You are on page 1of 80

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan dan sosial yang dihadapi Indonesia adalah rendahnya status gizi masyarakat. Hal ini mudah dilihat, misalnya dari berbagai masalah gizi, seperti kurang gizi, anemia gizi besi, gangguan akibat kekurangan yodium dan kurang vitamin A (Husaini, 2006). Rendahnya status gizi jelas berdampak pada kualitas sumber daya manusia. Oleh karena status gizi mempengaruhi kecerdasan, daya tahan tubuh terhadap penyakit, kematian bayi, kematian ibu dan produktivitas kerja (Asrar dkk, 2009). Pertumbuhan dan perkembangan mengalami peningkatan yang pesat pada usia dini, yaitu dari 0 sampai 5 tahun. Masa ini sering juga disebut sebagai fase Golden Age. Golden age merupakan masa yang sangat penting untuk memperhatikan tumbuh kembang anak secara cermat agar sedini mungkin dapat terdeteksi apabila terjadi kelainan. Selain itu, penanganan kelainan yang sesuai pada masa golden age dapat meminimalisir kelainan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga kelaianan yang bersifat permanen dapat dicegah (Nutrisiani, 2010). Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang

optimal. Sebaliknya apabila bayi dan anak pada masa ini tidak memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya (Nutrisiani, 2010). Masa bayi dan anak adalah masa mereka mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan yang cepat dan sangat penting, dimana nantinya merupakan landasan yang menentukan kualitas penerus generasi bangsa. Masa kritis anak pada usia 624 bulan, karena kelompok umur merupakan saat periode pertumbuhan kritis dan kegagalan tumbuh (growth failure) mulai terlihat (Amin dkk, 2004). Keberhasilan pembangunan suatu bangsa berkaitan erat dengan kualitas SDM yang baik. Pembentukan kualitas SDM yang optimal, baik sehat secara fisik maupun psikologis sangat bergantung dari proses tumbuh kembang anak pada usia dini (Wulandari, 2010). Soetjiningsih (1995) menyebutkan bahwa perkembangan anak meliputi perkembangan fisik, kognitif, emosi, bahasa, motorik (kasar dan halus), personal sosial dan adaptif. Pemantauan perkembangan anak berguna untuk menemukan penyimpangan/hambatan perkembangan anak sejak dini, sehingga upaya pencegahan, upaya stimulasi dan upaya penyembuhan serta upaya pemulihan dapat diberikan dengan indikasi yang jelas sedini mungkin pada masa-masa kritis tumbuh kembang anak.

Salah satu proses kemampuan motorik anak adalah kemampuan motorik kasar yang berkaitan dengan gerakan yang dipengaruhi oleh gerakan otot-otot besar (Antoni, 2005). Hasil penelitian Pollit di Pagelangan Jawa Barat menunjukkan anak usia 12-18 bulan yang mendapatkan suplementasi tinggi energi dan mikronutiren mempunyai skor perkembangan motorik kasar lebih tinggi dibanding yang tidak diberikan suplementasi (Antoni, 2005). Gangguan gizi dapat disebabkan oleh pengasuhan makanan anak oleh ibu yang memberikan makanan pralakteal dan/atau memberikan MPASI terlalu dini bahkan ada yang terlalu terlambat, serta jumlah dan kuantitas MP-ASI yang diberikan juga sering tidak memadai (Amin dkk, 2004). Penyebab dari tingginya prevalensi gizi kurang secara langsug adalah adanya asupan gizi yang tidak sesuai antara yang dikonsumsi dengan kebutuhan tubuh serta adanya penyakit infeksi. Asupan gizi secara tidak langsung dipengaruhi oleh pola pengasuhan terhadap anak yang diberikan oleh ibu, dimana pola pengasuhan ini mencakup bagaimana cara ibu memberikan makan, bagaimana ibu merawat, memelihara kesehatan dan hygiene anak dan ibu serta bagaimana ibu memberikan kasih sayang pada anaknya (Amin dkk, 2004). Banyak pendapat mengenai faktor determinan yang dapat

menyebabkan timbulnya masalah gizi pada bayi di antaranya menurut Schroeder (2001), menyatakan bahwa kekurangan gizi dipengaruhi oleh

konsumsi makan makanan yang kurang dan adanya penyakit infeksi sedangkan penyebab mendasar adalah makanan, perawatan (pola asuh) dan pelayanan kesehatan (Ayu, 2008). Untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal dibutuhkan zat-zat gizi yang adekuat melalui pemberian makanan yang sesuai dengan tingkat kemampuan konsumsi anak, tepat jumlah (kuantitas) dan tepat mutu (kualitas), oleh karena kekurangan maupun kelebihan zat gizi, akan menimbulkan gangguan kesehatan, status gizi maupun tumbuh kembang. Selain zat-zat gizi lain, protein sangat penting pada masa pertumbuhan terutama pada bayi dan balita (15 tahun). Pada masa ini proses pembentukan jaringan terjadi secara besar-besaran (Nilawati, 2006). Pengaruh asupan zat gizi terhadap ganguan perkembangan anak menurut Brown dan Pollit (1996) melalui terlebih dahulu menurunnya status gizi. Status gizi yang kurang tersebut akan menimbulkan kerusakan otak, letargi, sakit, dan penurunan pertumbuhan fisik. Keempat keadaan ini akan berpengaruh terhadap perkembangan intelektual. Gangguan perkembangan yang tidak normal antara lain ditandai dengan lambatnya kematangan sel-sel syaraf, lambatnya gerakan motorik, kurangnya kecerdasan dan lambatnya respon sosial (Nilawati, 2006). Berdasarkan rencana Aksi Nasional Pangan Dan Gizi 2011-2015 proporsi jumlah penduduk dengan rata-rata asupan kalori >1.400 Kkal/orang/hari sebesar <14,47 % (Rusono dkk, 2011).

Indonesia telah berhasil menurunkan angka kekurangan gizi pada anak balita dari 28% pada 2005 menjadi 17,9% pada 2010. Data BPS tahun 2009 mengungkapkan bahwa jumlah penduduk sangat rawan pangan, yaitu penduduk dengan asupan kalori kurang dari 1.400 kkl /orang/hari mencapai 14,47%. Angka itu meningkat dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 11,07% (Candra, 2010). Prevalensi penyakit infeksi di Indonesia berdasarkan RISKESDAS 2007 ISPA menempati prevalensi tertinggi pada balita (>35%), prevalensi campak tertinggi pada anak balita (3,4%), prevalensi diare tertinggi terdeteksi pada balita (16,7%). Data tersebut menggambarkan bahwa semua prevalensi tertinggi diderita oleh balita. Dari data Riskesdas (2007) pemantauan pertumbuhan balita dengan melakukan penimbangan, untuk Provinsi Sulawesi Selatan terdapat 27,2% yang tidak melakuakn penimbangan 6 bulan terakhir dan pada tahun 2010 terdapat 34,8%. Di Kabupaten Jeneponto terdapat 27,0% yang tidak

melakukan penimbangan 6 bulan terakhir. Pada tahun 2009 dari 30250 balita yang ada di Jeneponto, hanya 22081 balita yang ditimbang, sekitar 72,99%. Dalam penelitian ini, dipilih 3 kecamatan berdasarkan wilayah kerja puskesmas yang ada di Jeneponto, dimana 3 wilayah kerja puskesmas tersebut mewakili jarak terjauh, menengah dan terdekat dari pusat kota. Puskesmas Bontomatene (Kecamatan Turatea), Puskesmas Bangkala

(Kecamatan Bontoramba).

Bangkala)

dan

Puskesmas

Bontoramba

(Kecamatan

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah untuk penelitian ini adalah: 1. Bagaimana hubungan asupan energi dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011? 2. Bagaimana hubungan asupan protein dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011? 3. Bagaimana hubungan asupan karbohidrat dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011? 4. Bagaimana hubungan asupan lemak dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011? 5. Bagaimana hubungan asupan zinc dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011? 6. Bagaimana hubungan penyakit/gejala ISPA dengan status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011?

7. Bagaimana hubungan penyakit diare dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011? 8. Bagaimana hubungan pengasuhan orang tua dengan status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui asupan zat gizi, penyakit infeksi dan pengasuhan dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui hubungan asupan energi dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011. b. Untuk mengetahui hubungan asupan protein dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011. c. Untuk mengetahui hubungan asupan karbohidrat dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011.

d. Untuk mengetahui hubungan asupan lemak dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011. e. Untuk mengetahui hubungan asupan zinc dengan status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011. f. Untuk mengetahui hubungan gejala penyakit ISPA dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011. g. Untuk mengetahui hubungan penyakit diare dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011. h. Untuk mengetahui hubungan pengasuhan dengan status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain: 1. Manfaat praktik Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang hubungan asupan zat gizi, penyakit infeksi dan pengasuhan dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011.

2. Manfaat keilmuan Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menambah referensi dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahun dan dapat dijadikan salah satu bahan bacaan bagi peneliti selanjutnya 3. Manfaat bagi peneliti Sebagai pengalaman bagi peneliti dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan informasi yang telah diperoleh.

10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Status Perkembangan Motorik Kasar 1. Pengertian Tumbuh Kembang Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita. Karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa balita ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya (Soetjiningsih, 1995). Masyarakat pada umumnya beranggapan bahwa pertumbuhan dan perkembangan mempunyai pengertian sama, tetapi sebenarnya berbeda. Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan struktur tubuh. Perkembangan

merupakan hasil interaksi antara kematangan susunan syaraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, sehingga perkembangan ini berperan penting dalam kehidupan. Meskipun pertumbuhan dan perkembangan mempunyai arti yang berbeda namun keduanya saling mempengaruhi dan berjalan secara simultan (bersamaan). Pertumbuhan ukuran fisik akan disertai dengan pertambahan kemampuan atau perkembangan anak (Nursalam, 2005). Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup dua peristiwa yang sifatnya berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu

11

pertumbuhan dan perkembangan. Sedangkan pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan pertumbuhan dan perkembangan per definisi adalah sebagai berikut (Nursalam, 2005): 1. Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya multiplikasi (bertambah banyak) sel-sel tubuh dan juga karena bertambah besarnya sel. 2. Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur/fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ dan sistemnya yang terorganisasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan mempunyai dampak terhadap aspek fisik, sedangkan perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi organ/individu. Walaupun demikian, kedua peristiwa itu terjadi secara sinkron pada setiap individu (Soetjiningsih, 1995). Meskipun pertumbuhan dan perkembangan mempunyai arti yang berbeda, namun keduanya saling mempengaruhi dan berjalan secara bersamaan. Pertambahan ukuran fisik akan disertai dengan pertambahan kemampuan anak (Nursalam, 2005). Frankenburg, dkk (1981) melalui DDST (Denver Development Screening Test) yang dikutip oleh Soetjiningsih (1995) dalam buku tumbuh kembang anak, mengemukakan 4 parameter perkembangan yang dipakai dalam menilai perkembangan anak balita, yaitu:

12

a. Personal social (kepribadian/tingkah laku sosial). Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan

berinteraksi dengan lingkungannya. b. Fine motor adaptive (gerakan motorik halus). Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otototot kecil, tetapi memerlukan kondisi yang cermat. Misalnya kemampuan untuk menggambar, memegang sesuatu benda, dll. c. Language (bahasa). Kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan. d. Gross motor (perkembangan motorik kasar). Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh. Ada juga yang membagi perkembangan balita ini menjadi 7 aspek perkembangan seperti pada buku petunjuk program BKB (Bina Keluarga dan Balita) yaitu perkembangan (Soetjiningsih, 1995): 1. Tingkah laku sosial 2. Menolong diri sendiri 3. Intelektual 4. Gerakan motorik halus 5. Komunikasi pasif 6. Komunikasi aktif 7. Gerakan motorik kasar

