Professional Documents
Culture Documents
-2-
Salah satu prioritas pembangunan yang ditetapkan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur dalam mencapai Visi Daerah sebagai pusat perdagangan dan jasa yang terkemuka di Indonesia Timur dan Asia Pasifik adalah pembangunan pertanian dalam arti luas. Kalimantan Timur dengan kekayaan sumberdaya dan agroekologinya menyimpan potensi pengembangan komoditi pertanian seperti Kakao. Dalam upaya untuk mendorong dunia usaha menanamkan investasinya di Kalimantan Timur, perlu diberikan informasi yang jelas tentang prospektif pengembangan Kakao di Kalimantan Timur. Untuk memperoleh gambaran yang komprehensif mengenai profil investasi Budidaya Kakao, Badan Promosi dan Investasi Daerah (BPID) Kalimantan Timur bekerjasama dengan Center for Community Empowerment and Economic (FORCE) melakukan studi penyusunan profil proyek investasi budidaya kakao. Saya menyambut gembira atas tersusunnya laporan studi Pra FS Profil Proyek Komoditi Unggulan Daerah dengan judul: Prospek
Menggiurkan ; Investasi Budidaya Kakao, sebagai wujud realisasi dari kerjasama tersebut.
Kami berharap semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi dunia usaha dan pemerintah sebagai dasar dalam mengambil kebijakan pengembangan kakao di Kalimantan Timur. Akhirnya, kepada Direktur Center for Community Empowerment and Economic (FORCE) dan Tim Studinya kami sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih atas usaha dan sumbangan pemikiran yang diberikan. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Walikota/Bupati beserta jajarannya di daerah studi dan semua pihak yang telah memberikan kontribusinya sejak awal hingga tersusunnya laporan. Terima Kasih. Samarinda, Juni 2009 Badan Perijinan dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Kalimantan Timur, KEPALA
H. Nusyirwan Ismail
-3-
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1.2 Maksud dan Tujuan.. 1.3 Kegunaan.. SITUASI PEMASARAN 2.1 Pasar Dunia dan Pasar Domestik 2.2 Pohon Industri................................. TEKNIS PRODUKSI DAN POTENSI DAERAH 3.1 Potensi Lokasi dan Produksi.. 3.2 Teknis Produksi. KEBIJAKAN DAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG 4.1 Infrastruktur Pendukung 4.2 Kebijakan Pendukung............................................................... 4.3 Aspek Sosial dan Lingkungan....................................................... 4.4 Aspek Legalitas....................................................................... ANALISIS FINANSIAL 5.1 Analisis Finansial. PENUTUP..
1 3 3 4 5 8 18 23 26 29 30 34 40 41 42
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V BAB VI
-4-
Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10 Tabel 11 Tabel 12 Tabel 13 Tabel 14 Tabel 15 Tabel 16 Tabel 17 Tabel 18 Tabel 19
2000-2005.............................
4 5 7 9 10 15 12 14 15 15 16 19 21 22 34 35 36 37 38
Perkembangan harga kakao dalam negeri dan luar negeri 200-2006........................... Perusahaan penanam modal di industri kakao yang telah disetujui BKPM..................... Jumlah kecamatan dan desa serta luas wilayah menurut Kabupaten/Kota................... Rata-rata suhu udara, kelembaban, tekanan udara, kecepatan angin, curah hujan, dan penyinaran matahari tahun 2005..................................................................... Luas dan potensi wilayah pertanian beberapa kabupaten di Kalimantan Timur............. Perkembangan produksi biji kakao dunia (ton).................................................... Perkembangan konsumsi/grindings biji kakao dunia (ribu ton).............................
Luas lahan kakao di Indonesia dari tahun 2000-2006.............................................. Hasil produksi kakao Indonesia periode tahun 2000-2006........................................ Distribusi areal penanaman kakao di Kalimantan Timur berdasarkan Kabupaten/Kota pada tahun 2006........................................................................................ Kriteria kesesuaian lahan untuk kakao.............................................................. Parameter umum kualitas biji kakao................................................................ Standar nasional Indonesia (SNI) biji Kakao (SNI) 01-232-2000)................................. Produksi, harga dan penerimaan kakao berdasarkan tahun...................................... Kebutuhan biaya investasi kebun kakao............................................................. Proyeksi rugi laba budidaya kakao berdasarkan tahun........................................... Hasil analisa finansial proyek......................................................................... Analisis sensitivitas kelayakan usaha budidaya kakao............................................
-5-
DAFTAR GAMBAR
Skema diversifikasi produk kakao................................................................... Peta Kalimantan Timur............................................................................... Perkembangan luas areal kakao dan produksi biji kakao di Kalimantan Timur tahun 2001-2006...............................................................................................
6 8 20
-6-
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Diagram alir proses perijinan...................................................................... Proyeksi Aliran Kas, Laba/Rugi dan Kelayakan Finansial Budidaya Kakao ................. Peta kesesuaiaan lahan kakao .................................................................... 43 44 46
-7-
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Di samping itu, kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Menurut Balitbang Pertanian Departemen Pertanian (2005), pada tahun 2002, perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan sumbangan devisa terbesar ke tiga sub sektor perkebunan setelah karet dan kelapa sawit dengan nilai sebesar US$ 701 juta, meskipun pada tahun 2005 menurun sumbangan devisanya menjadi sebesar US$ 664,35 juta karena fluktuasi rupiah terhadap dolar dan diterapkannya peraturan WTO yang memberikan hak kepada negara importir untuk mengklaim mutu kakao yang diimpor. Perkebunan kakao Indonesia mengalami perkembangan pesat sejak awal tahun 1980-an. Pada tahun 2005, areal perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 1.167.046 ha dimana sebagian besar (92,6 %) dikelola oleh rakyat dan selebihnya 3,3 % perkebunan besar negara serta 4,1 % perkebunan besar swasta. Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian besar adalah jenis kakao lindak dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Di samping itu juga diusahakan jenis kakao mulia oleh perkebunan besar negara di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Keberhasilan perluasan areal tersebut telah memberikan hasil nyata bagi peningkatan pangsa pasar kakao Indonesia di kancah perkakaoan dunia. Indonesia berhasil menempatkan diri sebagai produsen kakao terbesar kedua dunia setelah Pantai Gading pada tahun 2002, walaupun kembali tergeser ke posisi ketiga oleh Ghana pada tahun 2003. Tergesernya posisi Indonesia tersebut salah satunya disebabkan oleh makin mengganasnya serangan hama pengerek buah Kakao (PBK). Di samping itu, perkakaoan Indonesia dihadapkan pada beberapa permasalahan, antara lain mutu produk yang masih rendah dan masih belum optimalnya pengembangan produk hilir kakao. Hal ini menjadi suatu tantangan sekaligus peluang bagi para investor untuk mengembangkan usaha dan meraih nilai tambah yang lebih besar dari agribisnis kakao. Indonesia sebenarnya berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao dunia, apabila berbagai permasalahan utama yang dihadapi perkebunan kakao dapat diatasi dan agribisnis kakao dikembangkan dan dikelola secara baik. Indonesia masih memiliki lahan potensial yang cukup besar untuk pengembangan kakao yaitu lebih dari 6,2 juta ha terutama di Irian Jaya, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Maluku dan Sulawesi Tenggara. Disamping itu kebun yang telah dibangun masih berpeluang untuk ditingkatkan produktivitasnya karena produktivitas rata-rata saat ini kurang dari 50 % potensinya. Di sisi lain situasi perkakaoan dunia beberapa tahun terakhir sering mengalami defisit, sehingga harga kakao dunia stabil pada tingkat yang tinggi
-8-
bahkan cenderung dari tahun ke tahun terus meningkat. Posisi akhir harga kakao dunia tahun 2006 mencapai US$ 1,58,7/lb atau US$ 49,39 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga pada tahun 2001 sebesar US$ 49,39 /lb. Kondisi ini merupakan suatu peluang yang baik untuk segera dimanfaatkan. Upaya peningkatan produksi kakao mempunyai arti yang strategis karena pasar ekspor biji kakao Indonesia masih sangat terbuka dan pasar domestik masih belum tergarap. Berdasarkan kondisi harga kakao dunia yang relatif stabil dan cukup tinggi tersebut maka perluasan areal perkebunan kakao Indonesia diperkirakan akan terus berlanjut dan hal ini perlu mendapat dukungan agar kebun yang berhasil dibangun dapat memberikan produktivitas yang tinggi. Kalimantan Timur merupakan Provinsi yang mempunyai potensi besar bagi pengembangan komoditi tanaman kakao di Indonesia. Kakao merupakan salah satu komoditi unggulan di Provinsi ini. Pada tahun 2006, luas areal kakao mencapai 41.312,50 ha tersebar di hampir seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Kalimantan Timur dengan produksi mencapai 26.774 ton (produktivitas 1,02 ton/ha). Wilayah Provinsi Kalimantan Timur yang luas berpotensi untuk dilakukannya pengembangan kakao melalui perluasan areal tanam. Tantangan pasar global dan nilai tambah (added value) yang harus diperoleh oleh daerah, membawa konsekuensi perlunya peningkatan daya saing melalui pengembangan komoditas unggulan daerah. Dukungan pemerintah dalam bentuk kebijakan yang memudahkan bagi usaha komoditi kakao adalah faktor penting terutama bagi para investor untuk menanamkan modalnya pada komoditi ini. Dalam upaya memberikan informasi yang benar dan tepat kepada investor, mendesak diperlukannya profil proyek investasi yang menggambarkan sumberdaya dan prospektif pengembangan komoditas-komoditas unggulan salah satunya kakao di Kalimantan Timur. Agar para investor yang tertarik dengan usaha budidaya kakao lebih mudah mendapatkan informasi yang lebih mendalam, dipandang perlu untuk menyusun profil investasi budidaya kakao yang memuat tentang aspek teknis, ekonomi, sosial lingkungan, pemasaran, dukungan lokasi, sarana dan prasarana serta aspek legalitas.
