You are on page 1of 18

ILMU DAN BAHASA

Parlindungan Pardede
parlpard2010@gmail.com
Universitas Kristen Indonesia

Abstrak

Ilmu dan bahasa merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, karena bahasa

merupakan sarana utama pengembangan dan penyebarluasan ilmu. Makalah ini

membahas konsep-konsep dan paradigma tentang ilmu dan bahasa sebagai

landasan untuk memahami peran penting bahasa dalam pengembangan ilmu,

karakteristik bahasa yang mendukung pengembangan ilmu, dan upaya-upaya yang

dapat dilakukan untuk mengembangkan bahasa sebagai pendukung

pengembangan ilmu, dan peran Pusat Bahasa untuk mendorong bahasa Indonesia

sebagai bahasa yang mendukung pengembangan ilmu.

Pendahuluan

Ilmu dan bahasa merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Bahasa

berperan penting dalam upaya pengembangan dan penyebarluasan ilmu. Setiap

penelitian ilmiah tidak dapat dilaksanakan tanpa menggunakan bahasa,

matematika (sarana berpikir deduktif) dan statistika (sarana berpikir induktif)

sebagai sarana berpikir (Sarwono, 2006: 13). Upaya-upaya penyebarluasan ilmu

juga tidak mungkin dilaksanakan tanpa bahasa sebagai media komunikasi. Setiap

forum ilmiah pasti menggunakan bahasa sebagai sarana utama. Aktivitas-aktivitas


yang diarahkan untuk memahami, mengeksplorasi, dan mendiskusikan konsep-

konsep ilmu tidak dapat diselenggarakan tanpa melibatkan bahasa sebagai sarana.

Makalah ini membahas konsep-konsep dan paradigma tentang ilmu dan

bahasa sebagai landasan untuk memahami peran penting bahasa dalam

pengembangan ilmu, karakteristik bahasa yang mendukung pengembangan ilmu,

dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan bahasa sebagai

pendukung pengembangan ilmu. Pembahasan diawali dengan memaparkan

hakikat ilmu dan bahasa sebagai titik tolak dan dilanjutkan dengan pembahasan

tentang peran bahasa dalam pengembangan ilmu, yang menyoroti hubungan

bahasa dan pikiran dan bahasa sebagai media komunikasi. Setelah itu,

pembahasan dilanjutkan dengan mengupas karakteristik bahasa yang mendukung

pengembangan ilmu dan diakhiri dengan gambaran singkat tentang gebrakan

Pusat Bahasa untuk mendorong bahasa Indonesia sebagai bahasa yang

mendukung pengembangan ilmu.

Hakikat Ilmu

Ilmu (science) dan pengetahuan (knowledge) merupakan dua bidang yang

berbeda. Pengetahuan (knowledge) merupakan kumpulan upaya dan pemahaman,

pikiran, perasaan, dan pengalaman yang diperoleh manusia ketika berinteraksi

dengan orang lain dan alam sekitarnya, yang kemudian diabstraksi dalam bentuk

pernyataan, ungkapan artistik, teori, dalil, rumus atau hukum. Pengertian ini

selaras dengan penjelasan Suriasumantri (1990: 293) bahwa ... knowledge ...

merupakan terminologi generik yang mencakup segenap bentuk yang kita tahu

2
seperti filsafat, ekonomi, seni, beladiri, cara menyulam, dan biologi.... Menurut

Hornby (1994: 760), Ilmu (science) merupakan pengetahuan yang disusun secara

teratur (sitematis), khususnya pengetahuan yang diperoleh melalui observasi, dan

pengujian fakta. Selaras dengan itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring

(2008) mendefinisikan ilmu sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yg

disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk

menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Secara lebih terperinci,

Allot (1989) membatasi ilmu sebagai: A branch of study which is concerned with

either a connected body of demonstrated truths or with observed facts

systematically classified and more or less colligated by being brought under

general laws and which includes trustworthy methods for the discovery of new

truth within its own domain...

