You are on page 1of 15

Pengertian Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah Surat Keputusan Kepala KPP mengenai pajak terutang yang

harus dibayar dalam 1 (satu) tahun pajak. Hak Wajib Pajak 1. Menerima SPPT PBB untuk setiap tahun pajak. 2. Mendapatkan penjelasan berkaitan dengan ketetapan PBB dalam hal Wajib Pajak meminta. 3. Mengajukan keberatan dan/atau pengurangan. 4. Mendapatkan Surat Tanda Terima Setoran (STTS) PBB dari

Bank/Kantor Pos dan Giro Tempat Pembayaran PBB yang tercantum pada SPPT, atau 5. Mendapatkan Resi/struk ATM/bukti pembayaran PBB lainnya (sebagai bukti pelunasan pembayaran PBB yang sah sebagai pengganti STTS) dalam hal pembayaran PBB dilakukan melalui fasilitas ATM/fasilitas perbankan elektronik lainnya, atau 6. Mendapatkan Tanda Terima Sementara (TTS) dari petugas pemungut PBB Kelurahan/Desa yang ditunjuk resmi dalam hal pembayaran PBB dilakukan melalui petugas pemungut PBB. Kewajiban Wajib Pajak 1. Mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dengan jelas, benar dan lengkap, dan menyampaikan ke KPP Pratama/KP2KP setempat, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya SPOP oleh subjek pajak.

2. Menandatangani bukti tanda terima SPPT dan mengirimkannya kembali kepada Lurah/Kepala Desa/Dinas Pendapatan Daerah/KP2KP untuk diteruskan ke KPP Pratama yang menerbitkan SPPT. 3. Melunasi PBB pada Tempat Pembayaran PBB yang telah ditentukan. Cara Mendapatkan SPPT 1. Mengambil sendiri di Kantor Kelurahan/Kepala Desa atau di KPP Pratama/KPPBB tempat Objek Pajakterdaftar atau tempat lain yang ditunjuk. 2. Dalam rangka pelayanan, SPPT dapat dikirim melalui Kantor Pos dan Giro atau diantarkan oleh aparat Kelurahan/Desa. 3. Wajib Pajak dapat menggunakan fasilitas Kring Pajak (500200) yang merupakan layanan pulsa lokal dari Fixed Phone/PSTN. Pengertian pajak menurut Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Lima unsur pokok dalam defenisi pajak : 1. Iuran / pungutan 2. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang 3. Pajak dapat dipaksakan 4. Tidak menerima kontra prestasi 5. Untuk membiayai pengeluaran umun pemerintah

Jenis-jenis Pajak Secara umum jenis pajak dibedakan menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Contoh dari pajak pusat adalah: 1. Pajak Penghasilan (PPh) 2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 3. Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) 4. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Khusus jenis pajak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) mulai tahun 2012 pengelolaannya disebagian dialihkan kepada Pemerintah Daerah (Pemda). Setelah kita mengetahui dan memahami pengertian serta jenis-jenis pajak, selanjutnya kita fokus pada pembahasan tentang Pajak Penghasilan (PPh). Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) adalah : Pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.

Subjek

pajak

tersebut

dikenai

pajak

apabila

menerima

atau

memperoleh penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh) disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.

Pajak Penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada Subjek Pajak yang bersangkutan, artinya kewajiban pajak tersebut dimaksudkan untuk tidak dilimpahkan kepada Subjek Pajak lainnya. Oleh karena itu dalam rangka memberikan kepastian hukum, penentuan saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif menjadi penting. Subjek Pajak Penghasilan Subjek PPh adalah orang pribadi; warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak; badan; dan bentuk usaha tetap (BUT). Subjek Pajak terdiri dari 1. Subjek Pajak Dalam Negeri 2. Subjek Pajak Luar Negeri. Subjek Pajak Dalam Negeri adalah : Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, meliputi Perseroan Terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana.

Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. Subjek Pajak Luar Negeri adalah : Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia; Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh panghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau; melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.

Tidak termasuk Subjek Pajak Badan perwakilan negara asing; 1. Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat: a. bukan warga Negara Indonesia; dan b. di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut; serta c. negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
5

2. Organisasi-organisasi

Internasional

yang

ditetapkan

dengan

Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat : Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; i. tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain

pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota; 3. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat : a. bukan warga negara Indonesia; dan b. tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. Pada prinsipnya Pasal 4 UU Pajak Penghasilan (PPh) mengatur bahwa atas semua penghasilan merupakan objek Pajak Penghasilan kecuali ditetapkan lain oleh UU PPh bukan sebagai objek pajak, karena: 1. UU Pajak Penghasilan (PPh) menganut pengertian penghasilan yang seluas-luasnya dengan nama dan dalam bentuk apapun. Hal ini sejalan dengan prinsip substance over form yang dianut UU PPh. Artinya, dalam penghitungan pajak hakikat ekonomis yang sebenarnya lebih diutamakan dibandingkan nama atau istilah yang diberikan atas penghasilan tersebut. 2. jenis penghasilan sangat banyak dan luas dan akan semakin berkembang sesuai dengan kemajuan ekonomi sehingga tidak mungkin dapat memberikan jenis penghasilan yang menjadi objek pajak secara spesifik dalam undang-undang. Oleh karena itu, yang bisa dilakukan adalah memberikan batasan macam dan jenis penghasilan yang bukan Objek Pajak (tidak terutang pajak)

sehingga jenis penghasilan yang tidak termasuk bukan objek pajak merupakan objek pajak dan terutang pajak.

