You are on page 1of 9

STEP 1 1.

Sinusitis: peradanagn yg bisa terjadi akut/ kronis yg dpt mnimbulkan peningkatan jmlh sekresi dan edema pd mukosa sinonasal. Peradangan yg terjadi pd mukosa sinus paranasal. Ada 4 sinus: sinus maksila, etmoid, sphenoid , frontal Step 2 Sinusitis maksilaris yg disebabkan krn penyakit gigi Sinusitis maksilaris Sinusitis maksilaris dan hub dgn kondisi gigi geligi dlm rongga mulut Step 3 1. Klasifikasi sinusitis Bdsarkan etio: dentogenik/ odontogenik, rhinogenik(hidung) Bdsarkn klinis: akut, sub akut, kronis Bdsarkan gejala peradangan: akut, sub akut, kronis Sinusitis maksilaris odontogenik 1. Definisi: peradanagn yg bisa terjadi akut/ kronis yg dpt mnimbulkan peningkatan jmlh sekresi dan edema pd mukosa sinonasal. Peradangan yg terjadi pd mukosa sinus paranasal. Ada 4 sinus: sinus maksila, etmoid, sphenoid , frontal 2. Etio : bakteri anaerob , karies gigi, abses RA, 3. Patogenesis: bakteri anaerob Infeksi mngerogoti sinus maksila berkolonisasi d sinusobstruksi mncari jalan kesinus. Sel penghasil mucus mpy silia yg selalu bergerak utk mndorong cairan mucus keluar 4. Gejala Pusing, sakit telinga, hilang indra penciuman, pembengkakan dipipi, disertai demam, lemas, sakit gigi posterior krna tekanan dr sinusitis, ada terasa secret mucus di pipi, trismus 5. Gk Bengkak dipipi, gigi karies RA trutama p1-p2, impksi, tanda2 infeksi: JELASKAN LETAKNYA!! - rubor - dolor, - tumor, - kalor, - fungsiolesa 6. Pemeriksaan -Subjektif anamnesis -Objektif: IO : sondasi, perkusi, inspeksi EO: palpasi nyeri tekan daerah sinus dan gigi2 yg berdekatan ,inspeksi adanaya pembengkakan , asimetris, -penunjang: Ct scan,Panaromic 7. Perawatan

Menghilangkan predisposisi dan pemberian antibiotic Perawatan gigi konservasi 8. Kondisi gigi yg spt apa yg mnyebabkan fokal infeksi (sinusitis maksilaris) Gigi gangrene , karies profunda, karies media 9. Factor predisposisi OH buruk Bentuk anatomi sinus?? 10. Bagaimana proses penjalarannya dr gigi hingga mngalami fokal infeksi Step 4

VILIANTI EKA FITRI RAHATINA/112080042/SGD 2/FKG STEP 7 1. Klasifikasi sinusitis Bdsarkan etio: dentogenik/ odontogenik, rhinogenik(hidung) Bdsarkn klinis: akut, sub akut, kronis Bdsarkan gejala peradangan: akut, sub akut, kronis sinus maksila (sinusitis maksila), sinus etmoid (sinusitis etmoid), sinus frontal (sinusitis frontal) dan sinus sfenoid (sinusitis sfenoid). Peradangan yang mengenai mukosa beberapa sinus paranasal disebut multisinusitis. Peradangan yang mengenai mukosa semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Sebenarnya, klasifikasi sinusitis yang tepat berdasarkan pemeriksaan histopatologik tetapi masalahnya pemeriksaan ini tidak rutin dikerjakan. Secara klinis, sinusitis dibedakan atas: 1. Sinusitis akut. Sinusitis yang berlangsung sampai 4 minggu. 2. Sinusitis subakut. Sinusitis yang berlangsung antara 4 minggu sampai 3 bulan. 3. Sinusitis kronis. Sinusitis yang berlangsung lebih 3 bulan. Berdasarkan gejalanya, sinusitis dibedakan atas: 1. Sinusitis akut. Sinusitis yang memiliki tanda-tanda peradangan akut. 2. Sinusitis subakut. Sinusitis yang memiliki tanda-tanda peradangan akut yang telah mereda. Perubahan histologik mukosa sinus paranasal masih reversibel. 3. Sinusitis kronis. Perubahan histologik mukosa sinus paranasal sudah ireversibel. Misalnya berubah menjadi jaringan granulasi dan polipoid. (www.klikindonesia.com) sinusitis dapat diklasifikasikan oleh rongga sinus yang mempengaruhi: * Rahang sinusitis dapat menyebabkan sakit atau tekanan di wilayah maksilaris (pipi), misalnya: menyebabkan sakit gigi dan sakit kepala. * Frontal sinusitis dapat menyebabkan sakit atau tekanan di rongga sinus frontalis (terletak di belakang / di atas mata), dan sakit kepala. * Ethmoid sinusitis dapat menyebabkan sakit atau tekanan sakit antara / belakang mata dan sakit kepala. * Sphenoid sinusitis dapat menyebabkan sakit atau tekanan di belakang mata, tetapi sering kali mengacu pada simpul kepala. (pisangkipass blog) Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis : * Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis * Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering menyebabkan sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar) (nursyifa)