13

Perkembangan

pada

anak

meliputi

berbagai

aspek

yaitu

perkembangan kognitif, bahasa, emosi, sosial dan motorik. Perkembangan motorik yang menjadi salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan ini dapat ditinjau dari motorik halus dan kasar yang bisa dilihat sejak neonatus (Hutahean, 2007). Menurut Frankerburg (1981) yang dikutip oleh Soetjiningsih (1995), motorik kasar (gross motor), yaitu aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan sebagian besar tubuh karena dilakukan oleh otot-otot yang lebih besar sehingga memerlukan cukup tenaga, misalnya berjalan dan berlari. Hasil penelitian Husain, pada tahun 2000 di Jawa Barat dalam penelitian Khasanah, 2008 menunjukkan bahwa status gizi berpengaruh terhadap kecerdasan serta perkembangan motorik kasar anak. Gizi yang cukup dapat meningkatkan kecerdasan dan perkembangan motorik kasar anak, sedangkan gizi kurang dapat memperlambat kecerdasan dan perkembangan motorik kasar pada anak. Banyak milestone perkembangan anak yang penting dalam mengetahui taraf perkembangan seorang anak (yang dimaksud dengan milestone perkembangan adalah tingkat perkembangan yang harus dicapai anak pada umur tertentu), misalnya (Nursalam, 2005): a. 4-6 minggu : tersenyum spontan, dapat mengeluarkan suara 1-2 minggu kemudian

14

b. 12-16 minggu: menegakkan kepala, tengkurap sendiri menoleh ke arah suara memegang benda yang ditaruh di tangannya c. 20 minggu : meraih benda yang didekatkan kepadanya d. 26 minggu : Dapat memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lainnya. Duduk, dengan bantuan kedua tangannya ke depan. Dan Makan biskuit sendiri e. 9-10 bulan : Menunjuk dengan jari telunjuk. Memegang benda dengan ibu jari dan telunjuk. Merangkak. Bersuara da da f. 13 bulan : berjalan tanpa bantuan. Mengucapkan kata-kata tunggal Dengan mengetahui berbagai milestone, maka dapat diketahui apakah seorang anak perkembangannya terlambat ataukah masih dalam batas-batas normal. 2. Masalah Tumbuh Kembang Dalam buku Pedoman Pembinaan Perkembangan Anak Di Keluarga yang disusun oleh Direktorat Bina Kesehatan Keluarga, masalahmasalah/gangguan pada masa kecil atau kelainan yang dibawa sejak lahir sering mengakibatkan hambatan pada perkembangan anak (Direktorat Bina Kesehatan Keluarga, 1992). Masalah tumbuh kembang yang sering timbul (Nursalam, 2005): a. Gangguan pertumbuhan fisik. Untuk mengetahui masalah tumbuh kembang fisik pada anak, perlu pemantauan yang kontinyu. Dengan pemantauan berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, umur tulang dan pertumbuhan gigi, maka

15

dapat diketahui adanya suatu kelainan tumbuh kembang fisik seorang anak seperti: obesitas atau kelainan hormonal, perawakan pendek akibat kelainan endokrin dan kurang gizi, pertumbuhan/erupsi gigi terlambat yang disebabkan oleh hipotiroid, hipoparatiroid, keturunan dan idiopatik serta gangguan penglihatan dan pendengaran. b. Gangguan perkembangan motorik. Perkembangn motorik yang lambat dapat disebabkan oleh : 1. Faktor keturunan 2. Faktor lingkungan 3. Faktor kepribadian 4. Retardasi mental 5. Kelainan tonus otot 6. Obesitas 7. Penyakit neuromuscular 8. Buta c. Gangguan perkembangan bahasa. Gangguan perkembangan bahasa pada anak dapat diakibatkan berbagai faktor yaitu adanya faktor genetik, gangguan pendengaran, intelegensi rendah, kurangnya interaksi anak dengan lingkungan, maturasi yang terlambat, faktor keluarga, kembar, psikosis, gangguan lateralisasi, masalah-masalah yang berhubungan dengan disleksia dan afasia.

16

d. Gangguan fungsi vegetatif. 1. Gangguan makan 2. Gangguan fungsi eliminasi 3. Gangguan tidur 4. Gangguan kebiasaan 5. Kecemasan Kecemasan pada umumnya merupakan bagian dari

perkembangan. Tetapi bila kecemasan ini berlebihan sehingga mempunyai efek terhadap interaksi sosial dan perkembangan anak, maka merupakan hal yang patologis yang memerlukan suatu intervensi. e. Gangguan suasana hati (mood disorders). Gangguan tersebut antara lain adalah major depression yang ditandai dengan disforia, kehilangan minat, sukar tidur, sukar konsentrasi dan nafsu makan yang terganggu. f. Bunuh diri dan percobaan bunuh diri. Bunuh diri sering merupakan penyelesaian masalah psikologi dan lingkungan bagi remaja. g. Gangguan disorders). Kelainan ini mungkin sebagai akibat dari frustasi dan kemarahan. h. Gangguan perilaku seksual. Gangguan perilaku seksual antara lain transseksualisme, kepribadian yang terpecah (disruptive behavioural

transventisme dan homoseksual.

17

i. Gangguan perkembangan pervasif dan psikosis pada anak. Meliputi autisme (gangguan komunikasi verbal dan non verbal, gangguan perilaku dan interaksi sosial), Asperger (gangguan interaksi sosial, perilaku yang terbatas dan diulang-ulang, obsesif), childhood disintegrative disorder (demensia heller), dan kelainan Rett (kelainan x-linked dominan pada anak perempuan). j. Disfungsi neurodevelopmental pada anak usia sekolah. Disfungsi susunan saraf pusat sering disertai dengan kemampuan akademik yang di bawah normal, kelainan perilaku dan masalah dalam interaksi sosial. k. Kelainan saraf dan psikiatrik akibat dari trauma otak. Trauma otak meningkatkan resiko gangguan intelektual maupun psikiatris, terutama bila trauma berat. l. Penyakit psikosomatik. Konflik psikologik yang dapat memberikan gejala somatik disebut psikosomatik. Contohnya adalah kelainan konversi,

hipokondriasis, sindrom Munchausen by proxy, reflex sympathetic dystrophy (Soetjiningsih dkk, 1995). Salah satu penyebab keterlambatan motorik kasar anak yaitu keadaan anak yang kekurangan gizi sehingga otot-otot tubuhnya tidak berkembang dengan baik dan ia tidak memiliki tenaga yang cukup untuk melakukan aktivitas (Sefiyani, 2005).

18

Pada masa balita terutama pada masa kritis perkembangan selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan seperti gizi, perkembangan juga dipengaruhi oleh stimulasi atau rangsangan. Stimulasi diperlukan agar potensi anak, yang secara alami memang sudah ada di dalam dirinya dapat lebih berkembang (Asad, 2002). Stimulasi adalah perangsangan yang datang dari lingkungan luar anak. Stimulasi merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang anak. Anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang diandingkan dengan anak yang kurang atau tidak mendapat stimulasi (Soetjiningsih, 1995). Hurlock (1994) mengemukakan bahwa lingkungan yang merangsang merupakan salah satu faktor pendorong perkembangan anak. Lingkungan yang merangsang mendorong perkembangan fisik dan mental yang baik, sedangkan lingkungan yang tidak merangsang menyebabkan

perkembangan anak di bawah kemampuannya (Husin, 2008). Pemberian stimulasi pada anak usia dini akan lebih efektif apabila memperhatikan kebutuhan-kebutuhan anak sesuai dengan tahap

perkembangannya. Pada awal perkembangan kognitif, anak berbeda dalam tahap sensori motorik. Pada tahap ini keadaan kognitif anak akan memperlihatkan aktifitas-aktifitas motorik, yang merupakan hasil dari stimulasi sensorik (Anwar, 2002). Kegiatan stimulasi meliputi berbagai kegiatan untuk merangsang perkembangan anak seperti latihan gerak, bicara, berpikir, mandiri serta

19

bergaul. Kegiatan stimulasi ini dapat dilakukan oleh orang tua atau keluarga setiap ada kesempatan atau sehari-hari (Rimawati, 2005). B. Tinjauan Umum Tentang Kebutuhan Gizi Anak Balita Gizi merupakan suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpangan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi. Makanan dan zat gizi adalah balok pembangun yang membantu membentuk gigi, tulang dan otot yang kuat, jaringan yang sehat, perkembangan saraf otak dan sistem daya tahan tubuh. Setiap hari anak perlu mendapatkan zat gizi dari makanan. Tidak ada satu jenis makanan yang menyediakan semua zat gizi yang dibutuhkan anak. Yang paling baik adalah memberikan aneka ragam makanan untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan zat gizi (Supariasa, 2001). Menurut Pudjiadi (2003) kecukupan gizi rata-rata bagi anak usia di bawah 3 tahun dengan berat badan 12 kg dan tinggi badan 89 cm, energi yang dibutuhkan sebanyak 1220 kkl dan kebutuhan protein sebesar 23 gram (Rahmah, 2010). Balita merupakan masa peralihan makanan dari makanan pendamping ASI ke makanan orang dewasa. Namun, pemberiannya juga masih bertahap disesuaikan dengan kemampuan sistem pencernaan anak dan kebutuhan gizinya. Di usia ini, saatnya dikenalkan ragam makanan yang sehat dan alami karena akan menentukan pola makan anak selanjutnya. Sesuai dengan

20

kemampuan pencernaan dan kebutuhan gizi, batita merupakan konsumen pasif, artinya dia masih menerima saja makanan yang diberikan orang tuanya. Berikan makan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering (7-8 kali) sehari, terdiri atas tiga kali makan pagi, siang dan sore, 2-3 kali makan selingan dan 3-4 kali minum susu. Masing-masing usia ini memerlukan makanan yang berbeda sesuai tahap perkembangan saluran pencernaannya dan kebutuhan gizinya (Nursalam, 2005). Sepanjang usia balita, selera makan dan kebiasaan makan terus berubah-ubah. Setelah ulang tahun pertama, pertumbuhan melambat dan selera makan pun cenderung menurun. Pada masa tumbuh kembangnya, gizi seimbang sangat besar pengaruhnya. Pada masa ini otak balita telah siap menghadapi berbagai stimulasi seperti belajar berjalan dan berbicara lebih lancar. Balita memiliki kebutuhan gizi yang berbeda dari orang dewasa. Mereka butuh lebih banyak lemak dan lebih sedikit serat (Nursalam, 2005). Nutrisi yang anak butuhkan berasal dari beras/gandum/umbi, daging, kacang-kacangan, sayuran, buah dan dua gelas susu per hari. Tentunya dengan gizi yang seimbang sehingga dalam sehari tercapai 1.000-1.500 kalori. Variasi ini sangatlah bergantung pada usia, tinggi badan serta aktivitas anak (dalam hal ini sekitar 30 menit aktivitas fisik per hari) (Nursalam, 2005). Pada usia ini, susu masih merupakan makanan yang penting karena mengandung semua zat gizi dasar yang dibutuhkan anak yang sedang tumbuh: energi, lemak, karbohidrat, protein, vitamin dan mineral (Nursalam, 2005).

