You are on page 1of 10

Manifestasi Klinik Manifestasi klinik yang dapat terjadi diantaranya penurunan berat badan, meningkatnya kelemahan, muntah, diare,

anoreksia, nyeri sendi, postural hipotensi, atau pusing postural mungkin terjadi. Adanya peningkatan figmentasi dapat terjadi sebagai akibat meningkatnya hormone ACTH. (Tarwoto, 2012) Onset insufisiensi adrenokorteks kronis biasanya bertahap. Gambaran awal sering mencakup kelemahan progresif dan mudah lelah, yang mungkin diabaikan karena dianngap sebagai keluhan nonspesifik. Gangguan saluran cerna sering terjadi dan mencakup anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan dan diare. Pada pasien dengan penyakit adrenal primer, peningkatan kadar hormon precursor ACTH merangsang melanosit sehingga terjadi hiperpigmentasi di permukaan kulit dan mukosa. Wajah, ketiak, putting payudara, areola dan perineum adalah tempat yang sering mengalami hiperpigmentasi. Sebaliknya, hiperpigmentasi tidak ditemukan pada pasien dengan insufisiensi akibat penyakit hipofisis dan hipotalamus primer. Penurunan aktivitas mineralkortikoid pada pasien dengan insufisiensi adrenal menyebabkan retensi kalium dan pengeluaran natrium sehingga terjadi hiperkalemia, hiponatremia, deplesi volume, dan hipotensi. Jantung sering lebih kecil daripada normal, mungkin karena hipovolemia kronis. Kadang terjadi hipoglikemia akibat defisiensi glukokortikoid dan gangguan glukoneogenesis. Stress, seperti infeksi trauma, atau pembedahan pada para pasien ini dapat memicu suatu krisis adrenal akut, yang bermanifestasi sebagai muntah-muntah hebat, nyeri abdomen, hipotensi, koma, dan kolaps vaskular. Kematian cepat terjadi, kecuali jika pasien segera diberi kortikosteroid. (Vinay dkk, 2007) Test Diagnostik Menurut Tarwoto (2012), test diagnostik penyakit Addison adalah sebagai berikut : 1. Pengukuran hormon kortisol dan androgen, untuk mengukur kortosol total plasma (terikat dan bebas) menggunakan radioimmunoassay. Pada keadaan normal kadar kortisol plasma tergantung keadaan pasien dan waktu pengukuran. Pada keadaan stress, saat pembedahan dan setelah trauma dapat mencapai 40-60 g/dL, pada pagi hari jam 8 pagi berkisar 320g/dL. Nilai rata-rata normal kortiol plasma 10-12 g/dL. Pada hipoadrenal, terjadi penurunan kadar kortisol plasma kurang dari 5g/dL. 2. Hormon ACTH plasma, dengan pengukuran menggunakan immunoradiometric assay, kadar normal ACTH sekitar 10-50 pg/mL. Pada insufisiensi adrenal primer kadar ACTH meningkat dapat lebih dari 250 pg/mL, sebaliknya pada hipoadrenalisme sekunder kadar ACTH plasma kurang dari pg/mL. 3. Pemeriksaan serum darah : a. Sodium menurun (N: 136-145 mEq/L) b. Potasium meningkat (N: 3.5-5.0 mEq/L) c. Kalsium meningkat (N: total 9-10.5 mg/L)

