You are on page 1of 54

1.

Decompen satio cordis Definisi Berdasar definisi patofisiologik docompensatio cordis atau gagal jantung atau dalam bahasa inggris Heart Failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut akan menyebabkan respon sistemik khusus yang bersifat patologik (sistem saraf, hormonal, ginjal, dan lainnya) serta adanya tanda dan gejala yang khas (Fathoni, 2007). Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktifitas yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Pada gagal jantung terjadi keadaan yang mana jantung tidak dapat menghantarkan curah jantung yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. (Marulam, 2006) Klasifikasi Gagal Jantung secara umum: 1) Gagal jantung Akut Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya sakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik, keadaan irama jantung yang abnormal atau

ketidakseimbangan dari pre-load (beban pengisian) atau after-load (beban tahanan), seringkali memerlukan pengobatan segera. Gagal jantung akut dapat

berupa serangan baru tanpa ada kelainan jantung sebelumnya atau dekompensasi akut dari gagal jantung kronis. (Cokat, 2008) Pada gagal jantung akut ini dapat pula diklasifikasikan lagi baik dari gejala klinis dan foto thorax (Killip), klinis dan karakteristik hemodinamik (Forrester) atau berdasarkan sirkulasi perifer dan auskultasi paru. Dapat pula dibagi berdasarkan dominasi gagal jantung kanan atau kiri yaitu Forward (kiri dan kanan (AHF), Left heart backward failure (yang dominan gagal jantung kiri), dan Right heart backward failure (berhubungan dengan disfungsi paru dan jantung sebelah kanan). (Cokat, 2008) 2) Gagal jantung kronik Gagal jantung kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik yang komplek yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan istirahat atau latihan, edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat. (Cokat, 2008) Gagal jantung kronik adalah kondisi patofisiologi, dimana terdapat kegagalan jantung memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan (Ilmu Penyakit Dalam Edisi Ke 4 Jilid 3). Gagal jantung kronik adalah sindroma klinik yang komplek (Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskuler IV). Gejala Efek gagal jantung digolongkan sebagai gagal jantung ke depan (curah tinggi) dan gagal jantung ke belakang (curah rendah). Gagal jantung curah rendah terjadi apabila jantung tidak mampu mempertahankan curah jantung sistemik

normal. Sedangkan gagal curah tinggi terjadi bila jantung tidak mampu mempertahankan curah jantung yang tinggi karena kebutuhan yang meningkat. Masing-masing terdiri dari dominan sisi kiri dan dominan sisi kanan. Gambaran klinik gagal curah rendah kanan: hepatomegali, peningkatan vena jugularis, kongesti sistemik pasif, edema tungkai. Gagal curah rendah kiri: edema paru, hipoksemia, dispnea, hemoptisis, kongesti vena paru, dispnea waktu bekerja, PND, hipertensi pulmonal, hipertrofi dan gagal ventrikel kanan. Gagal curah tinggi kanan: kematian mendadak, penurunan aliran arteri pulmonalis (efek klinis minimal). Curah tinggi kiri: kematian mendadak, syok kardiogenik, sinkop, hipotensi, penurunan perfusi jaringan, vasokontriksi ginjal, retensi cairan, edema (Chandrasoma, 2006; Sugeng dan Sitompul, 2003). Pemeriksaan penunjang 1. EKG Electrocardiography tidak dapat digunakan untuk mengukur anatomi LVH tetapi hanya merefleksikan perubahan elektrik (atrial dan ventrikular aritmia) sebagai faktor sekunder dalam mengamati perubahan anatomi. Hasil pemeriksaan ECG tidak spesifik menunjukkan adanya gagal jantung (Cokat, 2008). 2. Radiologi Foto thorax dapat membantu dalam mendiagnosis gagal jantung. Kardiomegali biasanya ditunjukkan dengan adanya peningkatan cardiothoracic ratio / CTR (lebih besar dari 0,5) pada tampilan postanterior. Pada pemeriksaan

ini tidak dapat menentukan gagal jantung pada disfungsi siltolik karena ukuran bias terlihat normal (Cokat, 2008). 3. Echocardiografi Pemeriksaan ini direkomendasikan untuk semua pasien gagal jantung. Tes ini membantu menetapkan ukuran ventrikel kiri, massa, dan fungsi. Kelemahan echocardiography adalah relative mahal, hanya ada di rumah sakit dan tidak tersedia untuk pemeriksaan skrining yang rutin untuk hipertensi pada praktek umum (Cokat, 2008). 4. Pemeriksaan darah Pada saat ini terdapat metoda baru yang mempu menentukan gagal jantung yaitu pemeriksaan laboratorium BNP ( Brain Natriuretic Peptide) dan NT- pro BNP (N Terminal protein BNP). Protein NT-proBNP merupakan penanda sensitif untuk fungsi jantung. Menurut situs web Endolab Selandia Baru, kadar NTproBNP orang sehat di bawah 40 pmol/L. Peningkatan kadar NT-proBNP di atas 220 pmol/L menunjukkan adanya gangguan fungsi jantung dalam tahap dini yang perlu pemeriksaan lebih lanjut. (Kompas, 2002) Tes NT-proBNP mampu mendeteksi gagal jantung tahap dini yang belum terdeteksi dengan pemeriksaan elektrokardiografi. Hal ini memungkinkan dokter membedakan gagal jantung dengan gangguan pada paru yang memiliki gejala serupa, sehingga pengobatan lebih terarah. Kadar NT proBNP yang berkorelasi dalam darah itu bisa digunakan untuk mengidentifikasi pasien gagal jantung yang perlu pengobatan intensif serta memantau pasien risiko tinggi. Di sisi lain, kadar

NT-proBNP bisa turun jika penderita minum obat, sehingga pemeriksaan rutin NT-proBNP bisa digunakan untuk mengetahui kemajuan pengobatan. (Kompas, 2002) Terapi Pengobatan terbaik untuk gagal jantung adalah pencegahan atau pengobatan dini terhadap penyebabnya. 1. Gagal Jantung Kronis. Jika pembatasan asupan garam saja tidak dapat mengurangi penimbunan cairan, bisa diberikan obat diuretik untuk menambah pembentukan air kemih dan membuang natrium dan air dari tubuh melalui ginjal. Mengurangi cairan akan menurunkan jumlah darah yang masuk kejantung sehingga mengurangi beban kerja jantung. Untuk pemakaian jangka panjang, diuretik diberikan dalam bentuk sediaan per-oral (ditelan); sedangkan dalam keadaan darurat akan sangat efektif jika diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah). Pemberian diuretik sering disertai dengan pemberian tambahan kalium, karena diuretik tertentu

menyebabkan hilangnya kalium dari tubuh; atau bisa digunakan diuretik hemat kalium. Digoksin meningkatkan kekuatan setiap denyut jantung dan

memperlambat denyut jantung yang terlalu cepat. Ketidakteraturan irama jantung

(aritmia, dimana denyut jantung terlalu cepat, terlalu lambat atau tidak teratur), bisa diatasi dengan obat atau dengan alat pacu jantung buatan. Sering digunakan obat yang melebarkan pembuluh darah (vasodilator), yang bisa melebarkan arteri, vena atau keduanya. Pelebar arteri akan melebarkan arteri dan menurunkan tekanan darah, yang selanjutnya akan mengurangi beban kerjaj antung. Pelebar vena aka nmelebarkan vena dan menyediakan ruang yang lebih untukdarah yang telah terkumpul dan tidak mampu memasuki bagian kanan jantung. Hal ini akan mengurangi penyumbatan dan mengurangi beban jantung. Vasodilator yang paling banyak digunakan adalah ACE-inhibitor (angiotensin converting enzyme inhibitor). Obat ini tidak hanya meringankan gejala tetapi juga memperpanjang harapan hidup penderita.ACE-inhibitor melebarkan arteridan vena; sedangkan obat terdahulu hanya melebarkan vena saja atau arteri saja (misalnya nitrogliserin hanya melebarkan vena, hydralazine hanya melebarkan arteri). Ruang jantung yang melebar dan kontraksinya jelek memungkinkan terbentuknya bekuan darah di dalamnya. Bekuan ini bisa pecah dan masuk kedalam sirkulasi kemudian menyebabkan kerusakan di organ vital lainnya, misalnya otak dan menyebabkan stroke. Oleh karena itu diberikan

obatantikoagulan untuk membantu mencegah pembentukan bekuan dalam ruangruang jantung.

