You are on page 1of 58

BAB I PATOLOGI ANATOMI PRINSIP REAKSI RADANG DAN PENYAKIT INFEKSI

A. Pengertian Radang Dan Penyakit Infeksi Radang adalah reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan interstitial pada daerah cidera/nekrosis. Ada juga yang menjelaskan bahwa peradangan adalah merupakan serangkaian reaksi jaringan terhadap cidera, yang secara khas terdiri atas respon vascular dan selular, yang bersaa-sama berusaha menghancurkan substansi yang di kenali sebagai benda asing untuk tubuh, jaringan itu kemudian dipulihkan seperti sediakala atau diperbaiki sedemikian rupa agar jaringan atau organ itu dapat tetap bertahan hidup. Radang ada dua jenis yaitu radang akut dan radang kronis. Radang akut adalah reaksi awal yang terjadi pada keadaan cidera berupa reaksi neurologis, vascular,humoral dan selular. Radang akut juga di tandai dengan iniltrasi sel-sel MN,fibroblast yang proliferative dan neovacularisasi. Sedang radang kronis adalah radang granulomatosa yang di tandai berkumpulnya banyak sel makroag dan histosit, dikelilingi sel MN, dan terdapat sel datia. Penyebab yang paling umum dari peradangan adalah : 1. Infeksi (dari mikroba dalam jaringan) 2. Trauma Fisik (sering disertai perdarahan dalam jaringan) 3. Cidera kimiawi, radiasi, mekanik atau termal (yang langsung merangsang jaringan) 4. Reaksi imun (menimbulkan respon hipersensitifitas dalam jaringan)

B. Reaksi Peradangan 2 Tahap Yaitu Tahap Vascular Dan Tahap Selular. 1. Tahap vascular ini diawali dengan refleks neural yang berakibat vasokontriksi, untuk mengurangi aliran darah (perdarahan), yang kemudian disusul dengan dilatasi arteriol dan venula, agar lebih banyak cairan dapat memasuki celah celah jaringan termasuk fibrinogen. Karena ciran ini berfungsi mengencerkan agens kimiawi yang merusak, serta membawa komplemen, antibody dan zat-zat lain ke daerah tersebut. 2. Tahap selular akan terjadi setelah tahap vascular terlewati. Tahap ini berupa respons khas leukosit yang terdiri dari 3 tahap a. Marginasi dan pavementing

Marginasi berarti merapatkan granulosit dan monosit pada endotel pembuluh darah, hal ini di sebabkan karena permeabilitas kapiler yang meningkat pada awal cidera sehingga aliaran darah melambat, sel-sel polimorfonukleat (PMN) menepi pada venula dan membentuk lapisan tersendiri yang melekat pada dinding, sehingga terasa seperti jalan berbatu, terjadi pengerasan dinding pembuluh darah yang di sebut pavementing. b. Emigrasi Pada taha ini terjadi proses keluarnya leukosit dengan menerobos diantara endotel menuju ketempat cidera yang di sebut emigrasi. Yang pertama tiba di tepat cidera adlah neutrofil kemudian diikuti oleh monosit (makrofag) dan kemudian diikuti oleh limfosit, kadang-kadang sel darah erahpun ikut masuk kedalam jaringan. c. Fagositosis Fagositosis adalah proses spesifik terhadap partikel yang di kenali sebagai benda asing oleh fagosit tersebut. Agosit terpenting adalah neutrofil dan makrofag. Dalam proses memfagositosis, fagosit itu sering mati, pecah dan megeluarkan enzim pencernaanya yang dapat menciderai jaringan sekitarnya. Bila banyak fagosit yang mati maka akan terjadi akumulasi nanah dan bersama materi atau benda asing di keluarkan dari tubuh.

