You are on page 1of 37

OKSIGENASI

Oksigen dibutuhkan untuk mempertahankan kehidupan. Perawat seringkali menemukan klien yang tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigennya. Fungsi sistem pernapasan dan jantung adalah menyuplai kebutuhan oksigen tubuh. Fisiologi jantung mencakup pengaliran darah yang membawa oksigen dari sirkulasi paru ke sisi kiri jantung dan jaringan serta mengalirkan darah yang tidak mengandung oksigen ke sistem pulmonar. Fisiologi pernapasan meliputi oksigenasi tubuh melalui mekanisme ventilasi, perfusi, dan transpor gas pernapasan. Pengaturan saraf dan kimiawi mengontrol fluktuasi dalam frekuensi dan kedalaman pernapasan untuk memenuhi perubahan kebutuhan oksigen jaringan.

FISIOLOGI KARDIOVASKULAR
Fungsi sistem jantung ialah mengantarkan oksigen, nutrien, dan substansi lain ke jaringan dan membuang produk sisa metabolisme selular melalui pompa jantung, sistem vaskular sirkulasi, dan intergrasi sistem lainnya (mis. sistem pernapasan, pencernaan, dan ginjal) (McCance dan Huether, 1994).

Struktur dan Fungsi


Ventrikel kanan memompa darah melalui sirkulasi pulmonar, sedangkan ventrikel kiri memompa darah ke sirkulasi sistemik yang menyediakan oksigen dan nutrien ke jaringan dan membuang sampah dari tubuh. Peristiwa yang terjadi pada jantung berawal dari permulaan sebuah denyut jantung sampai berakhirnya denyut jantung berikutnya disebut siklus jantung. Siklus jantung terdiri atas satu periode relaksasi yang disebut diastole, yaitu periode pengisian jantung dengan darah, yang diikuti oleh satu periode kontraksi yang disebut sistol.

1. Pompa miokard
Kerja pompa jantung sangat penting untuk mempertahankan aliran oksigen. Efektifitas pompa yang menurun, dan kondisi kardiomiopati menyebabkan volume curah jantung

menurun serta penurunan volume darah yang dikeluarkan dari ventrikel. Pendarahan dan dehidrasi menurunkan keefektifan pompa dengan menurunkan volume darah yang bersirkulasi, sehingga menurunkan jumlah darah yang dikeluarkan dari vertikel. Kamar jantung diisi selama diastole dan dikosongkan selama sistole. Keefektifan keadaan diastolik dan sistolik dalam siklus jantung dapat dikaji dengan memantau tekanan darah klien. Serabut otot jantung (miokard) memiliki kontraktil yang memungkinkan akan meregang selama proses pengisian darah. Pada jantung yang sehat, regangan ini secara proposional berhubungan dengan kekuatan kontraksi. Saat miokard meregang, maka kekuatan kontraksi berikutnya akan meningkat. Peristiwa ini dikenal dengan hukum jantung Frank-Starling (Starling). Pada jantung yang mengalami gangguan, hukum Starling tidak berlaku karena tegangan miokard di luar batas fisiologi jantung. Respons kontraktil yang berikutnya mengakibatkan insufiensi semprotan ventrikular (volume) dan darah mulai terkumpul di paru-paru (gagal jantung kiri) atau sirkulasi sistemik (gagal jantung kanan).

2. Aliran Darah Miokard

Untuk mempertahankan aliran darah yang adekuat ke sirkulasi pulmonar dan sirkulasi sistemik, maka aliran darah miokard harus menyuplai oksigen dan nutrien yang cukup untuk miokardium itu sendiri. Aliran darah satu arah melalui jantung dipastikan oleh empat katup. Selama diastol ventrikular, katup antrioventrikular (mitral dan trikuspid) terbuka dan darah mengalir dari atrium dengan tekanan yang lebih tinggi ke dalam ventrikel yang relaksasi. Setelah pengisian ventrikular, maka akan di mulai fase sistol. Saat tekanan intraventrikular sistolik meningkat,

maka katup antrioventrikular akan menutup, sehingga mencegah aliran darah kembali ke dalam atrium dan kemudian kontraksi ventrikular dimulai. Selama fase sistolik, tekanan ventrikular meningkat, menyebabkan katup semilunar (aorta dan pulmonar) terbuka. Saat ventrikel mengeluarkan darah, maka tekanan intraventrikular menurun dan katup semilunar menutup sehingga mencegah aliran balik ke dalam ventrikel. Klien yang mengalami penyakit valvular mengalami aliran balik atau regurgitasi darah melalui katup yang tidak kompeten, sehingga menyebabkan suara murmur ketika sedang melakukan auskultasi.

3. Sirkulasi Arteri Koroner


Aliran darah melalui atrium dan ventrikel tidak menyuplai oksigen dan nutrien untuk miokardium itu sendiri. Sirkulasi koroner merupakan cabang sirkulasi sistemik yang menyuplai oksigen dan nutrien ke miokardium dan membuang sampah dari miokardium. Arteri ini muncul dari aorta tepat di atas dan di belakang katup aorta melalui muara, yang disebut ostium koroner. Suplai darah yang paling banyak mengaliri miokardium ventrikular kiri, yang mengandung lebih banyak otot dan yang paling banyak melakukan kerja jantung. Arteri koroner diisi selama diastole ventrikular (McCance dan Huether, 1994).

4. Sirkulasi Sistemik
Menghantarkan nutrien dan oksigen ke jaringan dan membuang sampah dari jaringan. Darah yang membawa oksigen mengalir dari ventrikel kiri melalui aorta. Pertukaran gas pernafasan, nutrien, dan sampah serta jaringan dioksegenasi terjadi di kapiler.

5. Pengaturan Aliran Darah

Curah jantung adalah jumlah darah yang dipompa keluar dari ventrikel kiri setiap menit. Normalnya, curah jantung adalah 4 sampai 6 liter permenit pada orang dewasa dengan BB 70 kg saat beristirahat.

CJ = VS x FDJ
Keterangan: CJ = Curah jantung. VS = Volume sekuncup. FDJ = Frekuensi denyut jantung.

Curah jantung pada lansia dapat dipengaruhi tegangan dinding arteri yang meningkat dan hipertrofi miokard yang sedang akibat peningkatan tekanan darah sistolik. Indeks jantung (IJ [CI]) merupakan kaedekuatan curah jantung untuk seseorang. IJ mempertimbangkan luas permukaan tubuh (BSA) klien. Volune Sekuncup adalah jumlah darah yang dikeluarkan dari ventrikel kiri pada setiap kontraksi. Volume ini dipengaruhi oleh jumlah darah di ventrikel kiri pada akhir diastole (preload), tahanan terhadap semprotan ventrikular kiri (afterload), dan kotrak-tilitas miokard. Preload merupakan akhir volume diastolik. Sedangkan Afterload merupakan tahanan terhadap semprotan ventrikular kiri. Tekanan aorta diastolik merupakan alat ukur afterload klinik yang baik. Kontraktilitas miokard mempengaruhi volume sekuncup dan curah jantung. Frekuensi denyut jantung mempengaruhi aliran darah karena adanya interaksi antara frekuensi dan waktu pengisian diastolik.