21

Zat-zat gizi yang dibutuhkan balita (Husin, 2008): 1. Karbohidrat merupakan sumber energi utama yang terdiri dari dua jenis yaitu karbohidrat sederhana (gula, pasir dan gula merah) sedangkan karbohidrat kompleks (tepung, beras, jagung, gandum). 2. Protein untuk pertumbuhan, terdapat pada ikan, susu, telur, kacangkacangan, tahu dan tempe. 3. Lemak terdapat pada margarin, mentega, minyak goreng, lemak hewan atau lemak tumbuhan. 4. Vitamin adalah zat-zat organik yang kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan pada umumnya dapat dibentuk oleh tubuh. a. Vitamin A untuk pertumbuhan tulang, mata dan kulit yaitu mencegah kelainan bawaan, vitamin terdapat dalam susu, keju, mentega, kuning telur, minyak ikan, sayuran dan buah-buahan segar (wortel, pepaya, mangga, daun singkong, daun ubi jalar). b. Vitamin B untuk menjaga sistem susunan saraf agar berfungsi normal, mencegah penyakit beri-beri dan anemia. Vitamin ini terdapat di dalam nasi, roti, susu, daging dan tempe. c. Vitamin C berguna untuk pembentukan integritas jaringan dan peningkatan penyerapan zat besi, untuk menjaga kesehatan gusi, jenis vitamin C banyak terdapat pada mangga, jeruk, pisang, nangka. 5. Mineral berguna untuk menumbuhkan dan memperkuat jaringan serta mengatur keseimbangan cairan tubuh.

22

a. Zat besi berguna dalam pertumbuhan sel-sel darah merah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Zat ini terdapat dalam daging, ikan dan hati ayam. b. Kalsium berguna untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Zat ini terdapat dalam susu sapi. c. Yodium berguna untuk menyokong susunan saraf pusat berkaitan dengan daya pikir dan mencegah kecacatan fisik dan mental. Zat ini terdapat dalam rumput laut dan sea food. Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi zat gizi yang terdapat pada makanan sehari-hari. Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam suatu susunan hidangan dan perbandingan yang satu terhadap yang lain. Kualitas menunjukkan jumlah masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh. Kalau susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya, maka tubuh akan mendapatkan kondisi kesehatan gizi yang sebaik-baiknya, disebut konsumsi adekuat. Kalau konsumsi baik dari kuantitas dan kualitasnya melebihi kebutuhan tubuh, dinamakan konsumsi berlebih, maka akan terjadi suatu keadaan gizi lebih. Sebaliknya konsumsi yang kurang baik kualitas dan kuantitasnya akan memberikan kondisi kesehatan gizi kurang atau kondisi defisit (Sediaoetama, 2010). Tingkat kesehatan gizi sesuai dengan konsumsi, tingkat kesehatan gizi terbaik adalah kesehatan gizi optimum. Dalam kondisi ini jaringan jenuh oleh

23

zat gizi tersebut. Tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya kerja dan efisiensi yang sebaik-baiknya, serta mempunyai daya tahan setinggi-tingginya (Sediaoetama, 2010). Status gizi atau tingkat konsumsi pangan merupakan bagian terpenting dari status kesehatan seseorang. Tidak hanya status gizi yang memengaruhi kesehatan seseorang, tetapi status kesehatan juga memengaruhi status gizi (Amin dkk, 2004). C. Tinjauan Umum Tentang Energi Seperti halnya mesin, tubuh manusia membutuhkan pasokan energi (atau kalori) yang terus-menerus. Tanpa energi, fungsi tubuh yang penting tidak mungkin berjalan. Energi diperoleh dari zat gizi kaya energi yang terdapat dalam makanan: karbohidrat kompleks, lemak, protein dan gula sederhana. Kalori yang dibutuhkan balita usia 1-5 tahun adalah sekitar 1300 1500 kalori per hari (Nursalam, 2005). Manusia membutuhkan makanan untuk kelangsungan hidupnya. Makanan merupakan sumber energi untuk menunjang semua kegiatan atau aktivitas manusia. Energi dalam tubuh manusia dapat timbul dikarenakan adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak (Amin dkk, 2004). Dengan demikian agar manusia selalu tercukupi energinya diperlukan pemasukan zat-zat makanan yang cukup pula ke dalam tubuhnya. Manusia yang kurang makanan akan lemah baik daya kegiatan, pekerjaan fisik atau daya pemikirannya karena kurangnya zat-zat makanan yang diterima tubuhnya yang dapat menghasilkan energi (Amin dkk, 2004).

24

Seseorang tidak dapat menghasilkan energi yang melebihi dari apa yang diperoleh dari makanan kecuali jika meminjam atau menggunakan cadangan energi dalam tubuh, namun kebiasaan meminjam ini akan dapat mengakibatkan keadaan yang gawat, yaitu kekurangan gizi khususnya energi (Amin dkk, 2004). Dalam usaha menciptakan manusia-manusia yang sehat

pertumbuhannya, penuh semangat dan penuh kegairahan dalam kerja, serta tinggi daya cipta dan kreatifitasnya, maka sejak anak-anak harus dipersiapkan. Untuk itu energi harus benar-benar diperhatikan, tetap selalu berada dalam serba kecukupan (Rahmah, 2010). Perekambangan motorik kasar adalah bagaimana keterampilan anak dalam menjaga keseimbangan tubuhnya mulai dari merangkak sampai berjalan dan berlari. Untuk melakukan gerakan itu dibutuhkan energi yang cukup sesuai angka kecukupan gizi berdasarkan umurnya. Untuk melakukan suatu aktivitas motorik, dibutuhkan ketersediaan energi yang cukup banyak. Tengkurap, merangkak, berdiri, berjalan, dan berlari melibatkan suatu mekanisme yang mengeluarkan energi yang tinggi (Husaini, 2009). D. Tinjauan Umum Tentang Protein Protein merupakan bahan utama dalam pembentukan jaringan, baik jaringan tubuh tumbuh-tumbuhan maupun tubuh manusia dan hewan. Karena itu protein disebut unsur pembangun (Sediaoetama, 2010).

25

Menurut Sediaoetama (2008) dalam penelitian Rahmah (2010), sumber protein hewani yaitu daging, jenis ikan, jenis unggas, telur dan susu sedangkan sumber protein nabati yaitu tempe, tahu dan jenis kacangkacangan. Menurut Sunita Almatsier (2004), protein berfungsi : 1. 2. 3. Membangun sel-sel yang rusak Membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan hormon Membentuk zat anti energi, dalam hal ini tiap protein menghasilkan sekitar 4,1 kalori 4. 5. 6. 7. Mengatur keseimbangan air Memelihara netralitas tubuh Pembentukan antibodi Mengangkut zat-zat gizi Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor pada anak-anak di bawah lima tahun. Kekurangan protein juga sering ditemukan secara bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan kondisi yang dinamakan marasmus (Almatsier, 2004). Protein secara berlebihan akan merugikan tubuh. Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan obesitas. Diet protein tinggi yang sering dianjurkan untuk menurunkan berat badan kurang beralasan. Kelebihan protein dapat menimbulkan masalah lain, terutama pada bayi. Kelebihan asam amino memberatkan ginjal dan hati yang harus melakukan metabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen. Kelebihan

26

protein akan menimbulkan asidosis, dehidrasi, diare, kenaikan amoniak darah dan demam (Almatsier, 2004). Protein merupakan zat gizi yang paling banyak terdapat dalam tubuh. Protein merupakan bagian dari semua sel-sel hidup, hampir setengah jumlah protein terdapat di otot, 1/5 terdapat di tulang, 1/10 terdapat di kulit, sisanya terdapat dalam jaringan lain dan cairan tubuh (Rahmah, 2010). Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein, separuhnya ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh di dalam kulit dan selebihnya di dalam jaringan lain dan cairan tubuh. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier, 2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan protein yang perlu ditelaah antara lain: a. Berat badan b. Umur dan jenis kelamin c. Mutu protein d. Pertumbuhan Berat badan sangat menentukan banyaknya protein yang diperlukan. Berat badan erat sekali hubungannya dengan jumlah jaringan yang aktif yang selalu memerlukan protein lebih banyak untuk pembentukan, pemeliharaan, dan pengaturan dibandingkan dengan jaringan tidak aktif. Oleh karena itu

27

orang yang beratnya lebih tinggi memerlukan protein yang lebih banyak daripada orang yang lebih ringan. Umur merupakan faktor yang sangat menentukan banyaknya kebutuhan protein terutama pada golongan muda yang masih dalam masa pertumbuhan. Anak kecil memerlukan protein 2-4 kali lebih banyak daripada orang dewasa bila dihitung per satuan berat badan. Pada orang dewasa tidak terdapat lagi pertumbuhan seperti halnya pada anakanak melainkan hanya untuk pemeliharaan, reparasi dan pengaturan prosesproses tubuh (Rahmah, 2010). Suhardjo dan Clara M. Kusiharto (1992) dalam penelitian Rahmah (2010), kebutuhan protein laki-laki berbeda dengan perempuan. Hal ini terutama disebabkan perbedaan jumlah jaringan aktif dan perbedaan perkembangan-perkembangan fisiologis. Mutu protein sangat menentukan besar kecilnya kebutuhan protein. Mutu protein erat hubungannya dengan nilai cerna dan nilai serap daripada protein yang bersangkutan. Makin tinggi mutu protein, makin sedikit protein yang diperlukan, sebaliknya makin jelek mutunya makin banyak protein yang diperlukan. Protein mempunyai fungsi penting dalam membangun dan

memelihara sel jaringan tubuh. Protein juga merupakan prekursor untuk neurotransmitter yang mendukung perkembangan otak. Fungsi otak yang baik tergantung pada kapasitas menyerap dan memproses informasi. Neurotransmitter catecholaimes dibentuk dari asam amino penting: Tyrosine dan neurotransmitter serotonin dibentuk dari Tryptophan. Serotonin menstimulasi tidur yang penting untuk perkembangan otak dalam memproses

28

informasi, sedangkan catecholamine berkaitan dengan keadaan siaga yang membantu menyerap informasi di otak. Sumber protein antara lain seperti ikan, susu, daging, telur dan kacang-kacangan (Nursalam, 2005). Walaupun fungsi utama protein adalah untuk pertumbuhan, bilamana tubuh kekurangan zat energi fungsi protein untuk menghasilkan energi atau untuk membentuk glukosa akan didahulukan. Bila glukosa atau asam lemak dalam tubuh terbatas, sel terpaksa menggunakan protein untuk membentuk glukosa dan energi. Glukosa dibutuhkan sebagai sumber energi sel-sel otak dan sistem saraf. Pemecahan protein tubuh guna memenuhi kebutuhan energi dan glukosa pada akhirnya akan menyebabkan melemahnya otot-otot (Almatsier, 2004). Dalam keadaan berlebihan, protein akan mengalami deaminase. Nitrogen dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa ikatan karbon akan diubah menjadi lemak dan disimpan di dalam tubuh. Dengan demikian, makan protein secara berlebihan dapat menyebabkan kegemukan (Almatsier, 2004). E. Tinjauan Umum Tentang Karbohidrat Karbohidrat merupakan zat gizi utama sebagai sumber energi bagi tubuh. Terpenuhinya kebutuhan tubuh akan karbohidrat akan menentukan jumlah energi yang tersedia bagi tubuh setiap hari (Rahmah, 2010). Karbohidrat yang terkandung dalam makanan pada umumnya hanya ada 3 jenis yaitu : Polisakarida, Disakarida dan Monosakarida (Sediaoetama, 2010).