d. Bikarbonat meningkat (N: 23-30 mEq/L) e. BUN meningkat (N: 10-20 mg/dl) f. Glukosa menurun atau normal (N: 70-115mg/dl) g. Kortisol menurun (N: pagi 5-23 mcg/dl. Sore 3-13 mcg/dl) 4. Peningkatan ion natrium urin 5. Pemeriksaan radiologi seperti CT scan, magnetic resonance imaging (MRI) untuk memeriksa kelenjar adrenal dan pituitari. 6. Pemeriksaan EKG menunjukkan tanda-tanda hiperkalemia : kompleks QRS yang melebar dan peningkatan PR interval. Penatalaksanaan 1. Perlu diperhatikan pemulihan cair dan elektrolit, rehidrasi cairan dan pemberian elektrolit. 2. Pembelian dextrose 5%, bolus IV glukosa untuk koreksi hipoglikemia. 3. Pemberian hidrokortison 15-30 mg, terbagi dalam, 2/3 dosis diberikan pagi hari dan 1/3 diberikan pada sore hari. 4. Fluodocortisone acetat, untuk mencegah kehilangan natrium dan mengatasi postural hipotensi, kelemahan dan hiperkalemia. 5. Pemberian antibiotic atau terapi anti TBC sesuai dengan indikasi. 6. Pemberian diet tinggi kalori, karbohidral, protein dan vitamin, diberikan dalam sekali kecil tapi sering untuk mengurangi mual dan muntah. Pengkajian Keperawatan 1. Riwayat keperawatan a. Riwayat penyakit gangguan endokrin b. Riwayat keluarga dengan masalah yang sama c. Kehamilan, pembedahan adrenal atau trauma, infeksi d. Riwayat penggunaan obat glukokortikoid atau steroid dalam waktu yang lama 2. Keluhan utama a. Kelemahan otot b. Kelelahan c. Mual, muntah d. Nyeri abdomen e. Demam f. Pusing dan postural hipotensi g. Penurunan berat badan h. Gangguan menstruasi. 3. Pemeriksaan fisik a. Peningkatan pigmentasi pada kulit b. Pengecilan ukuran jantung, nadi lemah

c. d. e. f. g.

Penurunan berat badan Pertumbuhan rambut ketiak jarang Berat badan menurun Dehidrasi Sianosis dapat terjadi pada krisis adrenal

DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI 1. Resiko infeksi berhubungan dengan efek status immunologic sekunder penurunan fungsi adrenal. Tujuan : Infeksi tidak terjadi, pasien bebas dari infeksi Kriteria hasil : a. Tanda-tanda infeksi tidak ada b. Suhu tubuh dalam batas normal c. Leukosit dalam batas normal d. Kadar hormon korteks adrenal dalam batas normal e. Hasil kultur negatif f. Bunyi paru normal Data yang mungkin muncul a. Hormon korteks adrenal menurun b. Anemia c. Berat badan menurun Intervensi keperawatan 1. Monitor dan catat tanda-tanda infeksi seperti demam, leukositosis, perubahan warna urin, nyeri. 2. Monitoring temperatur setiap 4 jam, dan tanda vital lainnya. 3. Gunakan teknik aseptik dan antiseptik pada tindakan invasive. 4. Berikan nutrisi tinggi kalori dan tinggi protein. 5. Laksanakan program pengobatan kortikosteroid. 6. Batasi kontak dengan pengunjung, lakukan pemakaian masker kepada pasien dan pengunjung. Rasional Infeksi mudah terjadi pada penurunan respon imun. Suhu tubuh meningkat pada keadaan infeksi, nadi, pernapasan meningkat. Mengurangi resiko infeksi Meningkatkan daya tahan tubuh Meningkatkan kadar hormon korteks adrenal Mengurangi infeksi silang

2. Resiko injuri : krisis Addison berhubungan penurunan fungsi adrenal. Tujuan : Tidak terjadi tanda-tanda krisis Addison Kriteria hasil : a. Tanda-tanda krisis Addison tidak ada

b. Suhu tubuh dalam batas normal c. Tanda vital dalam batas normal d. Tidak ada perubahan status emosional, mental dan kesadaran baik e. Mual, muntah, nyeri abdomen tidak ada f. Kadar hormon korteks adrenal dalam batas normal g. Tanda-tanda shock tidak ada Data yang mungkin muncul a. Hormon korteks adrenal menurun b. Mual, muntah, nyeri abdomen c. Tekanan darah menurun d. Turgor kulit kurang e. Gula darah menurun Intervensi keperawatan Rasional 1. Monitor tanda-tanda krisis Addison Krisis Addison biasanya berkembang pada 23-48 jam 2. Monitor adanya kelemahan, nyeri Pencegahan dini krisis Addison abdomen berat, demam, hipotensi 3. Monitoring perubahan status Tanda awal terjadinya krisis Addison emosional, penurunan kesadaran dan orientasi 4. Koreksi keadaan cairan dan Memperbaiki keseimbangan cairan elektrolit elektrolit 5. Monitoring glikosa darah Gula darah menurun pada hipofungsi adrenal 6. Laksanakan program pengobatan : Membantu mencegah krisis Addison pemberian kortikosteroid dan propilaksis anibiotik 7. Jika terjadi krisis Addison berikan : a. Terapi vasopresor, hidrokortison Untuk mempertahankan tekanan b. Berikan cairan IV untuk darah dan kortisol mempertahankan sirkulasi c. Monitor tanda vital setiap 15 menit, catat perubahan, pola napas dan nadi d. Berikan oksigen e. Monitoring irama jantung dan EKG Shock dapat terjadi pada krisis Addison, sehingga perlu monitor lebih dini Sianosis dapat terjadi pada krisis Addison Keadaan hipokalemia meningkatkan kontraksi ventrikel yang premature, gelombang T depresi, hiperkalsemia menimbulkan gelombang T yang tinggi Mempertahankan gula darah Elektrolit yang sering mengalami