1.3. Kegunaan
Melalui terbitnya buku profil komoditi unggulan usaha budidaya kakao, diharapkan dapat berguna sebagai: 1. Informasi peluang usaha dan investasi usaha budidaya budidaya kakao kepada investor baik asing maupun dalam negeri serta kalangan dunia usaha, sehingga dapat memacu pertumbuhan investasi di Kalimantan Timur. 2. Dasar bagi pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan pengembangan sektor perkebunan khususnya budidaya kakao di Kalimantan Timur.
-9-
SITUASI PEMASARAN
2.1. Pasar Dunia dan Pasar Domestik
Sebagian besar (rata-rata di atas 90 %) kakao Indonesia dipasarkan (diekspor) ke negara-negara Asia Pasifik, Eropa, Afrika, dan Amerika. Dari tahun ke tahun, ekspor kakao Indonesia senantiasa meningkat. Jika tahun 2000 ekspor mencapai 424,1 ribu ton atau senilai US$ 341,9 juta, maka pada tahun 2005 naik menjadi 463,6 ribu ton atau senilai US$ 664,3 juta. Tahun 2002 merupakan ekspor kakao Indonesia tertinggi selama 2 dekade ini, yaitu mencapai 465,6 ribu ton atau setara US$ 701,0 juta. Penerimaan devisa seharusnya bisa menjadi lebih besar lagi apabila mutu kakao Indonesia terus diperbaiki.
Tabel 1. Perkembangan Ekspor dan Impor Kakao Indonesia 2000 2005 Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Pertumbuhan Rata-rata (%) Ekspor Volume (Ton) 424.089 392.072 465.622 355.726 366.855 463.632 3,42 Nilai (US$ 000) 341.860 389.262 701.034 621.022 546.560 664.338 18,42 18.252 11.841 36.603 39.226 46.974 52.353 42,47 Impor Volume (Ton) Nilai (US$ 000) 18.953 15.699 64.001 76.205 77.023 82.326 63,51
Dengan demikian, selama rentang waktu 2000-2005 volume ekspor kakao Indonesia mengalami tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 3,42 % pertahun, sedangkan nilainya melaju rata-rata 18,42 % setahun. Sementara itu impor kakao Indonesia mencatat laju pertumbuhan 42,47 % per tahun untuk volume dan 63,51 % per tahun untuk nilai (Tabel 1.). Perkembangan ekspor impor seperti pada Tabel 1. mengisyaratkan bahwa peluang pasar ekspor kakao Indonesia di masa-masa mendatang masih terbuka lebar. Dalam beberapa tahun terakhir produksi kakao dunia melaju sekitar 1,5 % per tahun, sementara kosumsinya tumbuh lebih besar, yakni rata-rata 2,5 % setahun. Artinya, pasar kakao dunia mengalami devisit disamping itu harga biji kakao kering dipasaran internasional (New York) juga menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun yakni dari US$ 57,53 cent/lb tahun 1990 menjadi US$ 79,60 cent/lb tahun 2003, atau mencatat pertumbuhan sekitar 5,62 % setiap tahunnya. Sedangkan harga biji kakao kering dipasar domestik meningkat rata-rata 32,70 % setahun selama rentang waktu 2000-2006, tepatnya dari Rp 7.411 per kilogram menjadi Rp 8.948 per kilogram. Perkembangan harga kakao di pasar dalam dan luar negeri antara tahun 2000 2006 dapat dilihat pada Tabel 2.
- 10 -
Tabel 2. Perkembangan Harga Kakao Dalam Negeri dan Luar Negeri 2000-2006 Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006* Rata - rata Pasar Dalam Negeri Harga (Rp/kg) Pertumbuhan (%) 7.411 7.208 -2,74 8.948 24,14 9.576 7,02 9.579 0,03 9.421 -1,6 10.103 7,24 5,67 Pasar Luar Negeri (New York) Harga (US$ cent/lb) Pertumbuhan (%) 40,27 49,39 22,65 79,82 63,29 79,6 9,45 155,00 94,72 153,80 -0,08 158,70 3,19 30,19
Keterangan : *) posisi September 2006 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian (2006)
- 11 -
Paste Powder
Cake
Obat-obatan
Biji Kakao
Liquor (Mass)
Tannin Pektin Cocoa Butter Oleo Chemical Fatty Acid Industri Kimia
Fat
Buah Kakao
Vitamin D Pupuk Hijau Single Cell Protein Gas Bio Pektin Sheel & Pulp Alkohol Jelly Plastik Filler
Industri Farmasi Rumah Tangga Industri Pakan Ternak Rumah Tangga Industri Kimia
Bahan Bakar
- 12 -
Tabel 3. Perusahaan Penanam Modal di Industri Kakao yang telah disetujui BKPM
No. 1. 2. 3. 4. 5. Nama Perusahaan PT. Argo Sarana Satyamitra PT. Davomas Abadi PT. Inkoma Kakao Primatunggal PT. Mas Ganda PT. Sumut Coindo Lokasi PMDN Jateng Jakarta Jakarta Jabar Sumut Lemak kakao Tepung kakao Pasta coklat Bubuk kakao Lemak kakao Tepung kakao Lemak kakao Tepung kakao Lemak kakao Tepung kakao Coklat butir Kakao mutu rendah Bungkil coklat Lemak kakao Tepung kakao Lemak kakao Tepung kakao Biji kakao kering Lemak kakao Tepung kakao Biji kakao kering Biji kakao kering Biji kakao kering Biji kakao kering Biji kakao kering Biji kakao kering 2.860 ton 2.900 ton 2.880 ton 2.880 ton 2.400 ton 2.600 ton 1.440 ton 1.440 ton 4.104 2.188 3.283 1.368 2.737 ton ton ton ton ton Jenis Produk KapasitasProduksi
PT. Sari Kakao Perkasa PT. Berhan Intercontinental CAC PT. Dana Bakti Wakaf PT. Bujang Karya PT. Arya Pelangi PT. Larat Indah PT. Indokarya Gemasakti PT. Mahkota Bumi PT. Usaha Sejahtera Manikam PT. Tulus Sintuwu Karya
Sumut Jabar Yogya Jatim Lampung Maluku Kaltim Kalsel Aceh Sulteng PMA
2.287 ton 2.572 ton 2.287 ton 7.600 ton 6.000 ton 288 ton 165 ton 3.500 ton 4.200 ton 6.600 ton 4.000 ton 140 ton 150 ton
16.
Sumut
Lemak kakao Tepung kakao Coklat Coklat olahan Lemak kakao Tepung kakao Biji kakao kering Lemak kakao Tepung kakao Lemak kakao Tepung kakao
5.300 ton 5.600 ton 3.600 ton 3.600 ton 5.000 ton 6.000 ton 60.000 ton 1.500 ton 1.400 ton 1.140 ton 1.260 ton
17. 18.
Jabar Sulsel
19. 20.
Sumut Sulsel
- 13 -
Kalimantan Timur dengan luas wilayah 208.657,74 km dengan rincian luas daratan 198.441,17 km dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km terletak antara 11344 Bujur Timur dan 11900 Bujur Barat serta diantara 424 Lintang Utara dan 225 Lintang Selatan. Provinsi ini dibagi menjadi 9 (sembilan) Kabupaten, 4 (empat) kota, 124 Kecamatan dan 1.348 Desa/ Kelurahan. Provinsi Kalimantan Timur terletak di bagian paling timur Pulau Kalimantan dan sekaligus merupakan wilayah perbatasan dengan Negara Malaysia, khususnya Negara bagian Sabah dan Sarawak.
