You are on page 1of 16

TUGAS PRESENTASI KASUS Epilepsi

Tutor : dr. Qodri Sp. A

Disusun oleh : Shabrina Resi Putri G1A009126

Jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jendral Soedirman Purwokerto 2012

BAB I PENDAHULUAN

Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan berkala.Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekolompok besar sel-sel otak, bersifat singkron dan berirama. Bangkitnya epilepsi terjadi apabila proses eksitasi didalam otak lebih dominan dari pada proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen, disinhibisi, pergeseran konsentrasi ion ekstraselular, voltage-gated ion-channel opening, dan menguatkan sinkroni neuron sangat penting artinya dalam hal inisiasi dan perambatan aktivitas bangkitan epileptik.Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi ion didalam ruang ekstraselular dan intraselular, dan oleh gerakan keluar masuk ion-ion menerobos membran neuron. Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi.Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi.Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi yang baru lahir. Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita, yaitu 1-3% penduduk akan menderita epilepsi seumur hidup.Menurut World Health Organization (WHO) sekira 50 juta penduduk di seluruh dunia mengidap epilepsi Penulisan tugas presentasi kasus ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme terjadinya epilepsy sehingga diagnosis dapat ditegakan lebih dini serta mendapat penanganan yang adekuat dan tepat agar dapat mengontrol gejala dengan baik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kejang saraf otak. Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan kejang epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat kejang epilepsi sebelumnya. Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi > 30 menit atau kejang berulang tanpa disertai pemulihan kesadaran kesadaran diantara dua serangan kejang (Heilbroner, 2007) merupakan manifestasi berupa pergerakan secara

mendadak dan tidak terkontrol yang disebabkan oleh kejang involunter

B. Etiologi dan Presdiposisi Penyebab spesifik dari epilepsi sebagai berikut : a. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami infeksi, minum alcohol, atau mengalami cidera. b. c. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan. Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak

d. e. f. g. h.

Tumor otak merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada anak-anak. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (fku), sclerosis tuberose dan neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang. Kecendrungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini disebabkan karena ambang rangsang serangan yang lebih rendah dari normal diturunkan pada anak Berdasarkan penyebabnya epilepsy dibagi menjadi dua tipe yaitu epilepsy primer dan epilepsy sekunder. Epilepsy primer adalah epilepsy yang penyebabnya tidak diketahui secara pasti. Epilepsy primer juga disebut dengan idiopatik epilepsi

1. Epilepsi Primer (Idiopatik) Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal.Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (Idiopatik). Sering terjadi pada: a. b. c. d. e.
f.

Trauma lahir, Asphyxia neonatorum Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia) Tumor Otak Kelainan pembuluh darah

2. Epilepsi Sekunder (Simtomatik)

Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada jaringan otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau pada masa perkembangan anak, cedera kepala (termasuk cedera selama atau sebelum kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi (misalnya hipoglikemi, fenilketonuria (PKU), defisiensi vitamin B6), faktor-faktor toksik (putus alkohol, uremia), ensefalitis, anoksia, gangguan sirkulasi, dan neoplasma (Price, 2006) C. Patofisiologi Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi (inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Di antara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Dalam keadaan istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan melepas muatan listrik. Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa

beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.

(Silbernagl, 2000)

D. Penegakan Diagnosis a. Anamnesa Riwayat kesehatan adalah dasar dari diagnosis epilepsy. Dokter membutuhkan semua informasi tentang apa yang terjadi sebelum, selama dan setelah kejang. Jika pasien tidak dapat memberikan informasi yang cukup, orang lain yang melihat kejadian kejang dapat turut memberikan informasi. Pertanyaan sebelum terjadinya kejang : 1. Apakah anda mengalami stress yang tidak biasa atau kurang tidur? 2. Kapan terakhir kali kejang? 3. Apakah anda mengkonsumsi obat-obatan termasuk jamu, alkhohol, atau obat-obatan terlarang? 4. Apa yang segera anda lakukan saat terjadinya kejang (berbaring, duduk, berdiri)? Pertanyaan selama kejang : 1. Berapa kali dalam sehari kajang terjadi? 2. Apakah anda tetap sadar atau jatuh pingsan? 3. Bagaimana kejang ini berawal? 4. Apakah ada peringatan sebelum terjadinya kejang? 5. Apakah mata, mulut, wajah , kepala, tangan dan kaki bergerak abnormal? 6. Apakah anda mampu berbicara dan memberikan respon? 7. Apakah anda kehilangan kemmapuan untuk mengontrol kandung kemih dan isi perut? 8. Apakah anda menggigit lidah atau bagian dalam pipi?

