You are on page 1of 16

I.

IDENTITAS PASIEN Nama Tempat & Tanggal Lahir Umur Jenis kelamin Bangsa/Suku Agama Pendidikan Status pernikahan Alamat Tanggal masuk RSJSH Riwayat perawatan 1. Tahun 2004 hingga 2009 pasien berobat jalan ke Puskesmas Padang, karena perkembangan pasien lambat dan tidak dapat mengurus diri sendirim serta sering berbicara sendiri, tertawa sendiri, dan tidak dapat diberi instruksi. 2. Tahun 2010 pasien dibawa berobat ke dokter klinik di jakarta, karena keluarga pasien di Jakarta menganjurkan untuk berobat di jakarta. 3. Tahun 2013 pasien menjalani rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Soehato Heerdjan karena tidak bisa diam, bicara tidak nyambung dan sering kabur dari rumah II. RIWAYAT PSIKIATRI Diperoleh dari: Alloanamnesis dengan ibu kandung pasien Ny. Y, 55 tahun, suku Minang, Ibu Rumah Tangga. A. KELUHAN UTAMA Tidak bisa diam, bicara tidak nyambung, suka membuang barang, sering kabur dari rumah : An. A R : Padang, 18 Mei 1998 : 14 Tahun : Laki-laki : Minang : Islam : Belum Sekolah : Belum menikah : Jln. Pondok Bandung RT 014/ RW 02 no 27, kelurahan kota bambu kecamatan palmerah : 5 Maret 2013

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Sejak mulai usia 3 tahun, pasien dilaporkan oleh ibu kandungnya sudah tampak berbeda dengan anak sebayanya seperti kontak mata terbatas, suka tertawa sendiri, sering sulit di beri instruksi dan mau menang sendiri serta masih sering ngompol. Pasien memiliki kebiasaan yang tak biasa yaitu sering berbicara mangacau (contoh: makan kotoran itu bisa bikin pintar), suka coret-coret dinding rumah. Pasien memiliki kecenderungan untuk menyerang saudara dan teman sepermainannya. Saat berusia 8 tahun, pasien sering menunjukkan gejala yang lain yaitu sering gelisah dan mondar mandir, suka membuang barang-barang yang ada di rumah, dan suka mencuri barang milik orang lain atau mencuri barang di warung dan toko. Apabila keinginan pasien tidak dipenuhi, maka pasien akan marah-marah, mengamuk, dan memukul pada setiap orang yang didekatnya. Pada saat diberikan suatu alat permainan, pasien dikatakan tidak menyukainya dan hanya membuang atau menghancurkan mainan yang diberikan. Dalam aktivitas mandi, pasien hanya bermain air dan berbasah-basahan dengan menyibakkan air ke seluruh isi kamar mandi secara berlebihan. Pasien sampai usia sekarang ini yaitu 14 tahun, masih sering melakukan kebiasaan membuang barang. Dalam aktivitas keseharian di rumah, pasien cenderung iseng seperti memecahkan toples, kaca lemari dan cermin, dan berteriak-teriak di dalam rumah. Saat di rumah, pasien ditempatkan di dalam kamar yang berisikan hanya tempat tidur dan dikunci dari luar jika tidak ada yang mengawasi. Menurut ibu kandungnya, hal tersebut dilakukannya oleh karena perilaku pasien yang dikatakan tidak bisa di atur, suka memecahkan benda-benda yang ada di rumah dan memiliki kecenderungan untuk menyerang orang lain. Perilaku lain pada pasien yang sangat mengkhawatirkan ibunya adalah sering kabur atau keluar dari rumah. Pasien sudah berada di ruangan rawat inap psikiatri anak Rumah Sakit Jiwa Soeharto Heerdjan selama kurang lebih 2 minggu. Selama dalam perawatan di rumah sakit, pasien dilaporkan cenderung marah-marah, mengamuk, sering mondar-mandir

