You are on page 1of 17

LAPORAN HASIL WAWANCARA DAN OBSERVASI KASUS PENDIDIKAN DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) WACHID HASYIM PARENGAN MADURAN

N LAMONGAN

BAGIAN I LATAR BELAKANG MASALAH

A. IDENTITAS SISWA Nama :M : Lamongan 22 Desember 1990

Tempat & Tanggal Lahir Alamat Jenis Kelamin Umur Agama Kelas Orang tua Pekerjaan

: Jl. Mangga 28 Maduran : Laki-laki : 18 Tahun : Islam :2A :H : Petani

B. PELANGGARAN YANG DILAKUKAN Sering membolos sekolah

C. SUMBER INFORMASI Informasi diperoleh dari guru BK SMA Wachid Hasyim. Berdasar data dari guru BK. Saudara Asad tercatat rata-rata membolos 4 -5 kali dalam satu bulan.

15

D. TUJUAN DILAKUKANNYA WAWANCARA DAN OBSERVASI


1. Tujuan khusus

: Untuk mengetahui latar belakang perilaku membolos saudara Asad dan untuk menentukan langkah-langkah penanganannya.

2. Tujuan umum : Hasil wawancara dan observasi ini, nantinya akan digunakan sebagai dasar dalam menentukan sebuah program yang bertujuan untuk meminimalisasi prevalensi perilaku membolos sekolah pada siswa-siswi SMA Wahid Hasyim. Mengingat sebagai suatu komunitas, tentunya antara siswa yang satu dengan siswa yang lain banyak memiliki kesamaan, baik dari segi fase perkembangan, status sosial orang tua, dan tingkat ekonomi. Sehingga hasil wawancara dan observasi terhadap saudara Asad ini nantinya akan dapat digunakan sebagai dasar yang relevan dalam menentukan sebuah program penanganan untuk mengurangi prevalensi perilaku membolos pada siswa-siswi SMA Wachid Hasyim.

15

BAGIAN II TEORI RUJUKAN

REMAJA Masa remaja sebagai masa penuh kegoncangan, taraf mencari identitas diri dan merupakan periode yang paling berat (Hurlock, 1993). Calon (1953) dalam Monks (2002) mengatakan masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan karena remaja belum memiliki status dewasa tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak, karena secara fisik mereka sudah seperti orang dewasa. Perkembangan fisik dan psikis menimbulkan kebingungan dikalangan remaja sehingga masa ini disebut oleh orang barat sebagai periode sturm und drung dan akan membawah akibat yang tidak sedikit terhadap sikap, perilaku, kesehatan, serta kepribadian remaja (Monsk, 2002). Lebih jelas pada tahun 1974, WHO memberiikan definisi tentang remaja secara lebih konseptual, sebagai berikut (Sarwono, 2001): Remaja adalah suatu masa dimana: 1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. 2. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. 3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. DELINKUEN

15

Ada beberapa pengertian tentang perilaku delinkuen, M. Gold dan J. Petronio dalam (Sarwono, 2001) mengartikan kenakalan remaja sebagai tindakan oleh seseorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatan itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman. Keputusan Menteri Sosial (Kepmensos RI No. 23/HUK/1996) menyebutkan anak nakal adalah anak yang berperilaku menyimpang dari norma-norma sosial, moral dan agama, merugikan keselamatan dirinya, mengganggu dan meresahkan ketenteraman dan ketertiban masyarakat serta kehidupan keluarga dan atau masyarakat (Pusda Depsos RI, 1999). B. Simanjutak dalam (Sudarsono, 1995) memberii tinjauan secara sosiokultural tentang arti Juvenile Delinquency atau kenakalan remaja, suatu perbuatan itu disebut delinkuen apabila perbuatan-perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat dimana ia hidup, atau suatu perbuatan yang anti-sosial dimana didalamnya terkandung unsur-unsur normatif. Psikolog Bimo Walgito dalam (Sudarsono, 1995) merumuskan arti selengkapnya dari Juvenile Delinquency sebagai tiap perbuatan, jika perbuatan tersebut dilakukan oleh orang dewasa, maka perbuatan itu merupakan kejahatan, jadi merupakan berbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh anak, khususnya anak remaja. Sementara John W. Santrock (1995) mendefinisikan, kenakalan remaja (Juvenile Delinquency) mengacu pada suatu rentang perilaku yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (seperti bertindak berlebihan disekolah), pelanggaran (seperti melarikan diri dari rumah), hingga tindakan-tindakan kriminal (seperti mencuri).