Perbedaan antara ilmu dan pengetahuan di atas juga didukung oleh Sandjaja

dan Heriyanto (2006: 5-6) dengan mengatakan bahwa pengetahuan (ordinary

knowledge) merupakan sesuatu yang diketahui langsung dari pengalaman,

berdasarkan panca indera, dan olahanakalbudi yang spontan. Pengetahuan

mencakup segala sesuatu yang dilihat, didengar, dikecap, dicium, diraba, dan

hadir dalamkesadaran kita. Pengetahuan seperti ini biasanya bersifat spontan,

subjektif atau intuitif. Sedangkan ilmu (pengetahuan ilmiah) merupakan

pengetahuan tentang suatu bidang tertentu yang telah disusun secara metodis,

sitematis, dan koheren. Ilmu diperoleh dari berbagai upaya yang dilakukan untuk

menyelidiki dan mengembangkan pemahaman manusia tentang dunia fisik dan

fenomena yang berlangsung di dalamnya. Melalui metode-metode ilmiah yang

3
dirancang secara sistematis, para ilmuwan menggunakan bukti-bukti fisik yang

teramati tentang gejala-gejala alam untu mengumpulkan data, dan menganalisis

data tersebut untuk menjelaskan fenomena dimaksud. Metode-metode tersebut

mencakup observasi, eksperimen, maupun pengamatan berperan serta. Dengan

demikian, ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian.

Berdasarkan beberapa definisi dan pendapat di atas, dapat disimpulkan

bahwa ilmu merupakan bagian pengetahuan yang diperoleh dari penelitian yang

dilakukan terhadap satu bidang permasalahan dengan menggunakan metode

penelitian yang terpercaya untuk memperoleh kebenaran baru yang berhubungan

dengan bidang tersebut yang kemudian disusun secara sistematis dan koheren.

Berdasarkan definisi ini,dapat dikatakan bahwa ilmu memiliki empat ciri:

diperoleh dari penelitian yang dilakukan dengan metode tertentu dan langkah-

langkah yang sistematis, mencakup satu bidang tertentu dari kenyataan, dan

disusun secara koheren.

Hakikat Bahasa

Bahasa adalah media (sarana) yang digunakan untuk berbicara, menulis, dan

berpikir. Bahasa merupakan alat yang paling penting dalam hidup manusia.

Bahasa membuat manusia mampu mendominasi mahluk lain dimuka bumi, baik

yang berada di darat, laut, maupun udara.

Berbagai definisi tentang bahasa pada umumnya menyoroti dua aspek

terpenting: fungsional dan formal. Aspek fungsional merujuk pada fungsi bahasa

yang begitu penting dalam kehidupan masyarakat manusia, yaitu sebagai media

4
yang dimiliki bersama dan digunakan untuk mengkomunikasikan pendapat,

gagasan dan perasaan. Aspek formal merujuk pada sistem atau kaidah-kaidah (tata

bahasa) yang digunakan untuk membentuk bunyi menjadi kata dan memadu kata-

kata menjadi kalimat yang bermakna. Aspek formal menurut Miller (1974: 8),

meliputi tiga unsur: fonologi, sintaksis, dan semantik. Kedua aspek ini terungkap

dengan jelas dalam definisi The Random House Dictionary of the English

Language (dalam Brown, 1987: 4), yang menyatakan bahasa sebagai any set

or system of linguistic symbols as used in a more or less uniform fashion by a

number of people who are thus enabled to communicate intelligibly with one

another. Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring (2008) mendefinisikan bahasa

sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu

masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Hal

yang sama juga mendapat penekanan dalam definisi yang diutarakan oleh

Wardaugh (1972: 3): Language is a system of arbitrary vocal symbols used for

human communication., definisi yang diajukan Pusch (1979: 3): Language is

the systematic, structured verbal and, in most cases, written code used for

communication among a group of people. maupun definisi Nielsen dan Nielsen

(1979: 3) yang mengatakan bahwa bahasa adalah: a hierarchical system of

arbitrary symbols related to each other by rules and used by humans for

communication and socialization.