Pertanyaan setelah kejang 1. Apakah anda merasa bingung atau lelah? 2. Dapatkah anda berbicara normal? 3. Apakah anda merasa pusing? 4. Apakah otot tubuh terasa sakit? Pertanyaan riwayat penyakit dahulu 1. Apakah proses kelahiran anda sulit? 2. Apakah anda pernah mengalami kejang demam ketika anda masih bayi? 3. Apakah anda pernah mengalami trauma kepala, jika iya, apakah anda kehilangan kesadaran setelah peristiwa? Berapa lama anda tidak sadar? 4. Apakah anda pernah menderita meningitis atau ensefalitis? 5. Apakah ada anggota keluarga yang menderita epilepsy, penyakit neurologi, atau penyakit yang berhubungan dengan kehilangan kesadaran?

Jika

peristiwa

terjadi

berulangkali,

cobalah

untuk

mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan. Sebagai contoh, seorang wanita dengan epilepsy memiliki episode serangan yang lebih sering saat siklus menstruasi sehingga qita harus lebih waspada pada saat siklus menstruasi datang. Beberapa orang mencoba untuk menghubungkan kejang dengan faktor longkungan seperti stress, pemakaian antibiotic atau terlalu banyak makan gula (Carl,2004). b. Pemeriksaan Fisik

Penyakit medis yang meliputi system lain pada tubuh juga dapat menyebabkan kejang sehingga dokter harus melakukan pemeriksaan medis secara menyeluruh. Pada beberapa pemeriksaan dan tes laboraturium dapat digunakan untuk mengetahui apakah hati ,ginjal, dan system tubuh lain bekerja dengan baik (Carl,2004). c. Pemeriksaan Penunjang EEG (ElektroEnchepaloGram) adalah pemeriksaan penting untuk diagnosis epilepsy karena EEG dapat merekam aktivitas listrik pada otak. EEG aman digunakan dan tanpa rasa sakit. EEG memperlihatkan pola normal dan abnormal dari aktivitas listrik otak. Beberapa pola abnormal mungkin terjadi dengan beberapa kondisi yang berbeda tidak hanya pada kejang. Seperti pada trauma kepala, stroke, tumor otak atau kejang. Ahli saraf mungkin akan d. Gold Standart Diagnosis Gold Standart dari epilepsi adalah kejang yang dilihat sendiri oleh dokter yang menangani pasien tersebut.

E. Penatalaksanaan a. Medikamentosa Anti konvulsion untuk mengontrol kejang. Jenis obat yang sering digunakan : Dosis Obat 1 2 Fenobarbital Dilatin (difenilhidantoin) Bentuk Kejang mg/kgbb/hari Semua bentuk kejang 3-8

Semua bentuk kejang kecuali 5-10

bangkitan petit mal, mioklonik atau akinetik. 3 Mysoline (primidon) Semua bentuk kejang kecuali petit 12-25 mal 4 5 6 7 8 9 Zarotin (etosuksinit) Diazepam Diamox (asetasolamid) Prednison Dexametasone Adrenokortikotropin Petit mal Semua bentuk kejang Semua bentuk kejang Spasme infantil Spasme infantil Spasme infantil 20-60 0,3-0,5 10-90 2-3 0,2-0,3 2-4

1.

Phenobarbital (luminal). Paling sering dipergunakan, murah harganya, toksisitas rendah.

2.

Primidone (mysolin) Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan phenyletylmalonamid.

3. Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin)

Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai ialah DPH.Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis. Tak berhasiat terhadap petit mal. Efek samping yang dijumpai ialah nistagmus,ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan darah. 4. Carbamazine (tegretol) Mempunyai carbamazine khasiat memang psikotropik yangmungkin psikotropik. disebabkan Sifat ini

pengontrolan bangkitan epilepsi itusendiri atau mungkin juga mempunyaiefek menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang sering disertai gangguan tingkahlaku. Efek samping yang mungkin terlihat

ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi sumsum tulang dan gangguan fungsi hati. 5. Diazepam.

Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status konvulsi.). Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena penyerapannya lambat. Sebaiknya diberikan i.v. atau intra rektal. 6. Nitrazepam (Inogadon).

Terutama dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan mioklonus. 7. Ethosuximide (zarontine).

Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit mal 8. Na-valproat (dopakene)

Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai. Obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam otak. Efek samping mual, muntah, anorexia. 9. Acetazolamide (diamox).

Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam pengobatan epilepsi. Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak menurun, influks Na berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi. 10. ACTH

Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantile (PERDOSSI., 2008) b. Non Medikamentosa 1.
2.

Tirah baring Diet rendah kalori dan tinggi protein.