29

Karbohidrat lebih banyak terdapat dalam bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti beras, jagung, ubi kayu dan lain-lain. Fungsi utama karbohirat yaitu : 1. Sebagai sumber energi 2. Untuk membentuk volume makanan 3. Membantu cadangan energi dalam tubuh (Sediaoetama, 2010) 4. Penghemat protein 5. Membantu pengeluaran feses (Almatsier, 2004) Kekurangan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami keseimbangan energi negatif. Akibatnya, berat badan kurang dari berat badan seharusnya (ideal). Bila terjadi pada bayi dan anak-anak akan menghambat pertumbuhan dan pada orang dewasa penurunan berat badan dan kerusakan jaringan tubuh. Gejala yang ditimbulkan adalah kurang perhatian, gelisah, lemah, cengeng, kurang bersemangat dan penurunan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi. Akibat berat pada bayi dinamakan marasmus dan disertai kekurangan protein dinamakan kwashiorkor. Jika gabungan kekurangan energi dan protein dinamakan marasmus-kwashiorkor (Almatsier, 2004). Kelebihan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan

melebihi energi yang dikeluarkan. Kelebihan energi ini akan diubah menjadi lemak dalam tubuh. Akibatnya, terjadi berat badan lebih atau kegemukan. Kegemukan ini bisa disebabkan oleh kebanyakan makan, dalam hal

30

karbohidrat, lemak maupun protein, tetapi juga karena kurang bergerak atau berolahraga (Almatsier, 2004). Kegemukan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi tubuh, merupakan resiko untuk menderita penyakit kronis seperti diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung koroner, penyakit kanker dan dapat

memperpendek harapan hidup (Almatsier, 2004). Fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan energi bagi tubuh. Karbohidrat merupakan sumber utama energi bagi penduduk di seluruh dunia, karena banyak didapat di alam dan harganya relatif murah. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kkalori. Sebagian karbohidrat di dalam tubuh berada dalam sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan energi segera, sebagian disimpan sebagai glikogen dalam hati dan jaringan otot dan sebagian diubah menjadi lemak untuk kemudian disimpan sebagai cadangan energi di dalam jaringan lemak (Almatsier, 2004). Sebagai sumber utama energi, salah satu bentuk karbohidrat di otak adalah Sialic Acid (SA). SA merupakan komponen struktur dan fungsi ganglion otak yang penting. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian SA sejak awal dapat meningkatkan perkembangan otak dan mempunyai efek dalam proses belajar dan memori. Untuk anak usia 1 atau 5 tahun diperlukan karbohidrat sebagai sumber energi untuk berbagai aktivitas. Diperlukan 2-3 lembar roti atau 1 sampai dengan 1,5 mangkuk nasi atau mie. Sumber karbohidrat antara lain seperti nasi, roti, sereal, kentang atau mie (Nursalam, 2005).

31

Karbohidrat merupakan zat gizi utama sebagai sumber karbohidrat bagi tubuh. Terpenuhinya kebutuhan tubuh akan karbohidrat akan menentukan jumlah karbohidrat yang tersedia bagi tubuh setiap hari (Sediaoetama, 2010). Karbohidrat dan lemak merupakan penyuplai energi utama, meskipun protein juga dapat menghasilkan energi (Barasi, 2009). Bila karbohidrat makanan tidak mencukupi, maka protein akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi, dengan mengalahkan fungsi utamanya sebagai zat pembangun. Sebaliknya bila karbohidrat makanan mencukupi, protein terutama akan digunakan sebagai zat pembangun (Almatsier, 2004). Sumber karbohidrat adalah padi-padian atau serealia, umbi-umbian, kacang-kacang kering dan gula. Hasil olah bahan-bahan ini adalah bihun, mie, roti, tepung-tepungan, selai, sirup dan sebagainya. Sebagian sayur dan buah tidak banyak mengandung karbohidrat. Sayur umbi-umbian seperti wortel dan bit serta sayur kacang-kacangan relatif lebih banyak mengandung karbohidrat dari pada sayur daun-daunan (Almatsier, 2004). F. Tinjauan Umum Tentang Lemak Menurut Sediaoetama (2008) dalam penelitian Rahmah (2010), lemak merupakan sekelompok ikatan organik yang terdiri atas unsur-unsur Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O) yang dapat larut dalam zat pelarut lemak. Lemak dapat berasal dari hewan yang terutama mengandung asam lemak

32

jenuh dan lemak dari tumbuh-tumbuhan yang lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh. Menurut Soegeng Santoso dan Anne Lies (2004) dalam penelitian Rahmah (2010), fungsi lemak antara lain: 1. Sumber utama energi atau cadangan dalam jaringan tubuh dan bantalan bagi organ tertentu dari tubuh. 2. Sebagai sumber asam lemak yaitu zat gizi yang esensial bagi kesehatan kulit dan rambut. 3. Sebagai pelarut vitamin-vitamin (A, D, E, K) yang larut dalam lemak Merupakan komponen utama membran sel otak dan selubung myelin disekeliling saraf otak. Lemak mempengaruhi perkembangan dan

kemampuan otak, terutama pada dua tahun pertama. DHA (asam lemak omega 3) dan AA (asam lemak omega 6) adalah komponen utama struktur otak dan mempunyai peran penting dalam perkembangan fungsi otak dan retina. Sphingomyelin adalah komponen utama dari sel saraf, jaringan otak dan selubung myelin disekitar saraf. Sphingomyelin mempunyai peran dalam mengirim sinyal dan membawa informasi dari satu sel saraf ke sel saraf otak lainnya. Sumber lemak antara lain seperti yang terdapat dalam minyak, santan, dan mentega, roti dan kue juga mengandung omega 3 dan 6 yang penting untuk perkembangan otak (Nursalam, 2005). Lemak dan minyak merupakan sumber energi paling padat, yang menghasilkan 9 kkalori untuk tiap gram, yaitu 2 kali besar energi yang

33

dihasilkan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang sama (Almatsier, 2004). Sebagai simpanan lemak, lemak merupakan cadangan energi tubuh paling besar. Simpanan ini berasal dari konsumsi berlebihan salah satu atau kombinasi zat-zat energi: karbohidrat, lemak dan protein. Lemak tubuh pada umumnya disimpan sebagai berikut: 50% di jaringan bawah kulit (subkutan), 45% di sekeliling organ dalam rongga perut dan 5% di jaringan intramuskuler (Almatsier, 2004). Lemak menghemat penggunaan protein untuk sintesis protein, sehingga protein tidak digunakan sebagai sumber energi. Lemak

memperlambat sekresi asam lambung dan memperlambat pengosongan lambung, sehingga lemak memberi rasa kenyang lebih lama (Almatsier, 2004). Lapisan lemak di bawah kulit mengisolasi tubuh dan mencegah kehilangan panas tubuh secara cepat, dengan demikian lemak berfungsi juga dalam memlihara suhu tubuh (Almatsier, 2004). Lapisan lemak yang menyelubungi organ-organ tubuh, seperti jantung, hati dan ginjal membantu menahan organ-organ tersebut tetap di tempatnya dan melindunginya dari benturan dan bahaya lain (Almatsier, 2004). Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan (minyak kelapa, kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung dan sebagainya), mentega, margarin dan lemak hewan (lemak daging dan ayam). Sumber

34

lemak lain adalah kacang-kacangan, biji-bijian, daging dan ayam gemuk, krim, susu, keju dan kuning telur serta makanan yang dimasak dengan lemak atau minyak. Sayur dan buah (kecuali alpokat) sangat sedikit mengandung lemak (Almatsier, 2004). G. Tinjauan Umum Tentang Zinc Zinc (Zn) merupakan mineral yang memainkan peran penting dalam pertumbuhan sel, khususnya dalam produksi enzim-enzim yang penting bagi sintesis RNA dan DNA. Zinc juga berlimpah di otak. Kandungan Zn otak menempati urutan kelima setelah otot, tulang, kulit dan liver (Riyadi, 1998). Zinc (Zn) yang biasanya juga disebut dengan Seng merupakan zat gizi yang esensial dan telah mendapat perhatian yang cukup besar akhir-akhir ini. Zinc berperan di dalam bekerjanya lebih dari 10 macam enzim. Berperan di dalam sintesa Dinukleosida Adenosin (DNA) dan Ribonukleosida Adenosin (RNA), dan protein. Maka bila terjadi defisiensi zinc dapat menghambat pembelahan sel, pertumbuhan dan perbaikan jaringan (Shanker dan Prasad, 1998 dalam penelitian Nasution, 2004). Zinc umumnya ada di dalam otak, dimana zinc mengikat protein. Kekurangan zinc akan berakibat fatal terutama pada pembentukan struktur otak, fungsi otak dan mengganggu respon tingkah laku dan emosi (Black, 1998 dalam penelitian Nasution, 2004). Fakta anak yang masih menyusui, air susu ibu tidak dapat mensuplai zinc dalam jumlah yang lebih. Dan juga sulit untuk memenuhi kebutuhan zinc bayi dan anak selama masa transisi dari air susu ke makanan padat. Dari hasil

35

penelitian yang dilakukan oleh Brown (1998) menunjukkan bahwa zinc yang dibutuhkan dari makanan tambahan berbeda dengan zinc yang yang harus dipenuhi setiap hari (diperkirakan 2,8 mg/hari untuk usia 6-24 bulan) dan asupan zinc dari air susu ibu. Makanan tambahan harus menyediakan 84-89% zinc yang dibutuhkan bayi pada usia 6-24 bulan. Berdasarkan rata-rata asupan ASI di negara berkembang, bayi yang berusia 6-9 bulan membutuhkan 50-70 gr hati atau daging yang tidak berlemak setiap hari atau kira-kira 40 gr ikan segar, untuk memenuhi tambahan zinc yang dianjurkan dari makanan padat. Dari analisa ini mereka menyarankan untuk memberikan suplementasi zinc atau fortifikasi zinc selama masa pertumbuhan karena bayi dan anak di negara berkembang tidak mungkin memenuhi kebutuhan zinc mereka dari makanan (Nasution, 2004). Menurut Eschlemen (1996) dalam penelitian Nasution tahun 2004, zinc adalah suatu komponen dari beberapa sistem enzim, yang berfungsi di dalam sintesa protein, transport karbon dioksida dan di dalam proses penggunaan vitamin A. Seng memegang peranan esensial dalam banyak fungsi tubuh. Sebagai bagian dari enzim atau sebagai kofaktor pada kegiatan lebih dari dua ratus enzim, seng berperan dalam berbagai aspek metabolism, seperti reaksi-reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida dan asam nukleat (Almatsier, 2004). Menurut Black fungsi-fungsi neuropsikologi (seperti perhatian), aktivitas dan perkembangan motorik memperantai hubungan antara defisiensi

36

Zn dan perkembangan koqnitif. Umur anak juga memepengaruhi hubungan tersebut. Model ini juga memasukkan konteks social (misalnya kemiskinan) dan lingkungan pengasuhan (fungsi ibu dan keluarga) sebagai determinan anak (Riyadi, 1998). Setelah mereview berbagai penelitian, Black (1998) menjelaskan ada 5 hal yang dapat menjelaskan kaitan defisiensi Zn dengan penampilan koqnitif. Pertama, ditemukan anak bahwa dan kemungkinan terhadap defisiensi stress Zn

mempengaruhi

emosi

respon

daripada

perkembangan koqnitif, karena itu anak-anak yang mengalami defisiensi Zn kemungkinan akan responsive dengan konteks sosial dan stress lingkungan. Kedua, defisiensi Zn kemungkinan mempengaruhi penampilan koqnitif melalui perubahan pada perhatian, aktivitas dan aspek lain fungsi neuropsikologi. Ketiga, defisinesi Zn mengarah pada penurunan taraf aktivitas anak, yang kemudian akan menghambat perkembangan koqnitif. Keempat, faktor kontestual, seperti stimulasi perkembangan dan responsivitas ibu kemungkinan juga mempengaruhi kaitan defisiensi Zn dan perkembangan anak. Dan yang terakhir, hubungan antara defisiensi Zn dan perkembangan anak bervariasi menurut umur (Riyadi, 1998).

