You are on page 1of 12

CLINICAL PRACTICE

Gangguan Bipolar-Fokus pada Depresi


Mark A. Frye, M.D. Seorang pebisnis wanita, 26 tahun, memeriksakan keluhan berupa hibernating away yang dirasakan setiap musim dingin, bermula semenjak ia SMA. Simptom yang didapatkan sekarang adalah tidur berlebihan, kenaikan berat badan 9 kg yang berhubungan dengan meningkatnya asupan makanan manis dan alkohol yang berlebihan, anhedonia, kurang motivasi, ruminasi negative dan produktivitas kerja menurun. Ia melaporkan riwayat ada periode di saat kuliah dimana ia merasa hanya perlu sedikit istirahat, dan juga merasa ada peningkatan dalam mood, energy dan libido. Selama episode terakhir, ia melewati batas kartu kreditnya dan dibawa ke IGD karena intoksikasi alkohol. Bagaimanakah pemeriksaan dan tatalaksana terhadap wanita ini? Problem Klinis Gangguan bipolar, penyakit medis dengan mordbiditas dan mortalitas yang substansial, dicirikan dengan episode berulang mania atau hipomania dan depresi berat. Ciri khas

gangguan bipolar adalah sedikitnya satu episode mania (gangguan bipolar I) atau hipomania (gangguan bipolar II) (tabel 1). Tingkat keparahan yang lebih besar pada meningkatnya mood dan disabilititas fungsi yang berhubungan tersebut membedakan bipolar I mania (yang dicirikan dengan psikosis, kebutuhan akan perawatan atau hospitalisasi segera, atau hendaya ) dari bipolar II hipomania. Bertolak belakang dengan pasien dengan mania, pasien dengan hipomania jarang memeriksakan diri kecuali diagnosis bipolar telah dimantapkan dan ada progresi dari penyakit (misalnya menjadi manik). Sementara istilah lama penyakit manik depresif mengimplikasikan sutau episode depresi setelah setiap episode mania, banyak pasien sekarang yang mana mengalami satu atau lebih episode depresi berat sebelum episode manik atau hipomanik pertama kali yang mana mendefinisikan suatu gangguan bipolar. Kriteria diagnostic untuk episode depresi berat pada gangguan bipolar sama dengan kriteria pada gangguan depresi berat unipolar (tabel 1 dan 2). 1

Pada sebuah studi di Amerika Serikat, prevalensi seumur hidup akan gangguan bipolar sebesar 4,5% (1,0% untuk gangguan bipolar I, 1,1% untuk gangguan bipolar II, dan 2,4% untuk simptom manik dan depresi yang tidak memenuhi kriteria gangguan bipolar I dan II).

Tabel 1. Kunci Kriteria Diagnostik untuk Membedakan Bipolar Disorder I dan Bipolar Disorder II.* Episode Manik (Bipolar I Disorder) Episode Hipomanik (Bipolar II Disorder) - Periode yang berbeda dimana - Periode yang berbeda dimana ada terdapat peningkatan mood yang peningkatan mood yang abnormal abnormal dan persisten, dan terus-menerus, ekspansif, ekspansif, atau mudah atau mudah tersinggung yang tersinggung yang berlangsung berlangsung setidaknya 4 hari. setidaknya 1 minggu (atau kurang - Harus disertai dengan setidaknya jika diperlukan rawat inap). tiga dari gejala-gejala berikut - Harus disertai dengan setidaknya (empat jika mood hanya mudah tiga dari gejala-gejala berikut tersinggung): peningkatan harga (empat jika mood hanya mudah diri atau bersikap berlebihan, tersinggung): peningkatan harga penurunan kebutuhan tidur, diri atau bersikap berlebihan, pembicaraan tertekan, racing penurunan kebutuhan tidur, thoughts, distractibility, pembicaraan tertekan, racing peningkatan keterlibatan dalam thoughts, distractibility, aktivitas yang bertujuan atau peningkatan keterlibatan dalam agitasi psikomotor, keterlibatan aktivitas yang bertujuan atau berlebihan dalam kegiatan agitasi psikomotor, keterlibatan menyenangkan yang berpotensi berlebihan dalam kegiatan tinggi menimbulkan konsekuensi menyenangkan yang berpotensi yang menyakitkan. tinggi menimbulkan konsekuensi - Episode hipomanik harus jelas yang menyakitkan. berbeda dari mood orang - Gejala tidak memenuhi kriteria nondepresi pada umumnya, dan untuk episode campuran. harus ada perubahan jelas dalam fungsi yang bukan merupakan - Gangguan harus cukup parah karakteristik fungsi orang biasa. hingga menyebabkan pelemahan yang jelas dalam fungsi sosial - Perubahan mood dan fungsi harus atau pekerjaan atau membutuhkan diamati oleh orang lain. Berbeda rawat inap, atau ditandai dengan dengan episode manik, episode kehadiran gejala psikotik. hipomanik tidak cukup parah untuk menyebabkan penurunan - bukan karena efek fisiologis yang jelas dalam fungsi sosial langsung dari pengobatan, atau pekerjaan atau memerlukan kondisi medis umum, atau