Milrinone dan amrinone menyebabkan pelebaran arteri dan vena, dan juga meningkatkan kekuatan jantung. Obat baru ini hanya digunakan dalam jangka pendek pada penderita yang dipantau secara ketat di rumahsakit, karena bisa menyebabkan ketidakteraturan irama jantung yang berbahaya. Pencangkokan jantung dianjurkan pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap pemberian obat. Kardiomioplasti merupaka npembedahan dimana sejumlah besar otot diambil dari punggung penderita dan dibungkuskan di sekeliling jantung, kemudian dirangsang dengan alat pacu jantung buatan supaya berkontraksi secara teratur. 2. Gagal Jantung Akut. Bila terjadi penimbunan cairan tiba-tiba dalam paru-paru (edema pulmoner akut), penderita gagal jantung akan mengalami sesak nafas hebat sehingga memerlukan sungkup muka oksigen dengan konsentrasi tinggi. Diberikan diuretik dan obat-obatan (misalny adigoksin) secara intravena supaya terjadi perbaikan segera. Nitrogliserinintra vena atau sublingual (dibawah lidah) akan menyebabkan pelebaran vena, sehingg amengurangi jumlah darah yang melalui paru-paru. Jika pengobatan di atas gagal, pernafasan penderita dibantu dengan mesin ventilator. Kadang dipasang torniket pada 3 dari keempat anggota gerak penderita untuk menahan darah sementara waktu, sehingga mengurangi volume darah yang kembali ke jantung. Torniket ini dipasang secara bergantian pada setiap anggota gerak setiap 10-20 menit untuk menghindari cedera. Pemberian morfin dimaksudkan untuk:

1) mengurangi kecemasan yang biasanya menyertai edema pulmoner akut 2) mengurangi laju pernafasan 3) memperlambat denyut jantung 4) mengurangi beban kerja jantung.

2. Penyakit jantung koroner Definisi Penyakit Jantung Koroner adalah penyempitan atau tersumbatnya pembuluh darah arteri jantung yang disebut pembuluh darah koroner. Sebagaimana halnya organ tubuh lain, jantung pun memerlukan zat makanan dan oksigen agar dapat memompa darah ke seluruh tubuh. Pasokan zat makanan dan darah ini harus selalu lancar karena jantung bekerja keras tanpa henti. Pembuluh darah koroner lah yang memiliki tugas untuk memasok darah ke jantung. Gejala Gejalanya mulai dari yang paling ringan sampai terberat : 1) Nyeri dada (Angina pectoris) 2) Nyeri dada yang tidak stabil (Unstable Angina pectoris) 3) Matinya sebagian otot jantung (InfarkMyocard) 4) Mati mendadak

Pemeriksaan penunjang 1. EKG Terdapat elevasi segmen ST diikuti perubahan sampai inversi gelombang T, kemudian muncul peningkatan gelombang Q minimal di dua sadapan. Dilakukan 10 menit setelah pasien datang ke IGD. 2. Pemeriksaan laboratorium Pertanda adanya nekrosis jantung, selnya akan mengelurakan enzim yang dapat dapat diukur CKMB (creatinine kinase MB) : meningkat 3 jam setelah miokard infark dan mencapai puncak dalam 10 24 jam dan kembali normal dalam 2 4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan injuri otot juga meningkatkan CKMB. cTn (cardiac specifik troponin) T dan I; meningkat setelah 2 jam setelah infark miokard, dan mencapai puncak setelah 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTn I setelah 5-10 hari. 3. Pemeriksaan enzim lainnya. Mioglobin mencapai puncak setelah miokard infark dalam 4-8 jam. Creatini kinase meningkat setelah setelah 3- 8 jam mencapai puncak setelah 1036 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.

Lactc dehydrogenase (LDH) mengikat setelah 24-28 jam mencapai puncak 3-6 hari kembali normal dalam 8-14 hari Juga terjadi leukositosis polimorfonuklear yang terjadi dalam beberapa jam setelah nyeri dan menetap dalam 3-7 hari, leukosit dapat mencapai 1200015000/ul. Terapi Beberapa pemeriksaan dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya Penyakit Jantung Koroner antar lain : ECG, Treadmill, Echokardiografi dan Arteriorgrafi Koroner (yang sering dikenal sebagai Kateterisasi). Dengan pemeriksaan ECG dapat diketahui kemungkinan adanya kelainan pada jantung Anda dengan tingkat ketepatan 40%. Kemudian bila dianggap perlu, akan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan Treadmill Echokardiografi. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut kemungkinan akan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan Arteriografi Koroner (Kateterisasi) yang mempunyai tingkat ketepatan paling tinggi (99 - 100%) untuk memastikan apakah Anda mempunyai Penyakit Jantung koroner. Kateterisasi Jantung merupakan pemeriksaan yang bertujuan untuk memeriksa struktur serta fungsi jantung, termasuk ruang jantung, katup jantung, otot jantung, sserta pembuluh darah jantung termasuk pembuluh darah koroner, terutama untuk mendeteksi adanya pembuluh darah jantung yang tersumbat.

Bila hasil dari film tersebut diketahui adanya penyempitan pembuluh koroner, maka dokter akan memberitahukan tindakan pengobatan selanjutnya apakah cukup dengan obat atau dengan tindakan pelebaran bagian pembuluh darah jantung yang menyempit atau tersumbat dengan menggunakan alat alat tertentu atau ditiup, Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty, di singkat PTCA atau akhir akhir ini disebut Percutaneous Coronary intervention yang disingkat PCI; atau harus dilakukan Operasi Jantung Terbuka (Open Heart Surgery) untuk memasang pembuluh darah baru menggantikan pembuluh darah jantung yang tersumbat Coronary Artery Bypass Surgery disingkat CABG. Dengan semakin canggihnya peralatan Angiografi dan berkembangnya teknik teknik baru, pada umumnya tindakan kateterisasi secara praktis dianggap tidak ada resiko. Tindakan "peniupan" atau "balonisasi" atau "Angioplasti" bertujuan untuk melebarkan penyempitan pembuluh koroner dengan menggunakan kateter khusus yang ujungnya mempunyai balon. Balon dimasukkan dan dikembangkan tepat ditempat penyempitan pembuluh darah jantung. Dengan demikian penyempitan tersebut menjadi terbuka. Untuk menyempurnakan hasil peniupan ini, kadang - kadang diperlukan tindakan lain yang dilakukan dalam waktu yang sama, seperti pemasangan ring atau cincin penyanggah (Stent), pengeboran kerak di dalam pembuluh darah (Rotablation) atau pengerokan kerak pembuluh darah (Directional Atherectomy).

3. Angina pektoris Definisi Penyakit angina pectoris merupakan suatu sindroma gangguan pada dada berupa perasaan nyeri, terlebih saat sedang berjalan, mendaki, sebelum atau sesudah makan. Angina (angina pektoris) adalah nyeri dada yang bersifat sementara, dapat juga merupakan rasa tertekan pada dada, yang terjadi karena otot jantung mengalami kekurangan oksigen akibat terganggunya aliran darah ke arteri yang mengalirkan darah ke arahnya. Penyumbatan atau penyempitan arteri jantung yang mengakibatkan angina adalah jika penyumbatannya mencapai 70%.Jumlah pasti penderita angita pectoris ini sulit diketahui. Angina pectoris adalah suatu sindroma klinis yang ditandai dengan episode atau paroksisma nyeri atau perasaan tertekan di dada depan, penyebabnya diperkirakan berkurangnya aliran darah koroner, menyebabkan suplai oksigen ke jantung tidak adekuat, atau dengan kata lain kebutuhan untuk suplai oksigen ke jantung meningkat. (suzane & smeltzer,2001) Angina pectoris adalah suatu sindroma klinis berupa serangan sakit dada yang khas yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang sering kali menjalar .di lengan kiri. Hal ini biasa timbul saat pasien melakukan aktivitas dan segera hilang saat aktifitas dihentikan. (mansjoer,2001) Angina (angina pektoris) merupakan nyeri dada sementara atau suatu perasaan tertekan, yang terjadi jika otot jantung mengalami kekurangan oksigen akibat pembuluh darah yang menyempit. Angina terjadi bila penyumbatan blok

telah mencapai 70 persen atau lebih. Biasanya penyumbatan disebabkan oleh lemak.(anonym, 2010) Dari beberapa pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa angina pectoris merupakan suatu sindroma klinis nyeri pada dada akibat suplai oksigen ke jantung(arteri koroner) berkurang akibat terjadinya sumbatan yang mencapai 70%. Gejala Iskemia otot jantung akan menyebabkan nyeri dengan derajat yang berfariasi .mulai pada rasa tertekan pada dada atas sampai nyeri hebat yang disertai dengan rasa takut atau rasa akan menjelang ajal. Nyeri sangat terasa pada dada di daerah belakang sternum atas atau sternum retrosternal. Meskipun rasa nyeri biasanya terlokalisasi, namun nyeri tersebut dapat menyebar ke leher, dagu, bahu, dan aspek dalam ekstrmitas atas. Perasaan seperti diikat atau ditekan yang bermula dari tengah dada yang secara bertahap menyebar ke rahang bawah, permukaan dalam tangan kiri, permukaan ulnar jari manis dan jari kelingking. Secara garis besar, ciri khas tanda dan gejala terjadi angina pectoris dapat dilihat dari letaknya, kualitas sakit, hubungan timbulnya sakit dengan aktivitas dan lama serangannya. Sakit biasanya timbul di daerah sterna, substernal atau dad sebelah kiri dan mennjalar ke lengan kiri. Kualitas sakit yang timbul beragam, dapat seperti ditekan beban berat, dijepit atau terasa panas. Sakit dada biasanya timbul saat