Sinusitis maksilaris odontogenik 1. Definisi: peradanagn yg bisa terjadi akut/ kronis yg dpt mnimbulkan peningkatan jmlh sekresi dan edema pd mukosa sinonasal. Peradangan yg terjadi pd mukosa sinus paranasal. Ada 4 sinus: sinus maksila, etmoid, sphenoid , frontal Tumpukan nanah pada p ato m yg sering dikeluhkan (marcella) Ella

2. Etio : bakteri anaerob , karies gigi, abses RA, _

3. Patogenesis: bakteri anaerob Infeksi mngerogoti sinus maksila berkolonisasi d sinusobstruksi mncari jalan kesinus. Sel penghasil mucus mpy silia yg selalu bergerak utk mndorong cairan mucus keluar 4. Gejala Pusing, sakit telinga, hilang indra penciuman, pembengkakan dipipi, disertai demam, lemas, sakit gigi posterior krna tekanan dr sinusitis, ada terasa secret mucus di pipi, trismus nyeri pada wajah, hidung tersumbat, ingus kuning atau hijau, gangguan pembauan dan demam. Gejala kecilnya batuk, nyeri pada kepala dan geraham serta bau mulut dan nafas (drg. Roberto Simandjuntak, MS, SpBM) nyeri terasa di bawah kelopak mata dan kadang menyebar ke alveolus hingga terasa di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan depan telinga. Wajah terasa bengkak, penuh dan gigi nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non produktif seringkali ada (dokter dai) 5. Gk Bengkak dipipi, gigi karies RA trutama p1-p2, impksi, tanda2 infeksi: JELASKAN LETAKNYA!! - rubor - dolor, - tumor, - kalor, - fungsiolesa 6. Pemeriksaan -Subjektif anamnesis -Objektif: IO : sondasi, perkusi, inspeksi EO: palpasi nyeri tekan daerah sinus dan gigi2 yg berdekatan ,inspeksi adanaya pembengkakan , asimetris, -penunjang: Ct scan,Panaromic

Sinoskopi sinus maksilaris, dengan sinoskopi dapat dilihat keadaan dalam sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau kista dan bagaimana keadaan mukosa dan apakah osteumnya terbuka. Pada sinusitis kronis akibat perlengketan akan menyebabkan osteum tertutup sehingga drenase menjadi terganggu. Pemeriksaan histopatologi dari jaringan yang diambil pada waktu dilakukan sinoskopi. Pemeriksaan meatus medius dan meatus superior dengan menggunakan naso- endoskopi. Pemeriksaan CT Scan, merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan tampak : penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik). (teras kampus) 7. Perawatan Menghilangkan predisposisi dan pemberian antibiotic Perawatan gigi konservasi
Drainage Medikamentosa : Dekongestan lokal : efedrin 1%(dewasa) %(anak) Dekongestan oral sedo efedrin 3 X 60 mg antibiotik diberikan dalam 5-7 hari (untuk akut) yaitu : ampisilin 4 X 500 mg/amoksilin 3 x 500 mg/Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet/Doksisiklin 100 mg/hari. Simtomatik : parasetamol., metampiron 3 x 500 mg. 3. Surgikal : irigasi sinus maksilaris 4. Untuk kronis adalah : Cabut geraham atas bila penyebab dentogen Irigasi 1 x setiap minggu ( 10-20) Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi) (teras kampus) 1. 2.

