perubahan penutupan lahan (luasan dan distribusinya)
8) Tingkat akurasi yaitu dengan mencocokkan hasil klasifikasi citra digital
dengan keadaan lapangan.
Data citra digital PJ (berbasis raster) diolah dan dianalisis dengan menggunakan
software ErdasImagine versi 8.7. Pengolahan tersebut meliputi koreksi geometri,
penajaman (analisis spectral) dan klasifikasi. Sedangkan data yang diperoleh selama
kegiatan di lapangan baik data sekunder maupun data primer selanjutnya diolah menjadi
data digital sebagai pedoman untuk klasifikasi ulang pada citra digital sehingga
diperoleh peta hasil klasifikasi (berbasis vector). Kombinasi data penutupan lahan dan
penggunaan lahan akan diperoleh system kriteria/kategori kondisi pada setiap
penggunaan lahan. dst
Peta penutupan lahan yang berasal dari sumber lain seperti peta RBI dan peta
penunjukan kawasan selanjutnya diolah dengan menggunakan software Arc/Info versi
3.5. Pemrosesan tersebut meliputi digitasi, editing dan pelabelan. Analisis perubahan
penutupan lahan dilakukan dengan menumpang susunkan (overlay) antara peta hasil
klasifikasi citra dan peta digital penutupan lahan dari RBI, sehingga diperoleh peta
penutupan lahan dan perubahannya.
Biaya penelitian tahun 2007 sebesar Rp 76.850.000,- (Tujuh puluh enam juta
delapan ratus lima puluh ribu rupiah), lihat Tabel 2.
Tabel 2. Rencana Anggaran dan Belanja Kajian Aplikasi Penginderaan Jauh (PJ) dan
Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Monitoring dan Evaluasi (Monev)
DAS
No. Kegiatan Proyek Volume Biaya Jumlah
Satuan Biaya (Rp.)
(Rp.)
Belanja Barang Operasional
1 lainnya (521119) :
1,1 Konsumsi Analisa Data 20 OH 25.000 500.000
1,2 Konsumsi Pelaporan 20 OH 25.000 500.000
Jumlah (1.1+1.2) 1.000.000
Konsumsi updating data
1.3. Aplikasi PJ 120 OH 25.000 3.000.000
1.4. Rapat Intern 20 OH 25.000 500.000
Jumlah (1) 4.500.000
2 Belanja Bahan (521211) :
2.1.1. Foto Copy 810 Lb 100 81.000
2.1.2 Dokumentasi
- Film NS 400 isi 36 4 Roll 30.000 120.000
- Batu Batery Alkalin 4 Bh 9.500 38.000
- Cetak Foto 3 R 120 Lb 1.000 120.000
- Album : 32x32 isi 20 2 Bh 45.500 91.000
Penggandaan dan Penjilidan
2.1.3. Laporan
- Untuk Pembahasan 1500 Lb 100 150.000
- Untuk Laporan 300 Lb 200 60.000
- Untuk Penjilidan 6 Bh 15.000 90.000
Jumlah (2.1.1+2.1.2.+2.1.3) 750.000
ATK dan Operasional
2.2. Komputer
- USB Flash Disk MP3 1 Bh 550.000 550.000
- Tempat (Kotak) CD 1 Box 30.000 30.000
- CD Blank + tempat plastik
kertas 11 Bh 5.000 55.000
- Ketas HVS Folio 80 Gr 4 Rim 33.500 134.000
- Kertas Kwarto 80 Gr 3 Rim 30.000 90.000
- Spidol besar (isi12 warna) 1 Dos 46.000 46.000
- Penghapus Cair 2 Bh 12.000 24.000
Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan oleh tim peneliti dari berbagai
disiplin ilmu antara lain, Konservasi Tanah dan Air, Kehutanan, PJ dan SIG serta
dibantu oleh beberapa teknisi seperti terdapat pada Tabel 3.
Tata waktu kegiatan “Kajian Aplikasi Penginderaan Jauh (PJ) dan Sistem
Informasi Geografis (GIS) untuk Monitoring dan Evaluas DAS”, dimulai tahun 2005
untuk wilayah Sumatra, tahun 2006 untuk wilayah NTT, dan tahun 2007 untuk wilayah
Jawa (Tabel 4). Sedangkan tata waktu kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun
2007 disajikan pada Tabel 5.