: : : :
Malaysia Selat Makassar dan Laut Sulawesi Kalimantan Selatan Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah
Kalimantan Timur merupakan salah satu pintu gerbang pembangunan di wilayah Indonesia bagian timur. Daerah yang juga dikenal sebagai penghasil kayu dan pertambangan ini mempunyai ratusan sungai yang tersebar pada hampir semua kabupaten/kota dan merupakan sarana angkutan utama di samping angkutan darat, dengan sungai yang terpanjang Sungai Mahakam. Kabupaten/Kota yang memiliki luas wilayah terbesar adalah Kabupaten Malinau dengan luas 39.799,88 km2 atau 20,06 % dari total wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Sedangkan daerah yang memiliki luas wilayah terkecil adalah kota Bontang yang hanya memiliki luas wilayah sebesar 163,39 km atau 0,08 %. Rincian jumlah kecamatan dan desa serta luas wilayah setiap kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur dapat dilihat pada Tabel 4.
- 14 -
Tabel 4. Jumlah kecamatan dan desa serta luas wilayah menurut Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota dan Banyaknya Banyaknya Provinsi Kecamatan Desa 10 116 1. Pasir 21 223 2. Kutai Barat 18 220 3. Kutai Kertanegara 11 129 4. Kutai Timur 13 107 5. Berau 9 98 6. Malinau 13 87 7. Bulungan 7 218 8. Nunukan 4 46 9. Penajam Paser Utara 5 27 10. Balikpapan 6 42 11. Samarinda 4 20 12. Tarakan 3 15 13. Bontang Provinsi Kaltim 124 1.348 Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Timur (2006) Luas Wilayah km2 % 5,51 10.936,38 15,59 30.943,79 13,27 26.326,00 16,07 31.884,59 11,35 22.521,71 20,06 39.799,88 8,69 17.249,61 6,99 13.875,42 1,62 3.209,66 0,28 560,70 0,36 718,23 0,13 251,81 0,08 163,39 208.657,74 100,00
- 15 -
22,21C terjadi di Tanjung Redeb dan suhu udara rata-rata tertinggi sebesar 34,60 C terjadi di Tanjung Selor. Selain itu, sebagai daerah beriklim tropis dengan habitat hutan yang sangat luas, Kalimantan Timur mempunyai kelembaban udara relatif tinggi dengan rata-rata berkisar 74,25 % 88,50 %. Kelembaban udara paling rendah yang dapat dipantau melalui Stasiun Meteorologi Nunukan terjadi pada bulan September sebesar 63,00 %, sedang yang paling tinggi terdapat di Stasiun Meteorologi Tanjung Redeb yang terjadi pada bulan Mei sebesar 97,00 %. Rata-rata suhu minimum dan maksimum serta kelembaban udara rata-rata pada tahun 2005 di beberapa stasiun meteorologi dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rata-rata suhu udara, kelembaban, tekanan udara, kecepatan angin, curah hujan, dan penyinaran matahari menurut stasiun Tahun 2005
Uraian 1. Suhu Udara (oC) - Minimum - Maximum 2. Kelembaban Udara (%) 3. Tekanan Udara 4. Kecepatan Angin (Knot) 5. Curah Hujan (mm) 6. Penyinaran Matahari (%) 22,80 34,20 83,30 1.432,2 1,70 212,5 45,60 87,00 1.011,0 5,00 107,5 47,00 24,20 31,10 84,10 7,50 278,50 51,00 22,50 34,60 84,30 3,00 258,00 54,40 22,21 34,36 88,50 6,50 58,56 29,58 23,63 31,82 74,25 1.009,53 4,50 250,16 44,25 Stasiun Tanjung Tanjung Samarinda Balikpapan Tarakan Selor Redeb
Nunukan
1.011,0 1.010,70
Curah hujan di daerah Kalimantan Timur sangat beragam menurut bulan dan letak stasiun pengamat. Rata-rata curah hujan tertinggi selama tahun 2005 tercatat pada Stasiun Meteorologi Tarakan sebesar 278,50 mm dan rata-rata curah hujan paling rendah tercatat pada Stasiun Tanjung Redeb yang hanya mencapai 58,56 mm. Keadaan angin di Kalimantan Timur pada tahun 2005 yang dipantau di beberapa stasiun pengamat, menunjukkan bahwa kecepatan angin berkisar antara 0,90 knot sampai 10,00 knot. Kecepatan angin paling tinggi 10,00 knot terjadi di Kota Tarakan pada bulan September, sedang terendah 0,90 knot terjadi di Kota Samarinda pada bulan Desember.
- 16 -
ini juga mempunyai potensi pertanian secara luas yang sangat besar. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6. Dalam hal penggunaan lahan, ada kesepakatan bersama antara Gubernur Kalimantan Timur dengan Bupati/Walikota se-Kalimantan Timur pada tanggal 12 Januari 2006 yang berisi; Pengurangan Kawasan Budidaya Kehutanan yang sebelumnya seluas 9.774.753,19 ha menjadi seluas 7.653.565,36 ha (39,14 %). Penambahan Kawasan Budidaya Non Kehutanan yang sebelumnya seluas 5.170.784,60 ha menjadi seluas 6.520.622,73 ha (33,36 %). Penambahan Kawasan Lindung termasuk Hutan Penelitian yang sebelumya seluas 4.604.972,75 ha menjadi seluas 4.951.853,64 ha (25,33 %). Kawasan Strategis Nasional (radius 5 km sepanjang garis perbatasan negara) seluas 424.516,12 ha (2,17 %).
Tabel 6.
AREAL BERPOTENSI BAIK - >75% sesuai AREAL BERPOTENSI SEDANG - >75% sesuai bersyarat
48.239,81 654.757,20
119.581,30 552.616,10
149.641,91 305.282,08
2.616,03 446.877,02
922.565,01
10.092,50
234.057,96
6.522,39
23.385,91
69.705,40
28.003,40
72.981,31
103.333,12
50-75% tidak sesuai AREAL TIDAK BERPOTENSI - 50-75% tidak sesuai 25-50% sesuai
49.899,09 1.205.731,94
1.399,63 1.004.002,29
2.028.882,45
87.870,56 1.011.952,93
870.617,83
112.560,09
432.960,44
626.924,37
>75% tidak sesuai PENGGUNAAN LAIN Cagar Alam Hutan Lindung Taman Nasional Hutan Pend.&Penelitian Taman Hutan Raya Hutan Wisata Suaka Alam JUMLAH
631.553,92 3.120.742,22
674.357,00 4.000.910,57
114.849,51 1.101.292,85
173.832,86 1.354.229,95
Tanaman tersebut secara keseluruhannya merupakan pertanaman rakyat. Produksi biji kakao kering Kalimantan Timur dengan mutu unfermented sebagian besar dipasarkan di Sabah Malaysia. Khususnya yang dihasilkan oleh petani Kalimantan Timur bagian utara. Produk petani perkebunan kakao lainnya dipasarkan sebagai perdagangan antar pulau ke Ujung Pandang untuk selanjutnya dipasarkan kepasaran Amerika Serikat. Sebagaimana komoditi pertanian lainnya, harga biji kakao kering selalu mengalami pasang surut yang tergantung kepada harga pasaran dunia.
Disisi lain konsumsi biji kakao dunia sedikit berfluktuasi dengan kecendrungan terus meningkat, sehingga beberapa tahun terakhir terjadi defisit produksi. Negara konsumen utama biji kakao dunia adalah Belanda dengan tingkat konsumsi 470.000 ton pada tahun 2005/06, konsumen utama lainnya adalah Amerika Serikat, Pantai Gading, Brazil dan Jerman dengan konsumsi masing-masing 426.000, 360.000 dan 223.000, dan 302.000 ton. Perkembangan dan konsumsi biji kakao dunia dapat dilihat pada tabel 8.
- 19 -
dan pada tahun 2005, areal perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 1.167.046 ha yang sebagian besar (92,6 %) dikelola oleh rakyat dan selebihnya 3,3 % perkebunan besar negara serta 4,1 % perkebunan besar swasta. Perkembangan luas lahan kakao di Indonesia tersaji pada Tabel 9.