penyalahgunaan zat. -

rawat inap, dan tidak ada gejala psikotik. Gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari pengobatan, kondisi medis umum, atau penyalahgunaan zat.

*Kriteria dari American Psychiatric Association.2 Tabel 2. Kriteria Diagnostik untuk Major Depression.* Periode minimal 2 minggu dimana lima atau lebih gejala telah muncul (setidaknya salah satu gejala adalah mood yang depresi atau kehilangan minat atau kesenangan dalam hampir semua kegiatan). Perubahan nafsu makan atau penurunan atau kenaikan berat badan, insomnia atau hipersomnia, dan agitasi psikomotor atau retardasi, penurunan energi, perasaan tidak berharga atau bersalah, kesulitan dalam berpikir, berkonsentrasi, atau membuat keputusan, pikiran berulang tentang kematian atau ide, rencana atau upaya bunuh diri. Gejala yang baru atau lebih buruk daripada sebelum episode depresi, dan mereka bertahan selama hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, minimal 2 minggu berturut-turut. Episode disertai dengan distress klinis signifikan atau penurunan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau area penting lainnya. Gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari pengobatan, kondisi medis umum, atau penyalahgunaan zat. *Pada major depression, mood penderita dideskripsikan sebagai depresi, sedih, putus asa, patah hati, atau turun dalam kesedihan. Kriteria dari American Psychiatric Association.2

Gangguan bipolar dikaitkan dengan kematian premature dan merupakan salah satu dari penyebab terbanyak disabilitas di negara berkembang yakni pada orang berusia 15-44 tahun. Angka bunuh diri yang berhasil sekitar 5% pada kelompok pasien yang tak pernah dihospitalisasi, namun dapat setinggi 25% selama perjalanan penyakit. Penyakit sering

berhubungan dengan kondisi yang telah ada sebelumnya, paling umum yaitu gangguan anxietas dan gangguan substance-use. Gangguan ini berhubungan dengan peningkatan resiko munculnya ide bunuh diri dan perubahan mood dari depresi menjadi mania. Walaupun keparahan mania terbukti, sebagian besar disabilitas berhubungan dengan

gangguan bipolar terjadi pada fase depresi. Dalam suatu studi, ada peningkatan hari tak masuk kerja per tahun pada kelompok pasien dengan gangguan bipolar dibandingkan dengan kelompok pasien dengan depresi berat unipolar, perbedaan ini terutama disebabkan oleh depresi berulang, bukan karena mania. Episode depresi dan simptom depresi level rendah (subsindrom) bertahan lebih lama dari episode manik dan simptom mania level rendah. Pada studi kerja sama tentang depresi yang diadakan National Institute of Mental Health melibatkan kelompok pasien dengan gangguan bipolar I dan diikuti perkembangannya selama 12 tahun, didapatkan munculnya simptom hampir 50% waktu dimana selama itu simptom depresi terjadi sepertiga nya, simptom manik 10% dan simptom campuran terjadi kira-kira 6%. Simptom depresi level rendah terkait dengan disabilitas fungsi dan relaps depresi selanjutnya.