Sistem (tata bahasa) setiap bahasa biasanya dibangun secara hirarkis oleh

lima unsur yang: fonem, morfem, sintaksis, dan semantik. Fonem merupakan

unsur terkecil dari bunyi ucapan yang bisa digunakan untuk membedakan arti dari

5
satu kata. Sebagai contoh, kata ular dan ulas memiliki arti yang berbeda karena

perbedaan pada fonem /r/ dan /s/. Kata tadi dan tari memiliki arti yang berbeda

karena perbedaan pada fonem /d/ dan /r/. Morfem merupakan unsur terkecil dari

pembentukan kata dan disesuaikan dengan aturan suatu bahasa. Pada bahasa

Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata praduga memiliki dua

morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar penambahan

morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada kata duga. Sintaksis merupakan

proses penggabungan kata menjadi kalimat berdasarkan aturan sistematis yang

berlaku pada bahasa tertentu. Dalam bahasa Indonesia terdapat aturan SPO atau

subjek-predikat-objek. Aturan ini berbeda pada bahasa yang berbeda, misalnya

pada bahasa Belanda dan Jerman aturan pembuatan kalimat adalah kata kerja

selalu menjadi kata kedua dalam setiap kalimat. Hal ini berbeda dengan bahasa

Inggris yang memperbolehkan kata kerja diletakan bukan pada urutan kedua

dalam suatu kalimat. Semantik merupakan bidang yang mempelajari arti dan

makna dari suatu bahasa yang dibentuk dalam suatu kalimat.

Makna atau pesan yang disampaikan dalam komunikasi tidak hanya

disalurkan melalui keempat unsur bahasa di atas, tetapi juga melalui unsur-unsur

komunikai non-verbal. Dalam komunikasi, unsur-unsur verbal yang disusun oleh

fonem, morfem, sintaksis, dan semantik membentuk the-what yang diucapkan,

sedangkan unsur paralanguage membentuk the-how. Unsur komunikasi non-

verbal terdiri dari paralanguage dan bahasa tubuh (body language). Unsur

paralanguage mencakup intonasi, tempo, ritme, dan penekanan (accentuation),

sedangkan unsur bahasa tubuh, antara lain terdiri dari ekpresi wajah, tatapan mata,

6
gerak-gerik tubuh, cara duduk, berdiri, pakaian dan lain-lain. Pentingnya

memahami unsur paralanguage dalam komunikasi dapat dilihat, misalnya, dalam

pengucapan kata Bagus, dengan intonasi yang berbeda. Dengan intonasi yang

tepat, kata itu bisadigunakan untuk mengungkapkan pujian atau, sebaliknya,

ejekan. Contoh yang lain dapat dilihat pada perubahan makna hanya karena

penggunaan intonasi yang berbeda dalam dua kalimat berikut (Nisen and Nielsen,

1979).

Woman, without her man, is nothing.


Woman, without her, man is nothing.

Bahasa tubuh merupakan unsur komunikasi yang sangat kompleks. Gerak-

gerik tubuh yang mungkin dilakukan seseorang saja bisa mencapai 700,000 jenis,

sehingga mengklasifikasikannya merupakan tugas yang sulit. Oleh karena itu,

untuk tujuan praktis dalamkomunikasi, kita hanya perlu memahami bahasa tubuh

yang lazim digunakan saja (National Literacy Trust, 2008). Sebagai contoh, untuk

menunjuk, orang Amerika menggunakan jari telunjuk,orang Jerman dengan jari

kelingking, orang Jepang dengan seluruh jari, dan sebagian orang di Asia dengan

jari jempol. Dalam budaya Barat, kontak mata langsung yang normal dianggap

positif, sedangkan tatapan yang lama dianggap sebagai undangan seksual. Di

budaya Arab, kontak mata yang lama dianggap sebagai tanda keseriusan dan

ketulusan. Sedangkan di Jepang Amerika Latin orang mencegah kontak mata

untuk menunjukkan rasa hormat.