Tabel 4. Aspek kegiatan tahunan yang dilakukan pada kajian aplikasi PJ dan SIG untuk
Monev DAS.
05 06 07
1. Analisis penutupan lahan secara visual dan
klasifikasi penutupan secara digital
2. Analisis perubahan penutupan dan perhitungan
erosi secara kualitatif dan kuantitatif
3. Analisis perubahan penutupan lahan,
perhitungan erosi dan mofometrik DAS
Tabel 5. Tata waktu kegiatan kajian aplikasi PJ dan SIG untuk Monev DAS 2007
506385 545672
9123159 9123159
PETA LAND COVER
Penutupan Lahan
Skala 1 : 400.000
9088407 9088407
506385 545672
Kelas penutupan lahan di DAS Grindulu di dominasi dengan hutan rapat dan
pekarangan, yang mengalami penurunan pada musim penghujan karena sebagian
digunakan untuk persawahan dan agroforestry (Gambar 5). Dari peta penutupan lahan
dapat dilihat bahwa penyebaran hutan rapat merata dari hulu sampai hilir, dan sebagian
besar milik rakyat (hutan rakyat) bukan hutan dibawah pengelolaan Perum Perhutani.
Kondisi penutupan yang realtif rapat di DAS Grindulu seharusnya tidak terjadi
erosi besar-besaran, tetapi karena kondisi lahan dan topografi yang curam dan berbukit
menyebabkan lahan mudah terjadi erosi (Tabel 6). Erosi yang banyak terjadi di DAS
Grindulu termasuk pada kategori kelas erosi berat atau tinggi.
Pada saat musim penghujan Hutan rakyat dan Pekarangan yang mengalami
penurunan karena beralih fungsi menjadi lahan agroforestry dan tegalan (Gambar 6).
Persawahan akan meningkat pada musim kemarau, karena sebagian besar sawah tadah
hujan.
50
41,5
40
30
Prosen (%)
Kemarau
20 Penghujan
BEDA
10
0
ng
at
try
ah
i
o
l
ga
ga
ga
ap
er
ra
es
un
Te
B
an
-10
R
Ja
Sa
or
S
an
ar
of
an
ek
gr
ut
ut
A
P
H
H
B.Karakteristik DAS
Karakteristik dari suatu DAS (Daerah Aliran Sungai) ditentukan oleh
morfometrik suatu DAS, yaitu antara lain oleh kondisi sungai, pola drainase, panjang
sungai dan lain-lain (Gambar 7).
506385 545672
9123159 POLA DRAINASE DAS GRINDULU 9123159
Skala 1 : 400.000
9088407 9088407
506385 545672
Gambar 7. Pola Drainase DAS Grindulu, Pacitan, Jawa-Timur.
506385 545672
9123159 9123159
PETA ASPEK
Kelas Arah Lereng
Skala
1 : 400.000
9088407 9088407
506385 545672
Arah lereng atau aspek berpengaruh juga terhadap erosi yang terjadi yaitu
terkait kerapatan penutupan lahan (Gambar 8). Dimana pada lahan dengan arah
kemiringan lereng kearah selatan lebih peka terhadap erosi karena pertumbuhan tanaman
kurang subur, sehingga penutupan lahan kurang rapat dan lahan relatif terbuka sehingga
mudah terjadi erosi, dengan skor nilai 5. Sebaliknya lahan yang menghadap kearah
utara pertumbuhan tanaman relatif lebih lebat, sehingga resiko terjadinya erosi lebih
rendah atau peka skor nilai 1.
Sebagian besar lahan di DAS Grindulu banyak yang menghadap kearah barat
daya atau tenggara yaitu sesuai dengan arah kemiringan DAS yang mengarah selatan
yaitu seluas 17.650 ha (26,9%), yaitu masuk pada skor nilai agak tinggi (4), lihat Tabel
7. Mengingat sebagian besar arah lereng kurang menguntungkan kaitannya dengan
kondisi penutupan lahan yang rendah dan potensi erosi yang tinggi, maka di DAS
Grindulu lebih berpeluang terjadinya erosi dan tingkat sedang sampai berat.