Diagnosis dan pemeriksaan Pemeriksaan awal pasien dengan mood depresi seharusnya memasukkan skrining penggunaan alkohol dan obat-obatan, resiko bunuh diri, riwayat psikiatri pribadi dan keluarga, dan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk menyingkirkan masalah medis yang mungkin dapat berkontribusi terhadap munculnya symptom. Pertemuan dengan orang lain yang berpengaruh atau anggota keluarga dapat membantu dalam mendapatkan informasi adjuvan, khususnya dalam menilai tingkat keparahan symptom. Riwayat keluarga dengan gangguan bipolar, onset symptom kurang dari umur 25 tahun, dan episode yang lebih sering dengan durasi yang lebih pendek (misalnya kurang dari 6 bulan) meningkatkan kemungkinan didiagnosis depresi bipolar dibanding depresi unipolar. Beberapa studi juga menyarankan bahwa hiperimsomnia dan hiperphagia lebih umum didapatkan pada depresi bipolar, sedangkan insomnia (khususnya terbangun saat subuh) dan turun nafsu makan lebih mencirikan depresi unipolar. Dalam mengarahkan pemeriksaan klinik, kuesioner gangguan mood berguna dalam menskrining gangguan bipolar pada kelompok pasien yang menunjukkan depresi. Kuesioner 4

terdiri dari 13 pertanyaan ya atau tidak tentang symptom yang dialami. Kuesioner gangguan mood ini telah divalidasi baik pada pasien di klinik psikiatri maupun pada populasi umum. Meskipun demikian, studi terakhir menunjukkan angka positif palsu sebesar 15-30%, disebabkan symptom yang tumpang tindih antara gangguan bipolardengan kondisi lain seperti gangguan defisit perhatian, gangguan makan, gangguan substance-use, gangguan stress post traumatic dan gangguan personalitas borderline.

Manajemen Perawatan depresi bipolar yang disetujui Food and Drug Association (FDA) Meskipun depresi lebih sering daripada mania sebagi manifestasi dari gangguan bipolar, medikasi mania telah diteliti lebih ekstensif. Untuk mania akut, FDA menyetujui 10

pengobatan: 1 obat antipsikotik tipikal, lithium, 2 obat anti epileptic, dan 6 obat antipsikotik atipikal (tabel 3). Kebalikannya, hanya ada 2 pengobatan untuk gangguan bipolar depresi yang disetujui FDA: quetia[ine dan kombinasi olanzapine dan fluoxetine. Quetiapine dan olanzapine adalah obat yang digolongkan mood stabilizer, bermanfaat dalam menangani mania atau depresi akut dan mempertahankan respon klinis tanpa menyebankan perubahan fase dari penyakit. Dalam 4 percobaan dengan kelompok kontrol plasebo selama 8 minggu yang melibatkan 2593 subjek riset dengan gangguan bipolar I dan II, telah menunjukkan efikasi dari terapi tunggal quetiapine (dosis 300 atau 600 mg) dalam mengatasi gangguan bipolar depresi. Dibandingkan dengan plasebo, quetiapine menghasilkan penurunan lebih besar dari nilai patokan (skor dari Montgomery and Asberg Depresion Rating Scale-MADRS yang berkisar antara 0-60, dimana semakin tinggi angka berarti semakin parah symptom depresinya), angka respon yang lebih tinggi (didefinisikan sebgai pengurangan symptom sebanyak 50%), dan angka remisi lebih tinggi (skor MADRS 12 atau lebih rendah). Hasil yang didapat dari dosis 300 mg dan 600 mg serupa. Dua percobaan memasukkan lithium atau paroxetine (serotonin reuptake inhibitor) sebagai obat pembanding. Dibandingkan dua obat tersebut, quetiapine (300 dan 600 mg) menunjukkan penurunan skor MADRS lebih besar, angka respond an remisi yang lebih tinggi (kecuali angka remisi untuk dosis 300 mg dibanding paroxetine), dan penurunan angka berpindahnya depresi menjadi maina atau hipomania (3,1% lawan 10,7% dengan paroxetine dan 8,9% dengan plasebo)