7
Peran Bahasa Dalam Ilmu

Peran bahasa dalam ilmu erat hubungannya dengan aspek fungsional bahasa

sebagai media berpikir dan media komunikasi. Sehubungan dengan itu,

pembahasan tentang permasalahan ini akan disoroti dalam dua bagian: (1)

hubungan bahasa dan pikiran dan (2) bahasa sebagai media komunikasi.

(1) Hubungan Bahasa dan Pikiran

Berpikir merupakan aktivitas mental yang tersembunyi, yang bisa disadari

hanya oleh orang yang melakukan aktivitas itu. Miller (1983: 172) mengatakan:

Thinking, by all definitions, is a covert activity, witnessed only by the person in

it. Lebih jauh, Miller mengatakan bahwa tindakan berpikir sering digambarkan

sebagai kegiatan berbicara pada diri sendiri (intrapersonal communication),

mengamati dan memanipulasi gambar-gambar mental. Dengan kemampuan

berpikirnya, manusia bisa membahas obyek-obyek dan peristiwa-peristiwa yang

tidak berada atau sedang berlangsung disekitarnya. Kemampuan berpikir juga

kadang-kadang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tanpa mencoba

berbagai alternatif solusi secara langsung (nyata).

Peran penting bahasa dalam inovasi ilmu terungkap jelas dari fungsi bahasa

sebagai media berpikir. Melalui kegiatan berpikir, manusia memperoleh dan

mengembangkan ilmu pengetahuan dengan cara menghimpun dan memanipulasi

ilmu dan pengetahuan melalui aktivitas mengingat, menganalisis, memahami,

menilai, menalar, dan membayangkan. Selama melakukan aktivitas berpikir,

bahasa berperan sebagai simbol-simbol (representasi mental) yang dibutuhkan

8
untuk memikirkan hal-hal yang abstrak dan tidak diperoleh melalui penginderaan.

Setiap kali seseorang sedang memikirkan seekor harimau, misalnya, dia tidak

perlu menghadirkan seekor harimau dihadapannya. Makalah-makalah yang

relevan, yang berfungsi sebagai representasi mental tentang harimau, sudah dapat

membantunya untuk memikirkan hewan itu. Cassirer (dalam Suriasumantri, 1990:

71) mengatakan manusia adalah Animal symbolicum, mahluk yang menggunakan

simbol, yang secara generik mempunyai cakupan lebih luas dari homo sapiens,

mahluk yang berpikir. Tanpa kemampuan menggunakan simbol ini, kemampuan

berpikir secara sistmatis dan teratur tidak dapat dilakukan.

Bahasa memang tidak selalu identik dengan berpikir. Jika seseorang ditanya

apa yang sedang dipikirkannya, dia akan menggambarkan pikirannya melalui

bahasa.meskipun pikirannya tidak berbentuk simbol-simbol linguistik ketika dia

ditanya, dia pasti mengungkapkanpikiran itu dalam bentuk simbol-simbol

linguistik agar proses komunikasi dengan penanya berjalan dengan baik. Namun,

meskipun bahasa tidak identik dengan berpikir, berpikir tidak dapat dilakukan

tanpa bahasa. Bahkan, karakteristik bahasa yang dimiliki seseorang akan

menentukan objek apa saja yang dapat dipikirkannya. Berbagai filsuf menyatakan

bahwa suku-suku primitif tidak dapat memikirkan hal-hal yang canggih bukan

karena mereka tidak dapat berpikir, tetapi karena bahasa mereka tidak dapat

memfasilitasi mereka untuk melakukannya (Miller, 1983: 176). Kenyataan ini

terungkap jelas dalam diri mahasiswa yang sedang belajar di luar negeri. Dia akan

berhasil menyelesaikan studinya hanya jika dia menguasai bahasa yang digunakan

dalam proses pembelajaran. Mengingat betapa pentingnya peran bahasa dalam

9
proses ini, tidaklah berlebihan bila Tomasello (1999) menegaskan bahwa bahasa

adalah fungsi kognisi tertinggi dan tidak dimiliki oleh hewan.