37

Gambar 1. Kaitan Defisiensi Zn dengan perkembangan koqnitif (Black, 1998 dalam penelitian Riyadi, 1998) Defisiensi zinc juga dapat mengganggu pertumbuhan (Brown, et al., 1998) dan meningkatkan resiko diare dan infeksi saluran nafas (Ninh, et al., 1996) (Nasution, 2004). Pemberian suplementasi Zn dan Fe juga dipengaruhi oleh asupan makanan. Zinc banyak terdapat dalam daging, tiram, ikan kering, hati dan susu juga merupakan sumber makanan yang kaya akan zinc. Selain itu makanan yang mengandung fitat dan makanan berserat menghalangi absorbsi Zinc (Eschleman, 1996 dalam Nasution, 2004). Beberapa bahan makanan yang dapat meningkatkan penyerapan zinc dan besi adalah asam askorbat dan sitrat (pepaya, jambu biji, pisang, mangga, semangka, pir, jeruk, lemon, apel, jus nenas, kembang kol, dan limau), asam malak dan tartrat (wortel, kentang, tomat, labu, kol, dan lobak cina), asam

38

amino sistein (daging, kambing, daging babi, hati, ayam, dan ikan), dan produk-produk fermentasi (kecap kacang kedele, acar/asinan kubis) (Nasution, 2004). Beberapa makanan yang dapat menghambat penyerapan zinc dan besi adalah fitat (beras, terigu, gandum, kacang kedele, susu coklat, kacang dan tumbuhan polong), polifenol (teh, kopi, bayam, kacang, tumbuhan polong, rempah-rempah), kalsium dan fosfat (susu dan keju) (Gillespie, 1998 dalam Nasution, 2004). H. Tinjauan Umum Tentang Penyakit Infeksi Menurut Alisjahbana (1985) dalam penelitian Rimawati (2005) balita merupakan golongan yang rawan untuk terkena infeksi karena segera setelah anak dapat bergerak sendiri, tanpa bantuan orang lain, dia akan mengikuti pergerakan disekitarnya, sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya penularan penyakit. Apabila kekebalan tubuhnya tidak cukup, antara lain karena tidak mendapatkan imunisasi yang dibutuhkan, dia akan mudah jatuh sakit. Serangan penyakit infeksi yang berulang kali, lebih-lebih dalam jangka pendek, akan menjadi awal timbulnya gizi kurang, yang dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang. Intek gizi yang tidak cukup dan infeksi merupakan penyebab langsung gizi kurang pada bayi dan anak (UNICEF, 1999). Hal ini berdampak tidak saja terhadap kekurangan gizi makro tetapi juga gizi mikro yang sangat perlu untuk pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini (damandiri.or.id).

39

Kesehatan anak harus mendapat perhatian dari para orang tua yaitu dengan cara segera membawa anaknya yang sakit ke tempat pelayanan kesehatan yang terdekat (Soetjiningsih, 1995). Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap penyakit seperti flu, diare atau penyakit infeksi lainnya. Jika anak sering menderita sakit dapat menghambat atau mengganggu proses tumbuh kembang anak. Ada beberapa penyebab seorang anak mudah terserang penyakit, adalah (Lubis, 2008) : 1. Apabila kecukupan gizi terganggu karena anak sulit makan dan nafsu makan menurun. Akibatnya daya tahan tubuh menurun sehingga anak menjadi rentan terhadap penyakit. 2. Lingkungan yang kurang mendukung sehingga perlu diciptakan lingkungan dan perilaku yang sehat. 3. Jika orang tua lalai dalam memperhatikan proses tumbuh kembang anak oleh karena itu perlu memantau dan menstimulasi tumbuh kembang bayi dan anak secara teratur sesuai dnegan tahapan usianya dan segera memeriksakan ke dokter jika anak menderita sakit. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh suatu bibit penyakit seperti: bakteri, virus, ricketsia, jamur, cacing, dsb. Jellife (1990) dalam Hasriani (2004) dalam penelitian Rahmah (2010) mengemukakan bahwa penyakit infeksi mempunyai efek terhadap status gizi untuk semua umur, tetapi lebih nyata pada kelompok anak. Kebutuhan energi pada saat infeksi biasa mencapai dua kali kebutuhan normal karena meningkatnya metabolisme dalam tubuh. Penyakit infeksi dapat bertindak sebagai pemula

40

terjadinya kurang gizi sebagai akibat menurunnya nafsu makan, adanya gangguan penyerapan dalam saluran pencernaan atau peningkatan kebutuhan zat gizi oleh adanya penyakit. Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap penyakit. Jaringan tubuh pada bayi dan balita belum sempurna dalam upaya membentuk pertahanan tubuh seperti halnya orang dewasa. Umumnya penyakit yang menyerang anak bersifat akut artinya penyakit menyerang secara mendadak dan gejala timbul dengan cepat. Infeksi bisa berhubungan dengan gangguan gizi melalui beberapa cara yaitu memengaruhi nafsu makan sehingga kebutuhan zat gizinya tidak terpenuhi. Secara umum defisiensi gizi sering merupakan awal dari gangguan defisiensi sistem kekebalan. Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal balik dan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang kurang dapat mempermudah seseorang terkena penyakit infeksi (Supariasa,dkk, 2001). Berikut penyakit infeksi yang sering dialami oleh balita (Rahmah, 2010): 1. Infeksi saluran pernafasan Infeksi saluran pernafasan meliputi penyakit saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah beserta adenoxanya dari seluruh kematian balita. Depkes, RI (2002) dalam penelitian Lubis, 2008 menyatakan Istilah ISPA mengandung tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernapasan dan akut. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh

41

manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Adapun saluran pernapasan adalah organ dimulai dari hidung sampai alveoli beserta organ adneksa seperti sinus-sinus, rongga telinga dan pleura. Istilah ISPA secara anatomis mencakup saluran pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksanya saluran pernapasan. Sedangkan infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan ISPA, proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paruparu (alveoli) biasanya disebabkan oleh invasi kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis batuk, disertai adanya nafas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah/kedalam (Lubis, 2008). Dalam program P2 ISPA dikenal 3 klasifikasi ISPA yaitu : a. ISPA berat, ditandai sesak nafas yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu inspirasi (secara klinis ISPA berat=pneumonia berat). b. ISPA sedang, bila frekuensi nafas menjadi cepat, yaitu; 1. Umur 2 bulan sampai1 tahun = 50 kali/menit atau lebih. 2. Umur 1 sampai 4 tahun = 40 kali/menit atau lebih (secara klinis ISPA sedang=pneumonia).

42

c. ISPA ringan, ditandai dengan batuk atau pilek yang bisa disertai demam, tetapi nafas cepat dan tanpa tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. ISPA merupakan pembunuh utama bayi dan balita di Indonesia. Sebagian besar kematian tersebut diakibatkan oleh ISPA pneumonia, namun masyarakat masih awam dengan gangguan ini. Penderita cepat meninggal akibat pneumonia berat dan sering tidak tertolong. Lambatnya pertolongan ini disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat tentang gangguan ini (Lubis, 2008). Terjadinya infeksi saluran pernapasan pada anak balita disamping adanya bibit penyakit, juga dipengaruhi oleh faktor anak itu sendiri, seperti anak yang belum mendapat imunisasi campak dan kontak dengan asap dapur, serta kondisi perumahan yang ditempatinya. Menurut Djaja (1999) dalam penelitian Lubis (2008) terjadinya ISPA terutama pneumonia pada bayi dan pada anak balita dipengaruhi oleh faktor usia anak. Bayi yang berumur kurang dari 2 bulan mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk terkena pneumonia dibandingkan dengan anak umur 2 bulan sampai 5 tahun (Depkes RI, 1996). Hasil analisis faktor resiko membuktikan bahwa umur merupakan salah satu faktor resiko penyebab terjadinya kematian pada balita yang sedang menderita pneumonia. Semakin tua usia balita yang sedang menderita pneumonia, semakin kecil resiko meninggal akibat pneumonia dibandingkan balita yang berusia muda

43

2. Diare Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare. WHO memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di dunia pada tahun 2000 dan 2,2 juta diantaranya meninggal, sebagian besar anak-anak dibawah umur 5 tahun (Adisasmito, 2007).
Diare diartikan sebagai penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (lebih dari tiga kali per hari) dan disertai dengan perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), baik disertai keluarnya darah dan lender maupun tidak (Suraatmaja, 2007). Sedangkan menurut WHO (2007) diare didefinisikan sebagai berak cair tiga kali atau lebih dalam sehari semalam (24 jam) (Nutrisiani, 2010).

Secara umum diare didefinisikan sebagai berak encer atau cair, 3 kali atau lebih dalam 24 jam dan di dalam tinja disertai dengan atau tanpa lendir atau darah (Rimawati, 2005). Diare merupakan gejala penyakit yang penting dan dapat disebabkan banyak faktor seperti salah makan. Kejadian diare biasanya berhubungan dengan musim, misalnya pada musim buah-buahan sering bersamaan banyaknya lalat. Gejala penyakit ini dapat berbahaya dan menyebabkan kematian pada anak-anak kecil terutama bila pada penderita didapatkan gizi kurang (Rimawati, 2005). Diare dapat menyebabkan anak tidak mempunyai nafsu makan sehingga kekurangan jumlah makanan dan minuman yang masuk ke

44

tubuhnya, yang dapat berakibat kurang gizi. Serangan diare berulang atau diare akut yang berat pada anak berakibat kurang gizi dan mengarah ke KEP merupakan resiko kematian (Rimawati, 2005). Anak yang menderita diare mengalami penurunan cairan serta gangguan keseimbangan zat gizi dan elektrolit. Zat gizi tidak dicerna, diserap usus dan hilang larut begitu saja bersama tinja (Rimawati, 2005). Banyak faktor yang menimbulkan penyakit diare antara lain faktor lingkungan, faktor balita, faktor ibu, dan faktor sosiodemografis. Dari beberapa faktor tersebut, faktor lingkungan cukup banyak diteliti dan dibahas dari segala aspek seperti dari Sarana Air Bersih (SAB), jamban, Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL), keadaan rumah, tempat pembuangan sampah, kualitas bakteriologis air bersih dan kepadatan hunian (Adisasmito, 2007). Dari beberapa penelitian yang dilakukan mahasiswa menunjukkan hasil yang bermakna pada aspek pengetahuan, perilaku dan higiene ibu. Pada aspek perilaku ibu menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih yang dilakukan ibu mempunyai hubungan yang bermakna dalam mencegah terjadinya penyakit diare pada bayi dan balita. Salah satu perilaku hidup bersih yang umum dilakukan ibu adalah mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anaknya. Pada aspek pengetahuan ibu, rendahnya pengetahuan ibu mengenai hidup sehat merupakan faktor risiko yang menyebabkan penyakit diare pada bayi dan balita (Adisasmito, 2007).

