You are on page 1of 57

NASKAH ILMIAH TEKNOLOGI TEROWONGAN DAN JALAN BAWAH TANAH

PENILAIAN RESIKO PEMBANGUNAN TEROWONGAN JALAN

NASKAH ILMIAH TEKNOLOGI TEROWONGAN DAN JALAN BAWAH TANAH

Penilaian resiko pembangunan terowongan jalan

ii

Kementerian Pekerjaan Umum Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Penelitian dan Pengembagan Jalan dan Jembatan

NASKAH ILMIAH TEKNOLOGI TEROWONGAN DAN JALAN BAWAH TANAH

Penilaian resiko pembangunan terowongan jalan

Pemegang Hak Cipta Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan Kementrian Pekerjaan Umum

Diproduksi Penyusun

: Pusat Penelitian dan Pengembagan Jalan dan Kementerian Pekerjaan Umum : Fahmi Aldiamar,ST, MT, Ir. Yayan Suryana, MSc.

Jembatan

Cetakan Pertama 2012 Hak cipta dilindungi undang undang

Kementrian Pekerjaan Umum Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan

NASKAH ILMIAH TEKNOLOGI TEROWONGAN DAN JALAN BAWAH TANAH : Penilaian resiko pembangunan terowongan jalan ; -cet.1 Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan Kementerian Pekerjaan Umum, 2012. ISBN : 978-602-8256-54-4 i

KATA PENGANTAR
Buku naskah ilmiah merupakan output dari kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi terowongan dan jalan bawah tanah di Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan dengan judul Penyusunan Risk Assessment Pembangunan Terowongan Jalan (2432.002.135.A). Kegiatan penelitian dan pengembangan teknologi terowongan dan jalan bawah tanah dimulai sejak tahun 1995 dan akan berakhir pada tahun 2015. Salah satu tujuan akhir dari kegiatan ini adalah untuk menyediakan pedoman perencanaan dan pelaksanaan terowongan jalan yang sesuai dengan kondisi spesifik tanah dan batuan di Indonesia.

Mengingat besarnya resiko pembangunan konstruksi terowongan jalan, maka perlu dilakukan manajemen resiko dalam pekerjaan konstruksi. Manajemen resiko merupakan suatu aspek kemprehensif sistem manajemen mutu yang berlangsung terus-menerus sepanjang umur proyek. Resiko harus diidentifikasi dan di kendalikan. Hal ini yang mendasari perlunya metode penilaian resiko (risk assessment) untuk pembangunan terowongan jalan. Buku ini menjelaskan hasil kajian terhadap penilaian resiko yang umumnya digunakan pada pembangunan teowongan dari beberapa literatur terkini. Hasil kajian ini menjadi titik tolak bagi penelitian yang telah dilakukan serta penelitian yang akan dilakukan pada tahun berikutnya.

Bandung, Desember 2012 Tim Penulis

ii

DAFTAR ISI
1 PENDAHULUAN....................................................................................... 1

1.1 1.2 1.3 1.4 1.5


2

Latar Belakang ................................................................ 1 Rumusan Masalah........................................................... 2 Tujuan dan Sasaran ........................................................ 2 Metodologi ....................................................................... 3 Sistematika Bab............................................................... 5 Gambaran Umum ............................................................ 6 Deskripsi Masalah ......................................................... 10 Gambaran umum........................................................... 12 Perencanaan manajemen resiko ................................... 14 Identifikasi resiko ........................................................... 14 Analisis resiko secara kualitatif ........................................ 1 Analisis resiko secara kuantitatif ...................................... 1 Rencana tindak tanggap resiko ....................................... 4 Monitoring dan pengendalian resiko ................................ 5 Identifikasi resiko ............................................................. 8 Penilaian resiko ............................................................. 15 Analisis konsekuensi ..................................................... 23 Penanggung jawab manajemen resiko .......................... 24 Rencana mitigasi dan contingency resiko...................... 26

GAMBARAN UMUM DAN DESKRIPSI MASALAH ................................ 6

2.1 2.2
3

MANAJEMEN RESIKO ..........................................................................12

3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7


4

MANAJEMEN RESIKO SELAMA PERENCANAAN ............................... 7

4.1 4.2 4.3 4.4 4.5


5 6

MANAJEMEN RESIKO SELAMA PELAKSANAAN ............................. 28 PENUTUP ............................................................................................... 30

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 2-1. Rekap kerusakan terowongan di beberapa negara (Neto & Kochen 2002). ........................................................................................................ 7 Tabel 3-1. Tabel rencana tindak tanggap resiko.................................................... 4 Tabel 4-1. Daftar resiko berdasarkan faktor pengaruh dan kriteria batas potensi bahaya pada perencanaan terowongan jalan. ........................................ 12 Tabel 4-2. Klasifikasi Massa Batuan (Bieniawski, 1973) ..................................... 14 Tabel 4-3. Klasifikasi tingkat bahaya berdasarkan percepatan puncak gempa di permukaan tanah (USGS, 2009) ...................................................................... 14 Tabel 4-4. Matrik resiko untuk proyek terowongan di Austria (P Schubert, 2006) .................................................................................................................... 15 Tabel 4-5. Kategori Risiko (Direktorat Bina Teknik, Dirjen Bina Marga, Maret 2011) .................................................................................................................... 17 Tabel 4-6. Kategori Risiko (P Schubert, 2006)..................................................... 17 Tabel 4-7. Penilaian Probabilitas Terjadinya Risiko Secara Kualitatif (Direktorat Bina Teknik, Dirjen Bina Marga, Maret 2011) .................................... 17 Tabel 4-8. Penilaian Probabilitas Terjadinya Risiko Secara Kualitatif (P Schubert, 2006) .................................................................................................... 18 Tabel 4-9. Penilaian Dampak terhadap Jadual, Biaya, Lingkup, atau Kualitas (Direktorat Bina Teknik, Dirjen Bina Marga, Maret 2011) .................................... 19 Tabel 4-10. Penilaian potensi kerusakan terhadap Jadual, Biaya, Lingkup, (P Schubert, 2006) .................................................................................................... 19 Tabel 4-11. Modifikasi penilaian potensi kerusakan terhadap Jadual, Biaya, Lingkup, (P Schubert, 2006 dan (Direktorat Bina Teknik, Dirjen Bina Marga, Maret 2011) .......................................................................................................... 20 Tabel 4-12. Berbagai Alternatif Tindakan terhadap Risiko (Direktorat Bina Teknik, Dirjen Bina Marga, Maret 2011) .............................................................. 24 Tabel 4-13. Penanggungjawab Manajemen Risiko (Direktorat Bina Teknik, Dirjen Bina Marga, Maret 2011) ........................................................................... 25

iv

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2-1. Keruntuhan terowongan di So Paulo (Neto & Kochen 2000). ...........6 Gambar 2-2. Keruntuhan terowongan pada muka bidang galian dengan kekuatan massa batuan sangat rendah (HSE 1996) ................................................8 Gambar 2-3. Keruntuhan terowongan pada muka bidang galian disebabkan oleh beberapa kondisi khusus (HSE 1996)............................................................... 8 Gambar 2-4. Mekanisme keruntuhan pada dinding (HSE 1996) ............................. 9 Gambar 3-1. Contoh identifikasi resiko proyek (Yayan, 2011) ...............................16 Gambar 3-2. Matrik resiko......................................................................................... 1 Gambar 3.3. Perbandingan metode kualitatif dan kuantitatif penilaian resiko (PIARC, 2008) ...........................................................................................................3 Gambar 3-4. Manajemen resiko dan pengurangan resiko selama tahapan proyek (P Schubert, 2006) ........................................................................................ 6 Gambar 4-1. Alur logika resiko sisa (P Schubert, 2006) .........................................22 Gambar 5-1. Manajemen resiko selama konstruksi menggunakan metode pengamatan (P Schubert, 2006) .............................................................................29

GLOSARI
Road tunnel Risk assessment Cavities Fault Frequent Occasional Random Seldom Remote Terowongan jalan Penilaian resiko Rongga-rongga Sesar Sering Kadang-kadang Tidak teratur Jarang Sedikit

vi

1 Pendahuluan

1.1

Latar Belakang

Manajemen Resiko adalah suatu pendekatan sistematis untuk mengelola resiko yang melibatkan semua bagian organisasi dengan melakukan identifikasi, menilai, memahami, bertindak dan mengkomunikasikan hal-hal yang berkaitan dengan resiko. Manajemen resiko sangat dibutuhkan untuk pekerjaan konstruksi dengan tingkat ketidakpastian dan resiko proyek yang tinggi. Konstruksi terowongan jalan merupakan salah satu proyek yang memiliki tingkat resiko tinggi, dikarenakan kondisi konstruksi yang berada di bawah permukaan dan banyaknya faktor ketidakpastian kondisi tanah/batuan yang akan dilewati terowongan tersebut. Untuk kasus-kasus proyek dengan tingkat resiko yang tinggi tersebut, maka manajemen resiko perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi resiko-resiko yang akan dihadapi dan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko tersebut. Untuk resiko yang tidak dapat dikurangi, harus dibuat suatu ketentuan yang dapat mengurangi konsekuensi resiko dan mengaturnya. Manajemen resiko sebaiknya dibuat terintegrasi dan harus diperbarui berkala untuk

mengidentifikasi semua resiko pada semua tahapan proyek. Resiko harus ditetapkan secara cermat, termasuk penyebab dan dampaknya terhadap sasaran proyek. Resiko lain yang harus diperhitungkan adalah terkait dengan kesehatan dan keselamatan publik dan lingkungan. Kategori resiko utama yang harus dicermati adalah keruntuhan konstruksi, dampak publik, keterlambatan jadwal, komitmen lingkungan, keruntuhan pada saat operasional dan pemeliharaan, tantangan teknologi, kondisi geoteknik yang tidak diperhitungkan dan kenaikan biaya.

Buku ini merupakan Naskah Ilmiah yang menjelaskan secar rinci hasil kajian literatur yang akan menjadi dasar untuk penyusunan pedoman penilaian resiko pembangunan terowongan jalan. Dari hasil penelitian ini, daftar resiko dan metode penilaian resiko untuk pembangunan terowongan jalan dapat tergambarkan.

1.2

Rumusan Masalah

Mengingat besarnya resiko pembangunan konstruksi terowongan jalan, maka perlu dilakukan identifikasi resiko-resiko yang mungkin terjadi dan dilakukan penilaian resiko. Penilaian risiko (risk assessment) adalah proses menilai besarnya probabilitas risiko dan menilai besarnya dampak yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, beberapa perumusan masalah dijabarkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Resiko apa yang akan terjadi pada pembangunan terowongan jalan dan apa konsekuensinya. a. Apakah sudah ada daftar resiko pembangunan terowongan jalan, dan parameter apa yang berpengaruh? b. Apakah sudah ada daftar konsekuensi resiko terhadap jadwal, biaya, lingkup dan kualitas konstruksi? c. Bagaimana analisis resiko dilakukan dan metode penilaian resiko yang sesuai untuk pembangunan terowongan jalan. 2. Apakah resiko yang diperkirakan dapat diterima? a. Bagaimana rencana tindak tanggap resiko dan alternatif-alternatif yang dapat mengurangi pencapaian sasaran proyek. b. Pada tingkat resiko apakah rencana tindak diutamakan untuk dilakukan. tanggap resiko

1.3

Tujuan dan Sasaran

Tujuan disusunnya naskah ilmiah ini adalah untuk mengetahui metode penilaian resiko untuk pembangunan terowongan jalan. Penilaian resiko

yang digunakan dalam kajian ini mengadopsi draft Pedoman Perencanaan Manajemen resiko pada Kegiatan Pembangunan Jalan, Direktorat Bina teknik, Dirjen Bina Marga dengan menambahkan daftar resiko yang dapat mempengaruhi pembangunan terowongan.