melakukan aktivitas dan hilang saat berhenti dengan lama serangan berlangsung 1-5 menit. Pemeriksaan penunjang 1. Diagnose angina sering dibuat berdasarkan evaluasi manifestasi klinis dan riwayat pasien. Pada angina tertentu, perubahan pola EKG dapat membantu dalam membuat berbagai diagnosa angina. Respon pasaien terhadap kerja berat dan stress juga dapat diuji dengan pemantauan EKG pada saat klien bersepeda atau bersepeda statis. 2. Pada penderita yang tidak bisa di diagnosa dengan uji latih beban berdasarkan EKG, maka dilakukan uji latih beban dengan pencitraan. Isotop yang biasa digunakan adalah thalium-210. 3. Pada saat serangan EKG akan menunjukkan depresi segmen ST dan gelombang T dapat menjadi negatif. 4. Untuk membedakan apakah angina pektoris atau infark miokardium dilakukan pemeriksaan enzim CPK, SGOT, LDH yang meninggi pada infark miokardium 5. Laboratorium Kadar kolesterol di atas 180 mg/dl 6. Tindakan untuk angiografi koroner diagnostic secara langsung pada penderita dengan nyeri dada yang diduga karena ischemia miokard, dapat dilakukan jika ada kontra indikasi untuk test non invasive. 7. Pemeriksaan Troponin T atau I

8. Pemeriksaan CK-MB Terapi Ada dua tujuan utama penatalaksanaan angina pectoris: - Mencegah terjadinya infark miokard dan nekrosis, dengan demikian meningkatkan kuantitas hidup. - Mengurangi symptom dan frekwensi serta beratnya ischemia, dengan demikian meningkatkan kualitas hidup. Prinsip penatalaksanaan angina pectoris adalah: meningkatkan pemberian oksigen (dengan meningkatkan aliran darah koroner) dan menurunkan kebutuhan oksigen (dengan mengurangi kerja jantung). 1. Terapi Farmakologis untuk anti angina dan anti iskhemia. a. Beta Bloker Obat ini merupakan terapi utama pada angina. Penyekat beta dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan cara menurunkan frekwensi denyut jantung, kontraktilitas , tekanan di arteri dan peregangan pada dinding ventrikel kiri. Efek samping biasanya muncul bradikardi dan timbul blok atrioventrikuler. Obat penyekat beta antara lain: atenolol, metoprolol, propranolol, nadolol. b. Nitrat dan Nitrit

Merupakan vasodilator endothelium yang sangat bermanfaat untuk mengurangi symptom angina pectoris, disamping juga mempunyai efek antitrombotik dan antiplatelet. Nitrat menurunkan kebutuhan oksigen miokard melalui pengurangan preload sehingga terjadi pengurangan volume ventrikel dan tekanan arterial. Salah satu masalah penggunaan nitrat jangka panjang adalah terjadinya toleransi terhadap nitrat. Untuk mencegah terjadinya toleransi dianjurkan memakai nitrat dengan periode bebas nitrat yang cukup yaitu 8 12 jam. Obat golongan nitrat dan nitrit adalah: amil nitrit, ISDN, isosorbid mononitrat, nitrogliserin. c. Kalsium Antagonis Obat ini bekerja dengan cara menghambat masuknya kalsium melalui saluran kalsium, yang akan menyebabkan relaksasi otot polos pembulu darah sehingga terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah epikardial dan sistemik. Kalsium antagonis juga menurunkan kabutuhan oksigen miokard dengan cara menurunkan resistensi vaskuler sistemik. Golongan obat kalsium antagonis adalah amlodipin, bepridil, diltiazem, felodipin, isradipin, nikardipin, nifedipin, nimodipin, verapamil. 2. Terapi Non Farmakologis Ada berbagai cara lain yang diperlukan untuk menurunkan kebutuhan oksigen jantung antara lain: pasien harus berhenti merokok, karena merokok mengakibatkan takikardia dan naiknya tekanan darah, sehingga memaksa jantung bekerja keras. Orang obesitas dianjurkan menurunkan berat badan untuk

mengurangi kerja jantung. Mengurangi stress untuk menurunkan kadar adrenalin yang dapat menimbulkan vasokontriksi pembulu darah. Pengontrolan gula darah. Penggunaan kontra sepsi dan kepribadian seperti sangat kompetitif, agresif atau ambisius. Pasien-pasien ini biasanya mempunyai rasa takut akan kematian. Untuk pasien rawat inap, asuhan keperawatan direncanakan sedemikian rupa sehingga waktu dimana ia jauh dari tempat tidur diusahakan seminimal mungkin. Karena perasaan takut tersebut dapat dikurangi dengan adanya kehadiran orang lain. Pasien yang rawat jalan harus diberikan informasi penting mengenai penyakitnya dan penjelasan mengenai pentingnya mematuhi petunjuk yang telah diberikan. 3. Tindakan Pembedahan Pada Angina a. Percutanens transluminal coronary angioplasty (PTCA) Merupakan upaya memperbaiki sirkulasi koroner dgn cara memecah plak atau ateroma dgn cara memasukan kateter dgn ujung berbentuk balon. b. Coronary artery bypass graft (CABG) Merupakan salah satu penanganan intervensi dengan cara membuat saluran baru melewati bagian arteri koronaria yang mengalami lpenyempitan atau penyumbatan. Sebelumnya harus sudah melakukan kateterisasi arteri koronaria untuk menentukan daerah yang mengalami penyempitan. CABG dilakukan dengan membukan dinding dada melalui pemotongan tulang sternum selanjutnya

dilakukan pemasangan pembuluh sarah baru yang dapat diambil dari arteri radialis atau arteri mammaria interna tergantung pasa kebutuhan. 4. Aterosklerosis Definisi Atherosklerosis berasal dari kata athero yang dalam bahasa Yunani (athera) suatu bentuk gabung yang menunjukan degenerasi lemak atau hubungan dengan atheroma. Sedangkan sklerosis dalam bahasa Yunani berarti indurasi dan pengerasan; seperti pengerasan sebagian peradangan, pembentukan jaringan ikat meningkat atau penyakit zat intersisial. Atherosklerosis adalah suatu penyakit yang menyerang pembuluh darah besar maupun kecil dan ditandai oleh kelainan fungsi endotelial, radang vaskuler, dan pembentukan lipid, kolesterol, zat kapur, bekas luka vaskuler di dalam dinding pembuluh intima. Pembentukan ini meyebabkan plak, pengubahan bentuk vaskuler, obstruksi luminal akut dan kronis, kelainan aliran darah, pengurangan suplai oksigen pada organ atau bagian tubuh tertentu. Plak terbentuk dari lemak, kolesterol, kalsium, dan subtansi lain yang di temukan dalam darah. Ketika itu tumbuh, membentuk plak di bagian dalam arteri, dan pada saatnya dapat membatasi aliran darah. Ada dua jenis plak: a. Stabil dan keras b. Tidak stabil dan lembut.

Plak yang keras menyebabkan pengerasan dan penebalan dinding pembuluh darah. Plak yang lembut lebih memungkinkan untuk pecah dan terlepas dari dinding pembuluh darah dan masuk aliran darah. Hal ini dapat menyebabkan penggumpalan darah yang dapat secara parsial atau total memblok aliran darah di dalam arteri. Ketika hal ini terjadi, organ yang disuplai oleh arteri yang terblok akan kekurangan nutrisi dan oksigen. Aklibatnya sel organ tersebut akan mati atau menderita kerusakan yang parah. Gejala Tanda dan gejala atherosklerosis biasanya berkembang secara bertingkat. Pertama, gejala muncul setelah adanya upaya yang kuat , ketika arteri tidak dapat menyuplai cukup okssigen dan nutrisi kepada otot . Aspek klinis Gejala-gejala dari aterosklerosis umumnya bervariasi. Penderita

aterosklerosis ringan dapat mengalami gejala infark myocard dan pasien yang menderita aterosklerosis tingkat lanjut dapat tidak mengalami gejala-gejala yang berarti. Jadi tidak ada perbedaan gejala-gejala klinis antara aterosklerosis yang ringan ataupun yang telah parah. Aterosklerosis dapat menjadi kronik dengan menunjukkan tanda-tanda kerusakan yang meningkat sebanding dengan umur (penyakit degeneratif) dan lamanya menderita aterosklerosis. Meskipun merupakan sebuah penyakit sistemik yang mengglobal tetapi aterosklerosis dapat pula hanya menyerang salah satu organ tubuh dimana hal ini bervariasi untuk