Tabel 7. Sebaran Luas untuk Kelas Arah Lereng Aspek di DAS Grindulu, Pacitan
Sebagian besar kelas arah kemiringan lereng masuk pada kategori kelas rendah
sampai sedang (Gambar 9). Kondisi seperti tersebut diatas berpotensi untuk terjadinya
erosi dari sedang sampai berat, untuk arah lereng yang menghadap ke selatan, barat
daya, dan tenggara.
30,0
26,9
25,0
20,0
Prosen (%)
15,0
10,0
5,0
0,0
Rendah Agak Sedang Agak Tinggi Tinggi
Rendah
Kelas Aspek (Arah Lereng)
Gambar 9. Luasan Kategori Nilai Kelas Arah Lereng (Aspek) di DAS Grindulu
506385 545672
9123159 9123159
PETA LERENG
Kelas Kemiringan Lereng
Skala 1 : 400.000
9088407 9088407
506385 545672
Peta kelas kemiringan lereng yang ditunjukkan pada Gambar 10, menjelaskan
kondisi kelas dari rendah sampai tinggi dimana pada lahan yang datar dengan
kemiringan kurang dari 8% dimasukkan pada kelas rendah atau nomor 1, sebaliknya
lahan terjal (> 45%) dimasukkan pada kelas tinggi atau kelas nilai 5. Hal tersebut terkait
dengan erosi terjadinya erosi, yaitu untuk resiko rendah seperti lahan datar dimasukkan
pada kelas rendah (1) dan untuk resiko terjadinya erosi tinggi dimasukkan pada kelas
tinggi (5).
Tabel 8 menunjukkan distribusi sebaran kelas kemiringan lereng yaitu
didominasi kelas rendah (34,9%) dan tinggi (36%). Pada lahan denga kelas kemiringan
yang lebih dari 45% di DAS Grindulu seluas 23610 ha, ini berpotensi terjadinya erosi
berat. Apalagi kalau lahan terjal tersebut tidak ada tanaman penutup lahan yang
memadai atau tindakan konservasi lainnya maka akan mudah terjadinya longsor.
Tabel 8. Sebaran Luas untuk Kelas Kemiringan Lereng di DAS Grindulu, Pacitan
Skor Besaran Kelas Lereng Kategori LUAS
Lereng (%) Deskripsi Nilai Luas (Km2) Prosen (%)
1 0-8 Datar Rendah 229,0 34,9
2 8 - 15 Miring Agak Rendah 46,5 7,1
3 15 - 25 Sangat Miring Sedang 40,7 6,2
4 25 - 45 Curam Agak Tinggi 103,0 15,7
5 > 45 Sangat Curam Tinggi 236,1 36,0
655,4 100
40,0
36,0
35,0
30,0
Prosen (%)
25,0
20,0
15,0
10,0
5,0
0,0
Rendah Agak Sedang Agak Tinggi Tinggi
Rendah
Kelas Lereng
Gambar 11. Luasan Kategori Nilai Kelas Kemiringan Lereng di DAS Grindulu
506385 545672
9123159 9123159
PETA DRAINASE
Kelas Kerapatan Drainase
Skala 1 : 400.000
9088407 9088407
506385 545672
Gambar 12. Peta Kelas Kerapatan Drainase DAS Grindulu, Pacitan
40,0
35,1
35,0
30,0
Prosen (%)
25,0
20,0
15,0
10,0
5,0
0,0
Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi
Kelas Drainase
506385 545672
9123159 9123159
PETA TEKSTUR
Kelas Tekstur Tanah
Skala 1 : 400.000
9088407 9088407
506385 545672
Gambar 14. Peta Kelas Tekstur Tanah DAS Grindulu, Pacitan
Distribusi penyebaran kelas tekstur ringan sampai sedang dapat dilihat pada
Gambar 14, yaitu semakin halus tekstur tanah maka akan semakin mudah tererosi,
sehingga dikelaskan pada kelas 5. Sebaliknya semakin kasar kelas tekstur tanah maka
air semakin meresap kedalam tanah, sehingga sedikit sekali tanah yang tererosi.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 10, yang menggambarkan bahwa dari
kelas tekstur tanah maka kerawanan terhadap erosi dikategorikan pada kelas sedang
(35,1%) atau seluas 22.990 ha. Begitu juga struktur lainnya pada kategori rendah dan
agak rendah seimbang dengan kelas agak tinggi dan tinggi, sehingga tidak
mengherankan jika di DAS Grindulu beberapa daerah terjadi erosi berat (longsor,
landslide dan erosi jurang).