45

Penyebab diare, antara lain infeksi dari berbagai bakteri yang disebabkan oleh kontaminasi makanan maupun air minum, infeksi berbagai macam virus, alergi makanan, khususnya susu atau laktosa (makanan yang mengandung susu), parasit yang masuk ke tubuh melalui makanan atau minuman yang kotor (USAID). I. Tinjauan Umum Tentang Pengasuhan Orang Tua Pengasuhan adalah serangkaian interaksi yang intensif dalam mengarahkan anak untuk memiliki kecakapan hidup. Oleh karena itu melibatkan aktivitas atau ketrampilan fisik dalam memberikan rangsangan serta memberikan respon yang tepat untuk situasi yang spesifik (Lubis, 2008). Menurut Depkes RI (2000) dalam penelitian Cut Ruhana Husain tahun 2008. Pola asuh anak adalah kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan yang berdampak luas pada kehidupan seluruh anggota keluarga yang menjadi dasar penyediaan pengasuhan yang tepat dan bermutu pada anak termasuk pengasuhan makanan bergizi. Sering dikatakan bahwa ibu adalah jantung dari keluarga, jantung dalam tubuh merupakan alat yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Apabila jantung berhenti berdenyut maka orang itu tidak bisa melangsungkan hidupnya. Dari perumpaan ini bisa disimpulkan bahwa kedudukan seorang ibu sebagai tokoh sentral dan sangat penting untuk melaksanakan kehidupan. Pentingnya seorang ibu terutama terlihat sejak kelahiran anaknya (Husain, 2008)

46

Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, disamping harus mengatur pola makan yang benar juga tak kalah pentingnya mengatur pola asuh yang benar pula. Pola asuh yang benar bisa ditempuh dengan memberikan perhatian yang penuh serta kasih sayang pada anak, memberinya waktu yang cukup untuk menikmati kebersamaan dengan seluruh anggota keluarga (Husain, 2008).
Dalam masa pengasuhan, lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang tuanya. Anak tumbuh dan berkembang di bawah asuhan dan perawatan orang tua oleh karena itu orang tua merupakan dasar pertama bagi pembentukan pribadi anak. Melalui orang tua, anak beradaptasi dengan lingkungannya untuk mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulan hidup yang berlaku dilingkungannya. Dengan demikian dasar pengembangan dari seorang individu telah diletakkan oleh orang tua melalui praktek pengasuhan anak sejak ia masih bayi (Husain, 2008).

Pengasuhan berasal dari kata asuh (to rear) yang mempunyai makna menjaga, merawat dan mendidik anak yang masih kecil. Wagnel dan Funk menyebutkan bahwa mengasuh itu meliputi menjaga serta memberi bimbingan menuju pertumbuhan ke arah kedewasaan. Pengertian lain diutarakan oleh Webster yang mengatakan bahwa mengasuh itu membimbing menuju ke pertumbuhan ke arah kedewasaan dengan memberikan pendidikan, makanan dan sebagainya terhadap mereka yang di asuh (Husain, 2008). Dari beberapa pengertian tentang batas asuh, menurut Whiting dan Child dalam proses pengasuhan anak yang harus diperhatikan adalah orangorang yang mengasuh dan cara penerapan larangan atau keharusan yang

47

dipergunakan. Larangan maupun keharusan terhadap pola pengasuhan anak beraneka ragam. Tetapi pada prinsipnya cara pengasuhan anak mengandung sifat: pengajaran (instructing), pengganjaran (rewarding) dan pembujukan (inciting) (Husain, 2008). Di negara timur seperti Indonesia, keluarga besar masih lazim dianut dan peran ibu seringkali di pegang oleh beberapa orang lainnya seperti nenek, keluarga dekat atau saudara serta dapat juga di asuh oleh pembantu (Husain, 2008). Kerangka konseptual yang dikemukan oleh UNICEF yang

dikembangkan lebih lanjut oleh Engle et al (1997) menekankan bahwa tiga komponen makanankesehatanasuhan merupakan faktor-faktor yang

berperan dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal. Engle et al (1997) mengemukakan bahwa pola asuh meliputi 6 hal yaitu (Husain, 2008) : 1. 2. 3. 4. 5. 6. perhatian/dukungan ibu terhadap anak pemberian ASI atau makanan pendamping pada anak rangsangan psikososial terhadap anak persiapan dan penyimpanan makanan praktek kebersihan atau higiene dan sanitasi lingkungan dan perawatan balita dalam keadaan sakit seperti pencari pelayanan kesehatan. Pemberian ASI dan makanan pendamping pada anak serta persiapan dan penyimpanan makanan tercakup dalam praktek pemberian makan

48

Beberapa penelitian menjelaskan bahwa masalah gizi adalah refleksi dari faktor pola asuh, pola makan dan asupan zat gizi yang tidak benar karena berbagai macam faktor di masyarakat. Peranan keluarga terutama ibu dalam mengasuh anak sangat menentukan status gizi dan tumbuh kembang anak. Ibu yang dapat membimbing anak tentang cara makan yang sehat dan makanan yang bergizi akan meningkatkan status gizi anak (Asrar dkk, 2009). Pola pengasuhan anak adalah pengasuhan anak dalam pra dan pasca kelahiran, pemberian ASI, pemberian makanan, dan pengasuhan bermain (Asrar dkk, 2009). Menurut Jusat (2000) dalam penelitian Amin dkk (2004) pola

pengasuhan adalah kemampuan keluarga untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pola pengasuhan anak berupa sikap dan praktik pengasuhan ibu lainnya dalam kedekatannya dengan anak, merawat, cara memberi makan serta kasih sayang. Pola asuh anak merupakan perilaku yang dipraktikkan oleh pengasuh (ibu, bapak, nenek atau orang lain) dalam pemberian makanan, pemeliharaan kesehatan, pemberian stimulasi, serta dukungan emosional yang dibutuhkan anak untuk tumbuh kembang. Kasih sayang dan tanggung jawab orang tua juga termasuk pola asuh anak (Asrar dkk, 2009). Hasil uji statistik yang dilakukan terhadap hubungan pola asuh dengan status gizi, menunjukkan adanya hubungan yang bermakna (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik pola asuh semakin baik status gizi. Hal ini

49

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bibi bahwa dengan adanya pola asuh yang baik utamanya asuhan gizi maka status gizi akan semakin baik. Depkes RI mengemukakan bahwa pola pengasuhan yang diberikan ibu pada anak berhubungan dengan keadaan kesehatan (baik fisik maupun mental), status gizi, pendidikan, pengetahuan dan keterampilan, peran dalam keluarga dan adat kebiasaan dari ibu (Amin dkk, 2004). Perawatan dasar dan higiene perorangan memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap status gizi. Hal ini sejalan dengan penelitian Husaini yang mengemukakan bahwa dalam upaya memperbaiki status gizi anak, dilakukan upaya pencegahan penyakit menyangkut perawatan dasar terhadap anak yaitu dengan memberikan imunisasi secara lengkap, pemberian vitamin A secara berkala (mengikuti bulan pemberian vitamin A) dan upaya perbaikan sanitasi terhadap anak, ibu dan lingkungan (Amin dkk, 2004). Status kesehatan merupakan salah satu aspek pola asuh yang dapat mempengaruhi status gizi anak kearah membaik. Status kesehatan adalah halhal yang dilakukan untuk menjaga status gizi anak, menjauhkan dan menghindarkan penyakit serta yang dapat menyebabkan turunnya keadaan kesehatan anak. Status kesehatan ini meliputi hal pengobatan penyakit pada anak apabila anak menderita sakit dan tindakan pencegahan terhadap penyakit sehingga anak tidak sampai terkena suatu penyakit. Status keshatan anak dapat ditempuh dengan cara memperhatikan keadaan gizi anak, kelengkapan imunisasinya, kebersihan diri anak dan lingkungan dimana anak berada serta upaya ibu dalam hal mencari pengobatan terhadap anak apabila anak sakit.

50

Jika anak sakit hendaknya ibu membawanya ke tempat pelayanan kesehatan seperti rumah sakt, klinik, puskesmas dan lain-lain (Amin dkk, 2004). J. Tinjauan Umum Tentang Status Gizi Menurut Arsad (2006) dalam penelitian Maylan Wulandari tahun 2010, status gizi anak adalah keadaan kesehatan anak yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri. Status gizi merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang masuk ke dalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output) akan zat gizi tersebut (Rahmah, 2010). Kebutuhan tubuh akan zat gizi ditentukan oleh banyak faktor, antara lain : tingkat metabolisme basal, tingkat pertumbuhan, aktivitas fisik dan faktor yang bersifat relatif yaitu gangguan pencernaan (ingestion), perbedaan daya serap (absorption), tingkat penggunaan (utilization) dan perbedaan pengeluaran dan penghancuran (excretion and destruction) dari zat gizi tersebut dalam tubuh (Rahmah, 2010). Penilaian status gizi dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu penilaian status gizi secara langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung (Rahmah, 2010) : 1. Penilaian status gizi secara langsung Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi 4 penilaian yaitu : antropometri, klinis, biokimia dan biofisik.

51

a. Antropometri Antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. 1. Pengertian Antropometri berasal dari kata antropos dan metros. Antropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh. Pengertian ini bersifat sangat umum sekali (Supariasa, 2001). Pengertian dari sudut pkitang gizi telah banyak diungkapkan oleh para ahli Jelliffe (1966) dalam penelitian Rahmah (2010) mengungkapkan bahwa : Nutritional Anthropometry is measurement of the Variations of the Physical Dimensions and the Gross Composition of the Human Body at Different age levels and Degree of Nutrition. Dari definisi tersebut dapat ditarik dengan pengertian berbagai bahwa macam

antropometri

adalah

berhubungan

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : berat badan dan tinggi badan (Supariasa, 2001).

52

2. Jenis parameter Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain : umur, berat badan dan tinggi badan. a. Umur Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya kecenderungan untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari (Depkes, 2004). Menurut Puslitbang Gizi Bogor (1980) yang dikutip oleh Supariasa (2002) dalam penelitian Maylan Wulandari (2010), batasan umur digunakan adalah tahun umur penuh (Completed Year) dan untuk anak umur 0-2 tahun digunakan bulan usia penuh (Completed Month). Sebagai contoh umur 4 bulan 5 hari dihitung 4 bulan dan umur 3 bulan 27 hari dihitung 3 bulan. Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan (Rahmah, 2010).

53

b. Berat Badan Djumadias Abunain (1990) dalam penelitian Rahmah (2010), berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu. Menurut Soetjiningsih (1998) dalam penelitian Maylan Wulandari, perlu diketahui bahwa terdapat fluktuasi wajar dalam sehari sebagai akibat masukan (intake) makanan dan minuman, dengan keluaran (output) melalui urin, feses, keringat, dan nafas. Besarnya fluktuasi tergantung pada kelompok umur dan bersifat sangat individual, yang berkisar antara 100-200 gram, sampai 5001000 gram bahkan lebih.