masing-masing penderita. Berikut ini disajikan beberapa efek klinis kelainan yang terjadi akibat aterosklerosis: Adanya penyempitan diameter pembuluh darah akibat penumpukan jaringan fibrous (plaque) yang makin lama makin besar. Penyempitan dapat mencapai hingga nilai 50-70% dari diameter pembuluh awal. Hal ini berakibat terganggunya sirkulasi darah kepada organ yang membutuhkan sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi sel terganggu. Contoh penyakit yang berhubungan dengan masalah ini adalah angina pectoris, mesenterik angina, dan lain sebagainya. a. Plaque yang telah terbentuk dapat pecah dan mengalir mengikuti pembuluh darah menjadi trombus dan emboli. Trombus ini dapat menyumbat arteri-arteri penting tubuh yang penting. Jika menyumbat arteri koroner maka dapat mengakibatkan otot jantung mengalami iskemia (kekurangan nutrisi) dan selanjutnya dapat memicu terjadinya infark myocard dan stroke. Emboli ini dapat juga terjadi secara tanpa sengaja pada peristiwa pembedahan aorta, angiograf, dan terapi trombolitik pada pasien aterosklerosis. b. Angina pectoris ditunjukkan dengan perasaan tidak nyaman pada daerah retrosternal dan menyebar ke daerah lengan kanan yang kadang-kadang disalah artikan sebagai gejala dyspnea. Angina pectoris timbul setelah melakukan kerja berat dan diobati dengan beristirahat atau terapi nitrat. Jika angina pectoris berlanjut dan terjadi berulang-ulang dapat berlanjut kepada infark myocard (serangan jantung).

c. Stroke merupakan kelanjutan dari adanya sumbatan pada pembuluh darah otak. Akibatnya sel-sel otak mengalami iskemia dan mangalami gangguan dalam hal fungsinya. d. Penyakit vaskuler perifer meliputi perasaan pegal, impotensi, luka yang tak kunjung sembuh dan infeksi pada daerah ekstremitas. Perasaan pegal ini meningkat setelah berolahraga dan sembuh ketika beristirahat. Perasaan ini dapat diikuti dengan kulit kepucatan atau kesemutan. e. Iskemia pada organ-organ visceral berakibat pada kerusakan susunan dan fungsi dari organ yang terkena. f. Mesenterik angina ditandai dengan sakit pada epigastrium atau periumbilikal setelah makan dan dianalogkan dengan henatemesis, diare, defisiensi nutrisi, atau berkurangnya berat badan. g. Aneurisme pada aorta abdominalis dimana aorta abdominalis mengalami kerusakan sehingga membesar menimbulkan sebuah benjolan pada dinding luar aorta abdominalis. h. Emboli arteri sering timbul bersamaan dengan nekrosis pada jari-jari, pendarahan saluran pencernaan, infark myocard, iskemia pada retina, infark serebral, dan gagal ginjal. Aspek fisik Tanda-tanda fisik dari aterosklerosis meliputi adanya penimbunan lemak, pelebaran dan kakunya arteri muskular yang besar, dan iskemia atau infark dari beberapa organ tertantu. Berikut ini disajikan tanda fisik dari aterosklerosis:

a. Hiperlipidemia Hiperlipidemia adalah adalah meningkatnya kadar lemak di dalam darah. Lemak ini dapat memicu terjadinya penimbunan plaque pada dinding pembuluh darah. b. Penyakit pada arteri koroner Ditandai dengan adanya bunyi jantung keempat yang semakin jelas, takikardi, hipotensi, atau hipertensi. c. Penyakit serebrovaskuler Ditandai dengan tidak terabanya denyut nadi pada arteri karotis dan kemunduran dari fungsi otak. d. Penyakit vaskuler perifer Ditandai dengan penurunan denyut nadi perifer, sumbatan pada erteri perifer, sianosis perifer, gangrene, atau luka yang sukar sembuh e. Aneurisme pada aorta abdominalis Ditandai dengan timbulnya benjolan pada arteri abdominalis atau kolapsnya sistem sirkulasi. f. Emboli pada arteri Ditandai dengan gangrene, sianosis, munculnya pedal pulses yang dikaitkan adanya penyakit mokrovaskular dan emboli kolesterol.

Pemeriksaan penunjang a. Test darah. Suatu test darah dapat mengetahui peningkatan level kolesterol, homocysteine atau gula darah (glukosa), yang juga merupakan faktor resiko untuk penyakit ini. b. Ankle-Brachial Index (ABI). Dengan menggunakan manset untuk mengukur tekan darah dan alat ultrasound khusus yang digunakan untu menetukan nilai dan aliran darah (Doppler Ultrasound). Dokter dapat mengukur tekanan darah pasien pada lengan dan kaki pasien menunjukkan penyakit arteri perifer, yang mana biasanya disebabkan aterosklerosis. c. Electrocardiogram (ECG) Elektrokardiogram merupakan alat uji diagnosa yang terdiri atas elementelement elektroda yang di tempelkan di kulit pasien untuk mengukur hantaran elektrik (listrik) atau impuls dari jantung. ECG juga dapat mendeteksi serangan jantung lebih dini pada beberapa pasien. Biasanya dokterakan melakukan pemeriksaan ECG sepanjang dan setelah treadmill. d. Gambar Chest X-rays, ultrasound, computerized tomography (CT) scan dan magnetic resonance imaging (MRI) merupakan cara yang tidak invasif untuk

dokter memeriksa arteri pasien, apakah di arteri terdapat sumbatan dan berapa banyak sumbatan yang menutup arteri. Semua test ini kadang-kadang dapat menunjukkan pengerasan dan penyempitan serta arteri utama yang lebih besar, sama baiknya seperti pada aneurisma dan simpanan kalsium pada dinding arteri. e. Doppler Ultrasound Alat ini digunakan untuk mengamati seluruh arteri di dalam tubuh dan menentukan tekanan darah pada angka yang bervariasi pada lengan dan kaki. Pemeriksaan ini dapat menolong untuk menentukan jumlah sumbatan dan kecepatan aliran darah pada arteri.1 f. MUGA / radionuclide angiograpy Nuclear scan untuk melihat bagaimana dinding jantung bergerak dan berapa banyak darah yang di paksa keluar setiap ketukan jantung (heartbeat), ketika pasien dalam keadaan istirahat.5 g. Thallium / myocardial perfusionscan Pengamatan nuclear yang diberikan ketika pasien dalam keadaan istirahat atau setelah latihan yang dapat mengungkap daerah dari otot jantung yang tidak cukup mendapatkan suplai darah. Terapi

Pencegahan dan pengobatan dari pengendalian atherosklerosis dari faktor resiko yang telah diketahui untuk penyakit tersebut. Didalamnya termasuk pengobatan untuk hipertensi, hyperlipidemia, DM, dan kebiasaan merokok. Perubahan gaya hidup dapat meningkatkan kerja pembuluh arteri. Dokter memiliki beberapa tipe pengobatan untuk memperlambat atau mengatasi pengaruh arteriosklerosis dan atherosklerosis. a. Obat Penurun-kolesterol. Secara agresive dapat menurunkan sejumlah low-density lipoprotein (LDL) kolestrol jahat yang dapat memperlambat aliran darah, berhenti atau bahkan sebaliknya membentuk plak. Obat ini mengandung statin dan fibrate dan diberikan dengan dosis tertentu. b. Pengobatan anti-platelet. Aspirin merupakan salah satu contoh dari tipe obat ini digunakan untuk mengurangi kemungkinan penggumpalan kepingan darah pada atherosklerosis, terbentuknya bekuan darah, dan terjadinya sumbatan pada pembuluh darah. c. Antikoagulan. Seperti Heparin atau Warfarin (Komadin). Digunakan untuk

mengencerkan darah dan mencegah pembekuan untuk pembentukan arteri dan aliran darah yang mengalami sumbatan. d. Vasodilatasi Otot pembuluh darah.

Vasodilator seperti Prostaglandin, dapat mencegah penebalan otot pada dinding arteri dan menghentikan penyempitan arteri. Tapi efek dari obat ini kuat dan biasanya hanya digunakan ketika obat lain tidak bekerja. e. Pengobatan lainnya. Dapat disarankan beberapa pengobatan untuk mengontrol faktor resiko, seperti diabetes, tekanan darah tinggi dan level homocysteine yang tinggi. Dapat juga disarankan obat spesifik untuk gejala tertentu, seperti claudicasi yang intermittent. Jika terdapat gejala yang akut, sumbatan akut yang mengancam kemampuan otot dan jaringan kulit untuk berkontraksi atau salah satu organ sudah tidak dapat berfungsi sempurna, mungkin dapat dilakukan pengobatan selanjutnya. a. Angioplasty. Procedur pada pengobatan ini yaitu dengan cara memasukkan pipa (catheter) yang panjang dan tipis ke dalam arteri yang tersumbat atau terhambat. Kemudian kawat dengan balon yang kempis dimasukkan melalui catheter ke area yang terhambat tadi. Balon itu akan mengembang, menekan plaque untuk melawan dinding arteri. Lubang pipa (stent) menyanggah arteri untuk membantu arteri tetap terbuka. b. Embolectomy.