Tabel 10. Sebaran Luas untuk Kelas Tekstur Tanah di DAS Grindulu, Pacitan
Skor Besaran Kelas Tekstur Kategori LUAS
Tekstur Deskripsi Nilai Luas (Km2) Prosen (%)
1 S, LS, SL Sangat Kasar Rendah 108,6 16,6
2 SiL, L, Si Kasar Agak Rendah 125,8 19,2
3 SCL, SiCL Agak Halus Sedang 229,9 35,1
4 CL, SC Halus Agak Tinggi 170,5 26,0
5 SiC, C Sangat Halus Tinggi 20,5 3,1
655,4 100
40,0
35,1
35,0
30,0
Prosen (%)
25,0
20,0
15,0
10,0
5,0
0,0
Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi
Kelas Tekstur Tanah
Gambar 15. Luasan Kategori Nilai Kelas Tekstur Tanah di DAS Grindulu
506385 545672
9123159 9123159
PETA LAND USE
Kelas Penutupan Lahan
Skala 1 : 400.000
9088407 9088407
506385 545672
Gambar 16. Peta Kelas Penutupan Lahan DAS Grindulu, Pacitan
Penutupan lahan di DAS Grindulu dapat dikelaskan menjadi 5 kelas yaitu yang
terkait dengan tingkat kerawanan terhadap erosi, sehingga pada daerah yang penutupan
lahannya rapat dikelaskan nomor 1 (rendah) dan kelas penutupan lahan yang relatif
terbuka dikelaskan dengan nomor 5 (tinggi), lihat Gambar 16.
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa prosentase tertinggi pada lahan pekarangan
dan semak belukar (37,6%) atau seluas 241,6 km2 (24.160 ha) sehingga secara
keseluruhan kondisi DAS Grindulu relatif tetutup dan pada tingkat resiko erosi pada
kelas kategori nilai sedang. Kondisi kelas penutupan lahan yang banyak didominasi
kelas rendah, agak rendah dan sedang mengindikasikan bahwa dari segi penutupan lahan
maka DAS Grindulu relatif aman dari pengaruh erosi yang berat.
Tabel 11. Sebaran Luas untuk Kelas Penutupan Lahan di DAS Grindulu, Pacitan
Skor Besaran Penutupan Lahan Kategori LUAS
Kelas Penutupan Deskripsi Nilai Luas (Km2) Prosen (%)
1 Hutan Alam Sangat Rapat Rendah 192,4 29,4
2 H.Produksi/Perkebunan Agak Rapat Agak Rendah 78,4 12,0
3 Pek/semak/Belukar Rapat Sedang 246,1 37,6
4 Sawah/Teras-teras Agak Jarang Agak Tinggi 132,0 20,1
5 Tegal/pemukiman Jarang Tinggi 6,5 1,0
655,4 100
40,0 37,6
35,0
30,0
Prosen (%)
25,0
20,0
15,0
10,0
5,0
0,0
Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi
Kelas Tekstur Tanah
Gambar 17. Luasan Kategori Nilai Kelas Penutupan Lahan di DAS Grindulu
hujan selama minimal 10 tahun dari tahun 1995 sampai 2005 yaitu ada 12 stasiun
pengamatan curah hujan yang dimonitoring oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan
Kabupaten Pacitan. Ke 12 setasiun tersebut adalah : Pacitan, Kebonagung, Ketro,
Arjosari, Punung, Donorojo, Pringkuku, Tegalombo, Bandar, Nawangan, Ngadirojo,
Tulakan, Sudimoro. Kabupaten Pacitan terdiri dari 4 kawedanan (Pacitan, Punung,
Tegalombo, Ngadirojo) dan 12 kecamatan 164 kelurahan /desa : Pacitan (25 desa),
Kebonagung (19 desa), Arjosari (17 desa), Punung (13 desa), Donorojo (12 desa),
Pringkuku (13 desa), Ngadirojo (16 desa), Tulakan (16 desa), Sudimoro (6 desa),
Tegalombo (10 desa), Nawangan (9 desa), Bandar (8 desa), (lihat Tabel 12).