8. Kondisi gigi yg spt apa yg mnyebabkan fokal infeksi (sinusitis maksilaris) Gigi gangrene , karies profunda, karies media Pulpa terdegenasi yang masih vital, infeksi periapikal dengan gigi yang sudah tanpa pulpa, dan gigi nonvital Kista Infeksi residual setelah ekstraksi Gigi impaksi atau gigi yang tererupsi sedemikian dan terjadilah periocoronitits Gingivitis, stomatitis, dan gingivitis nekrotikans ulsertafif Pocket periodontal, terutama ketika supurasi Furred dan fissured tongue Tonsil lingua terinfeksi (catatan dodol dokter gigi) 9. Factor predisposisi OH buruk merupakan sinus yang sering terinfeksi oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drenase) dari sinus maksila hanya

tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, (4) ostium sinus maksila terletak di meatus medius di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat (dokter dai)

Bentuk anatomi sinus?? Sinus Maksilaris Terbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dari prosesus maksilaris arcus I. Bentuknya piramid, dasar piramid pada dinding lateral hidung, sedang apexnya pada pars zygomaticus maxillae. Merupakan sinus terbesar dengan volume kurang lebih 15 cc pada orang dewasa Berhubungan dengan : a. Cavum orbita, dibatasi oleh dinding tipis (berisi n. infra orbitalis) sehingga jika dindingnya rusak maka dapat menjalar ke mata. b. Gigi, dibatasi dinding tipis atau mukosa pada daerah P2 Mo1ar. c. Ductus nasolakrimalis, terdapat di dinding cavum nasi. (dokter dai)

10. Bagaimana proses penjalarannya dr gigi hingga mngalami fokal infeksi Penyebaran infeksi dari fokus primer ke tempat lain dapat berlangsung melalui beberapa cara, yaitu transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen), transmisi melalui aliran limfatik (limfogen), perluasan

langsung infeksi dalam jaringan, dan penyebaran dari traktus gastrointestinal dan pernapasan akibat tertelannya atau teraspirasinya materi infektif. 1. Transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen) Gingiva, gigi, tulang penyangga, dan stroma jaringan lunak di sekitarnya merupakan area yang kaya dengan suplai darah. Hal ini meningkatkan kemungkinan masuknya organisme dan toksin dari daerah yang terinfeksi ke dalam sirkulasi darah. Di lain pihak, infeksi dan inflamasi juga akan semakin meningkatkan aliran darah yang selanjutnya menyebabkan semakin banyaknya organisme dan toksin masuk ke dalam pembuluh darah. Vena-vena yang berasal dari rongga mulut dan sekitarnya mengalir ke pleksus vena pterigoid yang menghubungkan sinus kavernosus dengan pleksus vena faringeal dan vena maksilaris interna melalui vena emisaria. Karena perubahan tekanan dan edema menyebabkan penyempitan pembuluh vena dan karena vena pada daerah ini tidak berkatup, maka aliran darah di dalamnya dapat berlangsung dua arah, memungkinkan penyebaran infeksi langsung dari fokus di dalam mulut ke kepala atau faring sebelum tubuh mampu membentuk respon perlawanan terhadap infeksi tersebut. Material septik (infektif) yang mengalir melalui vena jugularis internal dan eksternal dan kemudian ke jantung dapat membuat sedikit kerusakan. Namun, saat berada di dalam darah, organisme yang mampu bertahan dapat menyerang organ manapun yang kurang resisten akibat faktor-faktor predisposisi tertentu. 2. Transmisi melalui aliran limfatik (limfogen) Seperti halnya suplai darah, gingiva dan jaringan lunak pada mulut kaya dengan aliran limfatik, sehingga infeksi pada rongga mulut dapat dengan mudah menjalar ke kelenjar limfe regional. Pada rahang bawah, terdapat anastomosis pembuluh darah dari kedua sisi melalui pembuluh limfe bibir. Akan tetapi anastomosis tersebut tidak ditemukan pada rahang bawah. Kelenjar getah bening regional yang terkena adalah sebagai berikut: Sumber infeksi KGB regional Gingiva bawah Submaksila Jaringan subkutan bibir bawah Submaksila, submental, servikal profunda Jaringan submukosa bibir atas dan bawah Submaksila Gingiva dan palatum atas Servikal profunda Pipi bagian anterior Parotis Pipi bagian posterior Submaksila, fasial Banyaknya hubungan antara berbagai kelenjar getah bening memfasilitasi penyebaran infeksi sepanjang rute ini dan infeksi dapat mengenai kepala atau leher atau melalui duktus torasikus dan vena subklavia ke bagian tubuh lainnya. 3. Perluasan langsung infeksi dalam jaringan Perluasan langsung infeksi dapat terjadi melalui penjalaran material septik atau organisme ke dalam tulang atau sepanjang bidang fasial dan jaringan penyambung di daerah yang paling rentan. Tipe terakhir tersebut merupakan selulitis sejati, di mana pus terakumulasi di jaringan dan merusak jaringan ikat longgar, membentuk ruang (spaces), menghasilkan tekanan, dan meluas terus hingga terhenti oleh barier anatomik. Ruang tersebut bukanlah ruang anatomik, tetapi merupakan ruang potensial yang normalnya teriis oleh jaringan ikat longgar. Ketika terjadi infeksi, jaringan areolar hancur, membentuk ruang sejati, dan menyebabkan infeksi berpenetrasi sepanjang bidang tersebut, karena fasia yang meliputi ruang tersebut relatif padat.