BENTUK- BENTUK KENAKALAN William C. Kvaraceus dalam (Mulyono, 1995) membagi bentuk kenakalan menjadi dua, yaitu: 1. Kenakalan bisaa seperti: Berbohong, membolos sekolah, meninggalkan rumah tanpa izin (kabur), keluyuran, memiliki dan membawa benda tajam, bergaul dengan teman yang memberii pengaruh buruk, berpesta pora, membaca buku-buku cabul, turut dalam pelacuran atau melacurkan diri, berpakaian tidak pantas dan minum minuman keras. 2. Kenakalan Pelanggaran Hukum, seperti: berjudi, mencuri, mencopet, menjambret, merampas, penggelapan barang, penipuan dan pemalsuan, menjual gambar-gambar porno

15

dan film-film porno, pemerkosaan, pemalsuan uang, perbuatan yang merugikan orang lain, pembunuhan dan pengguguran kandungan. FAKTOR PENYEBAB PERILAKU DELINKUEN Menurut Kartini Kartono (1998), Juvenile Delinquency adalah perilaku jahat (dursila), atau kejahatan atau kenakalan anakanak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangakan tingkah laku yang menyimpang. Kartini Kartono (1998) membagi faktor penyebab perilaku delinkuen menjadi dua bagian sebagai berikut: FAKTOR INTERNAL Perilaku delinkuen pada dasarnya merupakan kegagalan sistem pengontrol diri anak terhadap dorongan-dorongan instingtifnya, mereka tidak mampu mengendalikan dorongan-dorongan instingtifnya dan menyalurkan kedalam perbuatan yang bermanfaat. Pandangan psikoanalisa menyatakan bahwa sumber semua gangguan psikiatris, termasuk gangguan pada perkembangan anak menuju dewasa serta proses adaptasinya terhadap tuntutan lingkungan sekitar ada pada individu itu sendiri, barupa: 1. Konflik batiniah, yaitu pertentangan antara dorongan infatil kekanak-kanakan melawan pertimbangan yang lebih rasional. 2. Pemasakan intra psikis yang keliru terhadap semua pengalaman, sehingga terjadi harapan palsu, fantasi, ilusi, kecemasan (sifatnya semu tetapi dihayati oleh anak sebagai kenyataan). Sebagai akibatnya anak mereaksi dengan pola tingkah laku yang salah, berupa: apatisme, putus asa, pelarian diri, agresi, tindak kekerasan, berkelahi dan lain-lain. 3. Menggunakan reaksi frustrasi negatif (mekanisme pelarian dan pembelaan diri yang salah), lewat cara-cara penyelesaian yang tidak rasional, seperti: agresi, regresi, fiksasi, rasionalisasi dan lain-lain. Selain sebab-sebab diatas perilaku delinkuen juga dapat diakibatkan oleh: 1. Gangguan pengamatan dan tanggapan pada anak-anak remaja.