54

c. Tinggi Badan Menurut Supariasa (2002) dalam penelitian Maylan

Wulandari (2010), tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan (Quac stick), faktor umur dapat dikesampingkan. Depkes RI, (2004) dalam penelitian Rahmah (2010), tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U (Tinggi Badan menurut Umur), atau juga indeks BB/TB (Berat Badan menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun. Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi (Rahmah, 2010).

55

Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh (Khumaidi, 1994 dalam penelitian Rahmah, 2010). Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan sensitive/peka dalam menunjukkan keadaan gizi kurang bila dibandingkan dengan penggunaan BB/U. Dinyatakan dalam BB/TB, menurut standar WHO bila prevalensi kurus/wasting < -2SD di atas 10 % menunjukan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat serius dan berhubungan langsung dengan angka kesakitan (Rahmah, 2010). 3. Indeks antropometri Indeks antropometri merupakan rasio dari suatu pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur (Wulandari, 2010). Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks

antropometri. Di Indonesia ukuran baku hasil pengukuran dalam negeri belum ada, maka untuk berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) digunakan baku HARVARD (Rahmah, 2010). Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu berat badan dan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

56

a. Berat Badan menurut Umur Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak. Berat badan adalah

parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat 2 kemungkinan yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan maka indeks berat

badan/umur digunakan sebagai salah satu cara mengukur status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil maka berat badan/umur lebih menggambarkan status gizi seseorang. BB/U dapat dipakai pada setiap kesempatan memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur. BB sensitif terhadap perubahanperubahan kecil, dapat digunakan timbangan apa saja yang relatif murah, mudah dan tidak memerlukan banyak waktu dan tenaga (Rahmah, 2010). b. Tinggi Badan menurut Umur Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tubuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relative kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh

57

definisi gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama (Rahmah, 2010). c. Berat Badan menurut Tinggi Badan Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecapatan tertentu. indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat kini (sekarang) (Rahmah, 2010). Dari berbagai jenis indeks tersebut, untuk

menginterpretasikan dibutuhkan ambang batas, penentuan ambang batas diperlukan kesepakatan para ahli gizi. Ambang batas dapat disajikan kedalam 3 cara yaitu persen terhadap median, persentil dan stkitar deviasi unit. d. Persen Terhadap Median Median adalah nilai tengah dari suatu populasi. Dalam antropometri gizi median sama dengan persentil 50. Nilai median ini dinyatakan sama dengan 100 % (untuk stkitar). Setelah itu dihitung persentase terhadap nilai median untuk mendapatkan ambang batas (Rahmah, 2010).

58

Tabel 1 Status Gizi Berdasarkan Indeks Antropometri Status Gizi Gizi Baik Gizi Sedang Gizi Kurang Gizi Buruk Indeks BB/U > 80 % 71-80 % 61-70 % 60% TB/U > 90 % 81-90 % 71-80 % 70% BB/TB > 90 % 81-90 % 71-80 % 70%

Sumber : Data Sekunder Catatan : Persen dinyatakan terhadap baku NCHS. e. Persentil Para pakar merasa kurang puas dengan menggunakan persen terhadap median, akhirnya memilih cara persentil. Persentil 50 sama dengan median atau nilai tengah dari jumlah populasi berada diatasnya dan setengahnya berada dibawahnya (Rahmah, 2010). National Center for Health Statistics (NCHS)

merekomendasikan persentil ke 5 sebagai batas gizi baik dan kurang, serta persentil 95 sebagai batas gizi lebih dan gizi baik (Rahmah, 2010). f. Standar Deviasi Unit (SD) Standar deviasi unit disebut juga Z-skor. WHO menyarankan menggunakan cara ini untuk meneliti dan untuk memantau pertumbuhan (Rahmah, 2010). Rumus perhitungan Z skor adalah :

59

Tabel 2 Klasifikasi Status Gizi Menggunakan Z Skor Status Gizi Gizi Lebih Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk Tinggi Badan Normal menurut Umur (TB/U) Pendek Berat Badan Gemuk menurut Tinggi Normal Badan (BB/TB) Kurus Sangat kurus Sumber : Data Sekunder b. Klinis Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahanperubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Umumnya untuk survei klinis secara cepat (Supariasa, 2001). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat (rapid clinical surveys) tkita-tkita klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (sympton) atau riwayat penyakit (Supariasa, 2001). c. Biokimia Yaitu pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi (Supariasa, 2001). Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) Ambang Batas > +2 SD -2 SD sampai +2 SD < -2 SD sampai -3 SD < -3 SD -2 SD < -2 SD > +2 SD -2 SD sampai +2 SD < -2 SD sampai -3 SD < -3 SD

60

d. Biofisik Adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dan jaringan. Umumnya digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindnes). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap (Supariasa, 2001). 2. Penilaian status gizi secara tidak langsung Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi 3 penilaian yaitu : survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. a. Survei konsumsi makanan Yaitu metode penentuan status gizi dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga, dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi (Supariasa, 2001). Metode yang digunakan untuk pengukuran konsumsi dibedakan menjadi dua, yaitu bersifat kualitatif, seperti dietary history dan frekuensi makanan; dan bersifat kuantitatif, seperti recall 24 jam, penimbangan makanan, food record, dan metode inventaris. Hasil pengukuran ini dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk menentukan tingkat kecukupan konsumsi gizi mayarakat sebagai dasar perencanaan program gizi dan pendidikan gizi (Supariasa, 2001).

61

Dietary History Method memberikan gambaran pola konsumsi berdasarkan pengamatan dalam waktu yang cukup lama. Burke (1947) dalam penelitian Rahmah (2010) menyatakan bahwa metode ini terdiri dari tiga komponen yaitu : 1. Wawancara (termasuk recall 24 jam), yang mengumpulkan data tentang apa saja yang dimakan responden selama 24 jam terakhir 2. Frekuensi penggunaan dari sejumlah bahan makanan dengan memberikan daftar (check list) yang sudah disiapkan untuk mengecek kebenaran dari recall 24 jam tadi 3. Pencatatan konsumsi selama 2-3 hari sebagai cek ulang Food Frequency Method adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan dan tahun. Metode ini dapat dilakukan dengan cepat baik diisi sendiri oleh responden atau dengan wawancara. Disamping itu tidak merepotkan responden disbanding metode lainnya. Dari metode ini diketahui kebiasaan makan responden dalam jangka waktu yang lama (Supariasa, 2001). 24 hour Food Recall (recall 24 jam) merupakan metode yang paling sederhana dan mudah dilakukan yaitu dengan meminta responden untuk mengingat seluruh makanan yang dikonsumsi dalam 24 jam sebelumnya. Hal penting yang perlu diketahui bahwa dengan recall 24 jam data yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data kuantitatif maka jumlah

62

konsumsi

makanan

individu

ditanyakan

secara

teliti

dengan

menggunakan alat Ukuran Rumah Tangga (URT) seperti sendok, gelas, piring dan lain-lain atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari (Supariasa, 2001). Food Weighing Method merupakan metode yang digunakan untuk menimbang dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi responden selama 1 hari (Supariasa, 2001). Food Records Method digunakan untuk mencatat jumlah yang dikonsumsi. Pada metode ini responden diminta untuk mencatat semua makanan dan minuman yang dikonsumsi setiap kali sebelum makan dalam Ukuran Rumah Tangga atau menimbang dalam ukuran berat (gram) dalam periode tertentu (2-4 hari berturut-turut), termasuk cara persiapan dan pengolahan makanan tersebut (Supariasa, dkk, 2001 : 96). Inventory Method (Metode Inventaris) digunakan untuk

menghitung/mengukur semua persediaan makanan di rumah tangga (berat dan jenisnya) mulai dari awal sampai akhir survei. Semua makanan yang diterima, dibeli dan dari produksi sendiri dicatat dan dihitung/ditimbang setiap hari selama periode pengumpulan data (Supariasa, 2001). b. Statistik vital Statistik vital merupakan bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat. Beberapa statistik vital yang

63

berhubungan dengan keadaan kesehatan dan gizi antara lain angka kesakitan, angka kematian, pelayanan kesehatan dan penyakit infeksi yang berhubungan dengan gizi (Rahmah, 2010). Jelliffe (1989) dalam penelitian Rahmah (2010) mengatakan bahwa angka kematian pada kelompok umur tertentu, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu, statistik pelayanan kesehatan dan penyakit infeksi yang berhubungan dengan gizi merupakan informasi penting untuk menganalisis keadaan gizi di suatu wilayah. c. Faktor ekologi Faktor ekologi adalah salah satu faktor yang digunakan untuk mengetahui penyakit malnutrisi di suatu masyarakat yang merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor lingkungan yang saling

memengaruhi, antara lain faktor fisik, biologis, dan budaya. Ada enam faktor ekologi yang perlu dipertimbangkan sebagai penyebab

malnutrisi, yaitu keadaan infeksi, sosial ekonomi, produksi pangan, konsumsi makanan, pengaruh budaya, serta pelayanan kesehatan dan pendidikan (Jeliffe, 1966 dalam penelitian Rahmah, 2010).

64

BAB III KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti Terdapat dua faktor langsung penyebab tumbuh kembang anak, yaitu faktor makanan dan penyakit (infeksi), dimana keduanya saling mempengaruhi. Selain faktor langsung juga terdapat faktor tidak langsung, yaitu ketersediaan dan pola konsumsi pangan dalam rumah tangga, pola pengasuhan anak dan jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan masyarakat. Dalam upaya untuk mengetahui hubungan dari asupan zat gizi, penyakit infeksi dan pola asuh terhadap status perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan, maka diperlukan suatu identifikasi mengenai variabel-variabel yang mendukung tujuan tersebut. Adapun variabel-variabel yang mendukung antara lain: asupan zat gizi, gejala/penyakit ISPA dan diare yang diderita oleh anak dalam kurun waktu satu bulan terakhir serta pengasuhan orang tua dalam perawatan dan pemantauan pertumbuhan anaknya.

65

B. LandasanTeori Bagan Model Interaksi Tumbuh Kembang Anak


Tumbuh-Kembag Anak Manifestasi

Kecukupan Makanan

Infeksi

Penyebab Langsung

Ketahanan makanan keluarga

Asuhan bagi ibu dan anak

Pemanfaatan pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan

Penyebab tidak langsung

Pendidikan Keluarga Keadaan dan kontrol sumber daya keluarga. Manusia, ekonomi dan keluarga

Pokok masalah di masyarakat

Struktur politik dan Keluarga Struktur Ekonomi


Akar Dasar

Potensi sumber daya

Sumber : Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang anak . Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. Hal 13

66

C. Kerangka konsep Berdasarkan landasan teori di atas maka dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut: Kerangka Konsep

VARIABEL INDEPENDEN

VARIABEL DEPENDEN

Asupan zat gizi Energi Protein Lemak Karbohidrat Zinc Status Perkembangan Motorik Kasar Baduta Usia 6-18 Bulan

Penyakit Infeksi ISPA Diare

Pengetahuan Orang Tua

Pengasuhan Kesehatan

Keterangan = : Variabel yang diteliti : Variabel tidak diteliti

67

D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif 1. Asupan Zat Gizi Definisi Operasional : Asupan zat gizi yang dimaksud yaitu kandungan zat gizi berupa energi, protein, lemak, karbohidrat dan zinc dari makanan, minuman dan ASI yang dikonsumsi oleh baduta selama 1 hari (24 jam) yang diukur dengan metode food recall 24 jam. a. Asupan Energi Asupan energi adalah jumlah total energi yang

dikonsumsi. Jumlah energi yang dikonsumsi oleh anak berdasarkan pada Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan. Kriteria objektif : Klasifikasi tingkat kecukupan energi (TKE) sebagai berikut (WNPG, 2004): Baik : 80 110 % AKG Kurang : < 80% AKG Lebih : > 110% AKG b. Asupan Protein Asupan protein adalah jumlah total energi yang

dikonsumsi. Jumlah protein yang dikonsumsi oleh anak berdasarkan pada Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan.