Catheter dapat juga di gunakan untuk menangkap gumpalan darah. Cara ini disebut Embolectomy. c. Endarterectomy. Pada beberapa kasus mungkin di butuhkan operasi pemindahan plak dari dinding arteri yang terhambat. Procedur pada pengobatan ini ahli bedah membuat incisi, kemudian memindahkan plak dan menutup arteri. d. Pembedahan pembuluh darah. Dengan cara bypass dengan mencangkokkan cabang salah satu pembuluh darah dari bagian tubuh yang lain atau pipa yang terbuat dari serat sintetik.Cara ini akan mengalirkan darah ke arteri yang tersumbat atau terhambat. Proses ini sangat sering di gunakan untuk meningkatkan aliran darah ke kaki, tapi cara tersebut juga dapat digunakan untuk menghambat perluasan atau kebocoran pada aortic aneurysm. e. Thrombolytic. Jika arteri tersumbat oleh adanya gumpalan darah, biasanya diberi obat untuk melarutkan gumpalan ke dalam arteri sampai gumpalan itu kembali normal. f. Penggunaan Angiography. Dengan cara memasukkan catheter kecil ke dalam arteri dan di celup, dan kemudian sumbatan tersebut di tolong dengan sinar X. 5. Hipertensi

Definisi Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. (Hiper artinya Berlebihan, Tensi artinya Tekanan/Tegangan; Jadi, Hipertensi adalah Gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah diatas nilai normal). Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JIVC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140 / 90 mmHg. Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik ), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik ). Tekanan darah ditulis sebagai tekanan sistolik garis miring tekanan diastolik, misalnya 120/80 mmHg, dibaca seratus dua puluh per delapan puluh. Sejalan dengan bertambahnya usia,

hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahundan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis.Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi dan anak-anak secara normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah dari pada dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebihtinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika

beristirahat.Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda; paling tinggi di waktu pagihari dan paling rendah pada saat tidur malam hari. Gejala

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejalaberikut: 1) sakit kepala 2) kelelahan 3) mual 4) muntah 5) sesak nafas 6) gelisah 7) pandangan menjadi kabur (yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal). Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut

ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera. Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat

tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah terjadinya kelainan organ target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah>180/120 mmHg. Pada hipertensi emergensi tekanan darah meningkat ekstrim disertai dengan kerusakan organ target akut yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera (dalam hitungan menit jam) untuk mencegahkerusakan organ target lebih lanjut. Contoh gangguan organ target akut: encephalopathy, pendarahan intrakranial, gagal ventrikel kiri akut disertai edemaparu, dissecting aortic aneurysm, angina pectoris tidak stabil, dan eklampsia atauhipertensi berat selama kehamilan. Hipertensi urgensi adalah tingginya tekanan darah tanpa disertai kerusakan organ target yang progresif. Tekanan darah diturunkan dengan obat anti hipertensioral ke nilai tekanan darah pada tingkat 1 dalam waktu beberapa jam s/d beberapa hari. Terapi Pengobatan 1) Terapi nonfarmakologi Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang untuk mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam penanganan hipertensi. Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup. Disamping menurunkan tekanan darahpada pasien-pasien dengan hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah prehipertensi.

Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan darahadalah: (1) mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk; (2) mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension)yang kaya akan kalium dan kalsium; diet rendah natrium; aktifitas fisik; dan (3) mengkonsumsi alkohol sedikit saja. Pada sejumlah pasien dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi; mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari menggunakan obat. Program diet yang mudah diterima adalah yang di disain untuk menurunkan berat badan secara perlahan-lahan pada pasien yang gemuk dan obesitas disertai pembatasan pemasukan natrium dan alkohol. Untuk ini diperlukan pendidikan ke pasien, dan dorongan moril. Aktifitas fisik juga dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga aerobiksecara teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk kebanyakan pasien. Studi menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah. Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan berat badan. Pasien harus konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis olah-rag amana yang terbaik terutama untuk pasien dengan kerusakan organ target. Merokok faktor resiko utama independen untuk merupakan

penyakit kardiovaskular. Pasien

hipertensi yang merokok harus dikonseling berhubungan dengan resiko lain yang dapat diakibatkan oleh merokok.

2) Terapi farmakologi Kebanyakan pasien dengan hipertensi memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah yang diinginkan. Penambahan obat kedua dari kelas yang berbeda dimulai apabila pemakaian obat tunggal dengan dosis lazim gagal mencapai target tekanan darah. Apabila tekanan darah melebihi 20/10 mm Hg diatas target, dapat dipertimbangkan untuk memulai terapi dengan dua obat. Yang harus diperhatikan adalah resiko untuk

hipotensiortostatik, terutama pada pasien-pasien dengan diabetes, disfungsi autonomik,dan lansia. a. Diuretik Diuretik thiazide biasanya merupakan obat pertama yang diberikan untuk mengobati hipertensi. Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air, yang akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah. Diuretik juga menyebabkan pelebaran pembuluh darah. Diuretik menyebabkan hilangnya kalium melalui air kemih, sehingga kadang diberikan tambahan kalium atau obat penahan kalium. b. Penghambat adrenergik Penghambat adrenergik merupakan sekelompok obat yang terdiri dari alfablocker, beta-blocker dan alfa-beta-blocker labetalol, yang menghambat efeksistem saraf simpatis.Sistem saraf simpatis adalah sistem saraf yang dengan segera akan memberikan respon terhadap stres, dengan cara meningkatkan tekanan darah. Yang paling sering digunakan adalah beta-blocker.

c. Angiotensin converting enzyme inhibitor Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-inhibitor) menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri. d. Angiotensin-II-bloker Menyebabkan penurunan tekanan darah dengan suatu mekanisme yang mirip dengan ACE-inhibitor. e. Antagonis kalsium Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan mekanisme yang benar-benar berbeda. f. Vasodilator Vasodilator langsung menyebabkan melebarnya pembuluh darah. Obat dari golongan ini hampir selalu digunakan sebagai tambahan terhadap obat antihipertensi lainnya. Kedaruratan hipertensi (misalnya hipertensi maligna) memerlukan obatyang menurunkan tekanan darah tinggi dengan segera. Nifedipine merupakan kalsium antagonis dengan kerja yang sangat cepatdan bisa diberikan per-oral (ditelan), tetapi obat ini bisa menyebabkan hipotensi, sehingga pemberiannya harus diawasi secara ketat. Penatalaksanaan diet Tujuan Akhir :

(1) Menurunkan resiko (2) Meminimalkan kebutuhan akan obat untuk mengontrol tekanan darah Mencapai dan menjaga status gizi baik 6. Aneurisma Definisi Aneurisma adalah suatu penonjolan (pelebaran,dilatasi) pada dinding suatu arteri, biasanya pada aorta. Penonjolan biasanya terjadi pada suatu daerah yang lemah pada dinding arteri. Aneurisma bisa terjadi di sepanjang aorta, tetapi 75% aneurisma muncul pada bagian aorta yang menuju ke perut. Aneurisma bisa berbentuk bulat (sakuler) atau seperti tabung (fusiformis). Sebagian besar berbentuk fusiformis. Gejala Sering tampak pembengkakan disertai massa yang berdenyut di daerah tempat aneurisma berada. Jika aneurisma pecah, akan timbul gejala tekanan darah rendah, denyut jantung yang cepat serta pusing. Aneurisma yang pecah memiliki resiko kematian yang tinggi. Pemeriksaan penunjang Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, USG dan CT scan. Terapi

Aneurisma terinfeksi pada arteri yang menuju ke otak sangat berbahaya dan perlu segera ditangani. Infeksi biasanya berasal dari bagian tubuh lainnya, terutama katup jantung. Seringkali perlu dilakukan pembedahan yang sangat beresiko.