Tabel 9. Luas lahan kakao di Indonesia dari tahun 2000 - 2006
Luas Lahan (ha) Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006* Perkebunan Rakyat 641.133 710.044 798.628 861.099 1.003.252 1.081.102 1.105.654 Perusahaan Besar Negara 52.690 55.291 54.815 49.913 38.668 38.295 38.453 Perkebunan Besar Swasta 56.094 56.114 60.608 53.211 49.040 47.649 47.635 Jumlah 749.917 821.449 914.051 964.223 1.090.960 1.167.046 1.191.742
- 20 -
Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian besar adalah jenis kakao lindak dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Di samping itu juga diusahakan jenis kakao mulia oleh perkebunan besar negara di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Produksi tanaman kakao dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan seiring semakin meluasnya areal pengembangan komoditi ini. Jika pada tahun 2000, produksi nasional kakao mencapai 421.142 ton, maka pada tahun 2005 produksi kakao meningkat menjadi 748.828 ton (lihat pada Tabel 10).
Tabel 10. Hasil produksi biji kakao Indonesia periode tahun 2000 - 2006 Produksi (ton) Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006* Perkebunan Rakyat 363.628 476.924 511.379 634.877 636.783 693.701 723.992 Perkebunan Besar Negara 34.790 33.905 34.083 32.075 25.830 25.494 26.122 Perkebunan Besar Swasta 22.724 25.975 25.693 31.864 29.091 29.633 29.360 Jumlah 421.142 536.804 571.155 698.816 691.704 748.828 779.474
Dari segi kualitas, kakao Indonesia tidak kalah dengan kakao dunia dimana bila dilakukan fermantasi dengan baik dapat mencapai cita rasa setara dengan kakao yang berasal dari Ghana dan Kakao Indonesia mempunyai kelebihan yaitu tidak mudah meleleh sehingga cocok bila dipakai untuk blending. Sejalan dengan keunggulan tersebut, peluang pasar kakao Indonasia cukup terbuka baik untuk ekspor maupun memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dengan kata lain, potensi untuk menggunakan industri kakao sebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan distribusi pendapatan cukup terbuka. Meskipun demikian, agribisnis kakao Indonesia masih menghadapi berbagai masalah komplek antara lain produktivitas kebun masih rendah akibat serangan hama Penggerek Buah Kakao (PBK), mutu produk masih rendah serta belum optimalnya pengembangan produk hilir kakao. Hal ini menjadi suatu tantangan sekaligus peluang bagi para investor untuk mengembangkan usaha dan meraih nilai tambah yang lebih besar dari agribisnis kakao. c. Perkembangan Produksi Kalimantan Timur Kalimantan Timur merupakan salah satu penghasil kakao rakyat di Indonesia, meskipun arealnya relatif kecil dibanding dengan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah, tetapi bagi petani dibeberapa tempat di Kalimantan Timur, komoditi tersebut dijadikan sebagai mata pencaharian yang utama. Beberapa daerah yang tercatat sebagai sentra penanaman kakao di Kalimantan Timur antara lain Kabupaten Nunukan (Kecamatan Lumbis dan Pulau Sebatik), Kabupaten Malinau (Kecamatan Malinau), Kabupaten Berau (Kecamatan Talisayan), Kota Samarinda (Sempaja dan Berambai), dan Kabupaten Kutai Timur (Teluk Pandan). Di beberapa tempat lainnya juga terdapat areal perkebunan kakao dalam luasan yang relatif kecil. Luas areal pertanaman kakao menurut statistik perkebunan Provinsi Kalimantan Timur dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Jika pada tahun 2001 luas areal tanaman kakao mencapai 33.830,50 ha meningkat menjadi sebesar 41.312,50 ha tahun 2006 (tabel 11.).
- 21 -
Tabel 11. Distribusi areal penanaman kakao di Kalimantan Timur berdasarkan Kabupaten/Kota pada tahun 2006
Luas areal (ha) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kabupaten/kota Samarinda Balikpapan Kutai Kartanegara Kutai Barat Kutai Timur Bontang Pasir Penajam Paser Utara Berau Bulungan Malinau Nunukan Total 57,00 55,00 87,00 137,00 780,00 3.215,00 10.646,50 Tanaman Belum Menghasilkan 246,00 11,00 308,00 321,00 5.429,50 Tanaman Menghasikan 692,00 18,00 644,00 44,50 6.489,00 30,00 594,00 189,50 6.103,00 650,00 1.679,00 9.214,00 26.347,00 Tanaman Tua 46,00 4,00 1.511,00 45,50 896,00 20,00 402,00 13,00 42,00 730,50 609,00 4.319,00 984,00 33,00 2.463,00 411,00 12.814,50 50,00 1.053,00 257,50 6.190,00 829,00 3.189,50 13.038,00 41.312,50 Jumlah Produksi (ton) 71,50 17,50 370,00 24,50 3.499,00 43,00 59,00 119,00 3.955,00 193,00 720,50 17.702,00 26.774,00 Produktivitas (ton/ha) 103,32 972,22 574,53 550,56 539,22 1.433,33 99,33 627,97 648,04 296,92 429,12 1.921,21 1.016,21
Seiring dengan terus meningkatnya perluasan areal komoditi kakao, maka produksi biji kakao dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi produksi. Jika pada tahun 2001 hasil produksi kakao mencapai 27.758 ton menurun menjadi 22.013 ton pada tahun 2003, kemudian ditahun 2004 mengalami peningkatan mencapai 25.395 akan tetapi mengalami penurunan produksi pada tahun 2005 menjadi 25.070,50 dan mengalami peningkatan produksi di tahun 2006 menjadi 26.774. (lihat Gambar 3.)
45.000
41.313
40.000
37.296 36.071
35.000
32.928
26.774
20.000
Tahun
Gambar 3.
Perkembangan luas areal tanaman kakao dan produksi biji kakao di Kalimantan Timur Tahun 2001-2006 (Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, 2007)
Tanaman kakao yang diusahakan di Provinsi Kalimantan Timur 92,6 % merupakan perkebunan rakyat dan 7,4 % lainnya dibudidayakan oleh perusahaan negara maupun swasta. Produksi biji kakao kering Kalimantan Timur dengan mutu unfermented sebagian besar dipasarkan di Sabah Malaysia. Khususnya yang
- 22 -
dihasilkan oleh petani Kalimantan Timur bagian utara. Produk petani perkebunan kakao lainnya dipasarkan sebagai perdagangan antar pulau ke Makassar untuk selanjutnya dipasarkan kepasaran Amerika Serikat. Sebagaimana komoditi pertanian lainnya, harga biji kakao kering selalu mengalami pasang surut yang tergantung kepada harga pasaran dunia. Pada saat nilai dolar pada rupiah tinggi, harga kakao juga melambung sehingga pendapatan petani meningkat. Dalam upaya mendorong perluasan tanaman kakao di Kalimantan Timur, Dinas Perkebunan selain memberikan bimbingan juga memberikan bantuan bibit unggul, sarana produksi dan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) perkebunan. 3.2. Teknis produksi
3.2.4. Pemupukan
Pupuk yang digunakan pada umumnya harus mengandung unsur-unsur Nitrogen, Phospat dan Kalium dalam jumlah yang cukup pupuk dan unsur-unsur mikro lainnya yang diberikan dalam jumlah kecil. Ketiga jenis tersebut di pasaran dijual sebagai pupuk Urea atau ZA, Triple Super Phospat (TSP) dan KCl. Selain pupuk tunggal, dipasaran juga tersedia pupuk majemuk, yang umumnya berbentuk tablet atau briket dan didalamnya, selain mengandung unsur NPK, juga unsur-unsur mikro. Penggunaan pupuk tersebut, walaupun harganya relatif lebih mahal dari pupuk tunggal, akan mengurangi penggunaan tenaga kerja.
- 23 -
Pemberian pupuk dilakukan 2 - 3 kali per tahun dengan meletakkan pupuk tersebut di dalam tanah (sekitar 10 - 20 cm dari permukaan tanah) dan disebarkan di sekeliling tanaman.