Dalam riset random 8 minggu lainnya dengan 833 pasien dengn gangguan bipolar I, didapatkan kombinasi olanzapine (dosis harian 7,4 mg) dan fluoxetine (dosi harian 39,3 mg) dan terapi tunggal olanzapine (dosis harian 9,7%) lebih superior dibanding plasebo dalam memperbaiki skor depresi (paling baik adalah kombinasi olanzapine-fluoxetine). Angka berpindahnya depresi menjadi mania tidak berbeda secara bermakna dibanding dengan plasebo (6,4% lawan 6,7%). Pertimbangan utama dalam penggunaan quetiapine atau kombinasi olanzapine-fluoxetine adalah peningkatan berat badan yang berkaitan dengan meningkatnya resiko diabetes dan diskinesia tardive. Meskipun resiko diskinesia tardive tidak dapat diperkirakan dari percobaan jangka pendek, data lain mengindikasikan efek samping dari obat antipsikotik atipikal lebih rendah dibandingkan obat antipsikotik tipikal (contohnya resikp akibat penggunaan haloperidol diperkirakan 3-5% per tahun paparan). Tidak ada data studi longitudinal untuk diskinesia tardive pada pasien dengan gangguan bipolar yang menerima obat antipsikotik atipikal dan tak memiliki riwayat terpapar obat antipsikotik tipikal. Efek antidepresan quetiapine dan olanzapine-fluoxetine tidak dapat mewakili obat

antipsikotik atipikal lainnya. Percobaan memakai aripiprazole (obat untuk mania dan maintenance) dengan metode sama dengan 749 pasien gangguan bipolar I menunjukkan efek antidepresan yang tak berbeda secara bermakna. Riset lain selama 6 minggu dengan ziprasidone (juga obat untuk mania dan maintenance) baik sebagai terapi tunggal maupun terapi adjuvan menunjukkan hasil yang tidak lebih baik dibanding placebo.

Obat antiepileptik Lamotrigine, obat untuk perawatan maintenance gangguan bipolar I. Dilakukan percobaan 7 minggu, random, double blind, dosis 200 mg dengan kontrol plasebo pada 195 pasien dengan gangguan bipolar I menunjukkan penurunan skor MADRS yang bermakna. Empat percobaan lanjutan dengan variasi kriteria inklusi (pasien dengan gangguan bipolar I, II atau keduanya), durasi percobaan (7-10 minggu) dan dosis (dosis tetap 50 mg lawan 200 mg, dosis fleksibel 100-400 mg) menunjukkan tidak ada perbaikan yang bermakna dari penggunaan lamotrigine. Namun, dari meta-analisis terbaru dari kelima percobaan ini (total 1072 psien) menghasilkan bahwa ada manfaat dari penggunaan lamotrigine sebesar 50% atau lebih dalam mengurangi skor MADRS atau skor Hamilton Rating Scale for Depression. Angka remisi tidak berbeda