Sistem Konduksi
Relaksasi dan kontraksi atrium serta ventrikel yang berirama bergantung kepada transmisi implus listrik yang terorganisir dan kontinu. Implus ini digerakkan dan ditransmisi melalui sistem konduksi jantung. Sistem konduksi berasal dari nodus sinoatrial (SA), suatu sistem pacu jantung. Nodus SA terdapat di atrium kanan di sebelah pintu masuk vena kava

superior. Implus dimulai pada nodus SA pada kecepatan intrinsik 60-100 kali denyut per menit. Implus listrik kemudian ditransmisikan melalui atrium di sepanjang alur intraatrial ke nodus atrioventrikular (AV). Nodus AV memediasi implus antara atrium dan ventrikel. Nodus ini membantu pengosongan atrium dengan menghambat implus sebelum mentransmisinya melalui berkas His dan jaringan serat Purkinje ventrikular. Aktifitas listrik sistem konduksi direfleksikan dengan elektrokardiogram (EKG), EKG memantau keteraturan dan alur implus melalui sistem konduksi. Rangkaian normal pada EKG disebut irama sinus normal (ISN). ISN mengindikasikan implus, yang berasal dari nodus SA dan mengikuti rangkaian normal melalui sistem konduksi. Gelombang P merupakan konduksi listrik dari atrium. Interval PR mewakili waktu perjalanan implus melalui nodus AV, berkas His, dan ke serat Purkinje. Komplek QRS mengindikasikan implus listrik telah berjalan melalui ventrikel. Interval QT mewakili waktu yang dibutuhkan untuk depolarisasi ventrikular. Fisiologi Otot Jantung Jantung terdiri atas tiga tipe otot jantung yang utama, yakni: otot atrium, otot ventrikel, dan serat otot khusus penghantar rangsangan dan pencetus rangsangan. Tipe otot atrium dan ventrikel berkontraksi dengan cara yang sama seperti otot rangka, hanya saja lamanya kontraksi otot-otot tersebut lebih lama. Sebaliknya, serat-serat khusus penghantar dan pencetus rangsangan berkontraksi dengan lemah. Fisiologi anatomi otot jantung. Dari gambar ini seseorang akan langsung mengetahui bahwa otot jantung bergaris-garis dengan pola yang sama dengan pola yang terdapat pada otot rangka yang khas. Otot jantung juga mempunyai myofibril-miofibril tertentu yang mengandung filamen aktin dan miosin, yang hamper identik dengan filamen yang dijumpai di otot rangka.

FISIOLOGI PERNAFASAN
Sebagian besar sel dalam tubuh memperoleh energi dari reaksi kimia yang melibatkan oksigen dan pembuangan karbondioksida. Terdapat tiga langkah dalam proses oksigenasi, yakni: ventilasi, perfusi, dan difusi (McCance dan Huether, 1994). Supaya pertukaran gas dapat terjadi, organ, saraf, dan otot pernafasan harus utuh dan sistem saraf pusat mampu mengatur siklus pernafasan. Paru-paru merupakan struktur yang elastis yang akan mengempis seperti balon dan mengeluarkan semua udaranya melalui trakhea bila tidak ada kekuatan untuk mempertahankan pengembangannya. Juga, tdak terdapat pelekatan antara paru-paru dan dinding rangka dada kecuali pada bagian dimana paru-paru tergantung pada hilum dari mediastinumnya. Malahan, paru-paru mengapung dalam rongga toraks, dikelilingi oleh suatu lapisan yang bernama pleura. Pleura ada dua yakni pleura parietalis dan pleura viseralis. Rongga antar kedua pleura ini dinamakan cavum pleura. Di dalam cavum pleura terdapat cairan yang disebut cairan pleura. Empat peristiwa fungsional utama pada pernafasan: 1. Ventilasi paru 2. Difusi oksigen dan kabondioksida 3. Transport oksigen 4. Pengaturan ventilasi

Struktur dan Fungsi

Pernafasan dapat berubah karena kondisi atau penyakit yang mengubah struktur dan fungsi paru. Otot-otot pernafasan, rongga pleura , dan alveoli sangat penting untuk ventilasi, perfusi, dan pertukaran gas pernafasan.

a. Ventilasi Ventilasi merupakan masuk dan keluarnya udara antara atmosfir dan alveoli paru. Otot pernafasan inspirasi utama adalah diafragma. Diafragma dipersarafi oleh saraf frenik, yang keluar dari medulla spinalis pada vertebra servikal keempat. Paru-paru dapat dikembangkempiskan melalui dua cara,yakni: (1) diafragma bergerak turun naik untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada, dan (2) depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil diameter anteroposterior rongga dada. Kerja Pernafasan Pernafasan adalah upaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan membuat paru berkontraksi. Proses pernafasan meliputi dua hal,yakni inspirasi (menghirup oksigen) dan ekspirasi (mengeluarkan karbondioksida). Kerja pernafasan ditentukan oleh tingkat kompliansi paru, tahanan jalan nafas, keberadaan ekspirasi yang aktif, dan penggunaan otot-otot bantu pernafasan. Kompliansi merupakan kemampuan paru distensi (Dettenmeier, 1992) atau mengembang sebagai respon terhadap peningkatan tekanan intraalveolar. Tahanan jalan nafas merupakan perbedaan tekanan antara mulut dan alveoli terkait dengan kecepatan aliran gas yang diinspirasi. Ekspirasi merupakan proses pasif normal yang bergantung pada properti rekoil elastisdan membutuhkan sedikit kerja otot atau tidak sama sekali. Rekoil elastis dihasilkan oleh serabut elastis di jaringan paru dan oleh tegangan permukaan dalam cairan yang melapisi alveoli. Otot bantu pernafasan dapat meningkatkan volume paru selama inspirasi. Volume Paru Volume paru normal diukur melalui pemeriksaan fungsi pulmonar. Spirometri mengukur volume udara yang memasuki atau yang meninggalkan paru-paru. Jumlah surfaktan, tingkat kompliansi, dan kekuatan otot pernafasan mempengaruhi tekanan dan volume di dalam paru-paru.

Tekanan Gas bergerak ke dalam dan keluar paru karena ada perubahan tekanan. Tekanan intrapleura bersifat negatif daripada tekanan atmosfer. Supaya udara mengalir ke dalam paru-paru, maka tekanan intrapleura harus lebih negatif, dengan gradien tekanan antara atmosfer dan alveoli. Tekanan yang menyebabkan pergerakan udara ke dalam dan ke luar paru-paru adalah a. Tekanan pleura dan perubahannya selama pernapasan. b. Tekanan alveolus. c. Tekanan di arteri paru d. Tekanan kapiler paru
e. Tekanan atrium kiri dan vena paru

Perfusi
Fungsi utama sirkulasi paru adalah mengalirkan darah ke dan dari membran kapiler alveoli sehingga dapat berlangsung pertukaran gas. Sirkulasi pulmonar merupakan suatu reservoar untuk darah sehingga paru dapat meningkatkan volume darahnya tanpa peningkatan tekanan darah arteri atau vena pulmonar yang besar. Sirkulasi pulmonar juga berfungsi sebagai suatu filter, yang menyaring trombus kecil sebelum trombus tersebut mencapai organ-organ vital. Sirkulasi Pulmonar Sirkulasi pulmonar dimulai pada arteri pulmonar yang menerima darah vena yang membawa campuran oksigen dan ventrikel kanan. Aliran darah yang melalui sistem ini bergantung pada kemampuan pompa ventrikel kanan, yang mengeluarkan darah sekitar 4 sampai 6 liter/menit. Darah mengalir dari arteri pulmonar melalui arteriol pulmonar ke kapiler pulmonar tempat darah kontak dengan membran kapiler-alveolar dan berlangsung pertukaran gas pernapasan. Darah yang kaya oksigen kemudian bersirkulasi melalui venula pulmonar dan vena pulmonar kembali ke atrium kiri. Distribusi

Tekanan dalam sistem sirkulasi pulmonal adalah rendah jika dibandingkan dengan tekanan dalam sistem sirkulasi sistemik. Dinding pembuluh darah pulmonar lebih tipis daripada dinding pembuluh darah di dalam sirkulasi sistemik dan berisi lebih sedikit otot halus karena tekanan dan tahanan yang rendah.