Secara spesifik, sasaran dari disusunnya naskah ilmiah ini adalah: Mendapatkan daftar resiko yang merangkum semua resiko yang dapat terjadi pada pembangunan terowongan jalan. Mengetahui metode penilaian resiko berdasarkan probabilitas dan dampak yang mungkin terjadi Mengetahui mitigasi yang diperlukan terhadap resiko yang akan terjadi.

1.4

Metodologi

Metodologi untuk lingkup kegiatan ini dijelaskan sebagai berikut: a. Studi literatur: melakukan kajian dan evaluasi terhadap tahapan-tahapan penilaian resiko berdasarkan pedoman-pedoman dan literatur-literatur tentang manajemen dan penilaian resiko sebagai berikut: SPM bidang terowongan jalan (PU 2002, FHWA 2009, Standar Jepang 2002 dan 2003 serta Eurocode 7 2008). Alan Muir Wood. 2000. Tunnelling: Management by design, Taylor & Francis e-Library, ISBN: 0-203-47766-9. Bhawani Singh & Rajnish K. Goel, 2006, Tunneling in weak rock, Elsevier geo engineeringbook series voule 5. ISBN 13: 978-0-08044987-6. Gordon A. Fenton and D. V. Griffiths. 2008. Risk Assessment in Geotechnical Engineering. John Wiley & Sons. Inc. ISBN: 978-0-47017820-1. P. Schubert. 2006. Geotechnical Risks in Rock Tunnels. Taylor & Francis Group. London. ISBN: 0 415 40005 8.

Direktorat Bina Teknik, Maret 2011, Draft-3 Pedoman Perencanaan Manajemen Resiko pada Kegiatan Pembangunan Jalan, Direktorat Jenderal Bina Marga.

b. Pengumpulan data: melakukan pengumpulan dan identifikasi resiko yang terjadi saat pelaksanaan pekerjaan terowongan di: SNVT Proyek Bendungan Jati Gede, SNVT Proyek Bendungan Jati Barang, dan Instansi terkait lainnya atau proyek-proyek pembangunan

terowongan lainnya. c. Koordinasi dan diskusi dengan institusi perencana dan pelaksana pembangunan terowongan: Diskusi mengenai potensi resiko yang diterapkan pada tahapan perencanaan dan pelaksanaan terowongan di Wilayah Kegiatan (Terowongan pengelak Jatigede, Jawa Barat dan Terowongan Jatibarang, Jawa Tengah) d. Identifikasi potensi resiko. Pembuatan daftar resiko berdasarkan konstruksi terowongan yang telah dilakukan di wilayah kegiatan dan NSPM serta literatur yang ada. e. Identifikasi probabilitas kejadian resiko. Pembuatan matriks permasalahan operasional dan jumlah kejadian saat konstruksi terowongan dilakukan di wilayah kegiatan. f. Identifikasi konsekuensi terhadap potensi resiko dan probabilitas kejadian resiko Pembuatan matriks perubahan-perubahan (kontrak, perencanaan dan metode kerja) yang dilakukan saat terjadi permasalahan

operasional saat konstruksi terowongan dilakukan dan tindakan penanggulangannya. g. Penyusunan metode penilaian resiko berdasarkan hasil kajian pada butir a-f.

1.5

Sistematika Bab

Buku naskah ilmiah ini terbagi menjadi 5 Bab sebagai berikut: Bab 1: Pendahuluan Bab 1 berisi latar belakang kegiatan penelitian, rumusan masalah yang menyampaikan uraian masalah yang akan dipecahkan, tujuan, dan sasaran dibuatnya naskah ilmiah serta metodologi penelitian yang dilakukan. Bab 2: Gambaran Umum dan Deskripsi Masalah Bab 2 menerangkan resiko keruntuhan pada terowongan yang dapat terjadi akibat ketidakpastian kondisi geologi dan geoteknik bawah permukaan. Selain itu dibahas pula masalah-masalah teknis yang merupakan penyebab utama keruntuhan terowongan. Bab 3: Manajemen resiko selama perencanaan Bab 3 membahas secara lebih rinci perencanaan manajemen resiko yang berisi identifikasi resiko, penilaian resiko dan pengendalian resiko. Bab 4: Manajemen resiko selama pelaksanaan Membahas tahapan pengendalian resiko saat pelaksanaan beserta skema alur penyesuaian perencanaan berdasarkan kondisi lapangan. Bab 5 Penutup Bab 5 berisi kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan serta saran untuk penelitian lanjutan.

2 Gambaran Umum dan Deskripsi Masalah

2.1

Gambaran Umum

Keruntuhan dan permasalahan lain yang terjadi saat konstruksi terowongan banyak diakibatkan oleh ketidakpastian kondisi geologi dan geoteknik bawah permukaan. Pada beberapa kasus keruntuhan terowongan saat konstruksi, kasus yang umumnya terjadi adalah keruntuhan muka bidang galian yang disebabkan oleh posisi terowongan yang dangkal/dekat ke permukaan tanah, ukuran terowongan yang besar dan metode konstruksi yang tidak sesuai dengan kondisi bawah permukaan yang digali. Contoh keruntuhan dan efeknya terhadap lingkungan sekitar diperlihatkan pada Gambar 2-1. Berdasarkan tipe kerusakannya, keruntuhan konstruksi terowongan di beberapa negara diperlihatkan pada Tabel 2-1. Historis dan penyebab keruntuhan tersebut menunjukkan betapa besarnya resiko pembangunan terowongan akibat ketidakpastian kondisi bawah permukaan.

Gambar 2-1. Keruntuhan terowongan di So Paulo (Neto & Kochen 2000).

Tabel 2-1. Rekap kerusakan terowongan di beberapa negara (Neto & Kochen 2002).
Tahun 1973 1981 1984 1985 Lokasi Paris So Paulo (Brazil) Landrcken (Jerman) Bochum (Jerman) Richthof (Jerman) Kaiserau (Jerman) Bochum (Jerman) Krieberg (Jerman) Munich (Jerman) Weltkugel (Jerman) Karawanken (Austria/Slovenia) Kehrenberg (Jerman) Michaels (Jerman) Karawanken (Jerman) So Paulo (Brazil) Kwachon (Korea) Seul (Korea) Funagata (Jepang) Seul (Korea) Seul (Korea) Chungho (Taiwan) Tribunal da Justia (Brazil) Toscana (Itali) Carvalho Pinto (Brazil) Montemor (Portugal) Galgenberg (Austria) Munich (Jerman) Heathrow (London) Storebaelt (Denmark) Turki Turki Los Angeles (Amerika) Athens (Yunani) Adler (Swiss) Toulon (Prancis) Eidsvoll (Norwegia) Athens (Yunani) So Paulo (Brazil) Carvalho Pinto (Brazil) Russia Tipe peruntukan terowongan Terowongan kereta Terowongan metro Terowongan metro Terowongan metro Terowongan metro Terowongan metro Terowongan metro Terowongan metro Terowongan metro Terowongan jalan Terowongan metro Terowongan bandara Mesin bor terowongan Terowongan motor Terowongan motor Terowongan metro Terowongan metro Terowongan metro Terowongan metro Tipe kerusakan Runtuh Ketidakstabilan Runtuh Runtuh Runtuh Runtuh Runtuh Runtuh 5 keruntuhan Cave-in Aliran air kedalam terowongan dan deformasi yang sangat besar Penurunan permukaan tanah Runtuh Runtuh Runtuh Runtuh Runtuhan mempengaruhi bangunan sekitar Runtuh 2 keruntuhan 4 keruntuhan Runtuh Runtuh Deformasi besar, runtuh Keruntuhan portal saat konstruksi 2 keruntuhan Runtuh Runtuh Runtuh Kebakaran Runtuh Runtuh Runtuh Runtuh Runtuh Runtuh Runtuh Runtuh Runtuh Runtuh Runtuh

1986 1987

1988 1989 1991

1992 1993

1994

1995 1996

1997

1998

Penyebab keruntuhan dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu: 1. Keruntuhan pada muka atas bidang galian (heading) dengan ilustrasi diperlihatkan pada Gambar 2-2 dan Gambar 2-3.
Keruntuhan pada bench
Keruntuhan seluruh muka bidang galian

Keruntuhan pada mahkota

Keruntuhan lokal muka bidang galian

Gambar 2-2. Keruntuhan terowongan pada muka bidang galian dengan kekuatan massa batuan sangat rendah (HSE 1996)

Atap terowongan yang digali menjadi lemah karena adanya retakan vertikal, pipa vertikal dan infrastruktur buatan lainnya

Muka air tanah

Lapisan kedap di atap terowongan tipis, sehingga tidak mampu mendukung lapisan lulus air dalam kondisi jenuh diatasnya

Lapisan tanah/batuan diatas terowongan dangkal

Gambar 2-3. Keruntuhan terowongan pada muka bidang galian disebabkan oleh beberapa kondisi khusus (HSE 1996)

2. Keruntuhan pada dinding sebelum dan setelah bentuk cincin terbentuk, dengan ilustrasi diperlihatkan pada Gambar 2-4.

Keruntuhan daya dukung pada atap pelengkung Keruntuhan akibat pergerakan horisontal pada kaki pelengkung

Keruntuhan pada dinding gallery

Keruntuhan geser

Punching failure

Keruntuhan akibat kompresi

Keruntuhan tekuk

Keruntuhan akibat dorongan

Gambar 2-4. Mekanisme keruntuhan pada dinding (HSE 1996)

3. Keruntuhan disebabkan oleh penyebab lainnya, umumnya berupa: a. Keruntuhan pada portal terowongan yang disebabkan oleh kondisi batuan/tanah yang jelek. b. Keruntuhan pada shaft vertikal yang disebabkan oleh kondisi tanah/batuan yang jelek serta pengaruh air.

2.2

Deskripsi Masalah

Keruntuhan terowongan akibat ketidakpastian kondisi bawah permukaan dapat menyebabkan kerusakan peralatan, lingkungan sekitar, kematian, biaya yang membengkak dan penundaan waktu kerja. Berdasarkan (HSE 1996; Vlasov et al. 2001), penyebab utama keruntuhan diklasifikasikan berdasarkan permasalahan sebagai berikut: 1. Kondisi geoteknik yang tidak dapat diperkirakan Kondisi ini terjadi disebabkan oleh pengurangan survei dan penyelidikan geoteknik yang menghasilkan karakterisasi kondisi geoteknik yang dangkal. Kondisi yang tidak dapat diperkirakan umumnya terkait penjenuhan atau erosi yang terjadi pada tanah/batuan. Survei dan evaluasi kondisi geoteknik lanjutan tidak dilakukan saat pelaksanaan konstruksi berjalan. 2. Kesalahan perencanaan dan spesifikasi Keruntuhan terowongan terjadi disebabkan oleh kesalahan

perencanaan untuk mendapatkan lokasi struktur bawah tanah seperti shaft, gorong-gorong, dan lubang bor yang tidak terisi atau terisi sebagian. Ketidaksesuaian metode penggalian dan penyangga terhadap kondisi geoteknik yang ada. Ketidaksesuaian spesifikasi material konstruksi, perencanaan

terhadap kondisi yang tidak diketahui dan keadaan darurat. 3. Kesalahan perhitungan atau analisis numerik

10

Kesalahan penentuan parameter desain karena kualitas data penyelidikan geoteknik yang terbatas. Tidak dilakukan verifikasi hasil perhitungan terhadap bacaan instrumentasi. Tidak diperhitungkannya efek air

4. Kesalahan saat konstruksi Kesalahan konstruksi sulit untuk diidentifikasi, umumnya adalah sebagai berikut: Dinding dibangun tidak sesuai dengan ketebalan rencana Kesalahan pemasangan baut batuan dan rusuk baja Bentuk invert yang tidak sesuai dengan perencanaan Pekerjaan perbaikan dinding dilaksanakan dengan buruk.

