You are on page 1of 3

Perang Cumbok

Perang Cumbok adalah perang yang terjadi pada tahun 1946 hingga 1947 dan berpusat di Pidie, timbul karena adanya kesalahan peran dan tafsir dari kaum ulama dan Uleebalang (kaum bangsawan) terhadap proklamasi Indonesia, 17 Agustus 1945. Bagi kaum ulama, proklamasi ini berarti telah berakhirnya kezaliman yang sudah lama dialami bangsa Indonesia, khususnya Aceh dari penjajahan Belanda dan Jepang. Sementara, sebagian pihak lain dari kaum bangsawan melihat larinya Jepang harus diganti dengan Belanda sebagai upaya untuk memulihkan kekuasaan tradisional mereka yang sebagian besar telah dimimalkan Jepang dan besar ketika Belanda berkuasa. Ulama Aceh dipimpin Teungku Daud Beureueh dengan Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA), melihat proklamasi sebagai yang harus dimaknai secara nyata di Aceh. Kronologi Peristiwa Perang Cumbok: 1 Oktober 1945 Akhir 1945 Rakyat Aceh menghidupkan kembali radio dan mengetahui bahwasannya Proklamasi kemerdekaan Indonesia telah diucapkan di Jakarta oleh Soekarno-Hatta. Ada berita yang menyatakan bahwa Kekaisaran Jepang telah menyerah kepada Sekutu, dan seluruh daerah jajahan yang diperoleh di dalam peperangan Asia Timur Raya segera akan dimiliki kembali oleh pemerintah yang berdaulat sebelumnya. Peristiwa pembasmian pengkhianat tanah air karena yang melancarkan serangan pertama adalah pihak uleebalang, mereka merasa lebih kuat dan gerakan rakyat hanya bersifat reaktif belaka terhadap aksi mereka. Konferensi uleebalang di Beureuoneen yang diadakan di rumah Teuku Umar Keumangan, seorang uleebalang yang tertua dan sudah masyhur kejahatannya menjadi sebagai preadviseur telah memberikan anjurananjuran kepada konperensi harus mempertahankan kekuasaannya dengan memakai cara-cara seperti yang telah dipakai waktu melawan Kerajaan Aceh yang dahulu dan membentuk tentara sendiri. Membentuk Markas uleebalang di Pidie. Markas uleebalang memulai tentaranya untuk menduduki dan menguasai kota Sigli, suatu kota yang penting dan dengan menguasainya mereka dapat memutuskan jalan per-hubungan antara seluruh organisasi perjuangan kemerdekaan di seluruh Aceh. Di tengah malam buta tentara liar mereka mulai masuk kota Sigli dan terus menduduki tempat-tempat strategis. Rakyat umum dan pemuda dilarang masuk kota. Tiada lama kemudian di luar kota rakyat yang ditahan tidak boleh masuk kota sudah beribu-ribu jumlahnya. Ketika itu kaum uleebalang sedang berusaha keras supaya tentara Jepang yang pada saat itu masih di dalam kota Sigli untuk segera menyerahkan senjatanya kepada mereka. Markas uleebalang mengadakan rapatnya di Lhungputu, menghasilkan keputusan untuk menangkap dan membunuh pemimpin-pemimpin pemuda dan organisasi perjuangan lain-nya dan tindakan-tindakan ini harus sudah selesai dijalankan pada tanggal 25 Desember 1945. setelah rapat selesai tentara mereka mengadakan manuver besar-besaran dengan memper-gunakan tembakan-tembakan karabijn, mitrailleur dan mortir yang menjadi sasaran mereka adalah rumah-rumah dan perkampungan rakyat. Machtsvertoon ini telah menimbulkan penderitaan yang tiada terhingga bagi rakyat. Terbentuknya Markas Besar Rakyat Umum (MBRU) dengan kedudukan sementara di Garut. Keputusan ini disambut oleh seluruh rakyat dengan perasaan lega. Markas Besar Rakyat Umum mendapat bantuan moril dan