C. Mediator peradangan 1. Sejenis protein vasoaktif yaitu histamine yang mampu menghasilkan efek vasodiatasi dan peningkatan permeabilitas vascular. Histamine tersiimpan didala granula sel mast juga di dalam sel basofil dan trombosit 2. Substansi yang di hasilkan oleh system enzi plasma, yang terpenting adalah faktor hegeman (faktor XII) yang ada dalam plasma dalam bentuk tidak aktif yang dapat di aktifkan oleh berbagai cidera. Hegeman ini mencetuska pembekuan dan berlanjut dengan pembentukan fibrin. Selain itu juga mengaktifkan system plasminogen , pembebasan plasmin atau fibrinolisism serta mengunah prekalikrein menjadi kalikrein (enzi proteolitik). Keudian secara bergantian bekerja pada kininogen plasma untuk membebaskan bradikinin dan peptide yang melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan permeabilitas. 3. Metabolit asam arakhidonat. Asam arakhidonat berasal dari fosfoipid membrane sel ketika fosfolipid diaktifkan oleh cedera atau mediator lain. Asam arakhnoid

dimetabolisme melalui 2 jalur yaitu jalur siklooksigenasi dan jalur lipooksigenasi menghasilkan sejumlah prostaglandin, tromboksan dan leukotrin. 4. Berbgai macam produk sel : sperti leukosit,eritrosit dan trombosit.

Reaksi Vasodilatasi

Mediator

Prostaglandin Nitrogen oksid Histamin Peningkatan Amina vasoaktif permeabilitas vaskular C3 dan C5a (lewat pelepasan senyawa-senyawa amin) Bradikinin Leukotrien C4, D4, E4 PAF Substansi P Kemotaksis, Pengerahan C5a dan aktivasi leukosit Leukotrien B4 Kemokin IL-1, TNF Produk bakteri Demam IL-1, TNF Prostaglandin Nyeri Prostaglandin Bradikinin Kerusakan Jaringan Neutrofil dan makrofag Enzim-enzim lisosom Metabolit oksigen Nitrogen oksid

D. Tanda tanda makroskopik radang Tanda utamanya 5 yaitu 1. Tumor (pembengkakan) 2. Rubor (berwarna kemerahan) 3. Dolor (nyeri) 4. Kalor (panas) 5. Function laesa (gangguan fungsi) Selain kelima tanda perdangan tersebut radang juga dapat menyebabkan demam, leukositosis, limfadenopati dan peningkatan LED. 1. Demam adaah fenomena paling umum dari penyakit terutama radang dan infeksi. Demam pada infeksi virus dapat merangsang produksi interferon yang dapat membatsi perjalanan infeksi virus. 2. Leukositosis adalah peningkatan jumlah sel darah putih yang bersifat selekti dan sesuai dengan agens penyebab. Pada peningkatan julah limfosit sirkulasi umumnya terjadi infeksi virus. Pada infeksi berat akan terjadi neutropenia. Peningkatan neutrofil disini menunjukkan bahwa system tersebut tidak mampu meningkatkan pertahanan adekuat. 3. Limfadenopati adalah suatu tanda dari infeksi berat dan terlokalisasi dan terjadi jika limfonodus local dan pembuluh darah mengalirkan materi terinfeksiyang tertangkap dalam jarigan folikular nodus. 4. Peningkatan LED disebabkan karena perubahan pada komponen plasma yang terjadi selama proses peradangan. E. Akibat reaksi radang a) Akibat raeksi radang akan terjadi berbagai jenis eksudat 1. Eksudat adalah cairan dan sel yang akan keluar dari kapiler dan masuk ke dalam jaringan pada waktu radang ada 3 macam eksudat yaitu eksudat

bening/fibrosa,hemoragik dan purulen. 2. Abses adalah rongga yang berisi nanah (sisa-sisa jaringan yang telah mencair dan sisa-sisa leukosit yang musnah) 3. Ulkus adalah hilangnya jaringan karena nekrosis yang dapat disebabkan oleh toksin atau penyumbatan kapiler akibat radang 4. Flegmon adalah radang jaringan yang disertai banyak leukosit dan terjadi pada jaringan yang luas dengan batas yang tidak tegas.