f. Monitoring gula darah g. Monitoring elektrolit

ketidakseimbangan adalah kalium, natrium, klorida, dan kalsium. 8. Tempatkan pasien pada tuangan Keadaan bising, rebut dan tidak nyaman yang nyaman dan tidak banyak dapat meningkatkan stress pasien gangguan sehingga mempercepat keadaan krisis Addison 3. Aktivitas intoleran berhubungan dengan kelemahan dan kelelahan sekunder penurunan kardiak output Tujuan : Pasien dapat melakukan aktivitas secara maksimal Kriteria hasil : a. Kemampuan aktivitas pasien meningkat b. Hipotensi tidak terjadi c. Kelemahan dan keletihan tidak ada d. Pola napas teratur, tidak ada nyeri dada dan disritmia Data yang mungkin muncul a. Kelemahan otot dan keletihan b. Anemia c. Hipotensi d. Ketidakseimbangan elektrolit e. Irama jantung tidak teratur Intervensi keperawatan Rasional 1. Kaji kemampuan pasien dalam Mengetahui kemampuan pasien dalam beraktivitas aktivitas 2. Monitor adanya takikardia dan Aktivitas membutuhkan energy dan takipneu setelah aktivitas oksigen, sehingga kerja jantung dan paru meningkat 3. Lakukan aktivitas secara bertahap Meningkatkan kemampuan aktivitas pasien 4. Anjurkan kepada pasien untuk Memulihkan kondisi pasien istirahat yang cukup 5. Bantu pasien melakukan ROM Memningkatkan kemampuan aktivitas akif atau pasif pasien 6. Laksanakan program pengobatan : Penurunan aktivitas disebabkan Pemberian kortikosteroid penurunan kadar kortisol 4. Deficit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan sekunder dieresis Tujuan : Pasien dapat menunjukkan volume cairan tubuh Kriteri hasil : a. Tanda vital dalam batas normal b. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi seperti turgor kulit baik, tidak ada rasa haus, c. Intake dan output cairan seimbang d. Kadar elektrolit dalam batas normal e. Output urin lebih besar dari 30 mL/jam

Rasional Keadaan diuresis dapat mengalami ketidakseimbangan cairan dan elektrolit Keadaan diuresis dapat mengalami ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dan dehidrasi 3. Kaji warna urin, konsentrasi dan Volume urin akan menurun, konsentrasi jumlah urin meningkat dan warna menjadi lebih keruh pada kekurangan cairan 4. Kaji kelemahan, keletihan, Tanda hiperkalemia dapat terjadi pada kemungkinan paralisis dan aldosteron yang rendah gangguan sensori 5. Monitor tanda vital setiap 24 jam Volume cairan yang hilang/kurang mengakibatkan perubahan tanda vital seperti penurunan tekanan darah 6. Kaji hasil EKG Kompleks QRS melebar, peningkatan PR interval 7. Monitor dan catat intake dan Mengetahui keseimbangan cairan pasien output cairan 8. Timbang berat badan setiap hari Kehilanga cairan menimbulkan penurunan berat badan yang cepat 9. Berikan pasien minum dalam Mengganti cairan yang hilang batas toleransi 10. Laksanakan program pengobatan : Menigkatkan kadar aldosteron mineralokortikoid seperti flurocortison astat 5. Resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan menurunnya enzim gastrointestinal, menurunnya selera makan, mual, muntah Tujuan : Pasien dapat memperlihatkan status nutrisi yang optimal, mempertahankan bera badan. Kriteria hasil : a. Nafsu makan pasien baik b. Mual dan muntah tidak ada c. Menghabiskan makanan yang telah diberikan d. Berat badan stabil e. Kadar Hb dalam batas normal