Selaras dengan itu, pandangan berbagai antropolog budaya juga

menunjukkan bahwa bahasa juga berperan dalam membentuk, mempengaruhi,

dan membatasi pikiran. Penelitian tentang kemampuan mengingat warna

membuktikan bahwa peserta yang bahasa ibunya memiliki kata untuk warna yang

diujikan terbukti lebih mampu mengingat warna-warna tersebut.

(Wikipedia,2008). Sehubungan dengan itu, Miller (1983: 176) menegaskan:

language exerts a molding and constraining influence on thought. Variasi

pengungkapan pengalaman melalui bahasa yang berbeda sangat erat hubungannya

dengan variasi pandangan hidup atau kebudayaan dalam masyarakat manusia.

Karena bahasa dipelajari seseorang sejak usia dini, dan bahasa tersebut merupakan

sarana utama baginya untuk mempelajari segala sesuatu, termasuk budaya dan

pandangan hidup, bahasa itu akan mempengaruhi persepsinya tentang realitas.

Sebagai contoh, ungkapan Time flies, El reloj anda (waktu berjalan, bahasa

Spanyol) dan Waktu berjalan bisa dihubungkan dengan perbedaan antara

persepsi orang Amerika, orang Spanyol dan orang Indonesia tentang waktu.

Orang Amerika selalu bergegas dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya,

sedangkan orang Spanyol dan orang Indonesia cenderung memandang hidup lebih

santai (Rahmat, 2005 :274).

Hal ini ditegaskan oleh hasil penelitian Ford dan Peat (1988) yang

mempertanyakan: "Do we speak (have language) because we think, or do we

think because we speak?" Penelitian itu mengungkapkan bahwa pengaruh realitas

10
bahasa seseorang terhadap pikirannya lebih dominan daripada pengaruh

pikirannya terhadap bahasanya. Bahasa tidak hanya berperan sebagai kendaraan

yang digunakan untuk menyalurkan informasi tetapi juga sarana untuk

membentuk pikiran. Sebagai ilustrasi, struktur bahasa Inggris yang linier

membuat penutur asli bahasa Inggris selalu berpikir (bahkan bertindak) to the

point. Hal ini dapat dibandingkan dengan struktur bahasa di Timur yang

cenderung melingkar atau zigjag. Secara umum, pemikiran dan tindakan orang

Timur tidak se-to the point orang Amerika. Penelitian yang dilakukan di

Australia pada sekelompok anak berusia 4-5 tahun dari dua komunitas asli

Warlpiri dan Anindilyakawayang tidak memiliki ungkapan verbal untuk angka

menunjukkan bahwa sanak-anak tersebut dapat mengerjakan (berpikir) beberapa

operasi matematika dasar tanpa menggunakan bahasa. Akan tetapi, mereka

mengakui juga bahwa untuk memikirkan konsep-konsep yang lebih rumit, para

peserta membutuhkan bahasa. Rumus-rumus ilmiah, seperti E=MC2, misalnya

tidak akan bermakna bagi seseorang bila dia tidak mengetahui pengertian dari

Energy (E), Mass (M) dan speed of light (C).

(2) Bahasa Sebagai Media Komunikasi

Komunikasi merupakan salah satu jantung pengembangan ilmu. Setiap ilmu

dapat berkembang jika temuan-temuan dalam ilmu itu desebarluaskan

(dipublikasikan) melalui tindakan berkomunikasi. Temuan-temuan itu kemudian

didiskusikan, diteliti ulang, dikembangkan, disintetiskan, diterapkan atau

diperbaharui oleh ilmuwan lainnya. Hasil-hasil diskusi, sintetis, penelitianulang,

11
penerapan, dan pengembangan itu kemudian dipublikasikan lagi untuk

ditindaklanjuti oleh ilmuwan lainnya. Selama dalam proses penelitian, perumusan,

dan publikasi temuan-temuan tersebut, bahasa memainkan peran sentral, karena

segala aktivitas tersebut menggunakan bahasa sebagai media.