5. Suppurasi (pernanahan) yaitu jaringan yang mengalami degenerasi akibat radang yang dapat mencair menjadi nanah. b) Akibat peradangan Akut Resolusi. Jika cedera bersifat terbatas atau berlangsung singkat, tidak terdapat kerusakan jaringan ataupun terdapat kerusakan kecil, dan jika jaringan mampu mengganti setiap sel yang cedera secara ireversibel, biasa terjadi perbaikan terhadap normalitas histologist dan fungsional. Pembentukan jaringan parut (scarring) atau fibrosis terjadi setelah destruksi jaringan yang substansial atau ketika terjadi inflamasi pada jaringan yang tidak beregenerasi. Selain itu, eksudat fibrinosa meluas (akibat peningkatan permeabilitas vascular) tidak bisa diabsorpsi sempurna dan terjadi organisasi dengan pertumbuhan ke dalam (ingrowth) jaringan ikat yang menimbulkan fibrosis. Pembentukan abses dapat terjadi pada keadaan meluasnya infiltrate neutrofil atau pada infeksi jamur atau bekteri tertentu (organisme ini kemudian dikatakan piogenik, atau membentuk pus). Oleh karena meluasnya destruksi jaringan yang mendasari (termasuk matriks ekstraseluler), satu-satunya akibat pembentukan abses adalah pembentukan jaringan parut (scarring). Kemajuan ke arah inflamasi kronik bisa terjadi setelah inflamasi akut, walaupun tanda inflamasi kronik dapat muncul pada awal jejas (misalnya, pada infeksi virus atau respons imun terhadap antigennya sendiri). c) Akibat dari peradangan yang tidak Sempurna atau Berlebihan Ciri dari inflamasi yang tidak sempurna adalah meningkatnya kerentanan terhadap infeksi dan penyembuhan yang tertunda serta kerusakan jaringan. Tertundanya perbaikan terjadi karena inflamasi penting untuk membersihkan debris dan jaringan yang rusak, serta menyediakan rangsangan yang dibutuhkan untuk memulai proses perbaikan. Inflamasi yang berlebihan merupakan dasar dari banyak kategori penyakit pada manusia, contohnya alergi dan penyakit autoimun. Inflamasi juga memainkan peranan penting pada kanker, aterosklerosis dan penyakit jantung iskemik, serta beberapa penyakit neurodegeneratif (misalnya penyakit Alzheimer). Inflamasi berkepanjangan dan diikuti dengan fibrosis juga menyebabkan perubahan patologik pada infeksi kronik, metabolic dan penyakit lain.

F. Pola Morfologik Radang 1. Pola morfologik radang Akut Tingkat keparahan respons inflamasi, penyebab spesifiknya dan jaringan khusus yang terlibat, semuanya dapat merubah gambaran morfologi dasar inflamasi. Inflamasi Serosa Inflamasi serosa dicerminkan oleh akumulasi cairan dalam jaringan dan menunjukkan sedikit peningkatan permeabilitas vaskular. Pada peritoneum, pleura dan pericardium, keadaan ini dinamakan efusi, kendati dapat pula ditemukan di tempat lain (misalnya lepuh karena luka bakar pada kulit) Inflamasi Fibrinosa Inflamasi fibrinosa merupakan keadaan meningkatnya permeabilitas vaskular yang lebih nyata, disertai eksudat yang mengandung fibrinogen dalam jumlah besar. Inflamasi Supuratif atau Purulen Pola ini ditandai oleh eksudat purulen (pus, nanah) yang terdiri atas leukosit dan sel-sel nekrotik. Istilah abses mengacu kepada kumpulan inflamasi purulen setempat yang disertai dengan nekrosis likuefaksi (misalnya abses stafilokokus) Ulkus Ulkus merupakan erosi local pada permukaan epitel yang ditimbulkan oleh jaringan nekrotik yang mengelupas atau mengalami inflamasi (misalnya ulkus lambung) 2. Pola morfologik radang kronik Radang kronik berlangsung lebih lama (berhari-hari sampai bertahun-tahun) dan ditandai khas dengan influks limfosit dan makrofag disertai dengan proliferasi pembuluh darah dan pembentukan jaringan parut. Terjadinya Inflamasi kronik, yaitu: - Setelah inflamasi akut, baik akibat rangsangan yang terus berlangsung ataupun karena proses penyembuhan yang terhenti - Dari penyakit penyebab inflamasi akut yang berulang - Paling sering sebagai respons tingkat rendah, respon lambat tanpa inflamasi akut sebelumnya, akibat dari:

Infeksi menetap oleh mikroba intrasel (misalnya, basi tuberculosis, virus) yang memiliki toksisitas langsung yang rendah namun mampu mencetuskan respon imunologik Pajanan berkepanjangan terhadap eksogen yang potensial toksik (misalnya silica, menyebabkan silikosis paru) atau zat-zat endogen (misalnya lemak, menyebabkan aterosklerosis) Reaksi imun, terutama reaksi yang melawan jaringan pada tubuhnya sendiri (misalnya, penyakit autoimun) Inflamasi kronik ditandai dengan hal-hal berikut : - Infiltrasi sel mononuklear (radang kronik) yang mencakup makrofag, limfosit, dan sel plasma - Destruksi jaringan, sebagian besar diatur oleh sel radang - Repair (perbaikan), melibatkan proliferasi pembuluh darah baru (angiogenesis) dan fibrosis Sel dan Mediator peradangan Kronik Makrofag merupakan sel yang berperan utama pada peradangan kronik. Makrofag berasal dari monosit dalam sirkulasi yang diinduksi beremigrasi menembus endotel oleh kemokin atau kemoatrakan lain. Makrofag adalah gambaran utama pada inflamasi kronik karena setelah diaktifkan, makrofag mensekresi sejumlah produk yang aktif secara biologis dalam jumlah beragam, yang apabila tidak diawasi, dapat menyebabkan jejas jaringan dan menimbulkan tanda fibrosis inflamasi kronik. Produk tersebut mencakup: - Protease asam dan protease netral - Komponen komplemen dan faktor koagulasi; komponen ini meliputi protein komplemen C1-C5, properdin, faktor koagulasi V dan VIII dan faktor jaringan - Spesies oksigen reaktif dan NO - Metabolit AA (eikosanoid) - Sitokin, seperti IL-1 dan TNF serta berbagai faktor pertumbuhan yang memengaruhi proliferasi sel otot polos dan fibroblast serta produksi matriks ekstraselular. Pada inflamasi kronik, akumulasi makrofag berlangsung terus karena pengerahan monosit yang tidak berhenti akibat molekul adhesi ekspresi faktor kemotaktik dan makrofag dapat berplroliferasi.

Inflamasi granulomatosa Inflamasi granulomatosa merupakan suatu pola inflamasi kronik khusus, yang ditandai dengan agregasi makrofag teraktivasi yang gambarannya menyerupai sel skuamosa (epitelioid). Granuloma dapat terbentuk pada keadaan respons sel T yang persisten terhadap mikroba terrtentu (seperti Mycobacterium tuberculosis, Treponema pallidum yang menyebabkan gumma sifilitika atau jamur) yang sitokinnya berasal dari sel T, bertanggung jawab atas aktivasi makrofag persisten. Granuloma juga dapat berespons terhadap benda asing yang relative inert (misalnya benang, serpihan, implant payudara), membentuk sesuatu yang disebut granuloma benda asing.

BAB II PATOLOGI KLINIK PENGAMBILAN SPECIMEN DAN PERAN PERAWAT

Tatacara penyediaan specimen untuk pemeriksaan biologi meliputi pengambilan, pempungan, penyimpanan dan pemberian label. Hal ni bertujuan agar specimen tidak tercemar oleh bakteri lain dan bakteri dalam specimen tidak mati. Kegunaan lain dari pemeriksaan pathology klinik adalah untuk menentukan diaknosa, Memastikan diagnose klinik, medikolegal, menyingkirkan diagnose, menentukan beratnya penyaakit, follow up terapi dan persiapan operasi. A. Pengambilan Spesimen 1. Persiapan pengmbilan specimen Pengambilan specimen harus di lakukan dengan memperhatikan universal precaution atau kewaspadaan universal untuk mencegah terjadinya penularan mikroba, yang di butuhkan antara lain: a. Menggunakan alat perlindungan diri : Jas laboratorium lengan panjang Sarung tangan karet disposable Kaca mata google Masker Tutup kepala jika di perlukan

b. Melakukan cuci tangan dengan menggunakan desinfektan sebelum dan seteah tindakan c. Menjaga kebersihan ruangan dan menggunakan desinfektan sebelum dan setelah tindakan. Pengambilan specimen di lakukan oleh petugas laboratorium atau petugas lain yang terampil dalam bidangnya. Sesuai dengan kondisi dan situasi setempat, specimen dapat di ambil oleh petugas Rumah Sakit atau laboratorium stempat. 2. Alat dan bahan pengambilan specimen a. Alcohol swab b. Cry tube tabung tahan pendingin c. Media d. Tourniquet e. Plester