Tabel 12. Kriteria Kesesuain Lahan Untuk Kakao
Kriteria ELEVASI (m dpl) 1. KakaoMulia 2. Kakao lindak CURAH HUJAN 1. Bulan kering (< 60 mm/bln ) 2. Rata-rata tahunan (mm) KONDISI TANAH 1. Drainase tanah Penilaian S1 0-600 0-300 S2 600-700 300-450 S3 700-800 450-600 N > 800 > 600
0-1 1500-2500
1-3 1250-1500 2500-3000 Agak terhambat, Agak baik. Pasir berlempung, Liat berpasir
>5 < 1100 >4000 Sangat terhambat, Terhambat kerikil Pasir, liat masif
Baik
2. Tekstur tanah
Lempung berpasir, Lempung liat berpasir, Lempung berdebu, Debu lempung berliat, Lempung liat berdebu > 150 0 -8
3. Kedalaman perakaran (cm) 4. Lereng (%) SIFAT KIMIA TANAH 1. KPK (me/100 gr tanah) 2. pH 3. C organik (%) KETERSEDIAN UNSUR HARA 1. N total 2. P2O5 tersedia 3. K2O tersedia TOKSITAS 1. Salinitas (mmhos/cm) 2. Kejenuhan AI (%)
150 100 8 15
> 15 6,0 7,0 2-5 Sedang- sangat tinggi Sedang- sangat tinggi Sedang- sangat tinggi
5 10 7,5 8,0 4,0 - 5,0 0,5 - 1 Sangat rendah Sangat rendah Sangat rendah
<1 <5
1-3 5-20
3-6 20-60
>6 >60
- 24 -
tersebut disebabkan oleh cendawan Oncobasidium thebromae. Selain itu juga sering dijumpai penyakit busuk buah yang disebabkan oleh Phytoptora sp. Insektisida yang digunakan untuk pemberantasan ulat jengkal, kutu putih dan belalang antara lain adalah Decis, Supracide, Lebaycide, Coesar dan Atabron. Helopletis sp dapat diberantas dengan Lebaycide, Cupraycide dan Decis. Adapun fungisida yang sering digunakan untuk memberantas penyakit jamur upas dan jamur akar adalah Bayleton dan Meneb.
- 25 -
Sesudah perendaman, dilakukan pencucian. Tujuan pencucian untuk mengurangi sisa-sisa pulp yang masih menempel pada biji dan mengurangi rasa asam pada biji. Bila kulit biji masih ada sisa-sisa pulp, biji mudah menyerap air dari udara sehingga mudah terserang jamur dan juga memperlambat proses pengeringan. e. Pengeringan Tujuan pengeringan adalah untuk menurunkan kadar air biji dari 60 % sampai pada kondisi dimana kandungan air dalam biji tidak dapat menurunkan kualitas biji dan biji tidak dapat ditumbuhi cendawan. Pengeringan yang terbaik adalah dengan sinar matahari. Untuk mengeringkan biji sampai pada kadar airnya mencapai 7 8 % diperlukan waktu 2 3 hari, tergantung dari kondisi cuaca. Jika cuaca tidak memungkinkan, pengeringan dapat dilakukan dengan alat pengering buatan. f. Kualitas Biji Kakao Kualitas biji kakao ditentukan berdasarkan standar uji yang berlaku, yaitu menurut SP-45-1976 yang direvisi bulan Februari 1990 atas usulan dari Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo). Dalam penentuan kualitas tersebut, yang dimaksud dengan biji kakao adalah biji tanaman kakao (Theobroma cacao L.) yang telah difermentasikan, dibersihkan dan dikeringkan. Parameter kualitas biji kakao dan cara ujinya dapat dilihat pada Tabel 13. sedangkan standar mutu biji kakao dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 13. Parameter Umum Kualitas Biji Kakao Karakteristik Kadar air (%) Biji berbau asap dan atau Abnormal dan atau berbau asing Serangga hidup Kadar biji pecah dan atau pecahan biji dan atau pecahan kulit (% b/b), maks. Kadar benda asing (% b/b), maks. Syarat 7,50 Tidak Ada Tidak Ada 3 0 Cara Pengujian SP-SMP-345-1985 ISO 2291 - 1980 Organoleptik Visual SP-SMP-346-1985 SP-SMP-346-1985
- 26 -
Tabel 14. Standar Nasional Indonesia (SNI) biji kakao (SNI 01-232-2000) Khusus No. 1 2 3 4 5 6 7 8 Karakteristik Jumlah biji / 100 g Kadar air (% b/b) maks. Berjamur (% b/b) maks. Tak terfermentasi (% b/b) maks. Berserangga, hampa, berkecambah (% b/b) maks. Biji pecah (% b/b) maks. Benda asing (% b/b) maks. Kemasan (kg) netto / karung Mutu I * 7,5 3 3 3 3 0 62,5 Mutu II * 7,5 4 8 6 3 0 62,5 Sub Standar * >7,5 >4 >8 >6 3 0 62,5
Sumber : KADIN Indonesia (2007) Keterangan: *) Ukuran biji ditentukan oleh jumlah biji per 100 g AA jumlah biji per 100 gram maksimum 85 A jumlah biji per 100 gram maksimum 100 B jumlah biji per 100 gram maksimum 110 C jumlah biji per 100 gram maksimum 120 Substandar jumlah biji per 100 gram maksimum > 120 Untuk kakao jenis mulia notasinya dengan F (Fine Cocoa)
- 27 -
- 28 -
- 29 -
Selain hotel, di Kalimantan Timur terdapat pula restoran sebanyak 912 buah. Keberadaan hotel dan restoran ini mendukung fasilitas bagi investor.
4.1.7. Jalan/Transportasi
Untuk memperlancar arus lintas bahan input maupun hasil produksi pertanian termasuk kakao telah dibangun jalan lintas kalimantan yang terdiri 3 poros, yaitu poros selatan, tengah dan utara. Infrastruktur perhubungan darat yang tersedia telah memadai untuk angkutan antar kota dalam Provinsi maupun antar kota antar Provinsi. Pembangunan jembatan seperti jembatan Dondang dan Mahakam II yang memperpendek jarak jarak tempuh Samarinda-Balikpapan merupakan bagian dari pembangunan highway Bontang-Samarinda-Balikpapan. Pembangunan jalan lintas utara Kalimantan Timur yaitu Sangata, Kutai Timur dan Tanjung Redeb, Berau akan mempercepat arus angkutan barang/jasa.
4.1.8. Perbankan/Asuransi
Lembaga perbankan di Kalimantan Timur pada tahun 2004 berjumlah 223 unit yang tersebar di kabupaten/kota di Kalimantan Timur. Posisi kredit yang telah tersalurkan kepada sektor usaha berjumlah Rp 8 trilyun. Posisi kredit untuk wilayah Bontang berjumlah 815,044 milyar, Berau sebesar Rp 477,61 milyar dan Kutai Timur sebesar Rp 350,514 milyar. Di Kabupaten Berau terdapat 9 unit bank. Di Kabupaten Kutai Timur terdapat 4 unit bank dengan 3 unit bank pemerintah dan 1 unit bank swasta serta lembaga non perbankan 188 koperasi. Ada 3 lembaga asuransi yaitu Asuransi Bumi Putera, Asuransi Jiwasraya dan Asuransi Jiwa Mubarakah.
- 30 -
- 31 -
1. Kebijakan peningkatan produktivitas Kebijakan peningkatan produktivitas ini diimplementasikan lewat serangkaian program sebagai berikut: Program Intensifikasi Tanaman pada sentra produksi kakao rakyat Kegiatan pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) di wilayah yang sudah terserang dan melakukan tindakan preventif (sarungisasi buah kakao) dan kuratif bagi daerah yang belum terserang dengan memanfaatkan sistem peraturan karantina serta penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) secara maksimal serta meningkatkan kegiatan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT). Kegiatan penggunaan benih dari varietas tahan PBK yang direkomendasikan oleh Pusat Penelitian Kopi Kakao Indonesia. Pengembangan areal tetap dilanjutkan dan diutamakan untuk mencapai skala ekonomi pada lokasi yang secara agroekologi cocok untuk pengembangan kakao baik secara tumpang sari di antara kakao maupun pada areal tanaman baru. Bibit menggunakan jenis-jenis klon unggul yang dihasilkan oleh Lembaga Penelitian dan digunakan cara vegetatif dengan memanfaatkan sumber bahan tanaman dari kebun-kebun entres yang ada. Program rehabilitasi dan peremajaan tanaman yang dilakukan pada tanaman rusak atau tanaman tua dengan cara sambung samping menggunakan klon-klon unggul disertai dengan pemeliharaan yang intensif dan efisien.
2. Kebijakan pemberdayaan petani Kebijakan pemberdayaan petani diimplementasikan lewat serangkaian program sebagai berikut: Program penumbuhan kelembagaan petani dan kelembagaan usaha, khususnya di sentra-sentra produksi dan pengembangan kakao. Penumbuhan penangkar benih dalam rangka penyediaan benih unggul kakao dikembangkan model waralaba. Program pelatihan dan pendampingan memanfaatkan peluang bisnis yang ada. untuk meningkatkan kemampuan petani dalam rangka
Program peningkatan ketrampilan petani untuk mencegah meluasnya serangan hama PBK melalui kegiatan SL-PHT secara intensif.