506385 545672
9123159 9123159
PETA SOLUM TANAH
Kelas Kedalaman Tanah
Skala 1 : 400.000
9088407 9088407
506385 545672
Gambar 18. Peta Kelas Kedalaman Tanah DAS Grindulu, Pacitan
Tabel 13 menyajikan data kedalaman tanah yang masuk kategori sedang yaitu seluas
40.650 ha (62%) dan masuk kategori kelas dalam seluas 24.890 ha (38 %). Walaupun
solum tanah cukup dalam namun jika erosi yang terjadi pada tingkat berat seperti erosi
jurang dan longsor, maka ini akan membahayakan pada daerah dibawahnya,karena akan
terjadi sedimentasi besar-besaran.
Tabel 13. Sebaran Luas untuk Kelas Solum Tanah di DAS Grindulu, Pacitan
Skor Besaran Solum Tanah Kategori LUAS
Solum (cm) Deskripsi Nilai Luas (Km2) Prosen (%)
1 < 15 Sangat Dangkal Tinggi 0,0 0,0
2 15 -30 Dangkal Agak Tinggi 0,0 0,0
3 30 -60 Sedang Sedang 406,5 62,0
4 60 -90 Dalam agak Rendah 0,0 0,0
5 >90 Sangat Dalam Rendah 248,9 38,0
655,4 100
Kelas solum tanah dengan resiko rendah dan sedang terhadap erosi atau
degradasi lahan, maka ini sesuatu yang merupakan peluang untuk menjaga penutupan
lahan dalam keadaan terbuka maka akan terjadi erosi besar-besaran, karena secara fisik
faktor lahan di DAS Grindulu berpotensi terjadi erosi ringan sampai tinggi (Gambar
19).
70,0
62,0
60,0
50,0
Prosen (%)
40,0
30,0
20,0
10,0
0,0
Tinggi Agak Tinggi Sedang agak Rendah Rendah
Kelas Solum Tanah
Gambar 19. Luasan Kategori Nilai Kelas Solum Tanah di DAS Grindulu
506385 545672
9123159 9123159
PETA HUJAN TAHUNAN
Kelas Hujan Tahunan
Skala 1 : 400.000
9088407 9088407
506385 545672
Gambar 20. Peta Kelas Hujan Tahunan DAS Grindulu, Pacitan
Kategori kelas hujan tahunan di DAS Grindulu merata dari hulu sampai hilir
sama yaitu pada kategori kelas sedang (3) yaitu berkisar antara 1001 sampai 1500 mm/th
(Gambar 20). Sehingga hujan yang terjadi baik diatas maupun dibawah
menyumbangkan ke tanaman dalam jumlah yag sama dan pada kelas sedang, yaitu
tanaman tidak berlebih untuk persediaan air hujan dan juga tidak terlalu kekurangan.
Kondisi tersebut menyebabkan sepanjang tahun di DAS Grindulu selalu ditumbuhi
dengan hijaunya tanaman, dan berdampak pada sumber mata air yang tidak pernah habis
meskipun pada waktu musim kemarau.
Tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian besar hujan tahunan pada kelas
kategori sedang, dan hanya sedikit pada kelas kategori agak tinggi dengan hujan tahunan
antara 501 sampai 1000 mm/th, yaitu seluas 20 ha. Sisanya semua masuk pada kategori
kelas hujan tahunan sedang.