f. Spuit injeksi g. Kapas h. Alcohol i. Wing needle j. Abocath k. Tabung vacutainer non koagulan l. Tabung vacutainer koagulan 3. Lokasi dan cara pengambilan sampel a. Flebotomi Flebotomi (phlebotomy) berasal dari kata phlebo (urat darah) dan tomy (menusuk/melubangi), sehingga kata flebotomi didefinisikan sebagai insisi atau membuat sayatan pada pembuluh darah agar darah dapat mengalir dan dikumpulkan. Flebotomi atau sampling di Indonesia umumnya dilakukan oleh seorang analis atau perawat, sedangkan di luar negeri benar-benar dilakukan olah seorang flebotomis. Seorang flebotomis adalah orang yang melakukan tindakan flebotomi atau mengambil darah dan juga mengambil sampel lainnya. Flebotomis merupakan penghubung penting antara pasien dengan laboratorium klinik. Hal ini disebabkan sampel yang baik akan sangat membantu klinisi dalam menentukan diagnosis dan pengobatan. Peralatan pengambilan sampel harus disesuaikan dengan jenis sampel yang dibutuhkan. Pengambilan darah vena dapat dilakukan dengan menggunakan tabung vakum atau spuit. Tabung vakum (vacutainer tube/evacuate tube) mempunyai prinsip kerja yaitu darah akan tersedot masuk ke dalam tabung akibat adanya tekanan negatif yang terjadi dalam tabung hampa usara (vakum). 1) Evacuate sample tube Tabung yang hampa udara, terbuat dari plastik atau kaca dengan permukaan dalam dilapisi silikon untuk mencegah hemodialisis dan pembentukan bekuan. Jenis tabung tergantung ada tidaknya antikoagulan atau bahan aditif yang ditambahkan ke dalam tabung. Jenis tabung diidentifikasi berdasarkan warna tutup tabung tersebut. Volume tabung yang kecil (2 ml) digunakan untuk sampel anak atau manula.

Tabel 1. Contoh tabung vakum Tabung Tutup Merah Bahan Aditif Tidak ada EDTA (K3) atau EDTA (K3) atau EDTA (Na) Kegunaan/Keterangan Untuk darah beku/serum. Untuk mencegah koagulasi dengan mengikat ion kalsium. Digunakan untuk pemeriksaan darah rutin (DL). Mengaktifkan anti trombin sehingga Tutup Hijau Heparin sel darah dan plasma menjadi satu kesatuan. Tutup Biru Tutup Hitam Tri sodium sitrat Bufer Sodium sitrat Antikoagulan dan stabilizer EDTA Untuk pemeriksaan faal hemostasis. Untuk pemeriksaan LED dengan tabung Westergen. Untuk pemeriksaan gula darah dan laktat. Digunakan pada bank darah.

Tutup Ungu

Tutup Abu-abu Tutup Merah Muda

2) Double pointed needle Adalah jarum yang digunakan pada pengambilan darah menggunakan tabung vakum. Alat ini memiliki 2 jarum. Jarum yang pertama memiliki alir dan dipasangkan pada holder/adapter. Jarum yang kedua ujungnya runcing dan lebih panjang, akan digunakan untuk menusuk vena. Ukuran jarum bermacammacam. Untuk pemeriksaan laboratorium yang biasa digunakan 21G dan 22G. Jarum pada pasien anak berukuran 21G sampai 23G. Ukuran jarum berbanding terbalik dengan diameter jarum sehingga semakin besar ukuran jarum semakin kecil diameternya. Jarum yang berbentuk wing needle juga digukanan untuk pengambilan darah yang sulit, misalnya penderita anak atau manula. Ukuran jarumnya 21G, 23G dan 25G. Jarum yang digunakan untuk pengambilan darah arteri menggunakan syringe/jarum suntik ukuran 18G atau 20G untuk arteri besar. Untuk arteri kecil ukuran jarum yang digunakan 23G sampai 25G 3) Holder

Tempat untuk memasang bagian jarum yang berulir. Holder yang sudah terpasang jarum digunakan untuk menusuk vena pasien. 4) Tornikuet Pemasangan tornikuet bertujuan untuk memperlambat aliran darah vena sehingga darah di vena terkumpul. Hal ini menyebabkan vena mudah terlihat dan teraba. Tornikuet yang digunakan biasanya berupa tali pengikat yang lembut. Tekanan tornikuet yang terlalu lama (lebih dari 2 menit) akan menyebabkan kesalahan hasil laboratorium. 5) Antiseptik Digunakan isopropil alkohol 70% dan povidone-iodine (betadine). 6) Kasa steril dan plester 7) Rak tempat tabung 8) Tempat pembuangan jarum 9) Sarung tangan Penggunaan sarung tangan untuk mencegah kontaminasi (infeksi). Pemakaian sarung tangan sebaiknya tanpa tepung (talc) karena mengandung kalsium. PROSEDUR PENGAMBILAN SAMPEL DARAH Prosedur umum yang perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel adalah: 1. Persiapan petugas kesehatan Persiapan perlengkapan pelindung, alat, formulir pasien, informasi tentang pasien. 2. Penilaian dan identifikasi pasien Pengenalan nama/identitas pasien Lembar permintaan laboratorium Persiapan emosi pasien