dan tidak bisa tidur saat malam hari, sering mengeluarkan kata-kata yang tidak mengandung arti dan cenderung di ulang-ulang. C. RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA a. Psikiatri dan Penyalahgunaan Zat Pasien tidak pernah menyalahgunakan zat sebelumnya dan dikatakan tampak berbeda dengan teman sebaya sejak menginjak usia dua tahun. b. Kondisi Medis Umum Pasien tidak pernah menderita penyakit medis lain seperti kejang, pingsan dan trauma kepala. c. Riwayat Penyakit dalam Keluarga Gangguan kejiwaan pada keluarga pasien disangkal. D. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI 1. Periode Prenatal dan Perinatal Pasien merupakan anak yang diharapkan. Ibu mengandung pasien saat dirinya telah berusia 41 tahun. Ketika mengetahui dirinya hamil, sikap ibu adalah menerimanya dengan senang hati. Kondisi fisik ibu saat hamil dan melahirkan dikatakan sehat secara fisik dan psikologis. Pasien lahir secara normal, cukup bulan, berat badan 3,1 kg, panjang badan 49 cm, lahir secara normal, setelah lahir langsung menangis kuat. Tidak ada riwayat biru atau kuning. Persalinan berlangsung dengan bantuan bidan di rumah bidan. 2. Periode Masa Bayi (0-1 tahun) Pasien diasuh oleh ibu kandungnya dengan perasaan senang hati. Ayah kandung juga menyayangi pasien, tetapi keduanya jarang bertemu dikarenakan pekerjaan ayah pasien yang sering lembur dan di luar kota. Pasien mendapatkan ASI dengan menetek sampai usia sekitar 20. Kemudian dilanjutkan dengan susu formula sampai usia sekitar 3 tahun. Makanan tambahan diberikan pula sesuai dengan usia pertumbuhannya. Pasien dikatakan memiliki kesulitan dalam pola makan, yaitu kalau makan harus di paksa. Imunisasi dikatakan lengkap. Tumbuh kembang pasien yaitu, 3

pada usia 5 bulan pasien mulai tengkurap, dan duduk saat usia 9 bulan. Pasien mulai dapat berdiri saat memasuki usia 11 bulan dan berjalan saat usia 14 bulan. Pasien dikatakan rewel dan sulit untuk diasuh. Pola tidur pasien dilaporkan sering terbangun dan menangis pada malam hari. 3. Periode Masa Batita (1 sampai 3 tahun) Ibu kandung mengatakan bahwa pada periode usia dari 3 tahun pasien mulai tampak berbeda dengan teman sebayanya. Pembicaraan pasien masih belum membentuk suatu kata yang jelas sampai saat sekarang ini. Pada masa kanak awal, pasien seakan memiliki dunia sendiri (cuek dan tidak bisa diberi tahu). Pasien cenderung memiliki kebiasaan iseng seperti memecahkan peralatan pecah belah rumah tangga dan mencoret-coret dinding rumah. Pada aktivitas berkumpul bersama teman, pasien dikatakan oleh ibu kandungnya tampak lebih aktif (cenderung tidak bisa duduk diam) dan cuek seakan asik dengan dunianya sendiri dan suka marah dan menyerang apabila diganggu. Akibat perilaku itu, ibu kandung pasien kemudian membatasi aktivitas pasien untuk berkumpul bersama temannya. Pasien lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah bersama ibu dan saudara-saudaranya. 4. Periode Pra Sekolah dan Masa Kanak Awal (3 sampai 6 tahun) Pasien masih sering ngompol dan tidak dapat diberitahukan mengenai toilet training. Saat diberitahukan perilaku yang tidak baiknya itu, pasien hanya cuek dan asik dengan aktivitasnya sendiri saja. Pada masa usia ini, pasien juga sering tertawa sendiri dan hanya berbicara beberapa patah kata. 5. Periode Masa Kanak Akhir (7 sampai sekarang) Pada masa kanak akhir, pasien diawasi dengan ketat di dalam rumahnya akibat perilakunya yang cenderung mau kabur dari rumah untuk suatu tujuan yang tidak jelas. Pasien juga seringkali menyakiti tubuhnya dengan mengkorek setiap luka yang terdapat dalam tubuhnya, selalu mengeksplorasi peralatan rumah dari waktu ke waktu tampak kenal lelah dengan menghampiri tiap barang yang dipandangnya memiliki 4

suatu kekhasan. Pasien juga sering terlihat membuang barang-barang yang ada dirumah yang menurutnya tidak bagus atau jelek. Terhadap orang lain, pasien juga tidak segan merebut setiap barang yang sedang terlihat olehnya dari orang tersebut dan mencuri barang yang ada di toko ataupun warung tanpa ada perasaan bersalah. 6. Riwayat Pendidikan Pasien belum dapat bersekolah. 7. Riwayat Keluarga Pasien merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

17 th

14 th

12 th

4,5 th

8. Riwayat Kehidupan Sekarang Pada saat ini pasien tinggal bersama ibu kandung dan saudaranya di sebuah rumah milik saudara dari ibu pasien yang terletak di dekat pusat kota Jakarta. Ibu kandung pasien bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga dan terkadang berdagang nasi bungkus. Biaya hidup keluarga menjadi tanggung jawab ayah kandungnya yang saat ini bekerja sebagai buruh. Kebutuhan rumah tangga tidak tercukupi dengan baik. Pengobatan terkait permasalahan perilaku pasien saat ini dilakukan menggunakan jaminan yang di kelola oleh Pemerintah Daerah. Hubungan pasien di dalam rumah minimal karena pasien lebih sering menyendiri.