3. Kebijakan penataan kelembagaan Kebijakan penataan kelembagaan ini diimplementasikan lewat serangkaian program sebagai berikut: Program fasilitasi lembaga keuangan pedesaan, sehingga dapat terjangkau oleh petani pekebun. Program pengembangan dan pemantapan networking and sharing, khususnya CCDC ( Cooperative Commodity Development Center ).
4. Kebijakan pengolahan dan pemasaran hasil Kebijakan pengolahan dan pemasaran hasil diimplementasikan lewat serangkaian program sebagai berikut: Program pengembangan dan desiminasi teknologi pengolahan hasil.
- 32 -
Program fasilitasi penyediaan sarana pengolahan hasil khususnya yang dapat dioperasikan di tingkat petani. Program peningkatan mutu hasil baik hasil utama maupun hasil lanjutan. Program penerapan SNI wajib segera dilaksanakan setelah fasilitas pendukungnya terpenuhi dan diterapkan secara disiplin baik untuk kakao yang dipasarkan didalam negeri maupun untuk ekspor. Program pemanfaatan limbah kakao sebagai pakan ternak, dll. Program peningkatan dan pemantapan kelembagaan pemasaran mulai tingkat petani sampai pemasaran ekspor. Program pengembangan pemasaran dalam negeri, melalui kegiatan pengembangan sistem informasi pemasaran, pengembangan sistem jaringan dan mekanisme serta usaha-usaha pemasaran. Program pengembangan pemasaran internasional, melalui kegiatan pengembangan analisis peluang dan hambatan ekspor serta pengendalian impor produk perkebunan, pengembangan kerjasama internasional di bidang pemasaran hasil perkebunan, peningkatan promosi dan proteksi. Program pengembangan sarana pengolahan hasil perkebunan, melalui kegiatan penyiapan paket usulan kebijakan yang terkait dengan pengembangan sarana pengolahan hasil perkebunan rakyat skala kecil (mini plant) dan skala menengah/besar. Kebijakan pemantapan infrastruktur diimplementasikan lewat serangkaian program sebagai berikut:
5. Kebijakan pemantapan infrastruktur Program peningkatan infrastruktur jalan dan jembatan khususnya untuk menjangkau sentra-sentra produksi kakao. Program peningkatan sarana gudang dan pelabuhan yang menjangkau sentra produksi kakao. Program peningkatan sarana listrik dan komunikasi yang dapat diakses oleh petani perkebunan. Program pengembangan sentra-sentra pemasaran kakao (terminal agribisnis) di wilayah pengembangan kakao.
- 33 -
dan di sekitar areal kegiatan perkebunan. Pemanfaatan lahan-lahan yang kurang produktif atau lahan-lahan tidur, merupakan nilai positif penting dari kegiatan perkebunan kakao. Melalui pemanfaatan lahan tersebut, maka kondisi ekosistem lahan yang sebelumnya mempunyai dukung rendah (produktivitas rendah) dapat diperbaiki dan dapat ditingkatkan fungsinya, selanjutnya akan memberikan dampak positif terhadap beberapa parameter lingkungan ikutan, seperti terhadap ketersediaan air permukaan dan air tanah. Dampak negatif dari kegiatan perkebunan dapat terjadi pada tahap-tahap awal perencanaan lahan dan pembukaan lahan/pengolahan tanah (dengan alat berat), khususnya berkaitan dengan masalah kepemilikan dan ganti rugi lahan, erosi, kompaksi tanah dan penurunan kesuburan tanah serta sedimentasi sungai yang terjadi pada awal pembukaan lahan. Merujuk pada peraturan perundangan yang berlaku, maka diwajibkan kepada pengelola perkebunan (dengan luas 6000 ha) untuk melakukan studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Usaha budidaya perkebunan wajib memiliki IUP, diberikan oleh Bupati/ Walikota; IUP berlaku selama 30 tahun dan dapat diperpanjang dengan periode waktu yang sama; Untuk memperoleh IUP, perusahaan harus menyampaikan permohonan kepada Bupati/Walikota melalui Kepala Dinas; Perusahaan pemohon IUP harus melengkapi persyaratan permohonan berupa: a. Akte pendirian perusahaan dan perubahannya; b. Proposal mengenai usaha yang akan dijalankan yang telah disetujui oleh Kepala Dinas; c. Rencana kerja usaha perkebunan; d. Dokumen AMDAL sesuai ketentuan yang berlaku; e. Rekomendasi dari dinas teknis; f. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD);
- 34 -
g. Surat keterangan domisili kantor perusahaan; h. Peta calon usaha dengan skala 1 : 100.000. i. Menyetor uang jaminan kesungguhan pada Bank yang ditunjuk sebesar Rp 15.000,- (Lima belas ribu rupiah) untuk setiap 1 ha luasan areal. 7. Dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan diterima dengan lengkap, pejabat pemberi IUP harus memutuskan IUP tersebut dapat diberikan atau ditolak. Selanjutnya izin usaha industri perkebunan harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1. 2. 3. Untuk melaksanakan kegiatan usaha industri perkebunan wajib memperoleh izin tertulis dari Bupati; Izin usaha industri perkebunan dapat diberikan kepada pihak-pihak sebagaimana tercantum dalam Peraturan Daerah; Untuk memperoleh izin, perusahaan harus menyampaikan permohonan kepada Bupati/Walikota melalui kepada dinas dengan melengkapi: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. 4. Akte pendirian perusahaan dan perubahannya; Proposal mengenai usaha yang akan dijalankan yang telah disetujui oleh Kepala Dinas; Rencana kerja usaha perkebunan; Dokumen AMDAL sesuai ketentuan yang berlaku; Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD); Surat keterangan domisili kantor perusahaan; Izin lokasi bagi perusahaan bukan pemilik kebun sumber bahan baku industri; Analisis kelayakan usaha; Kepastian pasokan bahan baku; Izin HO/gangguan dari pejabat berwenang.
Dalam waktu 2 (dua) bulan setelah permohonan diterima dengan lengkap, pejabat pemberi izin harus memutuskan permohonan izin tersebut dapat diberikan atau ditolak.
Selain peraturan perundangan yang berkaitan dengan kegiatan usaha perkebunan, maka pemrakarsa kegiatan hendaknya juga memahami tentang tata cara penanaman modal dalam negeri, yaitu; I. Surat Permohonan (Blangko Model 1/PMDN) dan ditanda tangani diatas materai Rp. 6,000.- oleh pemohon dibuat rangkap dua dengan dilampiri persyaratan sbb: 1. Bukti Diri Pemohon: a. Photo copy Akte Pendirian (PT, BUMN, BUMD, CV, Firma dll); b. Photo copy Anggaran Dasar bagi Badan Usaha Koperasi; c. Photo copy KTP; 2. Photo copy Nomor Wajib Pajak (NPWP) Pemohon; 3. Proposal Proyek atau Bidang Usaha yang dimohon dan atau rencana kegiatan dari awal penanaman modal hingga pemasaran hasil produksi. 4. Peta Lokasi Proyek Skala 1 : 100.000. 5. Persyaratan dan atau ketentuan sektoral yaitu, rekomendasi dari : 1). Lurah/Kades; 2). Camat; 3). Instansi Teknis yang menjelaskan tentang bahwa lokasi yang dimohon tidak bermasalah dan layak untuk proyek dimaksud seperti rekomendasi dari : a. Dinas Kehutanan;
- 35 -
b. Dinas Perkebunan; c. Dinas Pertanian dan Peternakan; d. Badan Pertanahan Nasional; e. Dinas/Instansi lainnya yang berkaitan dengan proyek yang dimohon. 6. Laporan keuangan dan atau akuntabilitas; 7. Pernyataan bersedia berkantor pusat di Kota/Kabupaten; 8. Surat Kuasa dari yang berhak apabila permohonan bukan dilakukan oleh pemohon sendiri. 9. Kesepakatan/perjanjian kerjasama untuk bermitra dengan Usaha Kecil yang antara lain memuat : 1. Nama dan alamat masing-masing pihak; 2. Pola kemitraan yang akan digunakan; 3. Hak dan Kewajiban masing-masing pihak; 4. Bentuk pembinaan yang akan diberikan kepada usaha kecil; 5. Hal-hal lain yang dianggap perlu. 10. Akte Pendirian atau perubahannya mengenai penyertaan usaha kecil sebagai pemegang saham, apabila kemitraan dalam bentuk penyertaan saham; 11. Surat pernyataan diatas materai dari usaha kecil yang menerangkan bahwa yang bersangkutan memenuhi kriteria usaha kecil sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995. II. Setelah Permohonan diterima di Bagian Perekonomian & Penanaman Modal Setda Kota/Kabupaten, yang selanjutnya Permohonan diperiksa kelengkapannya/ lampirannya oleh Sub Bagian Penanaman Modal dan BUMD. III. Setelah lampiran sudah lengkap, maka proposal dipresentasikan oleh Investor dengan biaya sendiri untuk dipresentasikan dihadapan pejabat Pemerintah Kota/Kabupaten dan bila dianggap perlu juga diundang dari DPRD, Unsur Organisasi dalam masyarakat, Unsur Mahasiswa, LSM dll. IV. Hasil Presentasi dinilai oleh Bagian Perekonomian dan Penanaman Modal atas persetujuan Pemerintah Kota/Kabupaten.