Pertukaran Gas Pernapasan

Gas pernapasan mengalami pertukaran di alveoli dan kapiler jaringan tubuh. Oksigen ditransfer dari paru-paru ke darah dan karbondioksida di transfer dari darah ke alveoli untuk dikeluarkan sebagai produk sampah. Pada tingkat jaringan, oksigen ditransfer dari darah ke jaringan, dan karbondioksida ditransfer dari jaringan ke darah untuk kembali ke alveoli dan dikeluarkan. Transfer ini bergantung pada proses difusi. Difusi Difusi merupakan gerakan molekul dari suatu daerah dengan konsentrasi yang lebih tinggi ke daerah dengan konsentrasi yang lebih rendah. Difusi gas pernapasan terjadi di membran kapiler alveolar dan kecepatan difusi dapat dipengaruhi oleh ketebalan membran. Transportasi Oksigen Sistem transportasi oksigen terdiri dari sistem respirasi dan sistem kardiovaskuler. Kapasitas darah untuk membawa oksigen dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang larut

dalam plasma, jumlah hemoglobin, dan kecenderungan hemoglobin untuk berikatan dengan oksigen. Sebagian besar oksigen ditransportasi oleh hemoglobin. Transportasi Karbondioksida Karbondioksida berdifusi ke dalam eritrosit dan dengan cepat dihidrasi menjadi asam karbonat (H2CO3) akibat adanya anhidrasi karbonat. Selain itu, beberapa karbondioksida yang ada dalam eritrosit bereaksi dengan kelompok asam amino, membentuk senyawa korbamino. Reaksi ini dapat terjadi dengan cepat tanpa adanya enzim. Hemoglobin yang berkurang dapat bersenyawa dengan karbondioksida. Dengan demikian, darah vena mentransportasi sebagian besar karbondioksida.

Pengaturan Pernapasan
Tujuan utama pengaturan pernapasan adalah mensuplai kebutuhan oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh, misalnya kebutuhan saat melakukan latihan fisik, infeksi, atau masa kehamilan. Pengaturan pernapasan meningkatkan pengeluaran karbondioksida, hasil proses metabolisme tubuh. Proses ini menentukan status asam-basa dalam tubuh. Pernapasan dikendalikan oleh pengaturan saraf dan kimiawi.

Volume Dan Kapasitas Paru


1. Volume Paru
a.

Volume alun napas (tidal) adalah volume udara yang diinspirasi atau

diekspirasi setiap kali bernapas normal. Nilainya kira-kira 500 ml


b. Volume cadangan inspirasi adalah volume udara ekstra yang dapat diinspirasi

setelah dan di atas volume alun napas normal. Nilainya kira-kira 3000 ml.
c. Volume cadangan ekspirasi adalah jumlah udara ekstra yang dapat diekspirasi

oleh ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi alun napas normal. Nilainya kira-kira 1100 ml.
d. Volume residu adalah volume udara yang masih tetap berada dalam paru setelah

ekspirasi paling kuat. Nilainya kira-kira 1200 ml. 2. Kapasitas Paru

a. Kapasitas inspirasi adalah volume alun napas + volume cadangan inspirasi.

Nilainya kira-kira 3500 ml


b. Kapasitas residu fungsional adalah volume cadangan ekspirasi + volume residu.

Ini adalah jumlah udara yang tersisa dalam paru pada akhir ekspirasi normal. Nilainya kira-kira 2300 ml. c. Kapasitas vital adalah volume cadangan inspirasi + volume alun napas + volume cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan paru setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya. Nilainya kira-kira 4600 ml. d. Kapasitas paru total adalah volume maksimal dimana paru dapat dikembangkan sebesar mungkindengan inspirasi paksa. Nilainya kira-kira 5800 ml.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OKSIGENASI Faktor Fisiologis


Proses Fisiologi Yang Mempengaruhi Oksigenasi Proses Anemia Racun inhalasi Obstruksi jalan napas Tempat tinggal tinggi Demam Menurunkan konsentrasi oksigen inspirator karena konsentrasi oksigen atmosfer yang rendah. Meningkatkan frekuensi metabolisme dan kebutuhan oksigen di jaringan. Penurunan gerakan dinding dada Mencegah penurunan diafragma. Pengaruh pada oksigenasi Menurunkan kapasitas darah yang membawa oksigen Menurunkan kapasitas darah yang membawa oksigen Membatasi pengiriman oksigen yang diinspirasi ke alveoli

Jadi,proses fisiologi meliputi :

a. Penurunan kapasitas pembawa oksigen.

Hemoglobin membawa 97% oksigen yang telah berdifusi ke jaringan. Karbondioksida merupakan toksin inhalasi yang paling sering dijumpai, zat ini menurunkan kapasitas darah yang membawa oksigen. Afinitas hemoglobin untuk terikat dengan karbon monoksida 210 kali lebih besar daripada afinitasnya untuk terikat dengan oksigen.
b. Penurunan konsentrasi oksigen yang diinspirasi.

Saat konsentrasi oksigen yang diinspirasi menurun, maka kapasitas darah yang membawa oksigen juga menurun. Penurunan FiO2 dapat disebabkanobstruksi jalan napas bagian bawah dan atas yang membatasi transpor oksigen ke alveoli, penurunan oksigen di lingkungan, atau oleh penurunan inspirasi akibat konsentrasi oksigen yang tidak tepat pada peralatan terapi pernapasan.
c. Hipovolemia.

Hipovolemi adalah suatu kondisi penurunan volume darah sirkulasi yang diakibatkan kehilangan cairan ekstraselular yang terjadi pada kondisi, seperti syok, dan dehidrasi berat.
d. Peningkatan laju metabolisme.

Peningkatan aktivitas metabolisme tubuh menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen. Kebanyakan individu dapat memenuhi kebutuhan oksigen yang meningkat dan tidak memperlihatkan tanda-tanda kekurangan oksigenasi.
e. Kondisi yang mempengaruhi gerakan dinding dada.

Apabila diafragma tidak dapat sepenuhnya menurun seiring gerakan napas, maka volume udara yang dinspirasi akan manurun, misalnya pada keadaan- keadaan berikut ini: Kehamilan. Ketika fetus mengalami perkembangan, maka uterus yang berukuran besar akan mendorong isi abdomen ke atas sehingga mendesak diafragma. Obesitas. Ketika orang yang gemuk berada pada posisi terlentang atau rekumben, kompliansi paru akan menurun karena ada penurunan abdomen ke dalam dada, peningkatan kerja pernapasan, penurunan volume paru, dan klien tersebut mungkin mengalami keletihan dan retensi karbondioksida. Kelainan muskuloskeletal. Yang dimaksud adalah kerusakan muskuloskeletal di regio thoraks, yang dapat menyebabkan penurunan oksigenasi. Kerusakan ini

disebabkan konfigurasi struktur yang tidak normal, trauma, penyakit otot, dan penyakit SSP.