9. Persepsi dan Harapan Orangtua Ibu kandung tidak paham akan perilaku pasien yang sulit diatur, cenderung galak dan suka menyerang orang lain. Ibu pasien tampak memperdulikan pasien dan menganggap bahwa anaknya menderita suatu gangguan keterlambatan mental dan bukan autisme. Ibu kandung berharap perilaku pasien dapat sembuh. 10. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Lingkungannya Saat pemeriksa menanyakan tentang keadaannya, pasien cenderung cuek dan asik berbicara sendiri. III.EVALUASI KELUARGA A. Susunan Keluarga Pasien adalah anak kedua dari empat bersaudara. Saat ini pasien tinggal bersama ibu kandung dan saudara kandungnya, dan saudara dari ibu kandung pasien. B. Riwayat Perkawinan Pernikahan dengan ayah pasien merupakan pernikahan yang pertama dan telah menikah selama kurang lebih 20 tahun. Jarak usia antara kedua orangtua pasien adalah ayah lebih tua 7 tahun dari ibu pasien. C. Fungsi Subsistem a. Subsistem Suami-Istri Selama menikah dengan ayah kandung pasien, dikatakan jika terjadi percekcokan tidak dilakukan di depan anak-anak. b. Subsistem Orangtua Ibu kandung bersikap memperhatikan keadaan pasien dengan melakukan komunikasi pada pasien dan mecari pengobatan agar anaknya dapat hidup normal seperti anak yang lainnya. Pengasuhan anak sebelumnya dilakukan secara mandiri oleh ibu kandung pasien. Ibu tampak menyayangi pasien, walaupun perilakunya

sulit diatur. Pasien tampak cenderung bersikap cuek di dalam lingkungan keluarganya. c. Subsistem Sibling Pasien berstatus sebagai anak kedua dari empat bersaudara dan hanya berinteraksi dengan ibu atau saudara kandungnya. d. Interaksi subsistem Dalam pola pengasuhan ibu kandung pasien sangat memperhatikan kondisi pasien, ayah pasien serta saudara-saudara kandung pasien juga menyayangi pasien. D. Keadaaan Sosial Ekonomi Sekarang Kondisi keuangan keluarga pasien dikatakan kurang dalam pembiayaan kehidupan sehari-hari. Sumber penghasilan hanya mengandalkan gaji ayah kandungnya yang bekerja sebagai buruh dan penjualan nasi bungkus yang dilakukan oleh ibu kandung pasien. Biaya pengobatan terkait permasalahan perilaku pada pasien saat ini ditanggung oleh jaminan kesehatan yang dikelola oleh Pemerintah Daerah. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL (7 Maret 2013) A. Deskripsi Umum 1. Penampilan Seorang anak laki-laki, tampak sesuai usia, rambut pendek lurus, dan perawakan terlihat cukup gizi. Pada saat pemeriksaan cenderung gelisah dan bingung. Secara keseluruhan tampak perawatan diri kurang baik. Pada saat wawancara pasien memakai kaos berlengan pendek, celana pendek. 2. Kesadaran Compos mentis.

3. Sikap terhadap pemeriksa Tidak kooperatif dan curiga, kontak mata minimal, sulit untuk diajak berkomunikasi dan cenderung cuek. Selama proses wawancara, pasien tampak gelisah dan berulang kali berdiri dari tempak duduknya. 4. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor Pasien cenderung tampak tegang dan gelisah. Pada saat disediakan kertas dan di minta oleh pemeriksa untuk menggambar, pasien menghindar dengan berlari ke arah pintu ruangan. 5. Kemampuan berbicara dan berbahasa Pembicaraan tampak tidak berespon dengan suatu ajakan, artikulasi kata tidak jelas, mengeluarkan kata-kata yang tidak di mengerti, volume suara cukup, dan intonasi suara cukup. B. Mood, Ekspresi Afektif dan Empati 1. Mood 2. Afek 3. Ekspresi Stabilitas Pengendalian Keserasian Echt/ Unecht Dalam/dangkal Empati Skala diferensiasi C. Fungsi Intelektual 1. Taraf Pendidikan Taraf Pengetahuan Taraf Kecerdasan 2. Daya Konsentrasi 3. Daya Ingat jangka Panjang Daya Ingat jangka Pendek : Tidak sekolah : Kurang : Kurang : Kurang : Kurang : Baik 8 : Tidak stabil : Cukup : Tidak serasi : Unecht : Dangkal : Tidak dapat diraba rasakan : Sempit : labil : datar