- 36 -
ANALISIS FINANSIAL
Asumsi
Perhitungan analisis kelayakan usahatani budidaya kakao berdasarkan beberapa asumsi sebagai berikut; Luas lahan Jarak tanam Banyaknya tanaman Mutu hasil Umur Proyek : : : : : 10.000 ha 3 x 3 m (tanah datar) dan 2 x 4 m (tanah miring) 1.100 1.250 tanaman per ha Berat biji kering 1 1,2 g/biji, kandungan lemak 50 % dan kulit ari + 12 % 23 tahun
Berdasarkan tinjauan lapangan dan penelitian para ahli lainnya, tingkat produksi kakao berfluktuasi. Produksi mengalami kenaikan yang tajam pada umumnya terjadi pada tahun ke-7 sampai tahun ke-15. Pada tahun berikutnya, produksi mengalami penurunan. Sedangkan perkembangan harga kakao ditentukan berdasarkan harga minimal dan diasumsikan terus meningkat setiap tahunnya.
Tabel 15. Produksi, harga, dan penerimaan kakao berdasarkan tahun Tahun panen 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Volume (kg / ha / tahun) Harga (Rp / kg) 1 ha Revenue (Rp) 10.000 ha
400 650 900 1.100 1.250 1.350 1.500 1.600 1800 1900 2000 2000 2000 1900 1800 1700 1600 1400
9250 9250 9250 9250 9500 9500 9500 9500 9750 9750 9750 9750 10000 10000 10000 10000 11500 11500
3.700.000 6.012.500 83.25.000 10.175.000 11.875.000 12.825.000 14.250.000 15.200.000 17.550.000 18.525.000 19.500.000 19.500.000 20.000.000 19.000.000 18.000.000 17.000.000 18.400.000 16.100.000
37.000.000.000 60.125.000.000 83.250.000.000 101.750.000.000 118.750.000.000 128.250.000.000 142.500.000.000 152.000.000.000 175.500.000.000 185.250.000.000 195.000.000.000 195.000.000.000 200.000.000.000 190.000.000.000 180.000.000.000 170.000.000.000 184.000.000.000 161.000.000.000
- 37 -
Tahun panen 21 22 23
Kebutuhan Biaya
Biaya investasi kebun digunakan untuk investasi tanaman dan non tanaman, perincian biaya investasi untuk per ha dan 10.000 ha (1 Kimbun) kebun kakao dapat dilihat pada Tabel 16. berikut.
Tabel 16. Kebutuhan Biaya Investasi Kebun Kakao KEBUTUHAN BIAYA A. INVESTASI TANAMAN - Tahun 0 (TBM 0) - Tahun 1 (TBM 1) - Tahun 2 (TBM 2) B. INVESTASI NON TANAMAN Total Investasi Tanaman + Non Tanaman (selama 0-2 tahun) (Rp/ha) 13.787.400 2.777.500 2.515.000 (Rp/10.000 ha) 137.874.000.000 27.775.000.000 25.150.000.000 3.224.000.000 194.023.000.000
322.400
19.402.300
Biaya investasi tanaman pada tahun ke-0 (TBM 0) digunakan untuk pembukaan lahan (land clearing), penanaman tanaman pelindung dan tanam kakao. Sedangkan untuk Tahun 1 dan ke-2 digunakan untuk perawatan tanaman, seperti penyulaman, pemupukan dan pencegahan hama dan penyakit. Untuk membantu pendanaan dana investasi, diasumsikan mendapat fasilitas kredit bank 50 %, sedangkan sisanya dipenuhi dengan modal sendiri. Sebagai konsekwensi dari pinjaman bank dibebankan angsuran dan bunga bank dipatok 14 %. Investasi non-tanaman digunakan untuk pembangunan prasarana, seperti bangunan, lahan, perizinan, pemetaan dan tenaga kerja pendukung sebagainya. Sedangkan besarnya biaya operasional rutin secara reguler dibutuhkan dengan jumlah yang tetap tanpa memperhatikan inflasi adalah Rp 39.640.000.000. Biaya ini dipergunakan untuk pemupukan, penyiangan, penyulaman, pemangkasan, pemanenan, dan pasca panen.
- 38 -
Tabel 17. Proyeksi rugi laba budidaya kakao berdasarkan tahun Tahun 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Total Hasil penjualan 0 0 0 37.000.000.000 60.125.000.000 83.250.000.000 101.750.000.000 118.750.000.000 128.250.000.000 142.500.000.000 152.000.000.000 175.500.000.000 185.250.000.000 195.000.000.000 195.000.000.000 200.000.000.000 190.000.000.000 180.000.000.000 170.000.000.000 184.000.000.000 161.000.000.000 138.000.000.000 115.000.000.000 92.000.000.000 3.004.375.000.000 Biaya produksi kebun 139.874.000.000 28.387.000.000 25.762.000.000 53.539.323.636 53.101.280.000 52.663.236.364 52.225.192.727 51.787.149.091 51.349.105.455 50.911.061.818 50.473.018.182 50.034.974.545 49.596.930.909 49.158.887.273 48.720.843.636 48.282.800.000 47.844.756.364 47.406.712.727 46.968.669.091 46.530.625.455 46.092.581.818 45.654.538.182 45.216.494.545 44.778.450.909 1.226.359.632.727 Laba (rugi) kotor -139.874.000.000 -28.387.000.000 -25.762.000.000 -16.539.323.636 7.023.720.000 30.586.763.636 49.524.807.273 66.962.850.909 76.900.894.545 91.588.938.182 101.526.981.818 125.465.025.455 135.653.069.091 145.841.112.727 146.279.156.364 151.717.200.000 142.155.243.636 132.593.287.273 123.031.330.909 137.469.374.545 114.907.418.182 92.345.461.818 69.783.505.455 47.221.549.091 1.778.015.367.273
Selama 23 tahun umur proyek, biaya yang dikeluarkan untuk budidaya tanaman kakao baik biaya investasi maupun biaya operasional adalah Rp 1.226.359.632.727 sedangkan penerimaan dari hasil penjualan diperoleh sebesar Rp 3.004.375.000.000 sehingga diperoleh laba usaha sebesar Rp 1.778.015.367.273.
- 39 -
B/C Ratio
Analisis B/C ratio adalah perbandingan antara total cash inflow terhadap total cash outflow. Gross B/C ratio ini menunjukkan gambaran berapa kali lipat benefit (penerimaan) akan diperoleh dari cost (biaya) yang dikeluarkan sebelum dikalikan dengan discount factor (DF). Hasil analisis menunjukkan nilai gross B/C ratio sebesar 2,45. Nilai ini menunjukkan bahwa benefit yang yang diperoleh 2,45 kali lipat dari cost yang dikeluarkan. Sedangkan Net B/C ratio ini menunjukkan gambaran berapa kali lipat benefit akan diperoleh dari cost yang dikeluarkan setelah dikalikan dengan DF sebesar 14 %. Berdasarkan perhitungan kelayakan usaha, nilai Net B/C ratio adalah 1,36 yang artinya benefit yang diperoleh adalah 1,36 kali lipat dari cost yang dikeluarkan.
Nilai BEP volume produksi kakao diperoleh pada tingkat produksi sebesar 5.294.182 Kg pertahun. Artinya, dengan tingkat harga rata-rata sebesar Rp 10.071,43 usaha budidaya kakao tidak akan mengalami kerugian atau mendapat keuntungan (impas) dengan hanya memproduksi biji kering kakao seberat 5.294.182 Kg pertahun. Sementara itu, kemampuan produksi biji kering kakao dengan luas tanam 10.000 ha dalam analisis ini mencapai 12.978.260,87 kg per tahun jauh lebih besar dibandingkan dengan BEP produksinya.
- 40 -
Payback period
Payback period diartikan sebagai jangka waktu kembalinya investasi yang telah dikeluarkan melalui keuntungan yang diperoleh dari suatu proyek. Hasil perhitungan analisis kelayakan usaha diperoleh nilai payback period terjadi tahun ke 7 lebih 8 bulan.