68

Kriteria objektif : Klasifikasi tingkat kecukupan protein (TKP) sebagai berikut (WNPG, 2004): Baik : 80 110 % AKG Kurang : < 80% AKG Lebih : > 110% AKG c. Asupan Karbohidrat Asupan karbohidrat adalah jumlah total karbohidrat yang dikonsumsi. Jumlah karbohidrat yang dikonsumsi oleh anak berdasarkan pada Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan. Kriteria objektif : Klasifikasi tingkat kecukupan karbohidrat sebagai berikut (WNPG, 2004): Baik : 80 110 % AKG Kurang : < 80% AKG Lebih : > 110% AKG d. Asupan Lemak Asupan lemak adalah jumlah total lemak yang

dikonsumsi. Jumlah lemak yang dikonsumsi oleh anak berdasarkan pada Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan. Kriteria objektif : Klasifikasi tingkat kecukupan lemak sebagai berikut (WNPG, 2004):

69

Baik : 80 110 % AKG Kurang : < 80% AKG Lebih : > 110% AKG e. Asupan Zinc Asupan zinc adalah jumlah total zinc yang dikonsumsi. Jumlah zinc yang dikonsumsi oleh anak berdasarkan pada Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan. Kriteria objektif : Klasifikasi tingkat kecukupan zinc sebagai berikut (WNPG, 2004): Baik : 80 110 % AKG Kurang : < 80% AKG Lebih : > 110% AKG 2. Penyakit Infeksi Definisi Operasional : Penyakit Infeksi yang dimaksud adalah penyakit diare dan gejala-gejala penyakit ISPA seperti flu, batuk dan demam yang pernah atau masih diderita oleh balita dalam kurun waktu satu bulan terakhir berdasarkan pengakuan ibu balita. Kriteria Objektif : Menderita : Bila responden menderita minimal salah satu penyakit infeksi.

70

Tidak Menderita

: Bila responden tidak menderita penyakit infeksi.

3. Pengasuhan Ibu Definisi Operasional : Pengasuhan yang dimaksud adalah bagaimana perhatian ibu pada anaknya mencakup: a. Perawatan kesehatan adalah apa yang dilakukan ibu jika anaknya sakit, dan perannya dalam pemberian vitamin. b. Pemantauan pertumbuhan adalah bagaimana peran ibu dalam penimbangan anak secara rutin setiap bulan. Untuk menilai jawaban responden, digunakan Skala Guttman dengan memberi skor 1 pada jawaban yang benar, skor 0 pada jawaban yang salah. Kriteria Objektif : Cukup Kurang : Bila responden memperoleh skor 75.00% : Bila responden memperoleh skor < 75.00%

4. Status Perkembangan Motorik Kasar Status perkembangan motorik kasar adalah kemampuan gerakan motorik tertinggi yang dapat dilakukan sampel. Pengukuran perkembangan motorik kasar dilakukan pada anak usia 6-18 bulan dengan menggunakan perkembangan motorik milestone.

71

Kriteria Objektif : Terlambat : Bila titik pertemuan garis gerakan motorik hasil pengukuran berada dibawa garis kurva Normal : Bila titik pertemuan garis gerakan motorik hasil pengukuran berada digaris kurva Lebih Dari Normal : Bila titik pertemuan garis gerakan motorik berada diatas garis kurva E. Hipotesis Penelitian 1. Hipotesis Null (Ho) a. Tidak ada hubungan antara asupan energi dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011. b. Tidak ada hubungan antara asupan protein dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011. c. Tidak ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011. d. Tidak ada hubungan antara asupan lemak dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011.

72

e. Tidak

ada

hubungan

antara

asupan

zinc

dengan

status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011. f. Tidak ada hubungan antara penyakit/gejala ISPA dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011. g. Tidak ada hubungan antara penyakit diare dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011. h. Tidak ada hubungan antara pengasuhan dengan status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011. 2. Hipotesis Alternatif (Ha) a. Ada hubungan antara asupan energi dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011. b. Ada hubungan antara asupan protein dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011. c. Ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan status

perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011.

73

d. Ada hubungan antara asupan lemak dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011. e. Ada hubungan antara asupan zinc dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011. f. Ada hubungan antara penyakit/gejala ISPA dengan status perkembangan motorikkasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011. g. Ada hubungan antara penyakit diare dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011. h. Ada hubungan antara pengasuhan dengan status perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten Jeneponto tahun 2011.

74

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan studi observasional analitik dengan melakukan pendekatan Cross Sectional Study. Pendekatan ini dimaksudkan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Adapun variabel independennya yaitu asupan zat gizi, penyakit infeksi, dan pengasuhan sedangkan variabel dependennya adalah status perkembangan motorik kasar baduta usia 6 sampai 18 bulan. B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Jeneponto. Penelitian ini mencakup 3 wilayah kerja puskesmas kecamatan, disetiap puskesmas dipilih secara acak 3 desa dengan sosial ekonomi yang relatif sama. Karena itu terdapat 9 desa yang dicakup dalam penelitian ini. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 7 hari dilapangan yaitu pada bulan April 2011. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi pada penelitian ini adalah seluruh rumah tangga yang memiliki anak usia 618 bulan yang berada di 3 kecamatan di Kabupaten Jeneponto yang berjumlah 235 anak.

75

2. Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti (Arikunto, 2006). Sampel penelitian ini adalah rumah tangga yang memiliki anak usia 618 bulan dilokasi survei. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Sistematic Random Sampling. Penentuan sampel dengan menggunakan rumus

Lemesshow, yaitu: ( ( Keterangan : n : N: Z: P: Perkiraan besar sampel Perkiraan besar populasi Nilai standar distribusi normal (1,96) Perkiraan proporsi variabel yang diteliti berdasarkan prevalensi perkembangan motorik terhambat 21,4 % Proboningsih, 2004 (P =0,214) d: Tingkat ketelitian yang digunakan (0,05) ( ( ) ( ) ) ) ( ) )

Jumlah sampel dalam penelitian ini = 123 anak usia 618 bulan.

76

3. Metode pengambilan sampel Penentuan sampel diawali dengan memilih 3 wilayah kerja puskesmas kecamatan melalui laporan yang ada di Dinas Kesehatan. Dipilih puskesmas yang lokasinya jauh, dekat dan menengah dari pusat kota. Puskesmas menentukan desa dengan menggunakan Probability Proportional to Size (PPS), dimana rumah tangga yang dipilih menggunakan Sistematic Random Sampling yang dijadikan sasaran. D. Instrumen Penelitian Alat yang digunakan pada penelitian ini, yaitu Kuesioner, Food Recall, Food Models untuk mengetahui makanan yang dimakan dalam 1 hari (24 jam), Lengthboard untuk mengukur panjang badan anak, timbangan digital untuk mengukur berat badan anak, WHO Anthro untuk menganalisis status gizi dan Nutrisurvei untuk menganalisi asupan (jumlah energi, protein, lemak, karbohidrat dan zinc) yang dikonsumsi dalam 1 hari (24 jam) dan KMS perkembangan motorik anak. E. Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan observasi menggunakan kuesioner yang ditanyakan langsung kepada responden, dimana respondennya adalah ibu sampel. Pengukuran status gizi dilakukan dengan mengukur berat badan sampel menggunakan

77

timbangan digital dan panjang badan sampel diukur dengan menggunakan lengthboard. Untuk melihat status perkembangan motorik kasar sampel digunakan KMS perkembangan, dengan cara mencatat umur sampel dengan melingkari angka pada garis umur, kemudian mengamati kemampuan perkembangan motorik kasar tertinggi yang sudah dapat dilakukan oleh sampel yang kemudian dicatat di dalam KMS perkembangan. Membuat titik pertemuan garis gerakan motorik dan garis umur. Bila titik pertemuan umur dan gerakan motorik berada di garis kurva berarti normal. Sedangkan data sekunder diambil dari Kantor Dinas Kesehatan Propinsi, Kabupaten dan Desa. Data sekunder yang dimaksud adalah data puskesmas yang jaraknya terjauh, menengah dan terdekat dari pusat kota dan data baduta yang menjadi sampel penelitian. Penelitian ini dilakukan selama 7 hari, dimana dari 3 kecamatan yang menjadi lokasi penelitian terdapat 3 desa di setiap kecamatan. Jadi total ada 9 desa yang menjadi lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan pada saat kegiatan posyandu sehingga sampel dan responden datang ke pustu/posyandu dan kemudian dilakukan dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner dan juga melakukan penimbangan berat badan dan pengukuran panjang badan sampel dengan bantuan dari kader puskesmas, posyandu dan pustu.

78

F. Pengolahan dan Penyajian Data Pengolahan data menggunakan komputer dengan menggunakan program Nutrisurvey, WHO Anthro 2005 dan SPSS yang meliputi entri data, editing, koding dan analisis data. Pengolahan dan penyajian data dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Editing Proses editing dilakukan setelah kuesioner terkumpul. Editing data dilakukan dengan pemeriksaan kelengkapan, kesinambungan dan keseragaman data. 2. Koding Proses koding dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data, semua jawaban atau data perlu disederhanakan yaitu dengan simbol-simbol tertentu untuk setiap jawaban (pengkodean). 3. Tabulasi Data Dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data dalam suatu tabel. Pengolahan dilakukan secara elektronik dengan

menggunakan software SPSS. G. Analisis Data Data yang telah diolah selanjutnya dianalisis dengan menggunakan program SPSS dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi disertai narasi.

79

1. Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran deskriptif dari data-data yang dikumpulkan. Analisis univariat juga digunakan untuk menggambarkan data-data yang beskala nominal dan ordinal seperti distribusi subjek menurut umur, jenis kelamin, dan status gizi. Hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk tabel distribusi, frekuensi dan narasi. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel dependen (status gizi anak usia 6-18 bulan) dan independen (asupan zat gizi, penyakit infeksi dan pengasuhan) dalam bentuk tabulasi silang (crosstab) dengan menggunakan program SPSS dengan uji statistik Chi-square ( Siegel, 2001) dengan rumus: (O - E)2 X2 = E Interpretasi: Ho ditolak jika p <0,05 atau apabila X2 hasil

perhitungan lebih besar daripada X2 tabel. Untuk mengetahui kuatnya hubungan hasil Yates Correction untuk tabel kontigensi 22 bermakna digunakan koefisien (Phi) dengan rumus:

)(

)(

)(

80

Keterangan : = Uji Phi Dari hasil perhitungan uji , dapat dibuat kesimpulan mengenai hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dengan kriteria sebagai berikut : 0,01 0,25 : 0,26 0,50 : 0,51 0,75 : 0,76 1,0 : hubungan lemah hubungan sedang hubungan kuat hubungan sangat kuat

You might also like