Daya Ingat sesaat 4. Daya Orientasi waktu Daya Orientasi tempat Daya Orientasi Personal Gangguan persepsi 1. Halusinasi 2. Ilusi 3. Depersonalisasi 4. Derealisasi D. Proses Pikir 1. Arus pikir Produktivitas Kontinuitas pikiran Hendaya berbahasa 2. Isi pikir Preokupasi Waham E. Pengendalian Impuls F. Daya Nilai 1. Daya nilai sosial 2. Uji daya nilai 3. Daya nilai realita G. Tilikan Derajat I : Ada : Cukup

: Baik : Baik : Baik : Baik

5. Kemampuan menolong diri sendiri: Kurang : Auditorik : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada

: Terganggu (asosiasi longgar) : Ada

: Tidak ada : Kurang

: Terganggu : Terganggu : Terganggu

I. Taraf Dapat Dipercaya Tidak dapat dipercaya C. Pemeriksaan Diagnostik Lebih Lanjut a. Status internus : keadaan umum gizi cukup dengan penampilan berat badan 49,6 kg. Tinggi badan 152 cm. Fungsi saluran cerna, pernafasan, dan kardiovaskular dalam batas normal. b. Status neurologikus : kesan dalam batas normal. I. IKHTISAR TEMUAN BERMAKNA Telah dilakukan pemeriksaan pada An. A R, 14 tahun, laki-laki, agama Islam, suku Minang, saat ini belum dapat bersekolah, tinggal di Daerah Palmerah, Jakarta Barat. Pasien merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Pasien menjalani rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Soehato Heerdjan karena tidak bisa diam, bicara tidak nyambung dan sering kabur dari rumah Pasien tidak pernah mengalami trauma kepala, pingsan atau kejang. Pasien lahir secara normal, cukup bulan, berat badan dan panjang badan lahir dikatakan cukup, imunisasi dasar tidak lengkap. Permasalahan emosional dan perilaku dijumpai ketika pasien menginjak usia tiga tahun. Pada riwayat penyakit sekarang ditemukan gambaran perilaku berikut, yaitu: tidak bisa diam, bicara tidak nyambung, tidak bisa tidur saat malam hari, gelisah dan suka mondar mandir, suka membuang barang-barang yang terdapat dalam rumah, suka mengambil barang milik orang lain, tidak dapat ,mengurus diri sendiri, sering mencoret-coret dinding rumah, tidak dapat diberikan instruksi, suka mengompol, sering tertawa, sering marah dan mengamuk sehingga menyerang orang lain sendiri dan sering kabur dari rumah. Dari pemeriksaan status mental didapatkan pasien laki-laki, perawakan sesuai usia dan tampak terlihat cukup gizi, dengan rambut lurus pendek. Secara keseluruhan tampak tidak dapat merawat diri sendiri. Sikap terhadap pemeriksa tidak kooperatif dan kontak mata minimal. Pembicaraan tidak berespon (cuek), volume suara cukup, artikulasi tidak jelas mengandung kata yang di mengerti dan intonasi suara cukup. 10

Mood Afek Ekspresi Stabilitas Pengendalian Keserasian Echt/ Unecht

: labil : datar : Tidak stabil : Cukup : Tidak serasi : Unecht : Dangkal : Tidak dapat diraba rasakan : Sempit : Tidak sekolah : Kurang : Kurang : Kurang : Kurang : Baik : Baik : Baik : Baik : Baik

Dalam/dangkal Empati Skala diferensiasi Fungsi Intelektual 1. Taraf Pendidikan Taraf Pengetahuan Taraf Kecerdasan 2. Daya Konsentrasi 3. Daya Ingat jangka Panjang Daya Ingat jangka Pendek Daya Ingat sesaat 4. Daya Orientasi waktu Daya Orientasi tempat Daya Orientasi Personal Gangguan persepsi 1. Halusinasi 2. Ilusi 3. Depersonalisasi 4. Derealisasi Proses Pikir Arus pikir Produktivitas Kontinuitas pikiran

5. Kemampuan menolong diri sendiri: Kurang : Auditorik : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada

: Cukup : Terganggu (asosiasi longgar) 11

Hendaya berbahasa Isi pikir Preokupasi Waham Pengendalian Impuls Daya Nilai 1. Daya nilai sosial 2. Uji daya nilai 3. Daya nilai realita Tilikan Derajat I Taraf Dapat Dipercaya Tidak dapat dipercaya

: Ada : Ada : Tidak ada : Kurang : Terganggu : Terganggu : Terganggu

II.