Faktor Perkembangan.
Tahap perkembangan klien dan proses penuaan yang normal mempengaruhi oksigenasi jaringan. a. Bayi premature. Bayi prematur beresiko terkena penyakit membran hialin, yang diduga disebabkan oleh defisiensi surfaktan. Kemampuan paru untuk mensintesis surfaktan berkembang lambat pada masa kehamilan, yakni pada sekitar pada bulan ke tujuh, dan demikian bayi preterm tidak memiliki surfaktan. b. Bayi dan toddler. Bayi dan toddler berisiko mengalami ISPA sebagai hasil pemaparan asap dari asap rokok yang dishisap oleh orang lain (Huebner, 1994; Whatling, 1994). Selain itu mungkin ada pertumbuhan bakteri dan meningkatkan potensi ISPA. c. Anak usia sekolah dan remaja. Anak usia sekolah dan remaja terpapar pada infeksi pernapasan dan faktor-faktor risiko pernapasan. Remaja yang merokok pada saat dewasa akan mengalami peningkatan risiko penyakit kardiopulmonar dan kanker paru. d. Dewasa muda dan dewasa pertengahan. Pada usia dewasa muda dan pertengahan terpapar pada banyak faktor risiko kardiopulmonar seperti: diet yang tidak sehat, kurang latihan fisik, obat-obatan, dan merokok. e. Lansia. Sistem pernapasan dan sistem kardiovaskuler mengalami perubahan sepanjang proses penuaan. Kompliansi dinding dada menurun pada klien lansia yang berhubungan dengan osteoporosis dan kalsifikasi tulang rawan kosta. Trakea dan bronkus besar menjadi membesar akibat kalsifikasi jalan napas dan alveoli membesar, menurunkan daerah permukaan yang tersedia untuk permukaan gas. Selain itu, jumlah silia fungsional mengalami pengurangan. Ventilasi dan transfer gas menurun seiring peningkatan usia.

Faktor Perilaku

Prilaku atau gaya hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kemampuan tubuh dalam memenuhi kebutuhan oksigen. a. Nutrisi Nutrisi mempengaruhi fungsi kardiopulmonar dalam beberapa cara. Obesitas yang berat menyebabkan penurunan ekspansi paru, dan peningkatan berat badan meningkatkan kebutuhan oksigen untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Klien yang mengalami kekurangan gizi mengalami kelemahan otot pernafasn. Kondisi ini menyebabkan kekuatan otot dan kerja (ekskursi) pernapasan menurun. Efisiensi batuk menurun akibat kelemahan otot pernapasan, menyebabkan klien berisiko mengalami retensi sekresi paru. b. Latihan fisik Latihan fisik meningkatkan aktifitas metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen. Frekuensi dan kedalaman pernapasan meningkat, memampukan individu untuk hirup lebih banyak oksigen dan mengeluarkan kelebihan karbondioksida. Individu yang melakukan latihan fisik sepenuhnya akan meningkatkan konsumsi oksigen sebesar 10% sampai 20% karena latihan fisik menyebabkan peningkatan curah jantung dan efisiensi otot miokard. c. Merokok Nikotin yang diinhalasi menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh darah koroner, meningkatkan tekanan darah dan menurunkan aliran darah ke pembuluh darah terifer. Risiko kanker paru juga lebih besar. d. Penyalahgunaan substansi Penggunaan alkohol dan obat-obatan lain secara berlebihan akan mengganggu oksigenasi jaringan dengan dua cara. Pertama, individu yang kronis menyalahgunakan substansi akan menyebabkan penurunan produksi hemoglobin. Kedua, penggunaan alkohol dan obat-obatan secara berlebihan akan mendepresi pusat pernapasan, menurunkan frekuensi dan kedalaman pernapasan dan jumlah oksigen yang diinhalasi.

Faktor Lingkungan.
Insiden penyakit paru lebih tinggi di daerah berkabut dan di daerah perkotaan daripada di daerah pedesaan.

Yang paling sering terjadi pada faktor lingkungan adalah masalah ansietas karena keadan yang terus-menerus pada ansietas berat akan meningkatkan laju metabolisme tubuh dan kebutuhan akan oksigen. a. Ansietas Keadaan ansietas yang terus menerus akan meningkatkan laju metabolisme tubuh dan kebutuhan akan oksigen. Tubuh akan merespon ansietas dengan meningkatkan frekuensi dan kedalaman pernapasan.

PERUBAHAN FUNGSI JANTUNG


Perubahan fungsi jantung disebabkan oleh penyakit dan kondisi yang mempengaruhi irama jantung, kekuatan kontraksi, aliran darah melalui ventrikelventrikel pada jantung, aliran darah miokard, dan sirkulasi perifer.

Gangguan dalam Konduksi


Gangguan irama dapat disebut disritmia, yang berarti penyimpangan pada irama jantung sinus normal. Disritmia diklasifikasikan berdasarkan respon jantung dan tempat asal implus. Respon jantung dapat berupa takikardia (frekuensi denyut jantung > 100 kali/menit). Takidisritmia dan bradidisritmia mengurangi curah jantung dan tekanan darah.

Perubahan Curah Jantung


a. Gagal jantung kiri Jumlah darah yang dipompa dari ventrikel kiri menurun drastis, sehingga menyababkan penurunan curah jantung. b. Gagal jantung kanan Disebabkan oleh kerusakan fungsi ventrikel kanan. Faktor patologis primer gagal jantung kiri, akhirnya ventrikel kanan harus bekerja lebih keras karena kebutuhan jantung meningkat. Apabila kegagalan ini terus berlangsung, jumlah darah yang dipompa keluar dari ventrikel kanan menurun sehingga darah mulai mengumpul di sirkulasi sistemik.

Kerusakan Fungsi Katup


Penyakit katub jantung merupakan gangguan katup jantung yang didapat dan kongenetal. Penyakit ini ditandai dengan stenosis dan obstruksi aliran darah atau degenerasi katup dan regurgitasi darah (Canabbio, 1990)

Saat terjadi stenosis di katup semilunar, ventrikel yang berhubungan harus bekerja lebih keras untuk menggerakkan volume ventrikular di belakang katup stenosis. Ada tiga penyebab stenosis aorta Stenosis aorta kongenetal Kalsifikasi prematur pada katup Stenosis aorta kalsifikasi pada katup yang normal

Tandanya adalah, murmur ejeksi sistolik yang biasanya kasar dan keras. Terapi dapat menggunakan ACE dan diuretik untuk mempertahankan fungsi LV setelah timbulnya AR signifikan. Apabila terjadi stenosis di katup antrioventrikular, maka tekanan ventrikel akan meningkat, menyebabkan atrium mengalami hipertrofi.

Iskemia Miokard
Iskemia miokard terjadi bila suplai darah ke miokard dari arteri koroner tidak cukup dalam memenuhi kebutuhan oksigen pada organ. Dua manifestasi yang umum pada iskemia adalah a. Angina Pektoris Merupakan ketidakseimbangan sementara antara suplai dan kebutuhan oksigen pada miokard. Kondisi ini menimbulkan nyeri dada, yang menimbulkan rasa sakit, tajam, kesemutan, dan terbakar. Nyeri biasanya hilang dengan beristirahat atau dengan penggunaan vasodilator koroner, upaya yang paling sering dilakukan dengan menggunakan preparat nitrogliserin. b. Infark Miokard Merupakan nekrosis iskemik pada miokard akibat adanya sumbatan pada arteri koroner. Miokard yang disuplai oleh arteri mengalami iskemik dan dalam beberapa jam terjadi nekrosis, pemulihan aliran darah dengan cepat bisa mencegah infark dan membatasi nekrosis. IM disebabkan oleh penurunan aliran darah koroner yang tiba-tiba atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard tanpa disertai perfusi koroner yang adekuat. Infark biasanya terjadi karena iskemia dan nekrosis.