7. Sistemik lupus eritematosus (SLE) Definisi Lupus eritematosus sistemik atau Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit radang multisistem yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi, disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibodi dalam tubuh. SLE merupakan prototipe penyakit autoimun multisistem. Berbeda dengan penyakit autoimun yang organ-specific (misalnya diabetes melitus tipe I, miastenia gravis, penyakit graves dsb) dimana suatu respon autoimun tunggal mempunyai sasaran terhadap suatu jaringan tertentu dan menimbulkan gejala klinis yang karakteristik, SLE ditandai oleh munculnya sekumpulan reaksi imun abnormal yang menghasilkan beragam manifestasi klinis. Gejala Gejala klinis dan perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit dapat timbul mendadak disertai tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam tubuh. Dapat juga menahun dengan gejala pada satu sistem yang lambat laun

diikuti oleh gejala terkenanya sistem imun. Pada tipe menahun terdapat remisi dan eksaserbasi. Remisinya mungkin berlangsung bertahun-tahun. Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi seperti kontak dengan sinar matahari, infeksi virus/ bakteri, obat misalnya golongan sulfa, penghentian kehamilan dan trauma fisis/psikis. Setiap serangan biasanya disertai gejala umum yang jelas seperti demam, malaise, kelemahan, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, dan iritabilitas. Yang paling menonjol ialah demam, kadang-kadang disertai menggigil. a. Gejala Muskuloskeletal Gejala yang sering pada SLE ialah gejala muskuloskeletal, berupa artritis atau artralgia (93 %) dan acapkali mendahului gejala-gejala lainnya. Yang paling sering terkenal ialah sendi interfalangeal proksimal diikuti oleh lutut, pergelangan tangan, metakarpofalangeal, siku dan pergelangan kaki. Selain pembengkakan dan nyeri mungkin juga terdapat efusi sendi yang biasanya termasuk kelas I (noninflamasi) kadang-kadang termasuk kelas II (inflamasi). Kaku pagi hari jarang ditemukan. Mungkin juga terdapat nyeri otot dan miositis. Artritis biasanya simetris, tanpa menyebabkan deformitas, kontraktur atau reumatoid. Nekrosis avaskular dapat terjadi pada berbagai tempat, dan terutama ditemukan pada pasien yang mendapat pengobatan dengan steroid dosis tinggi. Tempat yang paling sering terkena ialah kaput femoris. b. Gejala mukokutan

Kelainan kulit, rambut atau selaput lendir ditemukan pada 85 % kasus SLE. Lesi kulit yang paling sering ditemukan pada SLE ialah lesi kulit akut, subakut, diskoid dan livido retikularis. Ruam kulit yang dianggap khas dan banyak menolong dalam mengarahkan diagnosis SLE ialah ruam kulit berbentuk kupu-kupu (butterfly-rash) berupa eritema yang agak edematus pada hidung dan kedua pipi. Dengan pengobatan yang tepat, kelainan ini dapat sembuh tanpa bekas. Pada bagian tubuh yang terkena sinar matahari dapat timbul ruam kulit yang terjadi karena hipersensitivitas (photo-hypersensitivity). Lesi ini termasuk lesi kulit akut. Lesi kulit subakut yang khas berbentuk anular.Lesi diskoid berkembang melalui 3 tahap yaitu eritema, hiperkeratosis dan atrofi. Biasanya tampak sebagai bercak eritematosa yang meninggi, tertutup sisik keratin disertai adanya penyumbatan folikel. Kalau sudah berlangsung lama akan terbentuk sikatriks. Vaskulitis kulit dapat menyebabkan ulserasi dari yang berbentuk kecil sampai yang besar. Sering juga tampak perdarahan dan eritema periungual. Livido retikularis, suatu bentuk vaskulitis ringan, sangat sering ditemui pada SLE. Kelainan kulit yang jarang ditemukan ialah bulla (dapat menjadi hemoragik), ekimosis, petekie dan purpura. Kadang-kadang terdapat urtikaria yang tidak berperan terhadap kortikosteroid dan antihistamin. Biasanya menghilang perlahan-lahan beberapa bulan setelah penyakit tenang secara klinis dan serologis.

Alopesia dapat pulih kembali jika penyakit mengalami remisi. Ulserasi selaput lendir paling sering pada palatum durum dan biasanya tidak nyeri. Terjadi perbaikan spontan kalau penyakit mengalami remisi. Fenomen Raynaud pada sebagian pasien tidak mempunyai korelasi dengan aktivitas penyakit, sedangkan pada sebagian lagi akan membaik jika penyakit mereda. c. Ginjal Kelainan ginjal ditemukan pada 68 % kasus SLE. Manifestasi paling sering ialah proteinuria dan atau hematuria. Hipertensi, sindrom nefrotik dan kegagalan ginjal jarang terjadi; hanya terdapat pada 25 % kasus SLE yang urinnya menunjukkan kelainan. Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal, yaitu nefritis penyakit SLE difus dan nefritis penyakit SLE membranosa. Nefritis penyakit SLE difus merupakan kelauanan yang paling berat. Klinis biasanya tampak sebagai sindrom nefrotik, hipertensi serta gangguan fungsi ginjal sedang sampai berat. Nefritis penyakit SLE membranosa lebih jarang ditemukan. Ditandai dengan sindrom nefrotik, gangguan fungsi ginjal ringan serta perjalanan penyakit yang mungkin berlangsung cepat atau lambat tapi progresif. Kelainan ginjal lain yang mungkin ditemukan pada SLE ialah pielonefritis kronik, tuberkulosis ginjal dan sebagainya. Gagal ginjal merupakan salah satu penyebab kematian SLE kronik. d. Kardiovaskular

Kelainan jantung dapat berupa perikarditis ringan sampai berat (efusi perikard), iskemia miokard dan endokarditis verukosa (Libman Sacks). e. Paru Efusi pieura unilateral ringan lebih sering terjadi daripada yang bilateral. Mungkin ditemukan sel LE (lamp. dalam cairan pleura. Biasanya efusi menghilang dengan pemberian terapi yang adekuat. Diagnosis pneumonitis penyakit SLE baru dapat ditegakkan jika faktor-faktor lain seperti infeksi virus, jamur, tuberkulosis dan sebagainya telah disingkirkan. f. Saluran Pencernaan Nyeri abdomen terdapat pada 25 % kasus SLE, mungkin disertai mual (muntah jarang) dan diare. Gejala menghilang dengan cepat jika gangguan sistemiknya mendapat pengobatan adekuat. Nyeri yang timbul mungkin disebabkan oleh peritonitis steril atau arteritis pembuluh darah kecil mesenterium dan usus yang mengakibatkan ulserasi usus. Arteritis dapat juga menimbulkan pankreatitis. g. Hati dan Limpa Hepatosplenomegali mungkin ditemukan pada anak- anak, tetapi jarang disertai ikterus. Umumnya dalam beberapa bulan akan menghilang/ kembali normal. g. Kelenjer Getah Bening

Pembesaran kelenjer getah bening sering ditemukan (50 %). Biasanya berupa limfa denopati difus dan lebih sering pada anak-anak. Limfadenopati difus ini kadang-kadang disangka sebagai limfoma. i. Kelenjer Parotis Kelenjer parotis membesar pada 6 % kasus SLE. j. Susunan Saraf Tepi Neuropati perifer yang terjadi berupa gangguan sensorik dan motorik. Biasanya bersifat sementara. k. Susunan Saraf Pusat Gangguan susunan saraf pusat terdiri atas 2 kelainan utama yaitu psikosis organik dan kejang-kejang. Penyakit otak organik biasanya ditemukan bersamaan dengan gejala aktif SLE pada sistem-sistem lainnya. Pasien menunjukkan gejala delusi/ halusinasi disamping gejala khas kelainan organik otak seperti disorientasi, sukar menghitung dan tidak sanggup mengingat kembali gambar-gambar yang pernah dilihat. Psikosis steroid juga termasuk sindrom otak organik yang secara klinis tak dapat dibedakan dengan psikosis penyakit SLE. Perbedaan antara keduanya baru dapat diketahui dengan menurunkan atau menaikkan dosis steroid yang dipakai. Psikosis penyakit SLE membaik jika dosis steroid dinaikkan, sedangkan psikosis steroid sebaliknya.

Kejang-kejang yang timbul biasanya termasuk tipe grandmal. Kelainan lain yang mungkin ditemukan ialah korea, kejang tipe Jackson, paraplegia karena mielitis transversal, hemiplegia, afasia dan sebagainya. Mekanisme terjadinya kelainan susunan saraf pusat tidak selalu jelas Faktorfaktor yang memegang peran antara lain vaskulitis, deposit gamaglobulin di pleksus koroideus. l. Mata Kelainan mata dapat berupa konjungtivitis, edema periorbital, perdarahan subkonjungtival, uveitis dan adanya badan sitoid di retina. m. Sindrom Penyakit SLE Atipik Penyakit SLE tanpa ANA Beberapa pasien SLE tetap tidak menunjukkan adanya ANA selama perjalanan penyakitnya. Ginjal dan SSP lebih jarang terkena dan jangka hidupnya lebih panjang. Sindrom Antifosfolipid Sebagian pasien SLE dengan antibodi terhadap salah satu jenis fosfolipid, yaitu kardiolipin menunjukkan trombosis pembuluh darah (vena maupun arteri) yang berulang, abortus berulang dan trombositopenia. Di lain pihak, pasien dengan antibodi terhadap pardiolipin sering menunjukkan gejala penyakit SLE yang tidak khas, tes terhadap ANA negatif dan tidak memenuhi kriteria ARA untuk diagnosis