5. Kesalahan pengendalian dan manajemen konstruksi Penyedia jasa dan pengguna jasa yang tidak berpengalaman Kesalahan penyimpulan kondisi lapangan dan ketidaksesuaian perencanaan struktur Pengendalian kualitas pekerjaan buruk Adopsi metode konstruksi yang tidak sesuai.

Risiko merupakan setiap peristiwa yang bisa mencegah/menghambat kemajuan proyek yang telah direncanakan, atau kesuksesan dari

penyelesaiannya. Risiko dapat diidentifikasi dari sejumlah sumber yang berbeda. Beberapa risiko mungkin cukup jelas dan dapat diidentifikasi sebelum proyek dimulai. Sedangkan risiko-risiko lainnya baru akan dapat diidentifikasi selama siklus proyek. Risiko dapat diidentifikasi oleh siapa saja yang terlibat dalam proyek. Beberapa risiko melekat pada proyek itu sendiri, sementara ada risiko yang berasal dari pengaruh eksternal yang sepenuhnya di luar kendali tim proyek.

11

3 Manajemen resiko

3.1

Gambaran umum

Resiko didefinisikan sebagai kemungkinan kehilangan, kerugian dan kerusakan atau dapat diartikan pula bahwa resiko adalah kemungkinan terjadinya kerugian. Untuk itu diperlukan informasi tentang bagaimana masalah muncul dan dengan siapa, apa sifat dari risiko dan bagaimana untuk menguranginya. Resiko pada pekerjaan bawah permukaan umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut (Bhawani Singh & Rajnish K. Goel, 2006): 1. 3. 5. 7. 9. 11. 13. 15. 17. 19. 21. 23. 25. 27. 29. 31. 33. 35. 37. 39. 41. 43. 45. 47. 49. 51. 53. Bencana alam Kecelakaan Percepatan atau penangguhan kerja Lembaga yang terlibat Prinsip alokasi resiko Biaya Konstruksi dan kegagalan konstruksi Kontrak Kontraktor Perubahan kondisi Perancangan/pekerjaan yang tidak baik Keputusan Keterlambatan Data Pengungkapan informasi Penyangkalan Perancangan pendukung Pengurangan Bencana ekonomi Lingkungan Evaluasi Eskalasi Peralatan Pendanaan dan kegagalan finansial Air tanah Inflasi Inovasi 2. 4. 6. 8. 10. 12. 14. 16. 18. 20. 22. 24. 26. 28. 30. 32. 34. 36. 38. 40. 42. 44. 46. 48. 50. 52. 54. Informasi Asuransi Penyelidikan Pekerja Bahan Manajemen Kompetensi manajerial Resiko fisik Sosial dan politik Kerusuhan publik Perencanaan dan jadwal Karya percontohan Variasi kuantitas Kemampuan sdm perorangan Peraturan Penggantian biaya Penyelesaian masalah Tanggung jawab Ijin lokasi Kondisi bawah permukaan Kegagalan sub kontraktor Pembagian resiko Masalah sosiologi Sistem pendukung Keterlambatan pihak ketiga Perselisihan serikat pekerja Permasalahan air

12

Manajemen Resiko adalah suatu pendekatan sistematis untuk mengelola resiko yang melibatkan semua bagian organisasi dengan melakukan identifikasi, menilai, memahami, bertindak dan mengkomunikasikan hal-hal yang berkaitan dengan resiko.

Keuntungan penerapan manajemen resiko, antara lain: Meningkatnya pemahaman tentang proyek, sehingga diharapkan dapat menetapkan perencanaan proyek yang lebih realistis baik dalam hal pembiayaan maupun waktu, Meningkatnya pemahaman tentang resiko yang dihadapi proyek termasuk dampak-dampaknya, sehingga diharapkan dapat dilakukan upaya-upaya mengurangi resiko dan/atau mengalihkan resiko kepihak ketiga yang memiliki kompetensi menangani resiko tersebut, Pemahaman bagaimana resiko pada suatu proyek dapat mengarahkan untuk penggunaan suatu bentuk kontrak yang lebih sesuai, Adanya sudut pandang berlandasan resiko proyek membantu memberikan alasan yang tepat dalam yang dapat pengambilan

keputusan dan memberikan kemampuan untuk mengelola resiko secara efisien dan efektif.

Langkah-langkah manajemen proyek adalah sebagai berikut: 1. Perencanaan manajemen resiko 2. Identifikasi resiko 3. Analisis resiko secara kualitatif 4. Analisis resiko secara kuantitatif 5. Rencana tindak tanggap resiko 6. Monitoring dan pengendalian resiko

13

3.2

Perencanaan manajemen resiko

Perencanaan manajemen resiko adalah suatu proses dalam menetapkan cara pendekatan dan pelaksanaan kegiatan manajemen resiko pada suatu proyek. Perencanaan manajemen resiko diperlukan untuk memastikan tingkat, jenis dan kegunaan manajemen resiko yang secara proporsional akan mempertimbangkan antara resiko dan tingkat kepentingan proyek bagi suatu organisasi. Selain itu, perencanaan manajemen resiko diperlukan pula untuk menyediakan sumberdaya dan waktu yang memadai bagi kegiatan manajemen resiko dan untuk menetapkan landasan-landasan yang

disepakati untuk mengevaluasi pengelolaan resiko.

3.3

Identifikasi resiko

Identifikasi resiko adalah kegiatan mengidentifikasi potensi resiko yang mungkin terjadi pada suatu proyek dan bertujuan untuk mengenali dan mendokumentasikan resiko-resiko yang dapat mempengaruhi proyek beserta karakteristiknya. Luaran yang dihasilkan dari proses identifikasi resiko adalah suatu Daftar Resiko Proyek, dimana proses Identifikasi resiko merupakan suatu proses yang iteratif.

Dalam mengidentifikasi resiko harus dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut: Tantangan, yaitu suatu resiko yang menimbulkan dampak negatif terhadap pencapaian sasaran proyek (bila terjadi) Peluang, yaitu suatu resiko yang menimbulkan dapak positif terhadap pencapaian sasaran proyek (bila terjadi) Pemicu, yaitu gejala atau rambu-rambu peringatan yang memberikan indikasi bahwa suatu resiko menjadi hampir pasti terjadi dan suatu rencana tindakan tanggap harus segera dilaksanakan.

14

Resiko Sisa, yaitu resiko yang masih tersisa walaupun tindakan terhadap resiko semula telah dilakukan. Dalam manajemen resiko, resiko sisa harus diupayakan pada tingkat yang dapat diterima.

Resiko Sekunder, yaitu resiko yang timbul karena tindakan terhadap resiko semula.

Interaksi Resiko, yaitu kombinasi dampak dari beberapa resiko yang terjadi bersamaan, yang lebih besar dari penjumlahan dampak sejumlah resiko yang terjadi tidak secara bersamaan.

Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi resiko antara lain: Brain storming Menggunakan daftar contoh resiko yang telah ada Menyusun struktur uraian resiko (risk breakdown structure), Mengevaluasi pengalaman pada proyek sejenis Konsultasi pengalaman Konsultasi dengan pihak-pihak yang berpengalaman pada proyek sejenis Cara-cara lain yang diberikan pada berbagai referensi lainnya. dengan pihak-pihak yang memiliki pengetahuan dan

Cara termudah untuk mengidentifikasi resiko adalah dengan cara membuat pemisahan berdasarkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi suatu proyek dan membuat identifikasi berdasarkan faktor-faktor tersebut. Contoh identifikasi resiko proyek dapat dilihat pada Gambar 3-1.

15

Gambar 3-1. Contoh identifikasi resiko proyek

16

3.4

Analisis resiko secara kualitatif

Analisis resiko secara kualitatif mencakup metoda penetapan skala prioritas terhadap resiko yang telah teridentifikasi. Tujuannya adalah meningkatkan kinerja proyek secara efektif dengan mengutamakan penanganan resiko-resiko dengan prioritas tinggi dan menilai prioritas resiko-resiko yang teridentifikasi berdasarkan probabilitas terjadinya, dampak yang timbul, faktor-faktor lain seperti skala waktu dan toleransi resiko terhadap batasan-batasan proyek (biaya, jadwal, lingkup, dan mutu). Untuk mendapatkan ilustrasi tingkat resiko dengan mudah, umumnya dibuat matriks resiko dengan menggunakan perbandingan antara probabilitas dan dampak seperti diperlihatkan pada Gambar 3-2. Penggunaan warna dapat digunakan pula untuk memberikan gambaran secara mudah tingkat resiko yang ada.

Gambar 3-2. Matrik resiko

3.5

Analisis resiko secara kuantitatif

Metode kuantitatif merupakan suatu cara numerik dalam memperkirakan probabilitas suatu proyek dapat mencapai sasaran proyek biaya dan waktu. Dimana pada penggunaanya, dilakukan teknik-teknik statistik, terutama simulasi

Monte Carlo, yang banyak diterapkan pada berbagai piranti lunak. Metoda kualitatif mencoba untuk menstrukturkan kejadian yang mungkin terjadi dalam suatu sistem secara logis dan terintegrasi. Beberapa skenario dapat dianalisis dan perubahan yang relevan dapat diidentifikasi. Meski demikian, diperlukan tingkat kompleksitas yang tinggi dan ketersediaan data yang lengkap pada beberapa proyek yang telah dilakukan.

Perbandingan antara metode kualitatif dan kuantitatif pada tahapan proses penilaian resiko diperlihatkan pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Perbandingan metode kualitatif dan kuantitatif penilaian resiko (PIARC, 2008)

3.6

Rencana tindak tanggap resiko

Rencana tindak tanggap resiko adalah suatu proses pengembangan pilihanpilihan. Pada prosesnya perlu ditetapkan tindakan-tindakan untuk

memberdayakan peluang dan mengurangi tantangan terhadap pencapaian sasaran-sasaran proyek. Pemilihan rencana tindak tanggap resiko harus mengutamakan penanganan resiko-resiko dengan klasifikasi tinggi dan diidentifikasi serta ditetapkan oleh pihak-pihak yang bertanggungjawab untuk setiap tindak tanggap resiko. Secara umum resiko dapat dikategorikan sebagai tantangan atau peluang, sehingga rencana tindak tanggap resiko dapat mengacu pada kategori mana yang akan digunakan. Tabel 3-1. Tabel rencana tindak tanggap resiko
TANTANGAN Hindari: Menghindari resiko mencakup mengubah rencana proyek untuk menghilangkan resiko atau mempertahankan sasaran proyek dari dampak. Misalnya dengan mengubah lingkup, menambah waktu, atau penambahan sumberdaya Alihkan: Mengalhkan dampak negatif termasuk tanggungjawab, tindakan, dan pembayarannya kepada pihak ketiga yang berkompeten sesuai dengan bidangnya. Misalnya melalui berbagai cara seperti: asuransi, jaminan pelaksanaan, pasal-pasal insentif/disentif pada kontrak. Mitigasi Mencakup upaya mengurangi probabilitas dan/atau dampak hingga pada kondisi yang dapat diterima. Tindakan mitigasi yang lebih awal umumnya lebih efektif dibandingkan dengan tindakan perbaikan setelah resiko terjadi. PELUANG Eksploitasi: Dengan meniadakan semua ketidakpastian atau hambatan yang berkaitan dengan terjadinya resiko, agar peluang benar-benar terjadi.