PERUBAHAN FUNGSI PERNAPASAN


Perubahan dalam fungsi pernapasan disebabkan penyakit dan kondisi yang mempengaruhi ventilasi atau transport oksigen. Ketiga perubahan primer tersebut adalah:

a.

Hiperventilasi Hiperventilasi merupakan suatu kondisi ventilasi yang berlebih, yang dibutuhkan untuk mengeliminasi karbondioksida normal di vena, yang diproduksi melalui metabolisme selular. Hiperventilasi dan hipoventilasi berkaitan dengan ventilasi alveolar dan bukan berkaitan dengan frekuensi pernapasan klien. Hiperventilasi juga disebabkan kimiawi, yakni keracunan salisilat (aspirin).

b.

Hipoventilasi Hipoventilasi terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat memenuhi kebutuhan oksigen tubuh atau mengeliminasi karbondioksida secara adekuat. Apabila ventilasi alveolar menurun, maka PaCO2 akan meningkat. Atelektasis akan menghasilkan hipoventilasi. Atelektasis merupakan kolabs alveoli yang mencegah pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam pernapasan. Karena alveoli kolabs, maka paru yang di ventilasi lebih sedikit dan menyebabkan hipoventilasi. Tanda dan gejalanya pusing, nyeri kepala, letargi, disorientasi, disritmia jantung, ketidakseimbangan elektrolit, konvulsi, henti jantung. Terapinya adalah mengobati penyebab gangguan tersebut, kemudian tingkatkan oksigenasi jaringan, perbaiki fungsi ventilasi, dan upayakan keseimbangan asam basa.

c.

Hipoksia

Hipoksia adalah oksigenasi jaringan yang tidak adekuat pada tingkat jaringan, akibat difesiensi penghantaran oksigen atau penggunaan oksigen di selular. Hipoksia dapat disebabkan: Penurunan kadar Hb dan penurunan kapasitas darah yang membawa oksigen. Penurunan konsentrasi oksigen yang diinspirasi. Ketidakmampuan jaringan untuk mengambil oksigen dari darah Penurunan difusi oksigen dari alveoli ke darah, seperti yang terjadi pada kasus pneumonia, Perfusi darah yang mengandung oksigen di jaringan yang buruk, seperti yang terjadi pada syok. Kerusakan ventilasi, seperti yang terjadi pada fraktur iga dan trauma dada. Tanda dan gejalanya adalah gelisah, ansietas, disorientasi, pusing, perubahan perilaku, sianosis, clubbing, dipsnea, disritmia jantung, penurunan kesadaran, dan pucat.

PROSES KEPERAWATAN DAN OKSIGENASI Pengkajian


Pengkajian keperawatan tentang fungsi kardiopulmonar klien harus mencakup data yang dikumpulkan dari sumber-sumber berikut: 1. Riwayat keperawatan fungsi kardiopulmonal normal klien dan fungsi kardiopulmonal saat ini, kerusakan fungsi sirkulasi dan fungsi pernapasan pada masa yang lalu, serta tindakan klien yang digunakan untuk mengoptimalkan oksigenasi.

2. Pemeriksaan fisik status kardiopulmonal klien, termasuk inpeksi, palpasi, dan auskultasi. 3. Peninjauan kembali hasil pemerikasaan laboratorium dan hasil pemeriksaan diagnostik, termasuk hitung darah lengkap, elektrokardiogam (EKG), dan pemeriksaan fungsi pulmonar, sputum, dan oksigenasi, seperti arteri gas darah (AGD) atau oksimetri nadi. RIWAYAT KEPERAWATAN Riwayat keperawatan harus berfokus pada kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan oksigen. Riwayat keperawatan untuk mengkaji fungsi jantung meliputi nyeri dan karakteristik nyeri, dispnea, keletihan, sirkulasi perfier, faktor risiko penyakit jantung, dan adanya kondisi-kondisi jantung pada masa yang lalu dan kondisi-kondisi jantung yang menyertai. Riwayat keperawatan tentang fungsi jantung meliputi pengkajian adanya batuk, sesak napas, mengi, nyeri, pemaparan lingkungan, frekuensi infeksi saluran pernapasan, faktor risiko pulmonar, masalah pernapasan yang lalu, penggunaan obat-obatan saat ini, dan riwayat merokok atau terpapar asap rokok. Keletihan. Keletihan merupakan sensasi subjektif, yaitu klien melaporkan bahwa ia kehilangan daya tahan. Keletihan pada klien yang mengalami perubahan kardiopulmonar seringkali merupakan tanda awal perburukan proses kronik yang mendasari perubahan. Untuk mengukur keletihan secara objektif, klien dapat diminta untuk menilai keletihan dengan skala 1 sampai 10, dengan angka 10 merupakan angka untuk tingkat keletihan yang paling parah dan angka 1 mewakili keadaan klien tidak merasa letih. Dispnea. Dispnea merupakan tanda klinis hipoksia dan termanifestasi dengan sesak napas. Dispnea merupakan sensasi subjektif pada pernapasan yang sulit dan tidak nyaman (Gift, 1990). Dispnea fisiologi ialah napas pendek yang diakibatkan latihan fisik atau perasaan gembira. Dispnea patologis adalah kondisi individu tidak mampu bernapas walaupun ia tidak melakukan aktifitas atau latihan fisik. Dispnea dapat dikaitkan dengan tanda tanda klinis seperti usaha nafas yang berlebihan. Penggunaan otot bantu nafas. Pernafasan cuping hidung. Dan peningkatan frekuensi dan kedalaman pernapasan yang menyolok. Penggunaan skala analog visual

dapat membantu klien membuat pengkajian objektif tentang dispnea. Cara ini memungkinkan perawat dan klien untuk menetapakan apakah intervensi keperawatan tertentu memberi pengaruh pada dispnea klien. Skala analog visual adalah suatu garis vertikal berukuran 100 mm, dengan skala nol berarti tidak ada dispnea dan skala 100 mm mewakili keadaan sesak napas klien yang paling buruk. Penelitian telah memvalidasi penggunaan skala analog visual untuk mengevaluasi dispnea yang klien alami di keadaan klinik (Gift, 1989). Riwayat keperawatan untuk mengkaji dispnea meliputi lingkungan saat dispnea terjadi, misalnya dispnea terjadi saat klien bernapas disertai usaha napas, saat klien sedang stres, atau mengalami infeksi saluran pernapasan. Perawat juga harus menentukan apa presepsi klien tentang dispnea mempengaruhi kemampuannya untuk berbaring datar. Ortopnea adalah kondisi abnormal, yaitu klien harus menggunakan banyak bantal saat berbaring atau harus duduk saat bernapas. Keparahan ortopnea biasanya dinilai dengan menghitung jumlah bantal yang dibutuhkan saat klien tidur, seperti yang terjadi pada ortopnea-dua atau tiga bantal. Batuk-batuk merupakan pengeluaran udara dari paru-paru yang tiba-tiba dan dapat di dengar. Batuk diklasifikasikan menurut waktu saat klien paling sering batuk. Batuk produktif bisa terjadi karena akibat dari produksi sputum, materi yang dibatukkan dari paru-paru tertelan atau dicairkan. Sputum mengandung mucus, debris selular, dan mikroorganisme, juga dapat mengandung pus atau darah. Tugas perawat adalah mengumpulkan data tentang jumlah dan jenis sputum. Karakteristik Sputum : Warna Kualitas Perubahan warna Jer Sama ni h Pu tih ni setiap waktu at Warna sama sepanjang hari menjadi jernih jika batuk Konsisten si Berbui h Berair Liat, kental Tidak berbau Bau busuk Bau Kandungan darah Kadangkadang Pagi hari Merah cerah/ gelap