Analisis Sensitivitas
Analisis ini digunakan untuk mengetahui sensitivitas usaha budidaya kakao ketika ada perubahan tertentu yang mempengaruhi usaha. Asumsi kondisi usaha diambil apabila usaha budidaya kakao mengalami kenaikan biaya produksi sebesar 5 % dan harga jual turun 5 %. Selengkapnya tersaji dalam Tabel 20.
Tabel 19 . Analisis sensitivitas kelayakan usaha budidaya kakao Kriteria Investasi Biaya naik 5 % Gross B/C ratio Net B/C Ratio Net Present Value (NPV) (Rp) Internal Rate of Return (IRR) Payback Period (PBP) 2,33 1,29 138.050.066.684 32,87 9 tahun Sensitivitas Harga jual turun 5 % 2,25 1,25 118.053.005.994 31,58 9 tahun 3 bulan
Hasil analisis menunjukkan bahwa kenaikan biaya produksi naik 5 % dan harga jual kakao turun sebesar 5 %, usaha kakao masih menguntungkan dan tetap layak untuk dilaksanakan. Hal ini tercermin dari nilai-nilai kriteria investasi yang menunjukkan kelayakan usaha ini. Hasil analisis sensitivitas sebagaimana Tabel diatas ditunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan biaya produksi sebesar 5 % dan harga jual kakao turun 5 %, nilai Net BC ratio masing-masing 1,29 dan 1,25 lebih besar dari 1, berarti net benefit yang diperoleh dari usaha budidaya kakao adalah 1,29 dan 1,25 kali lipat dari cost yang dikeluarkan. Jangka waktu kembalinya investasi yang telah dikeluarkan melalui keuntungan yang diperoleh dari suatu proyek juga tergolong tidak berubah
- 41 -
jauh. Hal ini ditunjukkan oleh nilai payback period terjadi tahun ke 9 jika biaya produksi mengalami kenaikan 5 % dan 9 tahun 3 bulan apabila harga jual mengalami penurunan sebesar 5 %. Hasil perhitungan NPV pada discount factor 14 % menunjukan nilai NPV masing-masing sebesar Rp 138.050.066.684 dan Rp 118.053.005.994 yang artinya nilai NPV > 1. Hal ini berarti proyek poengembangan kakao layak untuk diusahakan. Berdasarkan hasil analisis perhitungan IRR juga diperoleh nilai 32,87 % dan 31,58 %. Apabila diasumsikan bunga bank yang berlaku adalah 14 % maka proyek tersebut menguntungkan dan layak untuk diusahakan, karena nilai IRR jauh lebih besar dibandingkan dengan suku bunga tersebut.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kenaikan biaya produksi dan harga jual sapi potong dan pupuk organic turun sebesar 10 %, usaha sapi potong masing menguntungkan dan tetap layak untuk dilaksanakan. Hal ini tercermin dari nilai-nilai criteria investasi yang menunjukkan kelayakan.Hasil analisis sensitivitas sebagaimana TabelTabel diatas ditunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan biaya produksi sebesar 10 % dan harga jual sapi potong dan pupuk organic pun, nilai Net BC ratio masing-masing 2,75 dan 2,46 lebih besar dari 1, berarti benefit yang diperoleh adalah 2,75 dan 2,46 kali lipat dari cost yang dikeluarkan. Jangka waktu kembalinya investasi yang telah dikeluarkan melalui keuntungan yang diperoleh dari suatu proyek juga tergolong pendek . Hal ini ditunjukkan oleh nilai payback period terjadi tahun ke 5. Hasil perhitungan NPV pada discount factor 14 % menunjukan nilai NPV masing-masing sebesar Rp 5.415.178.946,00 dan Rp 4.468.455.481,00 yang artinya nilai NPV > 1. Hal ini berarti proyek poengembangan sapi potong layak untuk diusahakan. Berdasarkan hasil analisis perhitungan IRR juga diperoleh nilai 32,18 % dan 26,66 % . Apabila diasumsikan bungna bank yang berlaku adalah 14 % maka proyek tersebut menguntungkan dan layak untuk diusahakan, karena nilai IRR jauh lebih besar dibandingkan suku bunga tersebut.
- 42 -
PENUTUP
Berdasarkan pemaparan mengenai peluang investasi budidaya kakao di Kalimantan Timur, terlihat jelas bahwa wilayah Kalimantan Timur antara lain Berau, Kutai kertanegara, Kutai Timur dan Nunukan memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa investasi usaha budidaya kakao di Provinsi Kalimantan Timur menguntungkan dan layak untuk diusahakan. Para investor tidak perlu ragu menanamkan modalnya untuk investasi di bidang ini. Ditinjau dari aspek teknis maupun ekonomis serta dukungan pemerintah daerah setempat yang kuat akan memudahkan bagi para investor berusaha. Jika diperlukan informasi lebih lanjut tentang investasi budidaya kakao dapat melakukan kontak ke alamat yaitu: 1. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Jl. Gatot Subroto 44 Jakarta 12190-Indonesia PO Box 3186 Telp. +62-021-5252008, 5254981, Fax +62-0215227609, 5254945, 5253866 E-mail : sysadm@ bkpm.go.id Website : http://www.bkpm.go.id 2. Badan Perijinana dan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) Provinsi Kalimantan Timur Jl Basuki Rahmat No 56 Samarinda KALTIM 75117 Telp. 62-0541-743235 743446 Fax : 0541-736446 E-mail : Humas@bppmd.kaltimprov.go.id Website : http://www.bppmd.kaltimprov.go.id 3. Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur Jl. MT Haryono Samarinda Kalimantan Timur Telp. 0541-736852/748660, Fax. 0541-748382
- 43 -
DAFTAR PUSTAKA
Bank Indonesia (2004) Aspek pemasaran kakao di Kalimantan http://www.bi.go.id/sipuk/im/ind/kakao/pemasaran. Diakses pada 17 Nopember 2007. Timur.
BAPPEDA Provinsi Kalimantan Timur (2006) Kalimantan Timur Dalam Angka 2006. BAPPEDA Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda. Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur (2007) Data Iklim Kalimantan Timur. Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda. Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur (2007a) Statistik Perkebunan Kalimantan Timur 2006. Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda. Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur (2007b). Laporan Tahunan Dinas Perkebunan Kalimantan Timur 2006. Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda. Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur (2007) Petunjuk pelaksanaan program revitalisasi perkebunan Kalimantan Timur 2007. Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda. Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian (2006) Statistik Perkebunan 2006. Ditjen Perkebunan Departemen Pertanian, Jakarta, Hatta S (1992) Budidaya, Pengolahan Hasil dan Aspek Ekonominya. Kanisius, Yogyakarta. KADIN Indonesia (2007) Pengolahan kakao. http://www.kadin-indonesia.or.id/ enm/images/dokumen/KADIN104-1605-13032007.pdf. Diakses pada 27 Nopember 2007. Poedjiwidodo Y (1996) Sambung samping kakao. Tribis Agriwidya, Ungaran. Pusat Penelitian kopi dan kakao Indonesia (2004) Panduan Lengkap Budidaya Kakao. Agromedia Pustaka, Jakarta. Siregar T (1989) Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Coklat. Penebar Swadaya, Jakarta. Susanto FX (1994) Tanaman Kakao Budidaya dan Pengolahan Hasil. Kanisius, Yogyakarta. The International Cocoa Organization (ICCO) (2007) International Cocoa Organization Annual Report 2005/2006. ICCO, London.
- 44 -
- 45 -
1.
P E R M O H O N A N
Akte perusahaan atau KTP bagi perorangan Copy NPWP Proses dan flowchart
Uraian produksi / kegiatan usaha Surat kuasa, apabila bukan ditandatangani Direksi
2. PERSETUJUAN Surat Persetujuan - Surat kuasa apabila bukan PENANAMAN ditandatangani untuk Direksi PMDN
RENCANA PERUBAHAN - Perubahan bidang usaha atau produksi - Perubahan investasi - Perubahan/pertambahan TKA - Perubahan kepemilikan saham - Preusan PMA atau PMDN atau non PMA/PMDN - Perpanjangan WPP - Perubahan status - Pembelian saham preusan PMDN dan non PMA/PMDN oleh asing atau sebaliknya
3.
PERIZINAN PELAKSANAAN
Kelengkapan - Copy akte perusahaan - Copy IMB - Copy izin UUG/HO - Copy sertifikat hak atas tanah - LKPM - RKL/RPL atau UKL/UPL atau SPPL BAP - Copy SP PMDN atau SP PMA dan perubahannya - RKL/RPL atau UKL/UPL atau SPPL BAP - Copy SP PMDN atau SP PMA dan perubahannya