Data yang mungkin muncul a. Ketidakseimbangan elektrolit b. Intake dan output cairan tidak seimbang c. Diuresis d. Hipotensi, nadi cepat e. Tanda-tanda dehidrasi f. EKG tidak normal Intervensi keperawatan 1. Kaji status cairan dan elektrolit pasien 2. Kaji tanda-tanda dehisrasi

f. Tanda-tanda anemia tidak ada g. Gula darah dalam batas normal Data yang mungkin muncul a. Mual, muntah b. Nafsu makan berkurang c. Tidak menghabiskan makanan yang telah disediakan d. Penurunan berat badan e. Adanya tanda-tanda anemia seperti pucat, mudah lelah, hipotensi f. Kadar Hb dibawah normal g. Gula darah dibawah normal Intervensi keperawatan Rasional 1. Kaji selera makan pasien Kekurangan kortisol mengakibatkan gangguan fungsi gastrointestinal 2. Monitoring berat badan setiap hari Berat badan dapat turun dengan cepat pada hipofungsi adrenal 3. Kaji tanda-tanda kekurangan Intake makanan yang tidak adekuat nutrisi seperti pucat, kelemahan, menyebabkan gizi kurang hipotensi, konjungtiva anemis 4. Monitor gula darah pasien, nilai Gula darah menurun pada anemia dan Hb hipofungsi adrenal 5. Berikan makanan dalam porsi Mengurangi rasa mual dan kebutuhan kecil dan sering sesuai batas nutrisi terpenuhi toleransi 6. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam Memenuhi kebutuhan nutrisi, mencegah merencanakan gizi yang sesuai higlikemia dan hiponatremia tinggi protein, rendah karbohidrat, tinggi sodium 7. Jelaskan tentang diet makanan dan Meningkatkan motivasi dan kolaborasi pentingnya nutrisi pada pasien dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi. 6. Tidak efektifnya regimen managemen trapi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, kurang pengalaman, baru terpapar terapi hipofungsi adrenal. Tujuan : Pasien secara verbal menyatakan mengetahui dan memahami hipofungsi adrenal, terapi dan perawatannya. Kriteria hasil : a. Pasien menyampaikan secara verbal memahami penyakitnya, terapi dan perawatannya. b. Pasien kooperatif dalam perawatannya. c. Terapi dapat dilaksanakan sesuai program Data yang mungkin muncul a. Pasien menanyakan tentang penyakit dan program terapinya b. Pasien tidak kooperatif c. Adanya kecemasan

d. Terapi tidak berjalan sesuai dengan program Intervensi keperawatan Rasional 1. Kaji pengetahuan pasien tentang Penanganan hipofungsi adrenal hipofungsi adrenal, termasuk diperlukan pemahaman yang baik pengobatan tentang penyakit dan terapinya 2. Kaji kemampuan support-sistem Pasien membutuhkan support system dan kemampuan dalam pasien dan kemampuan untuk menghindari dalam perawatan faktor resiko terjadinya krisis adrenal 3. Kaji kemampuan pasien Identifikasi tanda dan gejala dini akan mengidentifikasi tanda dan gejala lebih cepat dilakukan penanganan krisis adrenal seperti demam, mual, muntah, berat badan menurun 4. Jelaskan tentang pengobatan Pasien lebih kooperatif seperti aldosteron, kortikosteroid 5. Instruksikan kepada pasien Mengurang iritasi lambung pemberian glukortikoid setelah makan 6. Jelaskan pada pasien tentang Pemahaman yang baik diharapkan penyakitnya dan perawatannya program terapi dapat terlaksana dengan baik 7. Diskusikan dengan pasien tentang Memecahkan masalah dan kemungkinan hal-hal yang menjadi kendala terapi dapat dilaksanakan sesuai dalam program terapi program