SLE. Di samping itu mereka menunjukkan insidensi berbagai macam kelainan SSP yang tinggi terutama stroke. Berdasarkan fakta inilah lahir istilah sindorm antifosfolipid. Penyakit SLE eritematosus karena obat (Drug-induced LE) Beberapa jenis obat dapat menimbulkan gejala-gejala yang menyerupai SLE, misalnya hidantoin, hidralazin dan prokainamid. Keadaan ini dulu disebut juga sindrom hidralazin, alfametil dopa, PTU serta metimazol dan kinidin. Biasanya kelainan ginjal dan susunan saraf pusat jarang ditemukan. Anti-dsDNA, hipokomplemenemia serta imun kompleks juga tidak sering ditemukan. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang antara lain : 1. Hematologi Ditemukan anemia, leukopenia, trombositopenia 2. Kelainan imunologis Ditemukan sel LE, antibodi antinuklir, komplemen serum menurun, anti DNA, ENA (ex-tractable nuclear antigen), faktor reumatoid, krioglobulin, dan uji lues yang positif semu. 3. Histopatologi Umum :

Lesi yang dianggap karakteristik untuk SLE ialah badan hematoksilin, lesionionskin pada pembuluh darah limpa dan endokarditis verukosa Libman-Sacks. Ginjal : 2 bentuk utama ialah glomerulus proliferatil difus dan nefritis penyakit SLE membranosa. Kulit : Pemeriksaan imunofluoresensi direk menunjukkan deposit igG granular pada demo-epidermal junction, baik pada lesi kulit yang aktif (90 %) maupun pada kulit yang tak terkena (70 %) (penyakit SLE band test). Yang paling karakteristik untuk SLE ialah jika ditemukan pada kulit yang tidak terkena dan tidak terpajan (non-exposed areas). Terapi Sampai sekarang SLE belum dapat disembuhkan dengan sempurna. Meskipun demikian, pengobatan yang tepat dapat menekan gejala klinis dan komplikasi yang mungkin terjadi, mengatasi fase akut dan dengan demikian memperpanjang remisi dan survival rate. Semuanya akan menjadi lebih baik jika kita dapat menghitung resiko dimana ilmuwan yakin bahwa gen dapat menjelaskan tentang resiko perkembangan penyakit SLE dan kemajuan penyakit tersebut.

Beberapa obat telah diakui dapat mengobati penyakit SLE. Obat-obatan yang terbaik bagi penderita penyakit SLE sebagian ditentukan oleh gen yang dimiliki oleh orang tersebut. Gen yang spesifik akan mempengaruhi perkembangan penyakit SLE sehingga juga akan mempengaruhi respon terhadap pengobatan. Informasi genetik yang baik dapat menjelaskan bagaimana obat bekerja pada seseorang dibandingkan dengan orang lain. Hal ini membuat kita dapat memilih obat yang tepat bagi pasien. Dengan ditemukannya gen yang terlibat dalam penyakit SLE oleh ilmuwan, ini merupakan pintu masuk untuk membentuk terapi baru. Jika gen itu ober aktif maka ilmuwan harus mencari jalan untuk mengurangi atau mempengaruhi kerja gen tersebut. Jika gen tersebut tidak aktif atau rusak maka ilmuwan harus mencari jalan bagaimana untuk meningkatkan aktifitas gen tersebut. Program pengobatan yang tepat sangat individual karena gambaran klinis dan perjalanan penyakit sangat bervariasi. Pengembangan yang cepat pada teknik skrining genetik terutama pada gen yang berhubungan dengan penyakit SLE untuk menentukan gen-gen yang berhubungan dengan penyakit SLE pada masing-masing individu sangat penting untuk mengembangan target terapi yang ditujukan pada ketidakseimbangan dalam respon imun yang terjadi pada seseorang yang memiliki pola genetik seperti penyelidikan potensi PBEF yang berlaku sebagai tanda munculnya penyakit dan sebagai sasaran therapetik yang memungkinkan dan pengobatan langsung untuk menyeimbangkan kerja gen IRF5 pada penderita penyakit SLE bisa dipakai walaupun masih diteliti dan penuh spekulasi.

8. Henoch schonlein purpura Definisi Adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh vaskulitis pembuluh darah kecil sistemik yang ditandai dengan lesi spesifik berupa purpura

nontrombositopenik, artritis atau atralgia, nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis, dan kadang-kadang nefritis atau hematuria. Nama lain penyakit ini adalah purpura anafilaktoid, purpura alergik dan vaskulitis alergik. Gejala HSP biasanya muncul dengan trias berupa ruam purpura pada ekstremitas bawah, nyeri abdomen atau kelainan ginjal dan artritis. Namun trias tidak selalu ada, sehingga seringkali mengarahkan kepada diagnosis yang tidak tepat. Gejala klinis mula mula berupa ruam makula eritomatosa pada kulit ekstremitas bawah yang simetris yang berlanjut menjadi palpable purpura tanpa adanya trombositopenia. Ruam awalnya terbatas pada kulit maleolus tapi biasanya kemudian akan meluas ke permukaan dorsal kaki, bokong dan lengan bagian luar. Dalam 12-24 jam makula akan berubah menjadi lesi purpura yang berwarna merah gelap dan memiliki diameter 0,5-2 cm. Lesi dapat menyatu menjadi plak yang lebih besar yang menyerupai echimosis yang kemudian dapat mengalami ulserasi. Purpura terutama terdapat pada kulit yang sering terkena tekanan (pressure-bearing surfaces). Kelainan kulit ini ditemukan pada 100% kasus dan merupakan 50% keluhan penderita pada waktu berobat. Kelainan kulit dapat pula

ditemukan pada wajah dan tubuh. Kelainan pada kulit dapat disertai rasa gatal. Pada bentuk yang tidak klasik, kelainan kulit yang ada dapat berupa vesikel hingga menyerupai eritema multiform. Kelainan akut pada kulit ini dapat berlangsung beberapa minggu dan menghilang, tetapi dapat pula rekuren. Edema skrotum juga dapat terjadi dan gejalanya mirip dengan torsio testis. Gejala prodromal dapat terdiri dari demam dengan suhu tidak lebih dari 38C, nyeri kepala dan anoreksia. Pada anak berumur kurang dari 2 tahun, gambaran klinis disa didominasi oelh edema kulit kepala, periorbital, tangan dan kaki. Gambaran ini disebut AHEI (Acute Hemorrhagic Edema of Infancy). Selain purpura, ditemukan pula gejala artralgia dan artritis yang cenderung bersifat migran dan mengenai sendi besar ekstremitas bawah seperti lutut dan pergelangan kaki, namun dapat pula mengenai pergelangan tangan, siku dan persendian di jari tangan. Kelainan ini timbul lebih dulu (1-2 hari) dari kelainan kulit. Sendi yang terkena dapat menjadi bengkak, nyeri dan sakit bila digerakkan, biasanya tanpa efusi, kemerahan ataupun panas. Kelainan teutama periartrikular dan bersifat sementara, dapat pula rekuren pada masa penyakit aktif tetapi tidak menimbulkan deformitas menetap. Pada penyakit ini dapat ditemukan adanya gangguan abdominal berupa nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis. Keluhan abdomen biasanya timbul setelah timbul kelainan pada kulit (1-4 minggu setelah onset). Organ yang paling sering terlibat adalah duodenum dan usus halus. Nyeri abdomen dapat

berupa kolik abdomen yang berat, lokasi di periumbilikal dan disertai mual, muntah, bahkan muntah darah dan kadang kadang terdapat perforasi usus dan intususepsi ileoileal lebih sering terjadi dibanding ileokolonal. Intususepsi atau perforasi disebabkan oleh vaskulitis dinding usus yang menyebabkan edema dan perdarahan submukosa dan intramural. Kadang dapat juga terjadi infark usus yang disertai perforasi maupun tidak. Selain itu dapat juga ditemukan kelainan ginjal, meliputi hematuria, proteinuria (<2g/d), sindrom nefrotik (proteinuria >40mg/m2/jam) atau nefritis. Penyakit pada ginjal juga biasanya muncul 1 bulan setelah onset ruam kulit. Adanya kelainan kulit yang persisten sampai 2 3 bulan, biasanya berhubungan dengan nefropati atau penyakit ginjal yang berat. Resiko nefritis meningkat pada usia di atas 7 tahun, lesi purpura persisten, keluhan abdomen yang berat dana penurunan aktivitas faktor XIII. Gangguan ginjal biasanya ringan, meskipun beberapa ada yang menjadi kronik. Seringkali derajat keparahan nefritis tidak berhubungan dengan parahnya gejala HSP yang lain. Pada pasien HSP dapat timbul adanya oedem. Oedem ini tidak bergantung pada derajat proteinuria namun lebih pada derajat vaskulitis yang terjadi. Namun oedem tersebut memang dihubungkan dengan kejadian proteinuria pada pasien. Kadang kadang HSP dapat disertai dengan gejala gejala gangguan sistem saraf pusat, terutama sakit kepala. Pada HSP dapat ditemukan adanya vaskulitis serebral. Pada beberapa kasus langka, HSP diduga dapat menyebabkan gangguan serius seperti kejang, paresis atau koma. Gejala gejala gangguan neurologis lain yang dapat muncul antara lain perubahan tingkat kesadaran, apatis,