Berbagi: Menempatkan pengelolaan peluang kepada pihak ketiga yang berkompeten untuk mewujudkan peluang bagi kepetingan proyek. Misalnya dengan membentuk kemitraan, berkoordinasi dengan instansi tertentu, perusahan yang memiliki keahlian khusus. Perkuat: Dengan memodifikasi tingkat peluang dengan meningkatkan probabilitas dan/atau dampak positif resiko. Upaya untuk memperkuat penyebab terjadinya peluang, dan secara proaktif memperkuat kondisi pemicu, dapat meningkatkan probabilitas. Pemicu dampak dapat pula dikelola, yaitu dengan meningkatkan keterbukaan proyek terhadap peluang.

3.7

Monitoring dan pengendalian resiko

Monitoring dan pengendalian resiko diperlukan untuk memantau dan mengendalikan resiko-resiko yang teridentifikasi, resiko sisa, dan resiko baru yang muncul. Monitoring dan pengendalian resiko dilakukan untuk memantau pelaksanaan strategi yang direncanakan terhadap resiko yang teridentifikasi serta mengevaluasi keefektifan pelaksanaannya. Tindakan monitoring dan pengendalian resiko harus dilaksanakan selama proyek berlangsung, dan dibahas dalam rapat berkala.

Pada proyek terowongan terdapat tahapan-tahapan kegiatan, dimana langkah-langkah manajemen proyek diperlukan pada setiap tahapannya. Tahapan tahapan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Tahap-1: Studi pra kelayakan dan perencanaan alinyemen proyek: a. Identifikasi faktor resiko geologi secara umum, b. Membuat klasifikasi resiko awal dan penentuan prioritas, c. Mengoptimalkan rencana alinyemen dan lokasi konstruksi,

d. Penilaian dan penentuan dasar metode konstruksi. 2. Tahap-2: Perencanaan detail: a. Mengembangkan penilaian resiko pada alinyemen dan metode kerja yang telah dipilih, b. Penilaian probabilitas-terjadi dan potensi kerusakan, c. Mengurangi resiko melalui penyesuaian perencanaan atau langkahlangkah tambahan, d. Penentuan resiko sisa, yaitu perilaku yang diperkirakan saat konstruksi, e. Penentuan kriteria metode pengamatan. 3. Tahap-3: Tahap lelang a. Klarifikasi penanggung resiko, b. Metode penentuan penyelesaian elemen ketidakpastian, c. Opsional, memasukkan pengguna jasa dalam penilaian resiko.

4. Tahap-4: Tahapan pelaksanaan a. Membangun sistem manajemen keselamatan, b. Menentukan dan mengatur metode pengamatan. Secara keseluruhan harus ada kesinambungan pada tiap tahapan (1-4)

1. Menghindari resiko: Alinyemen

2. Mengurangi resiko: Menghindari zona sesar, lereng tidak stabil, zona tanah/batuan yang mengandung air, dll Perencanaan detail 3. Pembagian resiko: Kontrak Penerapan pengukuran mengontrol resiko teknik untuk resiko4. Kontrol resiko sisa: Pelaksanaan

Resiko total

Penentuan penanggung resiko

Resiko yang tidak teridentifikasi

Gambar 3-4. Manajemen resiko dan pengurangan resiko selama tahapan proyek (P Schubert, 2006)

Resiko sisa

Rencana manajemen resiko, metode pengamatan

4 Manajemen resiko selama perencanaan

Manajemen Risiko adalah suatu pendekatan sistematis untuk mengelola risiko yang melibatkan semua bagian organisasi proyek, yang mencakup beberapa proses berikut: mengidentifikasi, menilai, memahami, bertindak dan mengkomunikasikan hal-hal yang berkaitan dengan risiko. Risiko mungkin disebabkan oleh satu atau lebih faktor dan dapat menghasilkan satu atau lebih dampak kejadian. Risiko dapat berdampak pada pada biaya, lingkup, jadual, dan kualitas proyek. Manajemen risiko pada dasarnya bersifat on-going dan dilaksanakan pada seluruh tahapan proyek. Proses-prosesnya secara berkelanjutan dilakukan dan disusun dalam suatu perencanaan manajemen risiko yaitu: identifikasi risiko, penilaian atau analisis risiko, dan juga proses pemantauan dan pengendalian risiko. Proses-proses ini kemudian akan diulang sejalan dengan ditemuinya risiko-risiko lain/baru selama proyek berlangsung. Dengan demikian, tujuan manajemen risiko dapat tercapai yaitu mengurangi kemungkinan dan mengurangi dampak suatu peristiwa yang merugikan proyek. Di sisi lain, apabila ditemui risiko yang berdampak positif maka perlu dieksploitasi untuk keuntungan proyek. Penerapan manajemen risiko sangat bermanfaat dalam upaya peningkatan kualitas proyek sejalan dengan beberapa hal berikut: Meningkatnya pemahaman tentang proyek, sehingga diharapkan dapat menetapkan perencanaan proyek yang lebih realistis baik dalam hal pembiayaan maupun waktu. Meningkatnya pemahaman tentang risiko yang dihadapi proyek termasuk dampak-dampaknya, sehingga diharapkan dapat dilakukan

upaya-upaya mengurangi risiko dan/atau mengalihkan risiko ke pihak ketiga yang memiliki kompetensi menangani risiko tersebut. Meningkatkan pemahaman bagaimana risiko pada suatu proyek dapat mengarahkan untuk penggunaan suatu bentuk kontrak yang lebih sesuai. Adanya sudut pandang berlandasan risiko proyek yang dapat membantu memberikan alasan yang tepat dalam pengambilan keputusan dan memberikan kemampuan untuk mengelola risiko secara efisien dan efektif.

4.1

Identifikasi resiko

Proses Identifikasi Risiko mencakup kegiatan mengenali potensi risiko yang mungkin terjadi pada suatu proyek. Tujuan identifikasi risiko adalah untuk mengenali dan mendokumentasikan risiko-risiko yang dapat mempengaruhi proyek beserta karakteristiknya. Luaran yang dihasilkan dari proses identifikasi risiko adalah suatu Daftar Risiko, yang memberikan gambaran pengaruh risiko-risiko yang teridentifikasi terhadap pencapaian sasaran proyek. Daftar risiko proyek harus selalu ditinjau dan diperbaharui selama proyek berlangsung sejalan dengan hasil-hasil dari analisis risiko secara kualitatif dan rencana tindak tanggap risiko. Risiko merupakan setiap peristiwa yang bisa mencegah/menghambat kemajuan proyek yang telah direncanakan, atau kesuksesan dari

penyelesaiannya. Risiko dapat diidentifikasi dari sejumlah sumber yang berbeda. Beberapa risiko mungkin cukup jelas dan dapat diidentifikasi sebelum proyek dimulai. Sedangkan risiko-risiko lainnya baru akan dapat diidentifikasi selama siklus proyek. Risiko dapat diidentifikasi oleh siapa saja yang terlibat dalam proyek. Beberapa risiko melekat pada proyek itu sendiri, sementara ada risiko yang berasal dari pengaruh eksternal yang sepenuhnya di luar kendali tim proyek.

Direktorat Jenderal Bina Marga secara keseluruhan bertanggung jawab untuk mengelola risiko proyek. Kepala Satker ditugaskan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga sebagai pihak yang bertanggung jawab mengelola proses manajemen risiko dan kegiatan untuk setiap proyek di lapangan. Setiap anggota tim proyek perlu menyadari apa yang merupakan risiko terhadap proyek, dan bersikap sensitif/peduli terhadap peristiwa atau faktor yang berpotensi memberikan dampak positif atau negatif terhadap proyek, serta melaporkannya kepada yang berwenang. Selama pelaksanaan proyek, PPK Kegiatan bertanggungjawab dan juga membantu pihak-pihak lainnya dalam mengidentifikasi risiko dan

mengdokumentasikannya pada Daftar Risiko. Daftar ini selalu diperbarui (update) sejalan dengan temuan-temuan selanjutnya selama masa

pelaksanaan proyek. Dalam rapat-rapat koordinasi proyek, manajemen risiko ini menjadi salah satu topik bahasan utama, bersamaan dengan

pembahasan topik-topik lainnya yang terkait pencapaian tujuan suatu proyek. PPK Kegiatan lah yang mengambil keputusan apakah suatu risiko yang baru teridentifikasi selanjutnya. perlu ditindaklanjuti, serta memimpin tim proses evaluasi kemudian

Bersama-sama

dengan

proyek

menilai/menganalisis serta menyusun rencana merespon risiko. Selama proyek berlangsung, setiap kejadian yang ditengarai akan

menimbulkan risiko perlu segera disampaikan untuk perhatian PPK Kegiatan. Penyampaiannya perlu dilakukan secara jelas, spesifik, dan tertulis. Berikut hal-hal yang perlu diuraikan dalan Daftar Risiko: Deskripsi risiko. Risiko perlu dijelaskan dalam konteks misalnya apakah ada potensi dalam beberapa peristiwa yang akan saling

bertentangan

penyelesaiannya.

Jelaskan

bagaimana

pertentangan antar peristiwa-peristiwa ini berpotensi menambah sumberdaya yang diperlukan. Contoh lain adalah risiko yang terkait dengan kesalahan perancangan (design), terkait cuaca,

keterlambatan suatu kegiatan konstruksi, dan lain-lain.

Probabilitas/kemungkinan terjadinya suatu risiko. Pada setiap risiko yang telah dideskripsikan, jelaskan pula perkiraan kemungkinan terjadinya. Misalnya, terdapat probabilitas 50% (atau dapat secara kualitatif dinyatakan sebagai cukup mungkin) bahwa pemasok beton ready-mix tidak dapat mengirim pesanan pada waktunya sesuai dengan kebutuhan pengecoran beton pada saat dibutuhkan minggu yang akan datang.

Dampak terhadap jadual. Dampak perlu dinyatakan dalam kontek yang realistis, misalnya berapa jam/hari/minggu/bulan bahwa suatu risiko akan mengakibatkan penundaan jadual pelaksanaan proyek. Misalnya, risiko kebakaran generator akan berdampak pada penundaan proyek selama 2 hari.

Dampak terhadap lingkup. Besarnya dampak suatu risiko juga dapat dinyatakan terhadap lingkup pekerjaan, misalnya kondisi cuaca yang ekstrim (banjir dll) akan berdampak pada pengurangan lingkup pekerjaan (hanya dua dari tiga menara yang dapat diselesaikan).

Dampak terhadap kualitas. Suatu risiko juga dapat berdampak terhadap penurunan kualitas pekerjaan. Misalnya, pembengkakan biaya proyek akan mengakibatkan kekurangan dana di tahap akhir proyek yang berujung pada kebutuhan untuk menurunkan spesifikasi material yang digunakan.

Dampak terhadap biaya. Segala jenis risiko pada umumnya akan berdampak pada biaya proyek.