Meningk Warna

Ku Menurun

ng Be rca m pu r da ra h Hi jau Co kla t M era h

Warna secara progresif lebih gelap

Ada darah/tid ak

Mengi biasanya ditandai dengan bunyi musik yang bernada tinggi, yang disebabkan gerakan udara berkecepatan tinggi melalui jalan napas yang sempit. Nyeri. Nyeri dada perlu dievaluasi dengan seksama dengan memperhatikan lokasi, durasi, radiasi dan frekuensi nyeri. Yang paling umum terjadi adalah nyeri dada pleuritik. Seringkali nyeri ini disebabkan oleh inflamasi atau infeksi di ruang pleura dan dideskripsikan sebagai sensasi seperti irisan pisau. Nyeri ini selalu dikaitkan dengan inspirasi. Pemaparan Geografi atau Pemaparan Lingkungan. Karena di lingkungan ada banyak sekali substansi asing yang terhirup dan sangat erat kaitannya dengan penyakit pernafasan. Infeksi pernapasan. Riwayat keperawatan harus berisi informasi tentang frekuensi dan durasi infeksi saluran pernapasan.

Faktor resiko. Perawat juga harus memeriksa faktor resiko lingkungan dan faktor resiko keluarga. Dokumentasi hubungan kekerabatan individu yang menderita penyakit tersebut dengan klien. Obat-obatan. Komponen terakhir riwayat keperawatan harus memuat uraian obat-obatan yang klien pergunakan. Komponen ini mencakup obat-obatan yang diresepkan, obat-obatan yang dibeli secara bebas, dan obat-obatan yang ilegal. Semua komponen tersebut harus dikaji karena mungkin obat-obatan tersebut mempunyai efek yang merugikan terhadap klien. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Pemeriksaan untuk menentukan keadekuatan sistem konduksi jantung. Elektrokardiogram Monitor holter Pemeriksaan stres latihan Pemeriksaan elektrofisiologis 2. Pemeriksaan untuk menentukan kontraksi miokard dan aliran darah. Ekokardiografi Skintigrafi Kateterisasi jantung dan angiografi
3. Pemeriksaan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan oksigenasi.

Faal paru Kecepatan aliran ekspirasi puncak Pemeriksaan gas darah arteri Oksimetri Hitung darah lengkap 4. Pemeriksaan untuk memvisualisasi struktur sistem pernapasan. Pemeriksaan sinar X dada Bronkoskopi Pemindaian paru

5. Pemeriksaan untuk menentukan sel-sel atau infeksi dalam saluran napas.

Kultur tengkorak Spesimen sputum Pemeriksaan kulit Torasintesis DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan NANDA untuk Disfungsi Kardiopulmonar


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan :

Gangguan batuk Nyeri insisi Penurunan tingkat kesadaran


2. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan:

Penurunan ekspansi paru Adanya skresi paru Pemasukan oksigen yang tidak adekual
3. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan:

Imobilitas Depresi ventilasi akibat penggunaan narkotik Kerusakan neuromuskular Obstrukasi jalan napas
4. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan:

Irama jantung yang tidak teratur Denyut jantung yang cepat


5. Risiko infeksi yang berhubungan dengan:

Sekresi paru yang statis


6. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan:

Kelemahan Asupan nutrisi yang tidak adekuat

Keletihan

Perbedaan spesifik ke tiga diagnosa utama. Diagnosis Keperawatan Gangguan pertukaran gas Ada Gas darah yang tidak normal Hipoksia Perubahan status mental Ketidakefektifan pada napas Penampilan usaha napas pasien: napas cuping hidung, penggunaan otot aksesorius, pernapasan bibir mencucu. Gas darah abnormal Ketidakefektifan bersihan jalan napas Batuk, batuk tidak efektif Perubahan dalam frekuensi atau kedalaman pernapasan Biasanya disebabkan peningkatan atau membandelnya sekret atau abstruksi (mis., aspirasi) Gas darah abnormal Takikardia, gelisah Batuk tidak efektif Obstruksi atau aspirasi Tidak ada Batuk tidak efektif Batuk

CONTOH PROSES KEPERAWATAN UNTUK DISFUNGSI KARDIOPULMONAR

AKTIVITAS PENGKAJIAN Observasi klien saat bernapas.

BATASAN KARAKTERISTIK Dispnea Takipnea Penggunaan otot-otot bantu pernapasan Pernapasan cuping hidung Diaforesis Bantalan kuku sianosis Sianosis sirkumoral Membran mukosa pucat Bunyi cracles di lobus bawah Bunyi mengi saat inspirasi di sepanjang lapangan Batuk yang berat Klien lelah mencoba untuk mengeluarkan sputum Sputum kental dan berwarna kuning

DIAGNOSA KEPERAWATAN Tidak efektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi paru yang kental

Inspeksi kulit klien dan membran mukosa. Auskultasi lapangan paru. Observasi batuk dan inspeksi sputum

Intervensi
Contoh Rencana Asuhan Keperawatan untuk Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas

DIAGNOSA KEPERAWATAN: Tidak efektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi paru yang kental DEFINISI: Tidak efektif bersihan jalan napasmerupakan keadaan individu tidak mampu mengeluarkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan kepatenan jalan napas (Kim, McFarland, McLane, 1995).

TUJUAN Sekresi paru akan dikeluarkan dalam tiga hari

HASIL YANG DIHARAPKAN Bunyi paru tambahan akan hilang dalam 48 jam. Sputum akan jernih, berwarna putih, dan berbusa dalam 48 jam.

INTERVENSI Balikan tubuh klien, minta klien untuk batuk dan napas dalam dua jam.

RASIONAL Komplikasi utama penurunan mobilitas ialah terbentuknya sekresi, yang menjadi prediposisi bagi klien mengalami atelektasis dan pneumonia (Dettenmeier, 1992).

Lakukan drainase postural dengan Drainase postural menggerakan perkusi setiap tiga sekresi dari jalan napas yang jam. sempit ke jalan napas yang lebar. Perkusi memberikan dorongan mekanis tambahan untuk membuat sekresi, yang Apabila klien menempel di dinding jalan tidak mampu napas, tanggal (Dettenmeier, membersihkan 1992). jalan napas, lakukan Indikasi utama pengisapan ialah pengisapan untuk saat klien tidak mampu membuang membersihkan jalan napas dari sekresi. lendir dan saat bunyi paru tambahan tetap terdengar Tingkatan asupan (Weilitz, 1991). cairan sampai 1000ml dalam 24 Caian dan humidfikasi jam, jika membantu mencairkan sekresi ditoleransi. sehingga mudah mengeluarkan sekresi (Dettenmeier, 1992). Tambahkan masker wajah Humidfikasi jalan napas bagian dengan atas mencegah pengeringan kelembapan lendir, mempertahankan sekresi tinggi lembab, dan memelihara intergritas sistem bersihan mukosilia (Dettenmeier, 1992).