secara bermakna tapi pada pasien dengan depresi yang berat didapatkan efek yang lebih besar. Data lain mendukung penggunaan lamotrigine pada pasien dengan gangguan bipolar depresi. Pada percobaan 8 minggu dengan 124 pasien dengan gangguan bipolar I atau II yang mendapat terapi maintenance lithium dan terapi adjuvan lamotrigine 200 mg menunjukkan perbaikan skor MADRS dan angka respon yang lebih baik dibanding plasebo (51,6% lawan 31,7%). Riset kecil dengan membandingkan lamotrigine, gabapentin dan plasebo pada 31 pasien dengan depresi selama 6 minggu menunjukkan perbaikan symptom depresi lamotrigine 52%, gabapentin 25%, plasebo 23%. Divalproex sodium, obat mania akut, telah diteliti sebagai terapi tunggal gangguan bipolar depresi. Dalam meta-analisis 4 percobaan kecil jangka panjang dengan 142 pasien pasien dengan gangguan bipolar I atau II menunjukkan bahwa divalproex menghasilkan respon klinis dan remisi ynag lebih tinggi secara bermakna dibanding plasebo.

Obat antidepresan Meskipun adanya keterbatasan data untuk dijadikan acuan dalam penggunaan obat antidepresan untuk pasien dengan gangguan bipolar, peresepan obat ini umum terjadi. Selain fluoxetine, semua antidepresan diindikasikan hanya untuk depresi unipolar. Paroxetine, suatu selective serotonin reuptake inhibitor telah diteliti untuk menangani pasien dengan gangguan bipolar depresi. Seperti yang telah disebut sebelumnya, paroxetine kurang efektif jika dibanding quetiapine dalam memperbaiki skor MADRS dan lebih sering menyebabkan perubahan menjadi mania atau hipomania. Pada percobaan 10 minggu memakai paroxetine (dosis 32,6 mg) atau imipramine (dosis 166,7 mg) sebagai terapi adjuvan pada pasien dengan gangguan bipolar depresi yang menerima terapi maintenance lithium menunjukkan hasil yang tidak lebih baik dari plasebo. Hasil tidak ada perbedaan dengan plasebo didapatkan dalam riset lebih lama yaitu 26 minggu pada pasien dengan gangguan bipolar depresi I atau II dengan terapi adjuvan proxetine atau bupropion. Meta-analisis 15 percobaan penggunaan antidepresan jangka pendek (maksimal 4 bulan) dibanding pasebo atau obat standar pada 2373 pasien dengan gangguan bipolar depresi I atau II menunjukkan tidak ada keuntungan dari penggunaan antidepresan baik dari segi perbaikan respon klinis maupun remisi. Analisis lebih kecil membandingkan antar antidepresan

berkaitan dengan angka mengubah depresi menjadi mania atau hipomania yaitu desipramine 43%, venlafaxine 15%, sentraline 7%, bupropion 5%). Meta-analisis lain dilakukan pada 7 percobaan melibatkan 350 pasien dengan gangguan bipolar depresi I atau II selama 6 bulan menggunakan antidepresan apapun dengan atau tanpa mood stabilizer dibanding plasebo. Hasilnya terapi antidepresan mengurangi resiko depresi berulang tetapi meningkat resiko berubah depresi menjadi mania atau hipomania. Antidepresan mungkin memberikan hasil lebih baik pada pasien dengan gangguan bipolar depresi II. Pada percobaan dengan pasien dengan gangguan bipolar depresi II sebanyak 81 orang dengan respon awal terhadap terapi tunggal fluoxetine, secara random dipilih untuk melanjutkan pengobatan dengan fluoxetine dibandingkan dengan lithium dan plasebo selama 50 minggu. Hasilnya fluoxetine menunjukkan waktu relaps lebih lama (250 hari) dibanding lithium (156 hari) dan plasebo (187 hari). Resiko berubah menjadi mania atau hipomania pada fluoxetine (10,7%) dan lithium (7,7%) tidak lebih besar dibanding plasebo (18,5%)