Tahapan awal perencanaan umumnya difokuskan pada identifikasi resiko. Identifikasi resiko harus dilakukan selama waktu perencanaan karena penambahan informasi yang didapatkan dari penyelidikan lanjutan dan konsep konstruksi spesifik dapat membantu dalam proses identifikasi resiko. Resiko-resiko baru dapat muncul dan resiko-resiko sebelumnya dapat

10

berkurang seiring penambahan informasi. Secara umum resiko yang harus dipertimbangkan pada perencanaan terowongan jalan terdiri dari: 1. Lereng-lereng tidak stabil atau jatuhan batuan pada alinyemen jalan dan portal terowongan, 2. Permasalahan dengan konstruksi melalui zona sesar, kekuatan massa batuan yang rendah, kurangnya stabilitas dan kondisi pemampatan, 3. Potensi efek lingkungan, seperti penurunan dan getaran, 4. Perubahan muka air alam, air masuk kedalam pekerjaan galian, 5. Rongga batuan, 6. Beban gempa, 7. Panjang terowongan, 8. Jumlah terowongan sejajar dan jumlah lajur, 9. Geometri penampang melintang terowongan, 10. Alinyemen vertikal dan horisontal, 11. Tipe struktur, 12. Lalu lintas searah atau dua arah, 13. Volume lalu lintas tiap terowongan (termasuk waktu distribusi), 14. Resiko kemacetan (harian atau musiman), 15. Waktu akses untuk layanan darurat, 16. Jumlah dan persen kendaraan angkutan berat, 17. Jumlah dan persen tipe lalu lintas yang mengangkut barang berbahaya, 18. Karakteristik jalan akses, 19. Titik masuk dan keluar terowongan, 20. Lebar lajur, 21. Kecepatan rencana, 22. Lingkungan geografis dan meteorologi, 23. Karakteristik khusus, misal lokasi terowongan berada dibawah air atau dibawah bangunan gedung, 24. Dan lain sebagainya. Berdasarkan kompilasi beberapa literatur yang ada, disusunlah daftar resiko beserta kriteria batas berdasarkan faktor pengaruh terhadap potensi bahaya seperti diperlihatkan pada Tabel 4-1. Daftar resiko ini bertujuan untuk

11

memberikan gambaran pada penyedia jasa mengenai potensi bahaya yang akan dihadapi dan tindakan yang harus dilakukan terkait masing-masing resiko yang dihadapi. Tabel 4-1. Daftar resiko berdasarkan faktor pengaruh dan kriteria batas potensi bahaya pada perencanaan terowongan jalan.
Potensi bahaya NO 1 Faktor pengaruh Sudut kemiringan standar lereng galian pada alinyemen jalan dan portal terowongan berdasarkan jenis material tanah dan batuannya adalah sebagai berikut: (Manajemen pekerjaan tanah untuk jalan, DPU, 2006) Batuan keras Batuan lunak Tanah pasiran padat (H<5m) Tanah pasiran padat (H =5-10m) Tanah pasiran tidak padat (H<5m) Tanah pasiran tidak padat (H =510m) Tanah pasiran bercampur dengan kerikil atau massa batuan, padat/bergradasi baik (H<10m) Tanah pasiran bercampur dengan kerikil atau massa batuan, padat/bergradasi baik (H=10-15m) Tanah pasiran bercampur dengan kerikil atau massa batuan, tidak padat/ bergradasi buruk (H<10m) Tanah pasiran bercampur dengan kerikil atau massa batuan, tidak padat/ bergradasi buruk (H=10-15m) Tanah lempungan (H=0-15m) Tanah lempungan bercampur dengan massa batuan atau kerakal (H<5m) Tanah lempungan bercampur dengan massa batuan atau kerakal (H =5-10m) Keterangan : H adalah tinggi lereng galian Kelompok massa batuan berdasarkan Klasifikasi Massa Batuan (Bieniawski, 1973), lihat Tabel 4-2 Sangat rendah rendah sedang tinggi Sangat tinggi

<250 <250 <250 <250 <250 <250 <250

250-500 250-400 250-450 250-400 250-400 250-350 250-450

500-700 400-600 450-700 400-450 400-450 350-400 450-500

>700 >600 >700 >450 >450 >400 >500

<250

250-400

400-450

>450

<250

250-400

400-450

>450

<250 <250 <250 <250

250-350 250-400 250-400 250-350

350-400 400-500 400-450 350-400

>400 >500 >450 >400

II

III

IV

12

Potensi bahaya NO 3 Faktor pengaruh Konsistensi tanah berdasarkan uji penetrasi standar (ASTM d2487): Lanau, lempung Pasir, kerikil Geohidrologi Sangat rendah rendah sedang tinggi Sangat tinggi

>30 >50 Akuifer langka

15-30 30-50 Akuifer rendah

8-15 10-30 Akuifer menengah

4-8 4-10 Akuifer tinggi

0-4 0-4 Akuifer sangat tinggi

Matrial tanah dan batuan yang mengalami masalah bila terjadi perubahan muka air alam akibat proses penggalian terowongan (Pedoman pekerjaan terowongan pegunungan, 2002)

Batuan Aluvial Tanah kuarsit kepasiran dan Tanah dan batu kerikilan lempung gamping an Debris batuan Batuan dan koluvial Batuan beku sedimen Serpih, filit dan tersemen sekis lapuk tasi baik kuat Metamorf (sabak dan filit) Batuan sedimen tersementasi buruk 0.040.10 5001000 <2000 0.1-0.20 10001500 20005000 500-2000 0.20-0.35 1500-3000 500010000 2000-6000 0.35-0.65 3000-5000 10000-15000 >0.65 >5000 >15000

6 7 8 9

10

11 12 13

Percepatan gempa maksimum (g) (USGS, 2009), lihat Tabel 4-3. Panjang terowongan (m) (PIARC, 2008) Volume lalu lintas (kendaraan/hari/lajur) (PIARC, 2008) Persen kendaraan angkutan berat (jarak tempuh kendaraan angkutan berat/hari/terowongan) (PIARC, 2008) lalu lintas yang mengangkut barang berbahaya (Jumlah kendaraan angkutan berat mengangkut barang berbahaya/hari) (PIARC, 2008) Kemiringan di dalam terowongan (%) (PIARC, 2008) Kecepatan kendaraan (km/jam) (PIARC, 2008) Waktu akses untuk layanan darurat (menit) (PIARC, 2008)

<500

6000-12000

>12000

<10

10-50

50-300

300-1000

>1000

<1 <50 <5

1-3 50-70 5-10

3-5 70-90 10-15

5-7 90-120 15-20

>7 >120 >20

13

Tabel 4-2. Klasifikasi Massa Batuan (Bieniawski, 1973)


A. Klasifikasi Parameter dan Rating Parameter Kekuatan material Point-load strength index batuan padat (intact 1 Uniaxial comp. strength rock) Rating Nilai RQD 2 Rating Jarak diskontinuitas 3 Rating >10 MPa >250 MPa 15 90% - 100% 20 >2m 20 4 - 10 MPa 100 - 250 MPa 12 75% - 90% 17 0.6 - 2 m 15 Batasan Nilai 2 - 4 MPa 50 - 100 MPa 7 50% - 75% 13 200 - 600 mm 10 1 - 2 MPa 25 - 50 MPa 4 25% - 50% 8 60 - 200 mm 8 Permukaan yang tergerus (slickensided) atau Gouge, tebal < 5 mm atau Pemisahan 1-5 mm Menerus 10 25 - 125 0.2 - 0.5 Menetes 4 Tidak Sesuai -10 -15 -50 40 <-- 21 IV Jelek IV 10 hari utk 2.5 m span 100 - 200 15 - 25 10 - 20 m 1 1 - 5 mm 1 Halus 1 Soft filling < 5 mm 2 Lapuk kuat 1 Untuk nilai yang lebih kecil 5 - 25 1 - 5 MPa < 1 MPa MPa 2 1 0 < 25% 3 < 60 mm 5

Kondisi diskontinuitas (lihat E)

Permukaan sangat kasar Permukaan agak kasar Tidak menerus Pemisahan < 1 mm Tidak ada pemisahan Lapuk ringan Batuan segar 25 < 10 < 0.1 Lembab 10 Seusai -2 -2 -5 80 <-- 61 II Bagus II 1 th utk 10 m span 300 - 400 35 - 45 1-3m 4 < 0.1 mm 5 Kasar 5 Hard filling < 5 mm 4 Lapuk ringan 5

Permukaan agak kasar Pemisahan < 1 mm Lapuk kuat

Gouge halus, tebal > 5 mm Pemisahan > 5 mm Menerus

Rating 30 Aliran (inflow) tiap 10 m tidak ada panjang terowongan (l\m) Air tanah tekanan air kekar 5 0 tegangan utama, Kondisi umum Kering Rating 15 B. Penyesuain Rating untuk Orientasi Diskontinuitas (lihat F) Orientasi strike dan dip Sangat Sesuai Terowongan & tambang 0 Rating Pondasi 0 Lereng 0 C. Kelompok Massa Batuan dari Total Rating Rating 100 <-- 81 Nomor Kelompok I Deskripsi Sangat Bagus D. Keterangan setiap Kelompok Batuan Nomor Kelompok I Rata-rata stand-up time 20 th utk 15 m span Kohesi massa batuan (kPa) > 400 Sudut geser massa batuan (derajat) > 45 E. Panduan untuk Klasifikasi Kondisi Diskontinuitas Panjang diskontinuitas (persistence) <1m Rating 6 Pemisahan (aperture) tidak ada Rating 6 Kekasaran Sangat kasar Rating 6 Pengisian (gouge) tidak ada Rating 6 Pelapukan Tidak lapuk Rating 6 F. Pengaruh Orientasi Arah jurus dan Kemiringan Diskontinuitas pada Terowongan Arah jurus (strike) tegak lurus poros terowongan Drive with dip - Dip 45 - 90o Sangat seusai Drive against dip - Dip 45 - 90o Sesuai Drive with dip - Dip 20 - 45o Sesuai Drive against dip - Dip 20 - 45o Tidak Sesuai

20 10 - 25 0.1 - 2 Basah 7 Cukup -5 -7 -25 60 <-- 41 III Cukup III 1 minggu utk 5 m span 200 - 300 25 - 35 3 - 10 m 2 0.1 - 1.0 mm 4 Agak kasar 3 Hard filling > 5 mm 2 Lapuk sedang 3

0 > 125 > 0.5 Mengalir 0 Sangat Tidak Sesuai -12 -25

< 21 V Sangat Jelek V 30 menit utk 1 m span < 100 < 15 > 20 m 0 > 5 mm 0 Tergerus/slickensided 0 Soft filling > 5 mm 0 Hancur/decomposed 0

Arah jurus (strike) sejajar poros terowongan Dip 45 - 90o Sangat tidak sesuai Dip 0-20 - Irrespective of strike Sesuai Dip 20 - 45o Sesuai

Tabel 4-3. Klasifikasi tingkat bahaya berdasarkan percepatan puncak gempa di permukaan tanah (USGS, 2009)
POTENTIAL DAMAGE PERCEIVED SHAKING PEAK ACCELEROMETER (g) INSTRUMENTAL INTENSITY (MMI) NONE NOT FELT 0.0017 I NONE WEAK NONE LIGHT VERY LIGHT LIGHT MODERATE VERY STRONG 0.18-0.34 VII MODERATE/ HEAVY SEVERE 0.34-0.65 VIII HEAVY VERY HEAVY

MODERATE STRONG

VIOLENT EXTREME 0.65-1.24 IX >1.24 XI

0.0017-0.014 0.014-0.039 0.039-0.092 0.092-0.18 II-III IV V VI

14

4.2

Penilaian resiko

Penilaian risiko adalah proses menilai besarnya probabilitas risiko dan menilai besarnya dampak yang mungkin terjadi. Proses ini sering juga disebut sebagai proses analisis risiko. Klasifikasi resiko berdasarkan probabilitas terjadi dan potensi kerusakan sangatlah penting. Pada banyak kasus, tidak terdapat dasar untuk menentukan parameter tersebut dengan akurat. Karenanya penilaian dengan bantuan ahli-ahli di bidang terkait dan penggunaan rentang nilai menjadi sangat penting.