Tabel 14. Sebaran Luas untuk Kelas Hujan Tahunan di DAS Grindulu, Pacitan
Skor Besaran Hujan Tahunan Kategori LUAS
Hujan (mm) Deskripsi Nilai Luas (Km2) Prosen (%)
1 < 2000 Sangat Tinggi Rendah 0,0 0,0
2 1501-2000 Agak Tinggi Agak Rendah 0,2 0,0
3 1001-1500 Tinggi Sedang 655,2 100,0
4 501-1001 Agak Rendah Agak Tinggi 0,0 0,0
5 < 500 Rendah Tinggi 0,0 0,0
655,4 100
120,0
100,0
100,0
80,0
Prosen (%)
60,0
40,0
20,0
0,0
Rendah Agak Sedang Agak Tinggi Tinggi
Rendah
Kelas Hujan Tahunan
Gambar 21. Luasan Kategori Nilai Kelas Hujan Tahunan di DAS Grindulu
506385 545672
9123159 9123159
PETA EVAPOTRANSPIRASI
Kelas Evapotranspirasi Aktual
Skala 1 : 400.000
9088407 9088407
506385 545672
Gambar 22. Peta Kelas Evapotrasnpirasi Aktual DAS Grindulu, Pacitan
Evapotranspirasi yang terjadi di DAS Grindulu pada skor kategori kelas sedang
(1001-1500 mm/th) dan agak tinggi (1505-2000 mm/th) dan tersebar berselang-seling
dari hulu sampai hilir (Gambar 22). Skor sedang dan agak tinggi terkait dengan resiko
erosi yang akan terjadi, sehingga dengan demikian erosi di DAS Grindulu sebagian
besar pada tingkat sedang dan agak tinggi untuk parameter evapotranspirasi.
Tabel 15 menunjukkan bahwa evapotranspirasi tertinggi pada skor kelas
sedang seluas 35.770 ha (54,6 %) dan agak tinggi seluas 28.850 ha (44 %). Sehingga
factor evapotranspirasi actual di DAS Grindulu perlu menjadi perhatian agar dapat
diturunkan pada skor kategori nilai rendah atau agak rendah, agar tidak terjadi erosi
tingkat sedang sampai berat.
Tabel 15. Sebaran Luas untuk Kelas Evapotranspirasi Aktual di DAS Grindulu
Skor Besaran Evapotranspirasi Aktual Kategori LUAS
Tahunan (mm) Deskripsi Nilai Luas (Km2) Prosen (%)
1 < 750 Sangat Rendah Rendah 6,5 1,0
2 751 - 1000 Rendah Agak Rendah 0,0 0,0
3 1001-1500 Sedang Sedang 357,7 54,6
4 1501-2000 Tinggi Agak Tinggi 288,5 44,0
5 > 2000 Sangat Tinggi Tinggi 2,8 0,4
655,4 100
60,0
54,6
50,0
40,0
Prosen (%)
30,0
20,0
10,0
0,0
Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi
Kelas Evapotranspirasi Aktual
Gambar 23. Luasan Kategori Nilai Kelas Evapotranspirasi Aktual di DAS Grindulu
506385 545672
9123159 9123159
PETA SOIL EROSION STATUS
Kelas Erosi Kualitatif S E S
Skala 1 : 400.000
9088407 9088407
506385 545672
Gambar 24. Peta Kelas Erosi Kualitatif SES di DAS Grindulu, Pacitan
Perhitungan erosi kualitatif SES (Soil Erosion Status) dengan 5 faktor yang
berpengaruh yaitu : arah lereng, kemiringan lereng, drainase, tekstur tanah, dan
penutupan lahan (Gambar 24). Skor kelas criteria untuk SES dari rendah (1) sampai
tinggi (5). Erosi rendah untuk kondisi lahan yang mengalami erosi kurang dari 5
ton/ha/th.
Dari perhitungan erosi kualitatif diperoleh skor kelas erosi tertinggi pada kelas
agak tinggi (46,6%) seluas 30.250 ha dan terendah untuk kelas tinggi (2,3%) seluas 150
ha (Tabel 16). Kondisi erosi kualitatif yang mayoritas pada tingkat sedang dan agak
tinggi menyebabkan lahan di DAS Grindulu relative mudah tererosi pada tingkat sedang
dan agak tinggi, seperti terjadinya erosi alur, jurang dan longsor.