15

2. Gangguan berfikir dan inteligensi pada diri remaja, hasil penelitian menunjukkan bahwa kurang lebih 30% dari anak-anak yang terbelakang mentalnya menjadi kriminal. 3. Gangguan emosional pada anak-anak remaja, perasaan atau emosi memberiikan nilai pada situasi kehidupan dan menentukan sekali besar kecilnya kebagahiaan serta rasa kepuasan. Perasaan bergandengan dengan pemuasan terhadap harapan, keinginan dan kebutuhan manusia, jika semua terpuaskan orang akan merasa senang dan sebaliknya jika tidak orang akan mengalami kekecewaan dan frustrasi yang dapat mengarah pada tindakan-tindakan agresif. Gangguan-gangguan fungsi emosi ini dapat berupa: inkontinensi emosional (emosi yang tidak terkendali), labilitas emosional (suasana hati yang terus menerus berubah, ketidak pekaan dan menumpulnya perasaan. 4. Cacat tubuh, faktor bakat yang mempengaruhi temperamen, dan ketidak mampuan untuk menyesuaikan diri (Philip Graham, 1983 dalam Sarwono, 2001). Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, perilaku delinkuen merupakan kompensasi dari masalah psikologis dan konflik batin karena ketidak matangan remaja dalam merespon stimuli yang ada diluar dirinya. Pada remaja yang sering berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri yang kuat (Tambunan, 2008). Faktor-faktor internal yang mempengaruhi perilaku delinkuen diatas dapat digambarkan sebagai berikut:
faktor-faktor internal penyebab perilaku delinkuen

1). Reaksi frustrasi negatif 2). Gangguan pengamatan dan tanggapan Faktor internal 3). Gangguan cara berfikir 4). Gangguan emosional atau perasaan
Sumber: Kartini Kartono, Patologi Sosial 2, (Jakarta:Radja Grafindo Persada,1998), cet 3, hal. 120.

FAKTOR EKSTERNAL Disamping faktor-faktor internal, perilaku delinkuen juga dapat diakibatkan oleh faktor-faktor yang berada diluar diri remaja, seperti (Kartono, 1998):

15

Faktor keluarga, keluarga merupakan wadah pembentukan peribadi anggota keluarga terutama bagi remaja yang sedang dalam masa peralihan, tetapi apabila pendidikan dalam keluarga itu gagal akan terbentuk seorang anak yang cenderung berperilaku delinkuen, semisal kondisi disharmoni keluarga (broken home), overproteksi dari orang tua, rejected child, dll. 2. Faktor lingkungan sekolah, lingkungan sekolah yang tidak menguntungkan, semisal: kurikulum yang tidak jelas, guru yang kurang memahawi kejiwaan remaja dan sarana sekolah yang kurang memadai sering menyebabkan munculnya perilaku kenakalan pada remaja. Walaupun demikian faktor yang berpengaruh di sekolah bukan hanya guru dan sarana serta perasarana pendidikan saja. Lingkungan pergaulan antar teman pun besar pengaruhnya. 3. Faktor milieu, lingkungan sekitar tidak selalu baik dan menguntungkan bagi pendidikan dan perkembangan anak. Lingkungan adakalanya dihuni oleh orang dewasa serta anak-anak muda kriminal dan anti-sosial, yang bisa merangsang timbulnya reaksi emosional buruk pada anakanak puber dan adolesen yang masih labil jiwanya. Dengan begitu anak-anak remaja ini mudah terjangkit oleh pola kriminal, asusila dan anti-sosial. 4. Kemiskinan di kota-kota besar, gangguan lingkungan (polusi, kecelakaan lalu lintas, bencana alam dan lain-lain (Graham, 1983).
1.

Faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perilaku delinkuen diatas dapat digambarkan sebagai berikut:
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku delinkuen

1.1. Broken home 1.2. Perlindungan lebih 1). Faktor keluarga 1.3. Penolakan orang tua Faktor eksternal buruk dari 2). Faktor sekolah 3). Milieu
Sumber: Kartini Kartono, Patologi Sosial 2, (Jakarta:Radja Grafindo Persada,1998), cet 3, hal. 126.