A. Npvhdtdc B. Etiologi Pada abad yang lalu, insufisiensi adrenal primer paling sering disebabkan oleh infeksi tuberculosis. Di Negara seperti Indonesia, India, dan sekitarnya yang angka kejadian tuberkulosisnya masih tinggi maka infeksi spesifik oleh kuman tuberculosis perlu dipertimbangkan sebagai penyebab penyakit Addison. Di negara maju seperti Amerika, tuberkulosis sudah amat jarang bahkan sudah tidak ada sama sekali. (Batubara dkk, 2010) Penyakit autoimun merupakan penyebab tersering insufisiensi adrenal primer setelah periode neonatus. Etiologi insufisiensi adrenal primer dapat dibagi tiga kategori yaitu disgenesis adrenal, destruksi adrenal, dan gangguan steroidogenesis-1 (SF-1), dan ketidakpekaan terhadap hormon adrenokortikotropik (ACTH), sedangkan kerusakan

kelenjar

adrenal

dapat

terjadi

pada

sindrom

autoimun

poliglandular

(SAP),

adrenoleukodistrofi (ALD), perdarahan pada kelenjar adrenal, metastasis pada kelenjar adrenal, infeksi kelenjar adrenal, dan amiloidosis kelenjar adrenal. Gangguan steroidogenesis meliputi hyperplasia adrenal congenital (HAK), gangguan pada mitokondria dan sindrom Smith-Lemli-Opitz. (Batubara dkk, 2010) Etiologi insufisiensi adrenal primer relatif berbeda-beda bergantung pada kelompok usia dan jenis kelamin. Misalnya pada saat lahir sering dijumpai perdarahan adrenal akibat anoksia atau sipsis neonatorum, pada nenonatus lebih sering dijumpai HAK, sedangkan pada anak yang lebih besar insufisiensi adrenal primer lebih sering disebabkan oleh sindrom autoimun poliglandular. Pada anak laki-laki lebih terjadi adrenoleukodistrofi banyak

karena banyak ditemukan kelainan pada gen DAX-1,

sedangkan pada pasien dewasa lebih sering ditemukan karena infeksi dan metastasis tumor. (Batubara dkk, 2010) Disgenesis kelenjar adrenal Pembentukan kelenjar adrenal bergantung pada interaksi berbagai gen. kelompok gen reseptor hormon inti (nuclear hormone receptor gene superfamily) seperti SF-1, gen 1 pada Xp21 (DAX-1), dan gen reseptor ACTH (reseptor melanokortin-2) berperan penting dalam pembentukan dan perkembangan korteks adrenal normal. Mutasi pada DAX-1 berhubungan dengan hipoplasia adrenal dan hipogonadisme. Protein DAX-1 dan SF-1 berperan dalam perkembangan lekuk urogenital (urogenital ridge), ovarium testis, korteks adrenal, hipotalamus, dan hipofisi anterior. (Batubara dkk, 2010) Faktor sterodogenesis-1 (steroidogenesis factor-1, SF-1) SF-1 penting untuk perkembangan korteks adrenal, gonad, dan nucleus ventromedial hipotalamus. Bagian dari SF-1 juga ditemukan pada promoter hormon glikoprotein hipofisis subunit , Mullerian inhibiting substance, dan promoter gen AX-1. Selain itu,, SF-1 juga berperan sebagai factor transkripsi yang mengatur ekspresi gen CYP hidroksilase steroid, aldosterone synthase isoenzyme, cholesterol side-chain celevage (SCC) enzim CYP11A, 3--hidrosteroid dehidrogenase, aromatase, dan StAR. Kedua reseptor inti (SF-1 dan DAX-1) bekerja sebagai koregulator dan menjadi komponen kaskade untuk membentuk gonad, adrenal, dan hipotalamus yang normal. (Batubara dkk, 2010)

Hipoplasia adrenal kongenital Hipoplasia adrenal kongenital (congenital adrenal hypoplasia) terjadi pada 1 dari 12.500 kelahiran. Hipoplasia adrenal kongenital dibagi menjadi empat

You might also like