somnolen, hiperaktivitas, iritabilitas, ketidakstabilan emosi, kejang (parsial, parsial kompleks, umum, status epileptikus), dan defisit neurologis fokal (afasia, ataxia, korea, hemiparesis, paraparesis, kuadraparesis. Dapat juga terjadi poliradikuloneuropati (sindroma Guillain-Barr) dan mononeuropati (nervus fasialis, femoralis, ulnaris). Hati dan kandung empedu juga bisa terlibat dengan gejala hepatomegali, hidrops kandung empedu, kolesistitis. Semua ini bisa menyebabkan keluhan nyeri abdomen pada pasien. Apendisitis akut juga pernah dilaporkan terjadi pada pasien HSP. Gejala - gejala lain yang pernah dilaporkan tetapi jarang terjadi antara lain vaskulitis miokardia, vaskulitis paru yang menyebabkan perdarahan paru bilateral, ureteritis stenosis, oedem penis, orkitis, priapisme, perdarahan intrakranial, hematoma subperiosteal orbital bilateral, hematoma adrenal dan pankreatitis akut. Pemeriksaan penunjang Pada pemeriksaan laboratorium tidak terlihat adanya kelainan spesifik. Jumlah trombosit normal atau meningkat, membedakan purpura yang disebabkan oleh trombositopenia. Dapat terjadi leukositosis moderat dan anemia

normokromik, biasanya berhubungan dengan perdarahan gastrointestinal. Biasanya juga terdapat eosinofilia. Laju endap darah dapat meningkat maupun normal. Kadar komplemen seperti C1q, C3 dan C4 dapat normal maupun menurun. Pemeriksaan kadar IgA dalam darah mungkin meningkat, demikian pula limfosit yang mengandung IgA. Analisis urin dapat menunjukkan hematuria,

proteinuria maupun penurunan kreatinin klirens menandakan mulai adanya kerusakan ginjal atau karena dehidrasi, demikian pula pada feses dapat ditemukan darah. Pemeriksaan ANA dan RF biasanya negatif, faktor VII dan XIII dapat menurun. Biopsi lesi kulit menunjukkan adanya vaskulitis leukositoklastik. Imunofluorosensi menunjukkan adanya deposit IgA dan komplemen pada dinding pembuluh darah. Pada pemeriksaan radiologi dapat ditemukan penurunan motilitas usus yang ditandai dengan pelebaran lumen usus ataupun intususepsi melalui pemeriksaan barium. Terkadang pemeriksaan barium juga dapat mengkoreksi intususepsi tersebut. Terapi Tidak ada pengobatan definitif pada penderita HSP. Pengobatan adalah suportif dan simtomatis, meliputi pemeliharaan hidrasi, nutrisi, keseimbangan elektrolit dan mengatasi nyeri dengan analgesik. Untuk keluhan artritis ringan dan demam dapat digunakan OAINS seperti ibuprofen. Dosis ibuprofen yang dapat diberikan adalah 10mg/kgBB/6 jam. Edema dapat diatasi dengan elevasi tungkai. Selama ada keluhan muntah dan nyeri perut, diet diberikan dalam bentuk makanan lunak. Penggunaan asam asetil salisilat harus dihindarkan, karena dapat menyebabkan gangguan fungsi trombosit yaitu petekie dan perdarahan saluran cerna. Bila ada gejala abdomen akut, dilakukan operasi. Bila terdapat kelainan ginjal progresif dapat diberi kortikosteroid yang dikombinasi dengan

imunosupresan. Metilprednisolon IV dapat mencegah perburukan penyakit ginjal

bila diberikan secara dini. Dosis yang dapat digunakan adalah metilprednisolon 250 750 mg/hr IV selama 3 7 hari dikombinasi dengan siklofosfamid 100 200 mg/hr untuk fase akut HSP yang berat. Dilanjutkan dengan pemberian kortikosteroid (prednison 100 200 mg oral) selang sehari dan siklofosfamid 100 200 mg/hr selama 30 75 hari sebelum akhirnya siklofosfamid dihentikan langsung dantappering- off steroid hingga 6 bulan. Terapi prednison dapat diberikan dengan dosis 1 2 mg/kgBB/hr secara oral, terbagi dalam 3 4 dosis selama 5 7 hari. Kortikosteroid diberikan dalam keadaan penyakit dengan gejala sangat berat, artritis, manifestasi vaskulitis pada SSP, paru dan testis, nyeri abdomen berat, perdarahan saluran cerna, edema dan sindrom nefrotik persisten. Pemberian dini pada fase akut dapat mencegah perdarahan, obstruksi, intususepsi dan perforasi saluran cerna.

9. Defek septum atrium (ASD) Definisi ASD adalah lubang abnormal pada sekat yang memisahkan kedua belah atrium sehingga terjadi pengaliran darah dari atrium kiri yang bertekanan tinggi kedalam atrium kanan yang bertekanan rendah ( Rudolph, 2006). Prefalensi ASD pada remaja lebih tinggi dibandingkan pada masa bayi dan anak, oleh karena itu sebagian besar penderita asimtomatik sehingga diagnosis baru ditegakkan setelah anak besar atau remaja.

2. Klasifikasi ASD ASD diklasifikasikan menjadi: a. ASD sederhana dengan defek pada septum dan disekitar fossa ovalis (dikenal dengan DSA sekundum), defek pada tepi bawah septum (DSA primum) dan defek disekitar muara VCS (defek sinus venosus) yang seringkali disertai anomali parsial drainase vena pulmonalis. b. ASD kompleks yang merupakan bentuk dari defek endocardial cushion yang sekarang dikenal sebagai defek septum atrioventrikular (DSAV) atau AV canal. Defek septum atrium sekundum adalah kelainan yang dimana terdapat lubang patologis di tempat fossa ovalis. Akibatnya terjadi pirau dari atrium kiri ke atrium kanan, dengan beban volume di atrium dan di ventrikel kanan. Gejala Pasien ASD mungkin tidak menunjukkan gejala (asimtomatik). Pada pasien ASD dapat terjadi gagal jantung kongestif. Terdengar bising jantung yang khas. Pasien ASD berisiko untuk mengalami disritmia atrium (yang mungkin disebabkan oleh pembesaran atrium dan peregangan serabut penghantar impuls jantung) serta kemudian mengalami penyakit obstruksi vascular pulmonalis dan pembentukan emboli karena peningkatan aliran darah paru yang kronis.

Bila pirau cukup besar pasien akan mengalami sesak nafas, sering mengalami infeksi paru, dan berat badan akan sedikit berkurang. Jantung umumnya normal atau hanyA sedikit membesar dengan pulsasi ventrikel kanan teraba. Komponen aorta dan pulmonal bunyi jantung II terbelah lebar (wide split) yang tidak berubah saat inspirasi maupun ekspirasi (fixed split). Pada defek sedang sampai besar bunyi jantung I mengeras dan terdapat bising ejeksi sistolik. Selain itu terdapat bising diastolic di daerah tricuspid akibat aliran darah yang berlebihan melalui katup tricuspid pada fase pengisian cepat ventrikel kanan. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada penderita ASD adalah: 1. Foto toraks Pada penderita ASD dengan pirau yang bermakna, foto toraks AP menunjukkan atrium kanan yang menonjol, dan dengan konus pulmonalis yang menonjol. Jantung hanya sedikit membesar dan vaskularisasi paru yang bertambah sesuai dengan besarnya pirau. 2. Elektrokardiografi EKG menunjukkan pola RBBB pada 95%, yang menunjukkan beban volume ventrikel kanan. Deviasi sumbu QRS ke kanan (right axis deviation) pada ASD sekundum membedakannya dari defek primum yang memperlihatkan deviasi sumbu kiri (left axis deviation). Blok AV I (pemanjangan interval PR) terdapat pada 10% kasus defek sekundum.

3. Ekokardiografi Tujuan utama pemeriksaan ekokardiografi pada ASD adalah untuk mengevaluasi pirau dari kiri ke kanan di tingkat atrium antara lain adalah: a. Mengidentifikasi secara tepat defek diantara ke dua atrium b. Memisualisasikan hubungan seluruh vena pulmonalis c. Menyingkirkan lesi tambahan lainnya d.Menilai ukuran ruang-ruang jantung (dilatasi) e.Katerisasi jantung Penderita di operasi tanpa katerisasi jantung, katerisasi hanya dilakukan apabila terdapat keraguan akan adanya penyakit penyerta atau hipertensi pulmonal Terapi

10. Defek septum ventrikular (VSD) Definisi

Gejala Pemeriksaan penunjang

Terapi

You might also like