Desember 1945 22 Oktober 1945

25 Desember 1945

10 Desember 1945

22 Desember 1945

November 1945

8 January 1946

8 January 1946

13 January 1946

16 January 1946 16 January 1946

17 January 1946

24 Juni 1946 24 Juni 1946

materil yang sebesar-besarnya dari seluruh rakyat Aceh. Seluruh polosok Aceh dengan dengan berbagai cara datang untuk memberikan bantuan sukarela kepada Markas Besarnya. Sejumlah besar penduduk kota Sigli yang menjadi pengikut uleebalang lengkap bersenjata pedang, rencong, dan beberapa pucuk bedil memasuki kota Sigli dan mengambil tempat di rumah Guncho Sigli dan di rumah uleebalang Sigli. Mereka mengadakan persiapan dengan menempatkan pengawal-pengawal di tempat-tempat strategis dan mengadakan pengawasan ketat atas lalu-lintas. Bukan sedikit jumlah pemeriksaan dan penangkapan yang dilakukan. Setiap orang yang dicurigai memihak kepada kelompok ulama, diperiksa dan ditahan. Sjamaun Gaharu atas nama Markas Umum Daerah Aceh dan T.P.P. Muhammad Ali atas nama Pemerintah Daerah Aceh mengeluarkan maklumat yang berbunyi: Golongan yang berpusat di Cumbok, Lammeulo dan tempat-tempat lain yang memegang senjata dan mengadakan perlawanannya kepada rakyat umum, mereka itu adalah pengkianat dan musuh Negara Republik Indonesia. Diperingatkan kepada orang-orang yang sudah terpengaruh, terperosok, dan terperdaya oleh golongan pengkhianat itu supaya dengan segera menghindarkan diri dari golongan pengkhianat itu. Kalau tidak mereka itu akan dihukum dan menerima ganjaran menurut kesalahannya. Kolonel Sjamaun Gaharu atas nama Markas Umum Daerah Aceh dan T.P.P. Mohd. Ali atas nama Pemerintah Republik Indonesia Daerah Aceh mengeluarkan ultimatum yang berbunyi: kepada golongan yang berpusat di Lammeulo dan tempat-tempat lain yang memegang senjata dan mengadakan perlawanan terhada rakyat umum, supaya menyerah dan menghentikan perlawanannya, mulai hari kamis tanggal 10 January 1946. Kalau tidak mau menyerah dan menghentikan perlawanannya, maka mereka itu akan ditundukkan dengan kekerasan. Markas Cumbok dapat direbut, sisa-sisa pasukan dan pemimpin mereka sebagian melarikan diri ke gunung-gunung. Pada periode akhir1945 1946 inilah terjadinya perang saudara di Kabupaten Pidie yang dikenal dengan Perang Cumbok yang berakhir dengan kekalahan pihak uleebalang. Tertangkapnya Teuku Daud Tjumbok, seorang pimpinan Markas uleebalang Cumbok yang melarikan ke gunung setelah peristiwa kegagalan mereka mempertahankan Markas Cumbok. Markas Besar Rakyat Umum mengeluarkan maklumat yang berbunyi: Pertempuran sudah selesai, karena kaum uleebalang yang dianggap pengkhianat tanah air sudah di-sapu bersih. Famili-Famili pengkhianat dan orang-orang kampung yang tidak berdosa tidak akan diganggu, rakyat yang baik mesti tinggal di tempatnya masing-masing. Barang siapa yang masih bersifat khianat dan melawan terhadap rakyat akan dijatuhkan hukuman mati. Dilarang keras merampok, menyembunyikan atau menggelapkan senjata api untuk kepentingan sendiri. Senjata api tersebut segera diserahkan kepada kantor Markas Besar Rakyat Umum. Markas Besar Rakyat Umum mengeluarkan maklumat penje-lasan antara lain dikemukakan bahwa: sekarang dengan han-cur leburnya perjuangan dan perlawanan pengkhianat-pengkhianat dengan tertangkapnya kepala pengkianat itu, mudah-mudahan rahmatlah bagi rakyat umum di Lam Meulo, Meureudu, Sigli dan sekitarnya dalam Negara Republik Indonesia yang juga melingkapi seluruh Aceh. Residen Aceh dengan resmi membentuk suatu Majelis Penim-bang yang mempunyai hak kehakiman yang berpusat di kota Sigli. T.T. Mohd. Daoedsjah stas nama Residen Aceh mengeluarkan Peraturan Tentang Menguasai atau memiliki Harta Benda Peninggalan Pengkhianat-Pengkhianat (Uleebalang Tjumbok) N.R.I. Daerah Aceh.

1 September 1947 Agustus 1948 20 Agustus 1948 6 September 1948 3 November 1948

Tgk. Muhammad Daud Beureueh diangkat sebagai Gubernur Militer Daerah Aceh, Kabupaten Langkat dan Tanah Karo dengan pangkat Jenderal Mayor. Munculnya Gerakan Sajid Ali c.s. Dikeluarkan Maklumat Gubernur Sumatera Utara tentang Gerakan Sajid Ali c.s. Mr. S.M. Amin atas nama Gubernur Sumatera Utara menge-luarkan maklumat, sebagai penegasan sikap pemerintah ter-hadap Cumbok Affair. Pemerintah mengambil tindakan terhadap gerakan Said Ali c.s.

You might also like