1.4. Pengaruh orang tua

15

Faktor keluarga memang sangat berperan dalam pembentukan perilaku menyimpang pada remaja, gangguangangguan atau kelainan orang tua dalam menerapkan dukungan keluarga dan praktek-praktek manajemen secara konsisten diketahui berkaitan dengan perilaku anti sosial anak-anak remaja , semidal overproteksi, rejected child dan lain=lain(Santrock, 1995). Sebagai akibat sikap orang tua yang otoriter menurut penelitian Santrock & Warshak (1979) di Amerika Serikat maka anak-anak akan terganggu kemampuannya dalam tingkah laku sosial. Kempe & Helfer menamakan pendidikan yang salah ini dengan WAR (Wold of Abnormal Rearing), yaitu kondisi dimana lingkungan tidak memungkinkan anak untuk mempelajari kemampuankemampuan yang paling dasar dalam hubungan antar manusia (Sarwono, 2001. Selain faktor keluarga dan sekolah, faktor milieu juga sangat berpengaruh terhadap perilaku kenakalan, karena milieumilieu yang ada dalam masyarakat akan turut mempengaruhi perkembangan perilaku remaja. Menurut Sutherland perilaku menyimpang yang dilakukan remaja sesungguhnya merupakan sesuatu yang dapat dipelajari. Asumsi yang melandasinya adalah 'a criminal act occurs when situation apropriate for it, as defined by the person, is present' (Rose Gialombardo; 1972). Lebih lanjut menurutnya (Gialombardo, 1972 dalam Suyatno, 2008): 1. Perilaku remaja merupakan perilaku yang dipelajari secara negatif dan berarti perilaku tersebut tidak diwarisi (genetik). Jika ada salah satu anggota keluarga yang berposisi sebagai pemakai maka hal tersebut lebih mungkin disebabkan karena proses belajar dari obyek model dan bukan hasil genetik. 2. Perilaku menyimpang yang dilakukan remaja dipelajari melalui proses interaksi dengan orang lain dan proses komunikasi dapat berlangsung secara lisan dan melalui bahasa isyarat. 3. Proses mempelajari perilaku bisaanya terjadi pada kelompok dengan pergaulan yang sangat akrab. Remaja dalam pencarian status senantiasa dalam situasi ketidaksesuaian baik secara biologis maupun psikologis. Untuk mengatasi gejolak ini bisaanya mereka cenderung untuk kelompok di mana ia diterima sepenuhnya dalam kelompok tersebut. Termasuk dalam hal ini mempelajari norma-norma dalam kelompok.

15

Apabila kelompok tersebut adalah kelompok negatif niscaya ia harus mengikuti norma yang ada. a. Apabila perilaku menyimpang remaja dapat dipelajari maka yang dipelajari meliputi: teknik melakukannya, motif atau dorangan serta alasan pembenar termasuk sikap. b. Arah dan motif serta dorongan dipelajari melalui definisi dari peraturan hukum Pengaruh lingkungan terhadap perkembangan psikologis anak digambarkan oleh Hasbullah M. Saad (2003) dalam bukunya Perkelahian Pelajar seperti dibawah ini:
Model umum pengaruh kondisi lingkungan terhadap Perkembangan psikologis anak

Lingkungan makro Karakter anak Atensi Karakter keluarga dengan anak Interaksi Mainutris Perkembangan psikologis
Sumber: Hasbullah M. Saad, Perkelahian Pelajar: Potret Siswa SMU di DKI Jakarta, (Yogyakarta:Galang Press, 2003), hal. 32.

antar

perhatian

ibu

BAGIAN III WAWANCARA & OBSERVASI UNTUK TUJUAN ASSESMENT Dasar-dasar teori diatas kemudian dijadikan sebagai acuan untuk membuat guide interview & check-List untuk mendapatkan informasi mengenahi latar belakang masalah yang sedang dihadapi oleh saudara Asad (Perilaku membolos). 1. HASIL OBSERVASI CHECK LIST UNTUK OBSERVASI KONDISI SUBJEK SAAT INI
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Aspek Yang diobservasi Cara berpakaian Sopan Santun Pergaulan Keseriusan dalam mengikuti pelajaran Mencatat materi pelajaran Membolos sekolah sangat rapi baik baik baik selalu sering Penilaian cukup cukup cukup cukup kadang2 kadang 2 Tdk rapi kurang kurang kurang tdk pernah tdk pernah

15

Mengikuti kegiatan ekstra Mematuhi peraturan sekolah 9. Cara berinteraksi dengan teman. 10. Menggunakan bahasa yang positif. 11. Duduk di barisan depan 12. Ikut serta dalam diskusi kelas Keterangan:

7. 8.

selalu selalu baik selalu selalu selalu

kadang 2 kadang 2 cukup kadang 2 kadang 2 kadang 2

tdk pernah tdk pernah kurang tdk pernah tdk pernah tdk pernah

Berilah tanda check list pada kotak penilaian yang sesuai dengan kondisi siswa saat ini. Untuk penilaian membolos sekolah:

1. Sering (setiap dua minggu ada 1 hari yang tidak masuk). 2. Kadang-kadang (dalam 1 bulan ada 1 hari yang membolos).

CHECK LIST UNTUK OBSERVASI HUBUNGAN SUBJEK DENGAN ORANG TUA


No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Aspek Yang diobservasi Perhatian orang tua Komunikasi Cara orang tua berinteraksi dengan anak. Cara anak berinteraksi dengan orang tua. Patuh terhadap aturan orang tua. Menghormati orang tua Penghargaan orang tua terhadap pendapat anak. Model pendidikan ortu baik baik baik baik selalu selalu baik otoriter Penilaian cukup cukup cukup cukup kadang2 kadang 2 cukup demokrati s kurang kurang kurang kurang tdk pernah tdk pernah kurang

Keterangan: Beri tanda check list pada kotak penilaian yang sesuai dengan kondisi siswa saat ini.

15

Observasi disekolah dilakukan pada tanggal 24, 31 Mei & 7 Juni dan observasi rumah dilakukan pada tanggal 25 Mei, 1 Juni dan 8 Juni, adapun untuk aspek penilaian membolos sekolah digunakan data absensi kelas. Hasil observasi menunjukkan Asad adalah termasuk siswa yang tidak begitu disukai oleh teman-teman temannya karena Asad dalam berkomunikasi dengan temantemannya selalu menggunakan bahasa-bahasa yang tidak positif seperti kata jancuk dan lain sebagainya. Cara berpakaian Asad juga tidak rapi, bajunya tidak pernah dimasukkan dan rambutnya panjang. Selain itu Asad juga tidak memiliki sopan santun terhadap guru, ketika berada di dalam kelas Aad selalu membuat gaduh saat pelajaran sedang berlangsung, tidak pernah mencatat materi yang diberikan oleh guru, tidak pernah mengikuti diskusi dan selalu duduk paling belakang. Asat juga terkenal sebagai siswa yang tidak pernah patuh terhadap peraturan-oeraturan sekolah, seperti tidak pernah mengikuti kegiatan ekstra, selalu membolos dan tidak pernah serius dalam mengikuti pelajaran.

Orang tua Asad terlalu bersikap otoriter dalam mendidik anakanaknya terlebih terhadap Asad karena Asad tidak pernah patuh dan menghormati aturan-aturan yang ada dalam keluarga. Cara berinteraksi Asad dengan orang tua atau sebaliknya orang tua dengan Asad tergolong kurang baik. Dalam lingkungan keluarga Asad kurang mendapat penghargaan dari orang tua dan kurang diperhatikan, karena orang tua Asad tidak pernah mau tau terhadap masalah Asad, yang ada Asad selalu mendapat marah dari orang tua.

2. HASIL WAWANCARA Wawancara dilakukan pada tanggal 14 Juni, karena keterbatasan waktu wawancara hanya dilakukan kepada Asad untuk melengkapi hasil observasi. Adapun hasil wawancara dengan Asad secara verbatim disajikan dibawah ini:
Bari s 1

Isi wawancara
+ Selamat siang mas Asad ++ Siang pak! (agak tidak suka) + maaf mengganggu belajar mas Asad sebentar ++ tidak apa-apa pak + terima kasih. Kalau boleh tau