Perluasan langsung infeksi terjadi melalui tiga cara, yaitu: * Perluasan di dalam tulang tanpa pointing Area yang terkena terbatas hanya di dalam tulang, menyebabkan osteomyelitis. Kondisi ini terjadi pada rahang atas atau yang lebih sering pada rahang bawah. Di rahang atas, letak yang saling berdekatan antara sinus maksila dan dasar hidung menyebabkan mudahnya ketelibatan mereka dalam penyebaran infeksi melalui tulang. * Perluasan di dalam tulang dengan pointing Ini merupakan tipe infeksi yang serupa dengan tipe di atas, tetapi perluasan tidak terlokalisis melainkan melewati tulang menuju jaringan lunak dan kemudian membentuk abses. Di rahang atas proses ini membentuk abses bukal, palatal, atau infraorbital. Selanjutnya, abses infraorbital dapat mengenai mata dan menyebabkan edema di mata. Di rahag bawah, pointing dari infeksi menyebabkan abses bukal. Apabila pointing terarah menuju lingual, dasar mulut dapat ikut terlibat atau pusa terdorong ke posterior sehingga membentuk abses retromolar atau peritonsilar. * Perluasan sepanjang bidang fasial Menurut HJ Burman, fasia memegang peranan penting karena fungsinya yang membungkus berbagai otot, kelenjar, pembuluh darah, dan saraf, serta karena adanya ruang interfasial yang terisi oleh jaringan ikat longgar, sehingga infeksi dapat menurun. Di bawah ini adalah beberapa fasia dan area yang penting, sesuai dengan klasifikasi dari Burman: * Lapisan superfisial dari fasia servikal profunda * Regio submandibula * Ruang (space) sublingual * Ruang submaksila * Ruang parafaringeal Penting untuk diingat bahwa kepala, leher, dan mediastinum dihubungkan oleh fasia, sehingga infeksi dari kepala dapat menyebar hingga ke dada. Infeksi menyebar sepanjang bidang fasia karena mereka resisten dan meliputi pus di area ini. Pada regio infraorbita, edema dapat sampai mendekati mata. Tipe penyebaran ini paling sering melibatkan rahang bawah karena lokasinya yang berdekatan dengan fasia. 4. Penyebaran dari traktus gastrointestinal dan pernapasan Bakteri yang tertelan dan produk-produk septik yang tertelan dapat menimbulkan tonsilitis, faringitis, dan berbagai kelainan pada lambung. Aspirasi produk septik dapat menimbulkan laringitis, trakeitis, bronkitis, atau pneumonia. Absorbsi limfogenik dari fokus infeksi dapat menyebabkan adenitis akut dan selulitis dengan abses dan septikemia. Penyebaran hematogen terbukti sering menimbulkan infeksi lokal di tempat yang jauh. Infeksi oral dapat menimbulkan sensitisasi membran mukosa saluiran napas atas dan menyebabkan berbagai gangguan, misalnya asma. Infeksi oral juga dapat memperburuk kelainan sistemik yang sudah ada, misalnya tuberkulosis dan diabetes melitus. Infeksi gigi dapat terjadi pada seseorang tanpa kerusakan yang jelas walaupun pasien memiliki sistem imun yang normal. Pneumonia dapat disebabkan oleh aspirasi material infeksi, terutama pada kelainan periodontal yang lanjut. Tuberkel

basil dapat memasuki tubuh melalui oral, yaitu pocket periodontal dan flap gingiva yang terinfeksi yang meliputi molar ketiga. Infeksi oral, selain dapat memperburuk TB paru yang sudah ada, juga dapat menghambat respon tubuh dalam melawan efek kaheksia dari penyakit TB tersebut. (catatan dodol dokter gigi)

You might also like