F. Prognosis

Ketika pasien telah berhasil bebas kejang untuk beberapa tahun, hal ini mungkin untuk menghentikan pengobatan anti kejang, tergantung pada umur pasien dan tipe epilepsy yang diderita. Hal ini dapat dilakukan dibawah pengawasan dokter yang berpengalaman. Hampir seperempat pasien yang bebas kejang selama tiga tahun akan tetap bebas kejang setelah menghentikan pengobatan yang dilakukan dengan mengurangi dosis secara bertahap. Lebih dari setengah pasien anak-anak dengan epilepsy dapat menghentikan pengobatan tanpa perkembangan pada kejang (Tjahjadi, 2005)..

G. Komplikasi Komplikasi kejang parsial komplek dapat dengan mudah dipicu oleh stress emosional. Pasien mungkin mengalami kesulitan kognitif dan kepribadian seperti: Personalitas : sedikit rasa humor, mudah marah, hiperseksual Hilang ingatan : hilang ingatan jangka pendek karena adanya gangguan pada hippocampus, anomia ( ketidakmampuan untuk mengulang kata atau nama benda) Kepribadian keras : agresif dan defensive Komplikasi yang berhubungan dengan kejang tonik klonik meliputi: Aspirasi atau muntah Fraktur vertebra atau dislokasi bahu Luka pada lidah, bibir atau pipi karena tergigit Status epileptikus

Status Epileptikus Status epileptikus adalah suatu kedaruratan medis dimana kejang berulang tanpa kembalinya kesadaran diantara kejang. Kondisi ini dapat berkembang pada setiap tipe kejang tetapi yang paling sering adalah kejang tonik klonik. Status epileptikus mungkin menyebabkan kerusakan pada otak atau disfungsi kognitif dan mungkin fatal. Komplikasi meliputi: Aspirasi Kardiakaritmia Dehidrasi Fraktur Serangan jantung Trauma kepala dan oral

Sudden unexplained death in epilepsy (SUDEP) SUDEP terjadi pada sebagian kecil orang dengan epilepsy . Dengan alasan yang sangat sulit untuk dimengerti, orang sehat dengan epilepsy dapat meninggal secara mendadak. Ketika hal ini terjadi, orang dengan epilepsy simtomatik memiliki risiko yang lebih tinggi. Dari hasil autopsy tidak ditemukan penyebab fisik dari SUDEP. Hal ini mungkin terjadi karena edem pulmo atau cardiac aritmia. Beberapa orang memiliki risiko yang lebih tinggi dari yang lain seperti dewasa muda dengan kejang umum tonik klonik yang tidak dapat dikontrol sepenuhnya dengan pengobatan. Pasien yang menggunakan dua atau lebih obat anti kejang mungkin memiliki risiko yang lebih tinggi untuk SUDEP (Tjahjadi, 2005).

BAB IV KESIMPULAN

Epilepsi adalah suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan kejang epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat kejang epilepsi sebelumnya.

Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi > 30 menit atau kejang berulang tanpa disertai pemulihan kesadaran kesadaran diantara dua serangan kejang. Penyebab penyakit ini pada sebagian besar kasus tidak diketahui. Namun, ada beberapa faktor atau kondisi tertentu yang dapat dihubungkan dengan epilepsi antara lain: infeksi atau sakit yang diderita ibu yang berakibat pada perkembangan janin selama kehamilan, luka selama proses kelahiran, tumor otak, luka pada otak, toksin (racun) lingkungan seperti serbuk timah, infeksi seperti meningitis (radang pada selaput otak) atau encephalitis (radang otak), perkembangan otak yang tidak normal, sejumlah kondisi genetik, gangguan metabolisme yang menyebabkan adanya ketidakseimbangan pada unsur-unsur dalam darah atau ketidaknormalan irama jantung. Epilepsi secara genetis biasanya bukan merupakan penyakit turunan, meskipun kerentanan akan serangan penyakit ini terdapat dalam keluarga dan sawan bisa terjadi sebagai ciri dari sejumlah kondisi turunan.

DAFTAR PUSTAKA

Carl W Bazil. Living Well with Epilepsy and Other Seizure Disorders. Edition illustratred :Harpercollins publishing. 2004 Heilbroner, Peter. Seizures, Epilepsy, and Related Disorder, Pediatric Neurology: Essentials for General Practice. 1st ed. 2007 PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Ed. 3. Jakarta. 2008 Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit. Ed: 6. Jakarta: EGC Tjahjadi,P.,Dikot,Y,Gunawan,D. Gambaran Umum Mengenai Epilepsi. In : Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 2005. p119-127.

You might also like