Dalam penelitian dan komunikasi ilmiah, setiap ilmuwan perlu

mengembangkan dan memahami bahasa (terutama jargon-jargon akademis dan

terminologi khusus) yang digunakan dalam bidang yang ditekuni. Tanpa bahasa

yang mereka pahami bersama, kesalahpahaman akan sulit dihindari dan mereka

tidak dapat bersinergi untuk mengembangkan ilmu. Ilmuwan yang miskin dengan

kosa kata bisa saja bertindak seperti Billy dalam anekdot berikut.

One day, a teacher was attempting to teach the names of animals to a


class of 5-year-olds. She held up a picture of a deer, and asked one boy,
"Billy, what is this animal? Little Billy looked at the picture with a
disheartened look on his face and responded, "I'm sorry Mrs. Smith, I
don't know." The teacher was not one to give up easily, so she then asked
Billy, "Well, Billy, what does your Mommy call your Daddy?" Little
Billy's face suddenly brightened up, but then a confused look came over
his face, as he asked, "Mrs. Smith, is that really a pig?

Karakteristik Bahasa yang Mendukung Pengembangan Ilmu

Berdasarkan paparan-paparan di atas, sangat jelas bahwa bahasa peran

bahasa sebagai media berpikir komunikasi sangat dibutuhkan dalam setiap

aktivitas pengembangan ilmu. Akan tetapi tidak semua bahasa dapat digunakan

untuk tujuan ini, bahasa yang dikembangkan oleh masyarakat yang tidak

menjalani budaya ilmiah justru akan menghambat pengembangan ilmu. Rahmat

(2005: 276) menjelaskan konsep-konsep dalam bahasa cenderung manghambat

12
atau mempercepat proses pemikiran tertentu. Diantara bahasa-bahasa di dunia, ada

yang sangat mendukung untuk memikirkan masalah-masalah filsafat. Sebagian

lagi sangat sesuai digunakan untuk membahas perdagangan. Ada juga yang sulit

dipakai bahkan untuk memecahkan masalah-masalah matematika sederhana.

Menurut Suriasumantri (1990: 301) dalam kapasitasnya sebagai media

komunikasi, bahasa berfungsi untuk menyampaikan pesan berkonotasi perasaan

(emotif), pesan berkonotasi sikap (afektif), dan pesan berkonotasi pikiran

(penalaran). Secara alami, idak semua bahasa dikembangkan oleh penuturnya

dengan memberikan porsi yang sama terhadap kemampuan menyampaikan ketiga

jenis pesan itu. Masyarakat yang gemar mengembangkan ilmu pastilah memiliki

bahasa yang baik dalam fungsinya sebagai media penalaran.

Unsur bahasa yang mungkin berperan paling sentral dalam fungsinya

sebagai media berpikir dan media komunikasi adalah kata-kata. Dengan

memahami makna kata-kata yang membentuk sebuah kalimat, meskipun dia tidak

memahami struktur kalimat tersebut, biasanya orang bisa menebak pesan yang

disampaikan dengan tingkat akurasi yang baik. Sehubungan itu, kriteria utama

bahasa yang mendukung pengembangan ilmu adalah bahasa yang kaya dengan

kosa kata ilmiah, yang maknanya sudah disepakati paling tidak oleh para

ilmuwan.

Peran penting kosa kata dalam berpikir dapat ditelusuri melalui kenyataan

bahwa keterbatasan kosa kata akan membuat seseorang cenderung tidak berpikir

logis, termasuk dalam menarik kesimpulan. Ilustrasi berikut, yang

13
menggambarkan pengalaman Willy yang diakibatkan oleh kurangnya pemahaman

terhadap kata ibu dapat menjelaskan kecenderungan ini.