Tabel 16. Sebaran Luas untuk Kelas Erosi Kualitatif SES di DAS Grindulu
Skor Besaran Erosi Kualitatif Kategori LUAS
SES (t/ha/th) Deskripsi Nilai Luas (Km2) Prosen (%)
1 <5 Sangat Rendah Rendah 0,0 0,0
2 5 - 10 Rendah Agak Rendah 34,7 5,3
3 10 -25 Sedang Sedang 300,5 45,9
4 25 - 50 Tinggi Agak Tinggi 305,2 46,6
5 > 50 Sangat Tinggi Tinggi 15,0 2,3
655,4 100
50,0 46,6
45,0
40,0
35,0
Prosen (%)
30,0
25,0
20,0
15,0
10,0
5,0
0,0
Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi
Kelas Erosi Kualitatif SES
Gambar 25. Luasan Kategori Nilai Kelas Erosi Kualitatif SES di DAS Grindulu
506385 545672
9123159 9123159
PETA MORGAN MORGAN & FINNEY
Kelas Erosi Kuantitatif MMF
Skala 1 : 400.000
9088407 9088407
506385 545672
Gambar 26. Peta Kelas Erosi Kuantitatif MMF di DAS Grindulu, Pacitan
Tabel 17. Sebaran Luas untuk Kelas Erosi Kualitatif MMF di DAS Grindulu
Skor Besaran Erosi Kuantitatif Kategori LUAS
MMF (t/ha/th) Deskripsi Nilai Luas (Km2) Prosen (%)
1 <5 Sangat Rendah Rendah 594,4 90,7
2 5 - 10 Rendah Agak Rendah 10,7 1,6
3 10 -25 Sedang Sedang 48,2 7,4
4 25 - 50 Tinggi Agak Tinggi 2,0 0,3
5 > 50 Sangat Tinggi Tinggi 0,0 0,0
655,4 100
100,0
90,7
90,0
80,0
70,0
Prosen (%)
60,0
50,0
40,0
30,0
20,0
10,0
0,0
Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi
Kelas Erosi Kuantitatif MMF
Gambar 27. Luasan Kategori Nilai Kelas Erosi Kuantitatif MMF di DAS Grindulu
VI. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Poveda, German dan Salazar F.Luis. 2004. Annual and Interannual (ENSO) Variability
of Spatial Scaling Properties of a Vegetation Index (NDVI) in Amazonia.
Journal of Remote Sensing of Environment 93 (2004) 391 – 401.
Prihandito, Aryono.1989. Kartografi. Mitra Gama Widya. Yogyakarta
Purbowaseso,B.1996. Penginderaan Jauh Terapan. Terjemahan “Applied Remote
Sensing “. UI- Press,Jakarta.
Purwadhi, Sri Hardiyanti, 2001. Interpretasi Citra Digital. Gramedia Widiasarana
Indonesia. Jakarta
Singh, S., 1994. Remote Sensing in The Evaluation of Morpho-hydrological
Characteristics of The Drainage Basin of Jojri Catchment. J.,of Arid Zone
33(4) : 273-278.
Sukresno dan V.Precylia, 1995. Evaluasi Perubahan Penggunaan Lahan dan
Konservasi Tanah Terhadap Sifat – sifat Parameter Tata Air DAS di Sub
DAS Wader. Prosiding : Diskusi Hasil Penelitian BTPDAS Surakarta. Proyek
P2TPDAS Solo.
Tim Peneliti BP2TPDAS-IBB, 2004. Pedoman monitoring dan Evaluasi Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai (edisi revisi). Proyek Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Kawasan Barat Indonesia.
Uboldi J.A.dan E. Chuvieco, 1997. Using Remote Sensing and GIS to Asses Curent
Land Management in the Valley of Colorado River, Argentina, ITC Journal
1997:2.