Baris

Masalah Yang Ditemukan

59

Keluyuran

15

10

15

20

25

30

35

40

45

50

55

60

sepulang dari sekolah bisaanya apa kegiatan mas Asad? ++ bisaanya saya tidak langsung pulang pak, mampir kewarung kopi dulu, baru pulang + kenapa mas Asad tidak langsung pulang dan lebih memilih kewarung kopi dulu? ++ dari pada di rumah dimarahi terus sama orang tua pak, lebih baik kewarung kopi bisa kumpul dengan teman-teman yang lain. + bisaanya kewarung kopi mana dan apa yang mas Asad lakukan di sana? ++ warung kopinya di Maduran Pak di desa saya sendiri, ya Cuma nongkrong saja Pak, kadang-kadang ya sambil main remi (main kartu). + sepulang dari warung kopi, apa Asad juga ikut mengaji di mushollah, saya dapat informasi dari sekolah katanya bapak anda pak haji? ++ yang haji kan orang tua saya pak. Bisaanya ya tidur pak kalau tidak ada acara keluar dengan teman. + kalau begitu kapan Asad belajar? ++ tidak pernah belajar pak, belajar juga buat apa, wong saya ini tidak pernah diperhatikan oleh orang tua saya kok. + masuk Asad tidak memperhatikan? ++ saya itu sebenarnya kepingin masuk ke STM (Sekolah Teknik Mesin), tapi orang tua tidak pernah mau mendengarkan keinginan saya dan akhirnya saya sekolah di SMA Wachid Hasyim ini pak. + kalau boleh tau apa yang menjadi alasan orang tua Asad lebih memilih SMA daripada STM? ++ orang tua saya itu kepinginnya saya jadi guru agama, saya pernah dipondokkan di pesantren Langitan Tuban tapi saya tidak kerasan. + apa karena tidak boleh masuk STM itu yang membuat Asad selalu membolos sekolah? ++ iya pak, lawong saya itu tidak berminat sekolah diselain STM, ya mau bagaimana lagi pak, saya itu tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik. + Asad bisa bertanya pada temanteman yang lain kan? ++ teman-teman tidak ada yang suka dengan saya pak, soalnya kata teman-

12

Selalu dimarahi ortu

21 26

Tidak mau mengikuti aturan orang tua.

26 28

Tidak pernah belajar

31 -34

Tidak suka sekolahnya.

dengan

40 45

Membolos sekolah Tidak bisa mengikuti pelajaran.

50 -53

Tidak teman

disukai

oleh

55 60

Tidak punya motivasi

15

65

70

75

80

85

90

95

100

105

110

115

teman saya itu kalau bicara arogan. Makanya saya sering bolos karena saya tidak punya teman di sekolah, lebih baik saya kewarung kopi banyak yang menghargai saya. + apa Asad tidak merasa rugi kalau Asad selalu membolos sekolah? ++ tidak pak buat apa wong saya memang sudah tidak suka sekolah disini. Kalau orang tua saya mau memindahkan ke STM ya saya akan rajin sekolah pak. + belajar mesin kan tidak hanya di sekolah, Asad bisa ambil kursus mesin sambil tetap sekolah. Selain Asad senang orang tua Asad juga senang. Apa Asad tidak pernah coba membicarakan kepada orang tua Asad? ++ saya itu jarang bicara dengan orang tua saya pak, begitu juga dengan orang tua saya. Paling-paling kalau mau marahi atau menyuruh saya saja baru bicara. Mereka itu tidak pernah mau tau dengan keinginan anak-naknya. Makanya kakak saya dulu juga sering dapat masalah di sekolah seperti saya ini. + jadi komunikasi Asad dengan orang tua selama ini bagaimana? ++ ya seperti yang saya bilang tadi pak. + menurut informasi dari guru BK, Asad juga tidak punya sopan santun pada guru dan tidak pernah ikut kegiatan ekstra kulikuler, apa benar demikian? ++ saya tidak pernah mengikuti kegiatan ekstra kulikuler karena tidak ada yang saya sukai pak, jadi buat apa saya ikut. Kalau tidak sopan dengan para guru.saya sopan kok pak (defend) + pernah tidak Asad bicara sendiri saat pelajaran berlangsung? ++ sering pak, saya tidak suka dengan pelajarannya makanya saya tidak mau mendengarkan pak. + apa Asad selalu mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR) yang diberikan oleh pak guru? ++ tidak pak. + baik, apa alasan Asad tidak pernah memasukkan baju dan berambut panjang?