FORMULASI DIAGNOSTIK Berdasarkan riwayat penyakit pasien didapatkan adanya pola perilaku dan

psikologis yang secara klinis bermakna dan khas berkaitan dengan gejala yang menimbulkan suatu penderitaan (distress) maupun hendaya (disability) dalam fungsi psikososial dan pekerjaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan jiwa. Pada pemeriksaan status internus dan neurologikus tidak ditemukan kelainan Gangguan Medis Umum yang secara fisiologis menimbulkan disfungsi otak serta mengakibatkan gangguan jiwa yang diderita saat ini. Sehingga Gangguan Mental Organik dapat di singkirkan. Pada anamnesis ditemukan permasalahan perilaku berupa: tidak bisa diam, sulit di beri instruksi, mudah marah dan mengamuk sehingga menyerang orang di sekitarnya, gelisan dan mondar mandir, suka membuang barang dan mencurin barang milik orang lain, kontak mata terbatas dan memiliki keterlambatan dalam berbicara saat berusia 3 tahun.

12

Berdasarkan hasil tersebut ditemukan adanya keluhan dan gejala klinis yang sesuai dengan Autisme Tak Khas untuk aksis I yang terpenuhi (F84.1 ICD 10), yaitu terdapat kelainan fungsi dalam hal yang mencakup tiga bidang yaitu interaksi sosial, komunikasi, tetapi dengan perilaku yang terbatas dan berulang tak khas. Pada aksis I disimpulkan pasien menderita Autisme Tak Khas. Pada pemeriksaan pasien saat ini, tidak ditemukan adanya gangguan persepsi, gangguan isi/ proses pikir, dan gangguan dalam menilai realita sehingga Gangguan Skizofrenia, Gangguan Skizotipal, dan Gangguan Waham Menetap dapat di singkirkan. Berdasarkan perkiraan tes intelegensia, kesan pasien memiliki taraf kemampuan intelektual yang tergolong berada jauh di bawah rata-rata anak seusianya, yaitu tingkatan retardasi mental berat. Pada aksis II disimpulkan pasien tergolong pada retardasi mental sedang. Pada pemeriksaan neurologis dan internus terdapat berat badan kurang. Pada aksis III disimpulkan pada pasien tidak terdapat diagnosis. Pada Aksis IV tidak terdapat faktor-faktor yang berperan terhadap kondisi pasien tidak terdapat diagnosis. Pada aksis V, GAF sebesar 50-41, yaitu pasien mengalami gejala berat dan hendaya berat dalam menjalankan fungsi kehidupan sehari-harinya. III. Aksis I Aksis II Aksis III Aksis IV Aksis V IV. EVALUASI MULTIAKSIAL : Autisme Tak Khas ICD 10 : Kesan fungsi intelektual dalam taraf retardasi mental berat : Tidak ada diagnosis : Tidak ada diagnosis : GAF : 50-41.

DD : Gangguan Campuran Tingkah Kaku dan Emosi Gangguan

DAFTAR MASALAH

Organobiologik : tidak ada riwayat genetik dalam keluarga

13

Psikologik sulit untuk di atur Sosial

: mudah marah & mengamuk apabila keinginan nya tidak dipenuhi, : cenderung galak dan menyerang terhadap orang lain atau teman

sebayanya, bersikap cuek pada lingkungan sekitar, kontak mata minimal, mondarmandir tanpa tujuan (tidak bisa duduk diam), membuang barang-barang, mencuri dan mengambil barang milik orang lain, kesusahan untuk berkomunikasi V. PROGNOSIS : bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

Ad Vitam Ad Funcionam Ad sanationam

Hal yang meringankan: Ibu kandung pasien memperhatikan kondisi pasien Bantuan dari jaminan kesehatan untuk pengobatan pasien Sikap ibu kandung pasien yang kooperatif dalam penatalaksanaan pengobatan

Hal yang memberatkan: Tingkat pengetahuan dari ibu kandung tentang kondisi pasien Masalah finansial keluarga terkait biaya terapi pasien. Masalah pola asuh yang dibesarkan dalam lingkungan yang tidak kondusif, yaitu ibu berperan sebagai orang tua dan pencari nafkah bagi diri pasien, sehingga kurangnya perhatian terhadap pasien.