Lampiran 1. Kerangka Kerja Logis Kegiatan Kajian Aplikasi Penginderaan Jauh dan SIG untuk Monev DAS Tahun 2007
Narasi Indikator Cara Verifikasi Asumsi
Tujuan :
• Memperoleh metode analisis data • Informasi metode analisis data Melengkapi informasi yang dibutuhkan Kebijakan nasional
PJ dan SIG yang efektif untuk digital PJ dengan melakukan kegiatan penelitian yang mendukung
menyusun data dasar karakteristik • Teknik penyusunan basis data
penutupan lahan DAS serta untuk spatial dan non spatial
monev DAS
Sasaran
1. Tersedianya informasi PJ 1. Tersedianya peta penutupan 1. Analisis spektral citra digital Dana dan kebijakan
dan SIG sebagai alat deteksi lahan hasil proses citra digital nasional mendukung
karakteristik suatu DAS : PJ
perubahan dua musim, erosi 2.Tersusunnya database baik 2. Digitasi, editing dan labeling data
dan morfometrik DAS. spatial maupun nonspatial vektor
Luaran :
1. Diperolehnya peta penutupan 1. Tersedianya metode pengolahan 1.1. Review hasil-hasil penelitian Dukungan peneliti,
lahan aktual dan peta dan interpretasi data digital PJ teknisi, dana,
1.2. Analisis spektral citra digital di
perubahan penutupan lahan 2.Tersedianya peta penutupan kebijakan yang
laboratorium PJ
PJ dan SIG DAS Grindulu, lahan hasil klasifikasi data berlanjut
2.1.Klasifikasi citra digital PJ
pada kondisi dua musim digital PJ 2.2. Kegiatan lapangan
berbeda. 3. Tersedianya peta perubahan
3.1. Kegiatan analisis peta digital
2. Diperolehnya metode penutupan lahan baik digital
(overlay) dg perangkat lunak SIG
pengolahan dan interpretasi maupun cetak jadi 4.1. Penghitungan luas perubahan
data citra digital PJ yang 4. Tersedianya data luasan
penutupan lahan
efektif dan efisien, sebagai perubahan penutupan lahan
dasar karakteristik DAS.
Kegiatan :
1.1. Penetapan lokasi 1.1. Tersedianya lokasi penelitian 1.1 Orientasi dan konsultasi
1.2. Pengolahan citra digital 1.2.Tersedia data digital peta hasil Pemasukan (loading) citra digital 1. Dukungan instansi
1.3. Koreksi geometri dan pengolahan landsat ke dalam komputer terkait dan
penajaman 1.3.Tersedianya data digital hasil Koreksi geometri, radiometri dan masyarakat
1.4. Klasifikasi citra dan analisis koreksi dan penajaman penajaman (filtering, histogram eq, 2. Koordinasi yang
erosi kualitatif dan kuantitatif 1.4. Tersedianya citra hasil dll) baik antara
1.5. Penentuan titik sample yang klasifikasi 1.2. Klasifikasi tidak berbantuan dan peneliti, teknisi
akan dikunjungi di lapangan 2.1. Tersedianya peta dasar digital berbantuan pada data digital PJ, dan tenaga
1.6. Kegiatan lapangan 2.2. Tersedianya peta digital hasil serta analisis erosi kuantitatif dan administrasi
2.1. digitasi peta dasar dan peta – editing kualitatif 3. Dana yang
peta pendukung 2.3. Tersedianya peta digital hasil 2.1.. Digitasi peta berkelanjutan dan
2.2. Editing peta digital analisis 2.2.. Editing tepat waktu
2.3. Analisis peta digital dan overlay 2.4. Tersedianya peta digital 2.3. Analisis peta digital
2.4.pencetakan peta penutupan lahan dan 2.4. Layout dan pencetakan
2.5. Penghitungan luasan pengguanaan lahan 2.5. Analisis data nonspatial
2.5. Tersedianya peta penutupan 3.1 Penentuan titik sample
lahan dan perubahan 3.2 Pengecekan lapangan
penutupan lahan dalam bentuk
cetak jadi
2.6. Tersedianya luasan penutupan
lahan dan perubahannya
3.1. Tersedianya titik – titik
sampel
3.2. Tersedianya data hasil
kegiatan lapangan