Perencanaan 1. Klien mempertahankan kepatenan jalan napas

2. Klien mempertahankan dan meningkatkan ekspansi paru 3. Klien mengeluarkan sekresi paru 4. Klien mencapai peningkatan toleransi aktivitas 5. Oksigenasi jaringan dipertahankan atau ditingkatkan 6. Fungsi kardiopulmonar klien diperbaiki dan dipertahankan

Penatalaksanaan
PERAWATAN AKUT DAN TERSIER

Penatalaksanaan Dispnea Dipsnea membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat. Ada beberapa tindakan dan terapi pada penanganan dipsnea, antara lain : 1. Terapi obat-obatan (farmakologi) : bronkodilator, steroid, mukolitik, dan obat-obatan ansietas. 2. Tarapi oksigen
3. Teknik fisik : teknik pernapasan, pengontrolan batuk, teknik relaksasi, biofeedback

dan meditasi. 4. Teknik psikososial Mempertahankan Kepatenan Jalan Napas Tiga tipe intervensi digunakan untuk mempertahankan kepatenan jalan napas, yakni : 1. Teknik batuk Batuk efektif untuk mempertahankan kepatenan jalan napas. Batuk memungkinkan klien mengeluarkan secret dari jalan napas.
2. Batuk cascade

Klien mengambil napas dalam dengan lambat dan menahannya selama dua detik sambil mengkontraksikan otot-otot ekspirasi. Kemudian klien membuka mulut dan melakukan serangkaian batuk melalui ekshalasi, dengan demikian klien batuk pada volume yang menurunkan secara progresif.

3. Batuk huff

Batuk ini menstimulasi reflek batuk alamiah dan umumnya efektif hanya untuk membersihkan jalan napas pusat. Saat mengeluarkan udara, klien membuka glottis dengan mengatakan huff.
4. Batuk quad

Teknik batuk ini digunakan untuk klien tanpa control otot abdomen, seperti pada klien yang mengalami cidera medulla spinalis. Saat klien mengeluarkan napas dengan upaya ekspirasi maksimal, klien atau perawat mendorong ke luar dan ke atas pada otot-otot abdomen melalui diafragma, sehingga menyebabkan batuk. 5. Teknik penghisapan Penghisapan dilakukan apabila klien tidak dapat batuk.

Penghisapan nasofaring dan orofaring Pengisapan nasotrakea danorotrakea

Mobilisasi Sekresi Pulmonar Intervensi keperawatan yang meningkatkan mobilisasi sekresi pulmonar adalah: 1. Hidrasi Pada klien dengan hidrasi yang adekuat, sekresi paru encer, berwarna putih, berair dan mudah dikeluarkan. Dan cara yang paling baik untuk mempertahankan secret tetap encer adalah dengan member cairan sebanyak 1500 sampai 2000 ml per hari, kecuali kontraindikasi karena status jantung. 2. Humidifikasi

Humidifikasi adalah penambahan air ke gas. Humidifikas diperlukan bagi klien yang mendapatkan terapi oksigen untuk melembabkan udara yang masuk.umumnya, humidifikasi ditambahkan saat kecepatan aliran oksigen melebihi 4L/menit. Yang perlu diketahui, humidifikasi dapat menjadi sumber infeksi nosukomial pada klien karena lingkungan yang lembab mendukung pertumbuhan mikrooganisme pathogen. 3. Nebulizasi Nebulizasi merupakan proses menambahkan pelembab atau obat-obatan ke udara yang diinspirasi dengan mencapur partikel berbagai ukuran dengan udara. Pelembab ini akan meningkatkan bersihan sekresi pulmonar. Nebulizasi sering kali digunakan untuk pemberian bronkodilator dan mukolitik. Tipe utama nebulizer adalah nebulier jet-aerosol dan nebulizer ultrasonic. Nebulizer jet-aerosol menggunakan gas dibawah tekanan dan nebulizer ultrasonic menggunakan getaran frekuensi tinggi untuk memecah air atau obat menjadi tetesan atau partikel halus.

Mempertahankan Atau Meningkatkan Pengembangan Paru. Intervensi keperawatan untuk mempertahankan dan meningkatkan pengembangan paru termasuk dengan melakukan tekhnik noninvasive. 1. Pengaturan posisi Pengubahan posisi yang sering adalah metode sederhana dan efektif dalam biaya dengan tujuan mengurangi resiko stasis sekresi pulmonar dan mengurangi resiko penurunan pengembangan dinding dada. Posisi yang efektif adalah semi-fowler. Apabila terdapat abses paru atau perdarahan, maka posisikan paru yang mengalami gangguan kearah lebih rendah untuk mencegah drainase ke paru sehat. 2. Spirometri pendorong Spirometri pendorong adalah suatu metode untuk mendorong napas dalam dengan memberikan umpan balik visual pada klien tentang volume inspirasi. Spirometri pendorong digunakan untuk meningkatkan napas dalam untuk mencegah atau mengobati atelektasis pada klien pasca oprasi. Alat ini mendorong klien untuk bernapas sampai ke kapasitas inspirasi normalnya.

3. Fisioterapi dada FTD merupakan kelompok terapi yang digunakan dengan kombinasi untuk memobilisasi sekresi pulmonar. Terapi ini terdiri dari drainase postural, perkusi dada, dan vibrasi. FTD harus diikuti dengan batuk produktif dan pengisapan pada klien yang mengalami penurunan kemampuan untuk batuk. 4. Perkusi dada Perkusi dada dilakukan dengan mengetuk dinding dada di atas daerah yang akan di drainase. Tangan diposisikan sehingga jari-jari dan ibu jari saling menyentuh dan membentuk mangkuk. 5. Vibrasi Merupakan tekanan halus yang menggoyang, yang diberikan pada dinding dada hanya selama ekshalasi. Vibrasi tidak direkomendasikan untuk dilakukan bagi bayi dan anak kecil. 6. Drainase postular Drainase postular adalah penggunaan tekhnik pengaturan posisi yang membuang sekresi dari sekmen tertentu di paru dan di bronkus ke dalam trakea. 7. Selang dada Selang dada diinsersi untuk mengeluarkan udara dan cairan dari pleura, mencegah udara atau cairan supaya tidak masuk ruang pleura, dan membentuk kembali tekanan yang normal pada intrapleura dan intrapulmonal. Selang dada adalah sebuah kateter yang diinsersi melalui thoraks untuk mengeluarkan udara dan cairan. Biasanya digunakan setelah pembedahan dada dan trauma dada dan untuk pneumothoraks atau hemothoraks, yakni untuk meningkatkan kembali pengembangan paru.

Mempertahankan dan Meningkatkan Oksigenasi Beberapa klien membutuhkan terapi oksigen untuk mempertahankan tingkat oksigenasi jaringan yang sehat.