Willy, a six-year-old boy walked up to his father one day and


announced, 'Daddy, I'd like to get married.'
His father replied hesitantly, 'Sure, son, do you have anyone
special in mind?'
'Yes,' answered Willy. 'I want to marry Grandma.'
'Now, wait a minute,' said his father. 'You don't think I'd let you
get married with my mother, do you?'
'Why not?' the boy asked. 'You married mine.'

Dilihat dari sisi kekayaan kosakata yang mendukung pengembangan ilmu,

bahasa Inggris kelihatannya merupakan pilihan utama untuk dijadikan sebagai

linguafranca ilmiah bagi ilmuwan di seluruh dunia. Kekayaan kosa kata bahasa

Iinggris terungkap dari survey yang mengungkapkan bahwa bahasa Inggris

memiliki sekitas 450.000 kata (1981); bahasa Prancis dan Rusia masing masing

hanya memiliki sekitar 150.000 kata (1983); pada tahun 1991, bahasa Indonesia

memiliki sekitar 72.000 kata. (Huda, 1999)

Dalam konteks pengembangan ilmu di Indonesia, meskipun bahasa Inggris

memiliki unsur-unsur yang lebih lengkap untuk dijadikan bahasa ilmu, bahasa

Indonesia ditetapkan menjadi prioritas utama dengan pertimbangan bahwa bahasa

juga memiliki fungsi integratif, atau sarana untuk mempersatukan bangsa. Karena

pilihan sudah dibuat, maka bahasa Indonesia harus didorong agar kaya denga kosa

kata yang mendukung pengembangan ilmu.

Dilihat dari sisi ini, kondisi bahasa Indonesia, harus diakui, masih

memprihatinkan. Sebagai contoh, meskipun sebagian orang sudah memberi

pengertian yang berbeda kepada ilmu dan pengetahuan, di Indonesia istilah ilmu

14
pengetahuan masih sering digunakan sebagai sebuah pleonasme (pemakaian lebih

daripada satu perkataan yang sama artinya). Akibatnya, makna istilah ilmu dan

pengetahuan menjadi kabur. Keadaan ini tidak berlangsung hanya di antara

masyarakat awam saja, tetapi juga di lembaga-lembaga pendidikan. Pemberian

nama mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial

(IPS), dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) merupakan

beberapa contoh penggunaan pleonasme istilah ilmu pengetahuan. Kamus Besar

Bahasa Indonesia Daring (2008) juga masih menggunakan pleonasme ini. Salah

satu istilah yang didaftarkan di bawah kata ilmu dalam kamus itu adalah ilmu

pengetahuan yang didefinisikan sebagai gabungan berbagai pengetahuan yg

disusun secara logis dan bersistem dengan memperhitungkan sebab dan akibat.

Bahkan LIPI, lembaga pemerintah yang dibentuk dan ditugaskan sebagai

penggerak pengembangan ilmu di Indonesia masih menggunakan istilah ilmu

pengetahuan untuk merujuk pada ilmu (science).

Tidak adanya pemahaman yang sama terhadap terminologi yang digunakan

dalam wacana apapun jelas sangat merugikan, karena misinterpretasi akan timbul.

Hal ini dapat dilihat dari contoh berikut.

Seorang mahasiswa Rusia yang kurang menguasai pemahaman

lintas budaya disuruh menerjemahkan salah satu ayat dari Bibel: the

spirit is willing but the flesh is weak, yang bermakna Roh memang

kuat, tetapi tubuh lemah. Sang mahasiswa menterjemahkan ayat itu ke

dalam bahasa Rusia dengan makna the vodka is good but the meat is

poor.

15
Gebrakan Pusat Bahasa

Untuk mendorong bahasa Indonesia sebagai bahasa yang mendukung

pengembangan ilmu, sejak tahun 1975 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan

Nasional telah mengeluarkan panduan tentang tata cara pembentukan istilah.