Resiko didefinisikan sebagai produk dari probabilitas-terjadi dan potensi kerusakan. Contoh matrik resiko untuk proyek terowongan dapat ditentukan berdasarkan Tabel 4-4.

Tabel 4-4. Matrik resiko untuk proyek terowongan di Austria (P Schubert, 2006)
10 Kecelakaan manusia dan kerusakan materiil Kerusakan mempengaruhi pihak ketiga Probabilitas Sering Kadang-kadang Tidak teratur Jarang Sedikit 10 5 2 1 0.5 100 50 20 10 5 5 Kecelakaan dan kerusakan materiil Kerusakan terbatas pada proyek 50 25 10 5 2.5 Potensi kerusakan 3 Tindakantindakan diluar tindakan reguler Tidak dipertimbangkan dalam kontrak 30 15 6 3 1.5 1 Tindakantindakan reguler Resiko kelebihan kuantitas pada item tertentu 10 5 2 1 0.5 0.5 Tindakantindakan reguler Pendugaan dengan tingkat keyakinan tinggi 5 2.5 1 0.5 0.25

Tingkat resiko >20 10-19 5-9 0-4 Tidak dapat diterima, diperlukan penyesuaian perencanaan Kritis, tindakan khusus diperlukan pada perencanaan Resiko yang dapat diterima, diperlukan manajemen resiko Resiko rendah

15

Probabilitas
Nilai 10 5 2 1 0.5 Probabilitas terjadinya Sering Kadang-kadang Tidak teratur Jarang Sedikit Keterangan Dapat terjadi beberapa kali dalam proyek Dapat terjadi sekali dalam proyek Tidak dipertimbangkan dalam proyek ini, tapi kadang terjadi pada proyek serupa Tidak dipertimbangkan dalam proyek ini, dan jarang terjadi pada proyek serupa Kelompok ahli mempertimbangkan hal ini tidak mungkin terjadi pada proyek

Tahapan akhir dalam proses penilaian/analisis risiko adalah penentuan prioritas risiko. Hasil perkalian antara nilai probabilitas (P) dan nilai dampak (D) inilah yang kemudian digunakan dalam menetapkan prioritas risiko. Hasil perkalian risiko yaitu : R = P x D (Resiko = Probabilitas x Dampak). Selanjutnya, risiko dikategorikan dalam tingkatan seperti dijelaskan pada Tabel 4-5 dan Tabel 4-6. Penilaian probabilitas atau kemungkinan terjadinya suatu risiko dapat dilakukan secara kualitatif atau kuantitatif. Apabila data historis mengenai kejadian-kejadian risiko tersedia, maka probabilitasnya dapat diperkirakan secara kuantitatif yang tentunya bernilai antara 1% sampai 100%. Berdasarkan perbandingan besaran nilai resiko (R) antara Tabel 4-5 dan Tabel 4-6, diketahui rentang nilai resiko yang diberikan P Schubert (2006) memberikan rentang antara 0-100% yang konsekuen terhadap pendekatan secara kualitatif sehingga kategori resiko dan nilai rentang resiko yang di pilih untuk digunakan dalam kategori resiko adalah pendekatan P Schubert (2006). Pertimbangan lainnya adalah metode yang digunakan oleh P Schubert (2006) telah diujicobakan pada penilaian resiko di musium bawah tanah Salzburg dan terowongan Lainzer, sehingga metode yang dikeluarkan spesifik untuk mengidentifikasi resiko pada perencanaan dan pelaksanaan terowongan. Mengingat pendekatan skema P Schubert (2006) yang akan digunakan, maka selanjutnya analisis resiko akan disusun dengan skema dasar P Schubert (2006) dan beberapa modifikasi menggunakan metode yang

16

dikeluarkan Direktorat Bina Teknik, Dirjen Bina Marga (Draft, Maret 2011), untuk mengakomodasi kondisi lokal yang umumnya berlaku di Indonesia. Tabel 4-5. Kategori Risiko (Direktorat Bina Teknik, Dirjen Bina Marga, Maret 2011) Nilai R = P x I 1-7 8-17 18-25 Kategori Risiko Risiko Rendah Risiko Sedang Risiko Tinggi

Tabel 4-6. Kategori Risiko (P Schubert, 2006) Nilai R = P x I 0-4 5-9 10-19 20-100 Kategori Risiko Resiko rendah Resiko dapat diterima, Kritis, Resiko tidak dapat diterima, diperlukan penyesuaian perencanaan

Nilai probabilitas seringkali dinyatakan dalam besaran yang bersifat kualitatif, seperti diuraikan pada Tabel 4-7 dan Tabel 4-8. Pada Tabel 4-7, terlihat bahwa penjelasan probabilitas terjadinya resiko didasarkan pada probabilitas secara statistik yang telah disederhanakan, sedangkan Tabel 4-8

mempertimbangkan pula preseden/ kondisi pada proyek serupa sebagai dasar pengambilan keputusan penentuan nilai probabilitas terjadinya resiko. Tabel 4-7. Penilaian Probabilitas Terjadinya Risiko Secara Kualitatif (Direktorat Bina Teknik, Dirjen Bina Marga, Maret 2011)
Nilai 1 2 3 4 5 Probabilitas Terjadinya Sangat tidak mungkin Tidak mungkin Mungkin Cukup mungkin Sangat mungkin Keterangan Hanya mungkin terjadi pada situasi yang ekstrim Kecil kemungkinannya, tetapi bisa saja terjadi Kemungkinan terjadi kurang dari 50-50 Kemungkinan terjadi lebih dari 50-50 Hampir pasti akan terjadi

17

Tabel 4-8. Penilaian Probabilitas Terjadinya Risiko Secara Kualitatif (P Schubert, 2006)
Nilai 0.5 1 2 5 10 Probabilitas terjadinya Sedikit Jarang Tidak teratur Kadang-kadang Sering Keterangan Kelompok ahli mempertimbangkan hal ini tidak mungkin terjadi pada proyek Tidak dipertimbangkan dalam proyek ini, tapi jarang terjadi pada proyek serupa Tidak dipertimbangkan dalam proyek ini, tapi kadang terjadi pada proyek serupa Dapat terjadi sekali dalam proyek Dapat terjadi beberapa kali dalam proyek

Penilaian besarnya dampak terhadap proyek juga perlu dilakukan secara terukur, namun terkadang hanya dapat diperkirakan secara kualitatif saja. Perkiraan besarnya biaya, durasi keterlambatan, dan perubahan dalam lingkup dan penurunan kualitas Daftar pekerjaan didokumentasikan dan

ditambahkan ke dalam

Risiko.

Tabel 4-9 dan Tabel 4-10

memperlihatkan besarnya dampak terhadap biaya, lingkup, jadual, dan kualitas. Penilaian dampak yang diperlihatkan pada Tabel 4-10

mengasumsikan kualitas pekerjaan tidak mengalami perubahan dan dampak terhadap jadwal, biaya serta lingkup dibahas secara umum. Mengingat lebih sesuainya penilaian dampak terhadap jadwal, biaya, lingkup dan kualitas format Direktorat Bina Teknik, Dirjen Bina Marga, Maret 2011 pada proyek di Indonesia, maka dilakukan modifikasi seperti diperlihatkan pada Tabel 4-11.

18

Tabel 4-9. Penilaian Dampak terhadap Jadual, Biaya, Lingkup, atau Kualitas (Direktorat Bina Teknik, Dirjen Bina Marga, Maret 2011)
Dampak Terhadap: Jadual Sangat Rendah Nilai = 1 Tidak ada keterlambatan yang berarti Rendah Nilai = 2 Rencana penyelesaian milestone terlambat kurang dari 3 bulan <5% biaya kenaikan Sedang Nilai = 3 Rencana Penyelesaian milestone terlambat bulan Besar Nilai = 4 Rencana Penyelesaian milestone terlambat lebih dari 3 bulan 10-20% Kenaikan Biaya Sangat Besar Nilai = 5 Rencana Penyelesaian milestone terlambat melampaui thn anggaran >20% Kenaikan Biaya Lingkup sesuai dgn tujuan dan kebutuhan

Biaya

Lingkup

Tidak ada penambahan biaya yang berarti Tidak ada pengurangan lingkup yang berarti Tidak menyebabkan penurunan mutu yang berarti

5-10% kenaikan biaya

Perubahan lingkup dengan kenaikan biaya <5% Tdk menimbulkan masalah keselamatan. Kekurangan pd aspek konstruktibilitas/ operasional/pem eliharaan,dapat disetujui oleh Proyek

Perubahan lingkup dengan kenaikan biaya antara 5-10% Tdk menimbulkan masalah keselamatan. Kekurangan pd aspek konstruktibilitas/ operasional/pem eliharaan harus disetujui oleh Atasan Proyek

Kualitas

Pengguna Jasa tdk setuju bhw lingkup sesuai dgn tujuan dan kebutuhan Kualitas dpt diterima melalui berbagai mitigasi dan perjanjian

Kualitas tidak memenuhi salah satu ketentuan keselamatan, aspek konstruktibilitas /operasional/pe meliharaan

Tabel 4-10. Penilaian potensi kerusakan terhadap Jadual, Biaya, Lingkup, (P Schubert, 2006)
Dampak terhadap: Tindakantindakan reguler Pendugaan dengan tingkat keyakinan tinggi Jadwal Nilai = 0.5 Tidak ada keterlambatan yang berarti Tidak ada penambahan biaya yang berarti Tidak ada penambahan lingkup yang berarti Tindakantindakan reguler Resiko kelebihan kuantitas pada item tertentu Nilai = 1 Terlambat Potensi kerusakan TindakanKecelakaan tindakan diluar dan kerusakan tindakan reguler materiil Tidak dipertimbangkan dalam kontrak Nilai = 3 Terlambat Kerusakan terbatas pada proyek Nilai = 5 Terlambat Kecelakaan manusia dan kerusakan materiil Kerusakan mempengaruhi pihak ketiga Nilai = 10 Terlambat

Biaya

Kenaikan biaya

Kenaikan biaya sangat tinggi

Kenaikan biaya sangat tinggi Perbaikan struktur (terbatas pada area proyek)

Kenaikan biaya sangat tinggi

Lingkup

Perubahan kuantitas pada BOQ claim

Penambahan lingkup

Perbaikan struktur dan kesehatan (terbatas pada area proyek)