1. Tujuan terapi oksigen. Tujuannya adalah mencegah atau mengatasi hipoksia. 2. Kewaspadaan pada terapi oksigen Oksigen merupakan gas yang merupakan gas yang mudah terbakar. Walaupun oksigen tidak secara spontan membakar atau menyebabkan ledakan, tetapi oksigen dengan mudah menyebabkan kebakaran jika ada kontak dengan percikan rokok atau peralatan listrik. 3. Sulpai oksigen Suplai oksigen ditempatkan di samping tempat tidur klien. 4. Metode pemberian oksigen Oksigen dapat diberikan melalui nasal kanul, kateter nasal, masker wajah, atau ventilator mekanis. 5. Kateter nasal Prosedur pemasangan keteter ini meliputi insersi kateter oksigen ke dalam hidung sampai nasofaring. Pemberian oksigen secara kontinu. Aliran 1-6 liter. Konsentrasi 24-44 %

6. Nasal kanul

Memasang Nasal Kanula LANGKAH 1. Inspeksi tanda dan gejala pada klien yang berhubungan dengan hipoksia dan adanya sekresi pada jalan napas. 2. Jelaskan kepada klien dan keluarga hal-hal yang diperlukan dalam prosedur dan tujuan terapi oksigen. 3. Kumpulan suplai dan peralatan yang dibutuhkan: a. Kanula nasal b. Selang oksigen c. Alat pelembab (humidifier) d. Air steril hasil penyaringan e. Sumber oksigen dengan alat pengukur aliran (flowmeter) f. Tanda dilarang merokok 4. Cuci tangan 5. Pasang nasal kanula ke selang oksigen dan hubungkan ke sumber oksigen yang dilembabkan dan diatur sesuai dengan kecepatan aliran yang diprogramkan. RASIONAL Hipoksia yang tidak diobati menyebabkan distritmia jantung dan kematian. Keberadaan sekresi jalan napas menurunkan efektifitas penghantaran oksigen. Menurunkan kecemasan klien, yang dapat menurunkan konsumsi oksigen dan meningkatkan kerjasama klien Menjamin dalam melaksanakan prosedur yang diselesaikan dengan cepat dan efisien.

Mengurangi penyebaran infeksi Mencegah kekeringan pada membran mukosa nasal dan membran mukosa oral serta sekresi jalan napas.

6. Letakkan ujung kanula ke dalam lubang hidung dan atur lubang kanula yang elastis sampai kanula benar-benar pas menempati hidung dan nyaman bagi klien 7. Pertahankan selang oksigen cukup kendur dan sambungkan ke pakaian klien. 8. Periksa kanula setiap 8 jam dan pertahankan tabung pelembab terisi setiap waktu.

Membuat aliran oksigen langsung masuk ke dalam saluran napas bagian atas. Klien akan tetap menjaga kanula pada tempatnya apabila kanula tersebut pas kenyamanannya. Memungkinkan klien untuk menengokkan kepala tanpa kanula tercabut dan mengurangi tekanan pada ujung kanula yang ke hidung. Memastikan kepatenan kanula dan aliran oksigen. Mencegah inhalasi oksigen yang tidak dilembabkan.

9. Observasi hidung dan permukaan Terapi oksigen menyebabkan mukosa superior kedua telinga klien untuk nasal mengering. Tekanan di dalam melihat adanya kerusakan kulit telinga akibat selang kanula atau selang elastis menyebabkan iritasi kulit 10. Periksa kecepatan aliran oksigen dan program dokter setiap 8 jam 11. Cuci tangan 12. Inspeksi klien untuk melihat apakah gejala yang berhubungan dengan hipoksia telah hilang. Memastikan kecepatan aliran oksigen yang diberikan dan kecepatan kanula Mengurangi penyebaran mikrooganisme Mengindikasikan telah ditangani atau telah berkurangnya hipoksia

13. Mencatat metode pemberian Mendokumentasikan penggunaan terapi oksigen, kecepatan aliran, oksigen yang benar dan respon klien. kepatenan nasal kanula, respons klien, dan pengkajian pernapasan di catatan perawat.

7. Oksigen transtrakea 8. Masker oksigen

Sungkup muka sederhana (masker). Aliran 5-8 liter. Dengan konsentrasi oksigen 40-60% Masker dengan kantong rebreating. Aliran 8-12 liter. Dengan konsentrasi oksigen 60-80% Masker tanpa kantong reabreating. Katub pada kantong terbuka saat ekspirasi. Aliran 8-15 liter. Dengan konsentrasi 100%. Masker dengan venturi. Aliran 4-14 liter. konsentrasi 30-55%. Pada kemasan venturi terdapat bermacam warna,yakni a. Biru b. Kuning c. Putih
d. Hijau e. Pink f. Orange

: Aliran 4 liter : Aliran 4-6 liter : Aliran 6-8 liter : Aliran 8-10 liter : Aliran 8-12 liter : Aliran 12 liter

BVM Mesin ventilator 9. Oksigen di rumah Apabila dibutuhkan pemberian oksigen di rumah, biasanya oksigen diberikan melalui nasal kanul. Jika klien mengalami trakeostomi permanen, bagaimanapun, dibutuhkan sebuah selang-T atau kerah trakeostomi. Tiga jenis oksigen yang digunakan, yakni: oksigan terkompresi, oksigen cair, dan konsentrator oksigen. Perbaikan Fungsi Kardiopulmonar 1. Resusitasi kardiopulmonar

Perawatan Resoratif
Perawatan resoratif adalah upaya untuk menekan pada pangkondisian kembali jantung paru sebagai suatu program rehabilitasi terstruktur. Rehabilitasi jantung paru secara aktif membantu klien dalamdalam mencapai dan mempertahankan kadar kesehatan yang optimal melalui upaya latihan fisik yang terkontrol, pemberian konseling nutrisi, teknik relaksasi, dan teknik penatalaksanaan stres, pemberian obat-obatan resep dan oksigen, serta tindakan mematuhi program dokter.
1. Latihan otot pernapasan

Latihan otot pernapasan akan meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot, sehingga menghasilkan peningkatan toleransi aktivitas. Salah satu metode pelatihan otot pernapasan adalah peralatan pernapasan resistif spirometer yang mendorong (Incentive Resistive Breating device, ISRBD). 2. Latihan pernapasan Latihan pernapasan dilakukan dengan teknik-teknik untuk meningkatkan ventilasi dan oksigenasi. Tiga teknik dasar yang yang dapat dilakukan adalah:

Pernapasan pursed-lip meliputi inspirasi dalam dan ekspirasi yang lama melalui bibir yang membentuk huruf O untuk mencegah kolabs pada alveolar. Klien duduk sambil mendengarkan instruksi pengambilan napas, kemudian napas dikeluarkan dengan perlahan melalui bibir.

Pernapasan diafragmatik dilakukan dengan merelaksasikan otot-otot interkosta dan otot-otot bantu pernapasan saat melakukan inspirasi dalam. Klien diajarkan untuk menempatkan satu tangan datar dibawah tulang rusuk yang paling bawah,dan tangan yang lain 2 atau 3 cm dibawah tangan yang pertama. Klien diminta untuk menghirup udara, sementara tangan bawah bergerak ke arah luar selama inspirasi. Klien mengamati adanya gerakan ke arah dalam seiring penurunan diafragma.

Evaluasi
Intervensi dan terapi keparawatandievaluasi dengan membandingkan kemajuan pencapaian klien terhadap tujuan intervensi dan hasil akhir yang diharapkan. Setiap tujuan dan kategori intervensi memiliki kriteria evaluasi.

Contoh evaluasi intervensi untuk ketidakefektifan bersihan jalan napas. Tujuan Sekresi paru akan dikeluarkan Tindakan evaluatif Auskultasi semua bagian paru setelah batuk dan melakukan manuver postural drainase. Observasi klien ketika batuk untuk melihat jumlah sekresi, keletihan, dan dipsnea. Inspeksi sputum yang klien keluarkan saat batuk dan/atau hasil suksioning. Sputum jernih, bewarna putih, dan berbusa dalam jangka waktu 2X24 jam. Hasil akhir yang diharapkan Suara paru tambahan akan menghilang dalam jangka waktu 2X24 jam.

Daftar pustaka Davey Patrick. 2003. At a Glance MEDICINE. Jakarta. Erlangga Engram Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta. EGC Hall, Guyton. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta.EGC Perry, Potter. 2006.Fundamental Keperawatan. Jakarta. EGC Wilkinson M Judith. 2012. Diagnosis Keperawatan. Jakarta. EGC

You might also like