VI.

FORMULASI PSIKODINAMIK Pasien AR merupakan anak bungsu yang dibesarkan dalam suatu keluarga yang

harmonis. Dalam siklus kehidupannya, pasien menjalani pola pengasuhan dari seorang ibu yang memperhatikan dan menyayanginya. Pasien jarang bertemu ayah kandungnya dikarenakan kesibukan bekerja. Dalam kondisi ibu yang juga mencari nafkah dengan berjualan maka tidak termanajemen secara baik atau tidak ditemukan 14

problem solving (pemecahan masalah) nya mengakibatkan perkembangan pasien tidak teroptimalisasi secara baik. Akibat dari keadaan tersebut, terkadang perawatan pasien dalam upaya tumbuh kembangnya tidak terpenuhi. Hal ini tentu saja tetap tidak menutupi suatu fakta bahwa pasien memang memiliki suatu gangguan perkembangan perpasif yang di tambah dengan retardasi mental sedang. Hal tersebut berujung pada kurangnya pengawasan dan monitoring terhadap tumbuh dan kembangnya pasien pada tahun-tahun berikutnya oleh karena di tinggal dan di kunci dalam ruangan jika sedang tidak ada yang mengawasi. Situasi tersebut bahkan membuat hendaya dalam fungsi sosial pasien menuju pada fase yang semakin memburuk. VII. PENATALAKSANAAN

A. Farmakologis Risperidone 2 x 0,5 mg THP 2 x 1 mg Clozapine 1 x 12,5 mg Vitamin B complex 1 x 1 Vit C 1 x 1 Fluoxetine 1 x 20 mg (k/p) B. Non Farmakologis Terhadap keluarga: Psikoedukasi: penjelasan mengenai permasalahan emosional dan perilaku pasien pada ibu pengasuh di rumah perlindungan sosial dan ibu kandung pasien pada khususnya Perencanaan terapi wicara dan okupasi terapi setelah perilakunya lebih stabil. VIII. DISKUSI

Gangguan Autisme Tak Khas sering muncul pada individu dengan retardasi mental sehingga pasien terkadang tidak menampakkan gejala yang cukup untuk 15

menegakkan diagnosis autisme masa kanak. Dalam hal ini sebagai suatu bagian dari gejala autisme (gangguan perkembangan perpasif) atau fenomena yang paling sering terdapat pada anak dengan retardasi mental. Tetapi pada pasien ini tidak ditemukan gambaran gejala gangguan proses/ isi pikir dan persepsi yang mendukung ke arah gangguan jiwa lain itu, mengingat terdapatnya suatu hambatan berupa keterlambatan dalam berbicara. Pada pasien ini hanya dijumpai beberapa gambaran gejala lain yang mengarah pada Gangguan Campuran Tingkah Kaku dan Emosi. Gejala tersebut berupa berkurangnya suatu perhatian dan aktivitas berlebihan (kegelisahan yang berlebihan seperti bangun dari tempat duduk dalam situasi yang menghendaki anak itu untuk tetap duduk manis, mondar-mandir tanpa tujuan) serta sikap yang impulsif (merebut barang yang sedang dipegang orang lain). Diagnosis Gangguan Campuran Tingkah Kaku dan Emosi Gangguan ini dapat merupakan catatan diagnosis banding pada Aksis I Diagnosis Multiaksial pada pasien. Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini adalah pengobatan antipsikotik berupa risperidone 2 x 0,5 mg, THP 2 x 1 mg, Clozapine 1 x 12,5 mg, vitamin B complex 1 x 1, Vit C 1 x 1, Fluoxtine 1 x 20 mg (k/p). Pengobatan antipsikotik diberikan demi mengontrol perilaku dan emosinya yang merupakan bagian dari gambaran gangguan perkembangan perpasif. Sementara pilihan suatu bentuk terapi wicara dan terapi okupasi akan menjadi suatu perencanaan berikutnya yang dipandang perlu untuk dipikirkan demi memanajemen masalah keterlambatan dalam berbicara dan latihan perilaku aktivitas hidup sehari-hari. Penerapannya dalam pola pengasuhan yang sifatnya konsisten, hangat, empati, dan menuju peningkatan kemampuan sosial.

16

You might also like