19

Tabel 4-11. Modifikasi penilaian potensi kerusakan terhadap Jadual, Biaya, Lingkup, (P Schubert, 2006 dan (Direktorat Bina Teknik, Dirjen Bina Marga, Maret 2011)
Dampak terhadap: Tindakantindakan reguler Pendugaan dengan tingkat keyakinan tinggi Sangat Rendah Nilai = 0.5 Jadwal Tidak ada keterlambatan yang berarti Tindakan-tindakan reguler Resiko kelebihan kuantitas pada item tertentu Rendah Nilai = 1 Rencana penyelesaian proyek terlambat kurang dari 3 bulan <5% kenaikan biaya Perubahan kuantitas pada BOQ claim Perubahan lingkup dengan kenaikan biaya <5% Potensi kerusakan Tindakan-tindakan diluar tindakan reguler Tidak dipertimbangkan dalam kontrak Sedang Nilai = 3 Rencana Penyelesaian proyek terlambat 3 bulan 5-10% kenaikan biaya Perubahan lingkup dengan kenaikan biaya antara 5-10% Kecelakaan dan kerusakan materiil Kerusakan terbatas pada proyek Besar Nilai = 5 Rencana Penyelesaian proyek terlambat lebih dari 3 bulan 10-20% Kenaikan Biaya Perbaikan struktur (terbatas pada area proyek) Perubahan lingkup dengan kenaikan biaya antara 10-20% Kualitas dpt diterima melalui berbagai mitigasi dan perjanjian Kecelakaan manusia dan kerusakan materiil Kerusakan mempengaruhi pihak ketiga Sangat Besar Nilai = 10 Rencana Penyelesaia n proyek terlambat melampaui thn anggaran >20% Kenaikan Biaya Perbaikan struktur dan kesehatan (terbatas pada area proyek) Perubahan lingkup dengan kenaikan biaya >20% Kualitas tidak memenuhi salah satu ketentuan keselamatan, aspek konstruktibilitas /operasional/pe meliharaan

Biaya

Lingkup

Tidak ada penambahan biaya yang berarti Tidak ada penambahan lingkup yang berarti

Kualitas

Tidak menyebabkan penurunan mutu yang berarti

Tdk menimbulkan masalah keselamatan. Kekurangan pd aspek konstruktibilitas/op erasional/pemelih araan,dapat disetujui oleh Proyek

Tdk menimbulkan masalah keselamatan. Kekurangan pd aspek konstruktibilitas/op erasional/pemelih araan harus disetujui oleh Atasan Proyek

Alur logika untuk menghadapi resiko yang tidak dapat dikurangi hingga batas minimum yang dapat diterima dapat dilihat pada Gambar 4-1. Alur logika ini didasarkan pada metode pengamatan yang diadopsi dari standar eropa (Eurocode 7). Pendekatan ini cukup memadai untuk proyek kritis seperti terowongan dengan beban-berlebih (overburden) rendah dibandingkan untuk

20

terowongan dalam. Untuk terowongan dalam, dengan banyak hal yang tidak dapat diketahui, pendekatan-pengamatan digunakan dengan pendekatan yang lebih umum dengan ketentuan aturan yang lebih longgar.

Permasalahan utama untuk terowongan dalam adalah, terdapatnya resikoresiko yang tidak akan diketahui sebelum muncul dalam pelaksanaan dan dengan demikian tidak dapat diakomodasi sepenuhnya pada tahapan perencanaan. Tahapan alur logika seperti diperlihatkan pada Gambar 4-1 adalah sebagai berikut: 1. Pada tahapan awal, resiko harus dinilai keandalannya melalui

perhitungan perencanaan atau preseden pengalaman pada kondisi serupa. Bila salah satu dari tahapan tersebut dapat dihasilkan, pendekatan-pengamatan menggunakan Eurocode 7 dapat dilakukan. Bila tidak, perencanaan harus diubah. 2. Tahap pengamatan, memiliki dua elemen ktiris, yaitu: a. Dapatkah resiko diidentifikasi berdasarkan koridor waktu kerja untuk memungkinkan penyelesaian yang sesuai? b. Adakah metode praktis yang tersedia untuk mengatasi

pembangunan yang tidak sesuai perencanaan? Kedua elemen tersebut harus mendapatkan jawaban agar pendekatanpengamatan untuk terowongan dengan beban-berlebih rendah dapat dilakukan. Bila salah satu dari kedua kriteria tersebut tidak mendapatkan jawaban, maka diperlukan penyesuaian perencanaan.

21

Resiko x

ya

Resiko R= P x I Dinyatakan diterima terlebih dahulu ?

tidak

ya

Perencanaan handal berdasarkan perhitungan ?

tidak
Preseden pengalaman berdasarkan kondisi serupa ?

tidak

ya
Resiko dapat diidentifikasi berdasarkan koridor waktu kerja ?

tidak

ya

ya
Apakah ada cara praktis untuk melakukan tindakan ? Memungkinkan dilakukan penyesuaian perencanaan ?

tidak

ya
Lakukan manajemen keselamatan

tidak

Resiko-sisa yang dapat diterima

Resiko-sisa yang tidak dapat diterima

Gambar 4-1. Alur logika resiko sisa (P Schubert, 2006)

22

4.3

Analisis konsekuensi

Rencana Tindak Tanggap (response) adalah suatu proses mengembangkan berbagai alternatif dan menentukan alternatif tindakan yang dapat

mengurangi tantangan terhadap pencapaian sasaran-sasaran proyek (atau bahkan menambah kemungkinan terjadinya peluang manfaat). Rencana tindak tanggap ini diutamakan bagi risiko yang berkategori kritis seperti dijelaskan pada Tabel 4-6. Pihak pengambil keputusan adalah Pejabat Pembuat Komitment (PPK) (yang merekomendasikan) dan Kasatker atau Kepala Unit/Instansi (yang menyetujui). Terdapat beberapa alternatif tindakan yang dapat diambil (Tabel 4-12) yaitu menghindar, mengalihkan, memitigasi, menerima, atau menunda. Pada Tabel 4-12 juga dijelaskan tindakan dalam konteks peluang yaitu apabila risiko akan mengakibatkan dampak yang sifatnya positif, bukan negatif.

23

Tabel 4-12. Berbagai Alternatif Tindakan terhadap Risiko (Direktorat Bina Teknik, Dirjen Bina Marga, Maret 2011)
Tantangan Menghindari menghindari risiko dengan mengubah rencana proyek untuk menghilangkan risiko. Misalnya dengan mengubah lingkup, menambah waktu, atau menambah sumberdaya Mengalihkan mengalihkan dampak negatif (tanggungjawab dan tindakan) dengan pembayaran kepada pihak ketiga yang lebih berkompeten dalam menangani risiko. Misalnya melalui asuransi, jaminan pelaksanaan, pasal-pasal insentif/disentif pada kontrak. Peluang Mengeksploitasi meniadakan semua ketidakpastian atau hambatan yang berkaitan dengan terjadinya risiko, agar peluang benarbenar terjadi. Membagi menempatkan pengelolaan peluang kepada pihak ketiga yang lebih berkompeten untuk mewujudkan terjadinya peluang tersebut untuk kepentingan proyek. Misalnya dengan membentuk kemitraan, berkoordinasi dengan instansi tertentu, perusahan yang memiliki keahlian khusus. Memperkuat upaya untuk memperkuat penyebab terjadinya peluang, dan secara proaktif memperkuat kondisi pemicu, dapat meningkatkan probabilitas. Pemicu dampak dapat pula dikelola, yaitu dengan meningkatkan keterbukaan proyek terhadap peluang.

Mitigasi upaya mengurangi probabilitas dan/atau dampak hingga pada kondisi yang dapat diterima. Tindakan mitigasi yang lebih awal umumnya lebih efektif dibandingkan dengan tindakan perbaikan setelah risiko terjadi. Menerima risiko diterima apa adanya. Berdasarkan pertimbangan probabilitas dan dampak risiko, tidak akan dilakukan rencana apapun namun akan menerima segala konsukeunsi ketika risiko itu terjadi yang mencakup aspek biaya, lingkup, jadual, dan kualitas. Menunda penentuan mengenai tindakan yang akan diambil terhadap risiko untuk sementara ditunda

4.4

Penanggung jawab manajemen resiko

Seluruh proses dalam manajemen risiko ada penanggungjawabnya. Seluruh pihak terlibat dalam manajemen risiko ini yang meliputi Kepala Satuan Kerja (Kasatker) atau Kepala Unit/Instansi, Pejabat Pembuat Komitment (PPK) Kegiatan, dan para staf dan tenaga-tenaga ahli berbagai disiplin yang terlibat dalam perencanaan/perancangan/pelaksanaan proyek (internal dan

eksternal), perwakilan masyarakat pengguna dan masyarakat di sekitar proyek. Kepala Satuan Kerja (Kasatker) atau Kepala Unit/Instansi dalam melakukan tugas perencanaan manajemen risiko ini dapat membentuk tim atau

24

menugaskan seorang personil untuk menjalankan fungsi perencanaan, implementasi, hingga pemantauan manajemen risiko suatu proyek.

Tim/personil ini berlaku sebagai kepanjangan tangan Kepala Satuan Kerja (Kasatker) atau Kepala Unit/Instansi bekerjasama dengan PPK Kegiatan di lapangan/proyek. Dalam kasus-kasus yang sangat kompleks, Kasatker atau Kepala

Unit/Instansi dapat pula melibatkan tenaga ahli manajemen resiko eksternal yang secara khusus ditugaskan untuk memandu perencanaan dan pelaksanaan manajemen risiko secara keseluruhan sejak tahap awal sampai akhir proyek. Pada setiap proyek perlu disusun suatu daftar penanggungjawab setiap proses, seperti diuraikan pada Tabel 4-13. Tanggung jawab untuk mengelola risiko dibagi kepada semua pihak, namun keputusan pemilihan strategi mitigasi dan tindakan contingency ditentukan oleh Kasatker atau Kepala Unit/Instansi. Hal ini menjadi tanggungjawab Kasatker atau Kepala Unit/Instansi karena seringkali ada konsekuensi biaya dan perubahan sumberdaya lainnya. Tabel 4-13. Penanggungjawab Manajemen Risiko (Direktorat Bina Teknik, Dirjen Bina Marga, Maret 2011) Kegiatan Risiko Manajemen Penanggungjawab Semua pihak Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kegiatan Semua pihak, dipimpin oleh PPK PPK (rekomendasi) Kasatker atau (persetujuan) PPK (rekomendasi) Kasatker atau (persetujuan) Kepala Unit/Instansi

Proses Identifikasi Penyusunan Daftar Risiko Proses Penilaian/Analisis Tindak Tanggap (Response) Risiko Rencana Mitigasi dan Contingency Pemantauan dan Pelaporan

Kepala

Unit/Instansi

PPK (pelaporan) Kasatker atau Kepala Unit/Instansi (tindak lanjut)

25

4.5

Rencana mitigasi dan contingency resiko

Mitigasi risiko ada segala tindakan untuk mengurangi probabilitas dan dampak terjadinya suatu risiko. Mengambil langkah/tindakan yang lebih awal untuk mengurangi kemungkinan risiko yang merugikan dapat lebih efektif dan lebih murah daripada tindakan memperbaiki kerusakan setelah risiko terjadi. Namun, tidak selalu demikian, terkadang upaya mitigasi dapat membutuhkan biaya yang lebih tinggi daripada biaya konsekuensi terjadinya risiko. Proses mitigasi juga harus didokumentasikan dan digabungkan ke dalam Daftar Risiko. Hal-hal yang perlu dicatat adalah sebagai berikut: Identifikasi kegagalan yang mungkin terjadi untuk setiap solusi mitigasi risiko. Untuk setiap kemungkinan kegagalan tersebut, perlu

didokumentasikan kejadian apa yang dapat menunjukkan bahwa kejadian atau risiko ini sudah terjadi atau pun sudah mencapai kondisi kritis (red flags). Untuk setiap kemungkinan kegagalan, tentukan beberapa alternatif yang dapat dilakukan untuk memperbaikinya. Di samping menentukan tindakan mitigasi, manajemen risiko juga mencakup penyusunan rencana contingency risiko, yaitu tindakan yang akan dilakukan apabila suatu risiko nantinya benar-benar terjadi. Dengan menyusun rencana contingency, maka tim proyek dipaksa untuk berpikir sejak awal mengenai tindakan yang akan dilakukan jika terjadi suatu risiko. Rencana contingency mencakup hal-hal berikut: Mengidentifikasi uraian kegiatan secara rinci atau langkah-langkah (tasks) yang dapat dilakukan ketika risiko terjadi. Mengidentifikasi sumberdaya yang dibutuhkan: pendanaan,

peralatan dan tenaga kerja.