Psikoterapi Dibandingkan dengan gangguan depresi berat, ada pemeriksaan psikoterapi sistematik untuk pasien dengan gangguan bipolar depresi. Percobaan komparatif psikoterapi dengan 293 pasien dengan gangguan bipolar depresi I atau II yang menerima 1 dari 3 bentuk psikoterapi intensif (focus pada keluarga, interpersonal atau terapi perilaku kognitif) seminggu sekali atau mencapai 30 sesi atau psikoedukasi selama 3 sesi. Dalam 1 tahun, angka perbaikan (diartikan sebagai tidak lebih dari 1 atau 2 simptom depresi sedang sekurang-kurangnya 8 minggu) lebih tinggi secara bermakna pada kelompok pasien yang menerima psikoterapi intensif dibandingkan kelompok pasien yang menerima edukasi umum (64% lawan 52%)

Area ketidakpastian Lebih banyak riset dibutuhkan untuk menentukan apakah pasien dengan gangguan bipolar depresi mendapat keuntungan dari terapi antidepresan jangka pendek maupun panjang tanpa meningkatkan resiko berubahnya episode menjadi mania. Meskipun lebih dari 40% pasien dalam 1 studi retrospektif melaporkan perubahan menjadi manik atau hipomanik terjadi dalam 12 minggu setelah mulai menggunakan antidepresan, percobaan klinis menunjukkan angka yang lebih rendah. Selain antidepresan trisiklik dan mungkin venlafaxine, beberapa

10

factor klinis (misalnya apakah pasien dengan gangguan bipolar depresi I atau II dan tak tersedianya mood stabilizer) dikaitkan dengan peningkatan resiko berubah menjadi manik dan resiko ini harus menjadi pertimbangan dalam menentukan penggunaan antidepresan. Sebuah percobaan jangka pendek menunjukkan efikasi modafinil (obat untuk mengatasi gangguan tidur) dalam mengatasi depresi bipolar. Pramipexole, obat penyakit Parkinson, juga efektif dalam memperbaiki symptom depresi dalam 2 percobaan kecil jangka pendek (satu percobaan melibatkan pasien dengan gangguan bipolar depresi I dan yang lainnya melibatkan pasien dengan gangguan bipolar depresi II), meskipun 1 pasien dengan gangguan bipolar depresi I berkembang menjadi psikotik mania. Lebih banyak data diperlukan dalam menentukan penggunaan obat-obat ini dalam praktek klinis.

Panduan Panduan perawatan depresi bipolar saat ini sedang di revisi oleh American Psychiatris Association. Panduan dari International Society for Bipolar Disorders merekomendasikan obat-obat berikut sebagai terapi lini awal untuk depresi bipolar: terapi tunggal quetiapine, lamotrigine, lithium atau kombinasi olanzapine dengan SSRI (misalnya fluoxetine), lithium atau divalproex dengan SSRI atau bupropion.

Kesimpulan dan saran Pasien yang dideskripsikan sebelumnya mengalami depresi berulang dengan symptom saat ini berupa hipersomnia dan hiperphagia dan dengan setidaknya 1 episode mania sebelumnya (depresi bipolar I). Ia harus mendapat informasi tentang penyalahgunaan alkohol untuk depresi yang dihadapi dan harus didorong untuk melepaskan diri dari kebiasaan minum alkohol dan mempertimbangkan perawatan ketergantungan alkohol jika kebiasaan minum alkohol yang berbahaya tersebut berlanjut ketika depresinya sudah diatasi. Meskipun kombinasi fluoxetine olanzapine dan quetiapine disetujui FDA untuk merawat depresi bipolar, disarankan perawatan awal dengan quetiapine dosis 300 mg perhari. Pengawasan dilakukan terhadap somnolen, peningkatan gula darah, peningkatan berat badan, dan diskinesia tardive. Jika terdapat intoleransi terhadap quetiapine atau tak ada perubahan symptom depresi, lamotrigine (dosis meningkat bertahap samapi 200 mg) menjadi lini kedua. Terapi tunggal antidepresan tidak direkomendasikan. Lakukan pengawasan terhadap

11

pembentukan ide bunuh diri dan perubahan menjadi mania atau hipomania pada penggunaan antidepresan sebagai terapi adjuvan selama perawatan.

12

You might also like