Menurut panduan tersebut, bahan istilah Indonesia digali dari tiga sumber utama,

yakni: (1) bahasa Indonesia, termasuk unsur serapannya,dan bahasa Melayu; (2)

bahasa Nusantara yang serumpun, termasuk bahasa Jawa Kuno, dan (3) bahasa

asing, seperti bahasa Inggris dan bahasa Arab. Adapun teknik yang digunakan

untuk membuat istilah adalah dengan cara memantapkan istilah yang

mengungkapkan kosep hasilgalian ilmuwan dan pandit Indonesia, seperti batik,

banjar, sawer dan pamor; memadankan istilah asing ke dalam bahasa Indonesia

melalui proses penerjemahan, penyerapan, atau gabungan penerjemahan dan

penyerapan (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 3-6)

Gebrakan Pusat Bahasa ini tentu saja perlu didukung oleh masyarakat secara

umum,wartawan, dan para ilmuwan serta pandit secara khusus. Masyarakat awam

perlu memahami paling tidak istilah-istilah pokok berbagai bidang ilmu dan

teknologi, terutama yang produk dan hasilnya mereka gunakan. Wartawan sebagai

mediator antara masyarakat dan ilmuwan harus dapat membantu menciptakan

kesepahaman diantara kedua pihak dengan cara memahami dan menggunakan

istilah-istilah yang tepat dalam tulisan jurnalismenya.. Para ilmuwan dan pandit

perlu meningkatkan kekayaan istilah ilmiah yang ditekuninya secara

16
berkelanjutan agar dapat bersinergi secara lebih efektif dengan ilmuwan lain

dalam rangka pengembangan ilmu.

Refrensi

Allott, Robin. 1989. Science (from The Power of Words). Diunduh pada
tanggal 28 September 2008 dari http://www.statcounter.com

Brown, H.Douglas.1987. Principles of Language learning and Teaching. New


Jersey: Prentice Hall, Inc.

Daniel Cressey. 2008. Does language determine thought?. Diunduh pada tanggal 5
November 2008 dari: http://blogs.nature.com/ cgi-bin/mt/mt-tb.cgi/5935

Ford Alan and Peat, F. David. 1988. The Role of Language and Science.
Foundation of Physics Vol 18, 1233, (1988).

Huda, Nuril. 1999. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Asing. Makalah dalam
Seminar Politik Bahasa Nasional. Cisarua, Bogor, 9-11 November 1999.

Miller, George A. 1974. Psychology and Communication.Washington D.C.: Voice


of America.

Nilsen, Don L.F. and Nilsen, Alleen Pace.1979. Language Play: An Introduction
to Linguistics. Massachusetts: Newbury House Publishers, Inc.

________ 1983. Communication,Language,and Meaning. New Jersey: Basic


Books, Inc.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Pedoman Umum


Pembentukan Istilah. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional.

_______ 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa


Departemen Pendidikan Nasional. Diunduh pada tanggal 5 November 2008
dari http://pusatbahasa. diknas.go.id/kbbi/index.php

Pusch, Margaret D. (ed.). 1981. Multicultural Education: Crosscultural Training


Approach. Chicago: Intercultural Network, Inc.

Rahmat, Jalaludin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: Rosda Karya.

17
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Quntitatif dan Kualitatif .
Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.

Suriasumantri, Jujun S. 1990. Filsafat Ilmu. Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan.

Radford, Tim. 2001. Language the Barrier and the Bridge between Science and
Public. Croatian Medical Journal 42(4):353-355,2001. Diunduh pada
tanggal 16 September 2006 dari tim.radford@guardian.co.uk

Tomasello, M. 1999. The Cultural Origins of Human Cognition. London: Harvard


University press

Wardaugh, Ronald. 1972. Introduction to Linguistics. New York: McGraw-Hill


Book Company.

Wikipedia.2008a. Language and thought. Diunduh pada tanggal 24 Oktober


2008 dari "http://en. wikipedia.org/wiki/language and thought"

18

You might also like