65-70 Komunikasi dengan orang tua tidak baik.

80 -84 Tidak pernah ekstra kulikuler 85 89 ikut

Tidak guru

mendengarkan

90 93 Tidak pernah mengrjakan PR 95-100 Tidak pernah berpakaian rapi 103-105 Tidak diperhatikan orang tua

105-110 Tidak pernah dihargai orang tua

15

119

++ biar keren pak, biar kelihatan macho, kalau tidak begini tidak ada cewek yang naksir saya donk pak, sudah bodoh dan tidak keren. Kalau begini kan keren pak. + lalu apa yang membuat Asad tidak pernah mematuhi peraturan orang tua? ++ mereka juga tidak pernah memperhatikan saya pak. + maksud Asad? ++ mereka kan maunya menang sendiri. Mereka juga tidak pernah memberii penghargaan atas prestasi saya. Saya pernah menag juara 1 dalam lomba menggambar tingkat kecamatan. Semua teman memberii ucapan selama. Tapi orang tua saya bisaa saja dan tidak menghargai saya. + baik, kalau begitu untuk sementara cukup dulu. Terima kasih dan minggu depan saya akan memanggil Asad lagi untuk mendengarkan keinginankeinginana Asad yang nanti akan saya sampaikan kepada orang tua Asad. Bagaimana anda bersedia. ++ asalkan untuk saya pak. + baik.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa perilaku membolos sekolah saudara Asad disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: 1. Faktor internal Faktor emosi, dalam hal ini adalah ketidak mampuan subjek secara emosi dalam mensikapi perlakuan orang tua yang terlalu otoriter dan tidak memberi ruang diskusi pada subjek. Sehingga subjek merespon sikap orang tua yang demikian dengan melakukan perilaku-perilaku yang melanggar aturan-aturan keluarga dan aturan-aturan sekolah. Ini senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh Kartini Kartono (1998), bahwa gangguan emosional pada anak-anak remaja, perasaan atau emosi memberiikan nilai pada situasi kehidupan dan menentukan sekali besar kecilnya kebagahiaan serta rasa kepuasan. Perasaan bergandengan dengan pemuasan terhadap harapan, keinginan dan kebutuhan manusia, jika semua terpuaskan orang akan merasa senang dan sebaliknya jika tidak orang akan mengalami kekecewaan dan frustrasi yang dapat 15

mengarah pada tindakan-tindakan agresif. Gangguangangguan fungsi emosi ini dapat berupa: inkontinensi emosional (emosi yang tidak terkendali), labilitas emosional (suasana hati yang terus menerus berubah, ketidak pekaan dan menumpulnya perasaan. Ketidak mampuan subjek dalam melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan sekolah. Philip Graham (1983) menjelaskan bahwa factor ketidak mampuan subjek dalam menyesuaikan diri juga dapat menyebabkan perilaku delinkuen. Reaksi frustrasi. Dalam hal ini adalah ketidak puasan subjek terhadap keputusan memasukkan dirinya ke sekolah SMA, yang kemudian direspon secara negative oleh subjek, seperti tidak mau memperhatikan guru dan membolos. 2. Faktor eksternal Pola asuh keluarga yang otoriter. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Santrock, menurutnya faktor keluarga memang sangat berperan dalam pembentukan perilaku menyimpang pada remaja, gangguan-gangguan atau kelainan orang tua dalam menerapkan dukungan keluarga dan praktek-praktek manajemen secara konsisten diketahui berkaitan dengan perilaku anti sosial anak-anak remaja , semidal overproteksi, rejected child dan lain=lain(Santrock, 1995). Sebagai akibat sikap orang tua yang otoriter menurut penelitian Santrock & Warshak (1979) di Amerika Serikat maka anak-anak akan terganggu kemampuannya dalam tingkah laku sosial. Kempe & Helfer menamakan pendidikan yang salah ini dengan WAR (Wold of Abnormal Rearing), yaitu kondisi dimana lingkungan tidak memungkinkan anak untuk mempelajari kemampuankemampuan yang paling dasar dalam hubungan antar manusia (Sarwono, 2001).