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU Pajak Penghasilan (PPh) disebutkan bahwa yang menjadi Objek Pajak adalah Penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangutan dengan nama dan dalam bentuk apapun, antara lain: 1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh, termasuk : gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam UU PPh. 2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan. 3. Laba usaha. 4. Keuntungan termasuk: 1. keuntungan karena penglihan harta kepada perseroan, karena penjualan atau karena pengalihan harta,

persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; 2. keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota; 3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,

pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha; 4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga

sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan (Permenkeu No.245/PMK.03/2008),

sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan bersangkutan; 5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruhhak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan; 5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya. 6. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian uang. Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang meneritkan obligasi dan diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi dan diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi. 7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. Pengetian deviden termasuk pula: 1. pembagian laba, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun; atau penguasaan antara pihak-pihak yang

2. pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor; 3. pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham; 4. pembagian laba dalam bentuk saham; 5. pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran; 6. jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan; 7. pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah; 8. pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penembusan tanda-tanda laba tersebut; 9. bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi; 10. bagian laba yang diterima oleh pemegang polis; 11. pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi; 12. pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan. 8. Royalti Pengertian penggunaan: 13. hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merk dagang, formula, atau rahasia perusahaan; royalti adalahn imbalan sehubungan dengan

14. hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri, komersial, dan ilmu pengetahuan. Yang dimaksud dengan alatalat industri, komersial dan ilmu pengetahuan adalah setiap peralatan yang mempunyai nilai intelektual, misalnya peralatanperalatan yang digunakan di beberapa industri khusus seperti anjungan pengeboran minyak (drilling rig), dan sebagainya; 15. informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnya

pengalaman di bidang industri, atau bidang usaha lainnya. Ciri informasi dimaksud adalah bahwa informasi tersebut telah tersedia sehingga pemiliknya tidak perlu lagi melakukan riset untuk menghasilkan informasi tersebut. Tidak termasuk dalam pengertian informasi di sini adalah informasi yang diberikan oleh misalnya akuntan publik, ahli hukum, atau ahli teknik sesuai dengan bidang keahliannya, yang dapat diberikan oleh setiap orang yang mempunyai latar belakang disiplin ilmu yang sama. 8. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. 9. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala. 10. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 11. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. 12. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. 13. Premi asuransi. 14. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

10

15. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. 16. Penghasilan dari usaha berbasis syariah. 17. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tatacara perpajakan (UU No.6 Tahun 1983 sttd UU No.28 Tahun 2007) 18. Surplus Bank Indonesia. Penghasilan yang menjadi objek pajak dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) kelompok, yaitu : 1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya; 2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan; 3. Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta takgerak seperti bunga, deviden, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya; 4. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan sebagainya. Berdasarkan Pasal 4 ayat 1 UU PPh, definisi penghasilan yang terutang atau dikenakan PPh mempunyai unsur sebagai berikut : 1. Tambahan kemampuan ekonomis 2. Yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak 3. Baik yang berasal dari Indonesia maupunyang berasal dari luar Indonesia 4. Yang dipakai untuk konsumsi maupun yang dipakai untuk menambah kekayaan

11

5. Dengan nama dan bentuk apapun

Penghasilan Yang Bukan Objek Pajak Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) UU PPh, jenis penghasilan yang tidak termasuk sebagai objek pajak, sehingga tidak terutang PPh meskipun diterima atau diperoleh oleh subjek pajak adalah : 1. a. Bantuan atau sumbangan , termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan

Pemerintah ( diatur dalam PP No. 18 tahun 2009 : zakat diterima badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan pemerintah , dan sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib diterima lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan pemerintah). b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satuderajat, dan oleh badan keagamaan atau badanpendidikan atau badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi atau badan social termasik yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu No 245/PMK.03/2008) sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikanatau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

12

1. Warisan 2. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti penyertaan modal. 3. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaana atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah, kecuali yang diberikan oleh : bukan wajib pajak, WP yang dikenakan pajak secara final atau WP yang menggunakan Norma Penghitungan Khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud pasal 15. 4. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi

sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa. 5. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat : 1. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan 2. Bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor.

6. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pension yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawa.i 7. Penghasilan dari modal yangditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan.

13

8. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,

persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif 9. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh reksadana selama 5 tahun pertama sejak tanggal pendirian atau tanggal kontrak ( ketentuan ini tidak tercantum lagi dalam UU No. 36 tahun 2008 sehingga dihapus sejak 1 Januari 2009 dan merupakan Objek pajak ) 10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura bberupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut : 1. Merupakan perusahaan kecil, menengah atau yang mejalankan kegiatan dalam sector-sektor usaha yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan 2. Sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia 11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ( Permenkeu No 246/PMK.03/2008 : diterima WNI untuk pendidikan di dalam negeri pada tingkat pendidikan dasar, menengah dan tinggi, terdiri dari : biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah, biaya ujian, biaya penelitian terkait bidang studinya, pembelian buku dan biaya hidup yang wajar di lokasi belajar) 12. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak di bidang pendidikan dan atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang

membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan atau penelitian dan
14

pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan 13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada wajib pajak tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarka Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu No 247/PMK.03/2008: Jamsostek, Taspen, Asabri, Askes, badan hokum lainnya penyelenggara Program Jaminan Sosial).

15

You might also like