26

Menyusun jadual. Jadual ini disampaikan dalam format langkah apa yang harus dilakukan pada hari ke-1, pada hari ke-2, dan seterusnya.

Menetapkan prosedur tanggap darurat (emergency) dan prosedur ketika kondisi semakin gawat (escalation), jika diperlukan.

Mengembangkan diperlukan.

materi

pelatihan

rencana

contingency,

jika

Mengkaji ulang dan memperbarui rencana contingency, jika perlu. Rencana contingency harus disosialisasikan agar diketahui dan dipahami oleh seluruh pihak yang terkait.

Rencana contingency ini harus juga tercermin dalam anggaran proyek, untuk menutupi biaya tak terduga. Jumlah anggaran yang dialokasikan hanya terbatas untuk risiko-risiko yang tinggi saja. Hal ini ditentukan dengan estimasi biaya jika risiko yang mungkin terjadi, dan mengalikannya dengan probabilitas. Sebagai contoh, suatu risiko diperkirakan akan membutuhkan biaya tambahan sebesar Rp.500.000.000, dan kemungkinan terjadinya adalah sekitar 80%, maka jumlah yang harus dialokasikan dalam anggaran terkait risiko ini adalah Rp. 400.000.000,-. Terkait dengan rencana contingency, terdapat pemicu awal dan pemicu akhir. Suatu pemicu awal adalah suatu peristiwa yang akan mengaktifkan rencana contingency, sementara yang memicu berhentinya adalah kriteria untuk melanjutkan kegiatan secara normal. Keduanya harus diidentifikasi dalam Daftar Risiko.

27

5 Manajemen resiko selama pelaksanaan

Pada awal konstruksi, umumnya sejumlah resiko sisa muncul akibat ketidakpastian kondisi tanah/batuan, termasuk resiko-resiko yang telah diketahui dan tidak dapat dihindari atau resiko-resiko yang sama sekali belum teridentifikasi. Berdasarkan aspek hukum terkait lingkungan proyek dan kontrak, klien dan pengguna jasa berbagi resiko. Umumnya resiko terhadap ketidakpastian kondisi tanah/batuan merupakan resiko klien, sedangkan metode konstruksi dan penggunaan peralatan dan sumber daya merupakan resiko pengguna jasa. Kebutuhan dan persyaratan saat ini terkait dengan keselamatan dan kebutuhan untuk membuat pemilihan keputusan secara terbuka/transparan menghasilkan penilaian resiko yang diatur dalam manajemen perencanaan resiko keselamatan sebagai bagian dari sistem manajemen kualitas proyek sebelum konstruksi. Berdasarkan cara pandang klien yang mengutamakan stabilitas terowongan, bagian-bagian utama dari manajemen perencanaan keselamatan adalah: 1. Definisi perilaku terowongan yang dapat diperkirakan (penurunan, konvergen, penurunan permukaan dan lain sebagainya) dan batas toleransi, 2. Menyiapkan dan mengatur sistem organisasi dan teknologi yang memadai untuk memonitor perilaku terowongan termasuk faktor-faktor pengaruh utama, seperti dokumentasi geologi, prognosa/pendugaan, tindak lanjut model geoteknik dan interpretasinya, 3. Perbandingan perilaku perkiraan terhadap aktual yang terjadi dan penyesuaian berdasarkan pengalaman, 4. Dokumentasi perilaku aktual terhadap perkiraan dan deviasinya, 5. Kriteria peringatan, sistem organisasi, prioritas dan tindakan pada saat terjadi permasalahan.

28

Waktu reaksi yang sesuai dan tindak lanjut perilaku yang diperkirakan (termasuk batas toleransi) merupakan elemen yang dibutuhkan dan penting pada metode pengamatan. Pengalaman menunjukkan bahwa batas toleransi yang dinyatakan dalam perencanaan umumnya tidak sesuai dengan pelaksanaan, tetapi elemen penilaian lain yang sesuai disiapkan untuk memastikan level keselamatan yang dapat diterima terpenuhi. Untuk mendapatkan kriteria tersebut, pengukuran tegangan-regangan langsung, analisa balik, data penyelidikan tanah/batuan baru dan analisis statistik dari data hasil monitoring terbaru diperlukan. Menggunakan pendekatan alur seperti diperlihatkan pada Gambar 5-1, level keselamatan aktual konstruksi terowongan dapat ditingkatkan dan secara formal dikoreksi serta didapatkan selama masa konstruksi.

Perilaku perkiraan berdasarkan prognosa

Pengamatan

Kriteria peringatan penurunan, tegangan, pergerakan dan indikator keruntuhan (Monitoring instrumentasi yang terpasang)

Perilaku dalam batas toleransi

Prognosa yang dikembangkan

Penilaian baru terhadap kondisi tanah/batuan, analisa balik, perilaku yang diterima dan diverifikasi (Review dan redesain)

Waktu reaksi yang ditentukan?

Keruntuhan tiba-tiba pada tanah dan batuan? Kegagalan struktur alami? Pengaruh air?

(Tindakan darurat untuk mengatasi permasalahan yang terjadi)

Gambar 5-1. Manajemen resiko selama konstruksi menggunakan metode pengamatan (P Schubert, 2006)

29

6 Penutup

1. Ketidakpastian kondisi geologi dan geoteknik bawah permukaan dapat menyulitkan konstruksi proses pembangunan terowongan dan bila metode

yang digunakan tidak

sesuai dengan kondisi bawah

permukaan yang digali, keruntuhan konstruksi dapat terjadi. 2. Identifikasi resiko sebaiknya dilakukan sedini mungkin dalam proyek pembangunan terowongan untuk mencegah terhambatnya kemajuan proyek atau keruntuhan konstruksi akibat resiko ketidakpastian kondisi geologi dan geoteknik bawah permukaan. 3. Identifikasi resiko dapat menginformasikan resiko potensial, probabilitas terjadinya dan konsekuensi yang akan dihadapi. 4. Perencanaan manajemen resiko harus dilakukan untuk mendapatkan resiko-resiko yang akan dihadapi dengan cara menghindari atau mengurangi konsekuensi resiko berdasarkan perancangan, perencanaan atau menetapkan ketentuan operasional. 5. Untuk resiko yang tidak dapat dikurangi, ketentuan harus dibuat untuk mengurangi konsekuensi dan mengaturnya. 6. Manajemen resiko terintegrasi resiko harus diperbarui dengan berkala untuk

mengidentifikasi

semua

berkaitan

perencanaan,

pelaksanaan dan penyelesaian pekerjaan terowongan.

30

DAFTAR PUSTAKA
Alan Muir Wood. 2000. Tunnelling: Management by design, Taylor & Francis e-Library, ISBN: 0-203-47766-9 Andrew Bond and Andrew Harris. 2008. Eurocode 7. Taylor and Francis group. ISBN: 0-203-93772-4 Direktorat Bina Teknik, Maret 2011, Draft-3 Pedoman Perencanaan Manajemen Resiko pada Kegiatan Pembangunan Jalan, Direktorat Jenderal Bina Marga. FHWA-NHI-10-034 (December 2009): Technical Manual for Design and Construction of Road Tunnels - Civil Elements. Gordon A. Fenton and D. V. Griffiths. 2008. Risk Assessment in Geotechnical Engineering. John Wiley & Sons. Inc. ISBN: 978-0-470-17820-1. P. Schubert. 2006. Geotechnical Risks in Rock Tunnels. Taylor & Francis Group. London. ISBN: 0 415 40005 8. PIARC, 2008, Risk Analysis for Road Tunnel, World Road Association, www.piarc.org

31

LAMPIRAN A. CONTOH FORMULIR DAFTAR RISIKO


Nama/Lokasi/Tahun Proyek: Unit Pelaksana: Ketua Unit Pelaksana:

No. Kode A01

Nama/Jenis Risiko Jenis tanah pasiran tidak padat pada portal terowongan jalan

Deskripsi Longsoran akibat material tanah pasiran lepas mengalami intensitas hujan tinggi (berpengaruh pada jadwal, biaya dan lingkup bila tidak ditangani) (intensitas curah hujan di lapangan tinggi) Tinggi galian maksimum 5m (berpengaruh pada jadwal, biaya dan lingkup bila tidak ditangani) Tinggi galian desain = 4m Sudut lereng galian aman maksimum 450 (berpengaruh pada jadwal, biaya dan lingkup bila tidak ditangani) Sudut lereng desain = 300

Probabilita s

Jadual

Biaya

Dampak terhadap Lingkup Kualitas

Keseluru han (ratarata)

R= PxD

Kategori Risiko

Aktivitas yang akan dilakukan PPK merekomendasik an penambahan lingkup, yaitu sistem drainase permukaan dan subdrain

15

Kritis

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

Rendah

0.5

0.5

0.5

0.5

0.5

Rendah

32

LAMPIRAN B. CONTOH FORMULIR RENCANA MITIGASI DAN CONTINGENCY RISIKO


Nama/Lokasi/Tahun Proyek: Tanggal: No.Kode:A01 Status: Tanggal identifikasi: Unit Pelaksana: Ketua Unit Pelaksana: Nama/Jabatan yg mengidentifikasi: ........................................ Probabilitas: Dampak: Kategori Risiko:

Nama/Jenis Risiko:

Deskripsi risiko dan dampaknya: Rencana Mitigasi:

Jenis tanah pasiran 5 3 tidak padat pada portal Kritis terowongan jalan Intensitas curah hujan yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya longsoran pada material tanah pasiran lepas saat pekerjaan penggalian dilakukan. Longsoran permukaan dapat mengakibatkan longsoran yang lebih dalam, dikarenakan jenis material yang porous. Longsoran dapat mengganggu pekerjaan utama pemasangan perkuatan pada portal terowongan. Menghentikan penggalian lereng bila terjadi longsoran. Segera lakukan penanganan darurat untuk mencegah meluasnya longsoran yang terjadi Melakukan pekerjaan penggalian parit untuk mengendalikan aliran air Melakukan kajian hidrologi untuk mengetahui dimensi saluran dan subdrain yang dibutuhkan Identifikasi kemungkinan posisi retakan/indikasi longsoran, tagging posisi dan diberikan patok Evaluasi kemungkinan posisi dan kedalaman muka air tanah serta posisi drainase permukaan dan subdrain Evaluasi kemungkinan posisi saluran kolektor dan saluran pembuang tanpa mempengaruhi lingkungan sekitar Merencanakan kebutuhan area untuk pembebasan lahan dst Biaya pembebasan lahan untuk kebutuhan penggalian dan drainase = Rp (Biaya analisa hidrologi dan konstruksi drainase dimasukkan kedalam kontrak utama) Biaya pengamanan proyek = Rp dst

Rencana Contingency:

Estimasi Biaya/ Sumberdaya lain:

Catatan lain: Tanda tangan PPK Kegiatan:

33

You might also like