Lingkungan sekolah. Kondisi sekolah yang belum memiliki tenaga Psikolog membuat Asad cuma menjadi bahan cemoohan dan tidak mendapat problem solving yang tepat, akibatnya Asad cenderung menarik diri dari

15

pergaulan sekolah dan lebih memilih bergaul dengan remaja-remaja yang nongkrong diwarung kopi.

BAGIAN IV PENANGANAN KASUS

UNTUK TUJUAN PENYELESAIAN MASALAH ASAD Untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh Asad. Dapat dilakukan konseling kepada Asad yang berorientasi pada menumbuhkan kesadaran pada diri subjek bahwa cara dirinya mensikapi pendidikan orang tuanya yang terlalu otoriter itu kurang tepat, karena langkah yang diambil oleh subjek justeru merugikan diri subjek sendiri. Selain itu konseling juga diarahkan pada menjadikan subjek sebagai orang yang mampu bertanggung jawab terhadap dirinya. Dengan teknik-teknik konfrontasi dengan pendekatan RET (Rational Emotif) dan Pendekatan Realitas akan mampu membantu subjek menyelesaikan masalahnya secara positif dan konstruktif. Selain itu, konseling juga dilakukan kepada kedua orang tua Asad, untuk memberii pengertian kepada mereka akan pentingnya komunikasi dalam keluarga. Selain itu konseling ditujukan untuk memberi pengertian kepada orang tua, bahwa sangat disarankan kepada orang tua untuk menempatkan anak pada pendidikan yang sesuai dengan minat anak. Berkaitan dengan masalah Asad orang tua dapat disarankan untuk mencarikan solusi alternative untuk mengembangkan potensi yang dimiliki Asad, dengan memasukkan Asad pada kursus Teknik Mesin.

UNTUK TUJUAN MEMINIMALISASI PREVALENSI MEMBOLOS PADA SISWA SMA WACHID HASYIM Untuk tujuan diatas, dapat dibuat program kegiatan semisal seminar tentang pendidikan anak yang diperuntukkan untuk para

15

orang tua yang anaknya memiliki masalah di sekolah dan dapat dibuat program seminar tentang pentingnya management diri untuk mencapai kesuksesan dimasa depan yang diperuntukkan bagi para siswa yang bermasalah.

Catatan: Sebagai bentuk tanggung jawab professional, karena telah melakukan assessment penulis telah melakukan konseling kepada Asad dan orang tua. Namun demikian penulis belum bisa menyertakan DAFTAR dalam laporan ini. Karena proses konseling PUSTAKA belum selesai dan baru berjalan satu sesi saja.

Hurlock., E. B., 1993, Psikologi Perkembangan Edisi ke-5, Jakarta:Erlangga. Kartono., Kartini, 1998, Patologi Sosial 2, Jakarta:Radja Grafindo Persada.
Monks., F.J., dkk, 2002, Psikologi Perkembangan, Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.

Mulyono., Y. Bambang, 1995, Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja dan Penanggulangannya, Yogyakarta:Kanisius. Saad., Hasbullah M., 2003, Perkelahian Pelajar;Potret Siswa SMU di DKI Jakarta, Yogyakarta:Galang Press.

Santrock., John W., 1995, Perkembangan Masa Hidup jilid 2. Terjemahan oleh Juda Damanika & Ach. Chusairi, Jakarta:Erlangga.

Sarwono., Sarlito Wirawan, 2001, Psikologi Remaja, Jakarta:Radja Grafindo Persada. Sudarsono, 1995, Kenakalan Remaja, Jakarta:Rineka Cipta.
Tambunan., Raimon, Perkelahian diakses 20 Mei 2008. Pelajar, http// e-psikologi.com,

Suyatno., Bagong, Memahami Remaja Dari Berbagai Perspektif Kajian Sosiologis, http://bkkbn.go.id, diakses 20 Mei 2008.

15

You might also like