3. Persiapan perlengkapan Peralatan disiapkan sesuai dengan tujuan pemeriksaan dan pemberian label pada tempat sampel sebelum sampel diambil. 4. Menentukan lokasi punksi Pasien disarankan pada posisi tidur atau dengan kursi khusus dan dipilih lokasi punksi pada tempat yang paling aman. Beberapa lokasi punksi yaitu: a) Lokasi punksi vena

Lokasi tersering di daerah antecubiti lengan yaitu pada vena mediana cubiti, V.cephalica, V.basilica (gambar 1). Lokasi pada bayi adalah vena jugularis superfisialis (di leher) atau dari sinus sagitalis superior di kepala. Pengambilan tidak disarankan pada vena yang terdapat infus, terdapat luka bakar, jaringan parut, trombosisi vena, oedem pada lengan dan adanya mastektomi parsial dan radial pada sisi yang sama. Lakukan palpasi untuk menentukan ukuran, sudut, kedalaman vena. Peningkatan aliran darah vena dapat dilakukan dengan pemanasan di lokasi punksi 310 menit (420C). b) Lokasi punksi arteri Sampel darah dapat diambil pada A.radialis di lengan bawah, A.brachialis atau si A.inguinale. c) Lokasi punksi kapiler Penusukan pada orang dewasa dapat dilakukan pada cuping telinga atau ujung jari tangan, sedangkan pada bayi pada tumit kaki. Lokasi: jari ke 2, 3, 4; tidak boleh jari ke 5. Syarat daerah yang akan diambil yaitu tidak ada peradangan, infeksi atau oedem (kontaminasi cairan tubuh). Hindari jari sianosis dan dingin. Melakukan pengambilan darah sesuai metode punksi yang dikehendaki, misalnya menggunakan spuit, tabung vakum, menggunakan wing needle atau lanset. Melakukan penilaian sampel setelah pengambilan darah.

PELAKSANAAN PENGAMBILAN a) Pengambilan darah vena 1. Siapkan semua peralatan/bahan yang akan diperlukan dan tempat sampel yang sudah diberi label. 2. Cek identitas atau permintaan pemeriksaan pasien dan berikanlah penjelasan kepada pasien tentang apa yang akan dilakukan serta meminta kerjasama dari pasien. 3. Pilih daerah vena mana yang akan ditusuk. Sebaiknya vena tersebut lurus, cukup besar dan terletak superfisial. 4. Luruskan lengan pasien dan minta pasien mengepalkan tangan. 5. Daerah yang akan ditusuk didesinfeksi dengan kapas alkohol 70% dan dibiarkan sampai kering.

6. Pasang tornikuet sekitar 3-5 cm di sebelah atas tempat penusukan. Pemasangan tidak boleh lebih dari 2 menit. 7. Ambil spuit dan periksa apakah jarum sudah kencang dan dorong penghisap ke ujung depan. Pegang spuit dengan tangan kanan, jari telunjuk di bawah jarum, ibu jari di atas spuit, 3 jari lainnya di bawah spuit. 8. Ibu jari tangan kiri memfiksasi pembuluh darah yang akan ditusuk sedangkan 4 jari lain di bawah lengan. 9. Jarum ditusukkan dengan sudut 15-300 dengan bagian miring jarum menghadap ke atas sampai jarum masuk ke dalam vena dan terlihat darah pada pangkal jarum. 10. Jarum difiksasi dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri, kepalan tangan dibuka. 11. Tangan kanan menarik penghisap ke belakang sampai didapatkan volume darah yang diinginkan. Jika menggunakan vacutainer, darah akan masuk sendiri ke dalam tabung sampai volume yang sesuai. 12. Lepaskan bendungan dengan tangan kiri. Letakkan kapas alkohol 70% di atas jarum, kemudian jarum dicabut dan kapas ditekan pada bekas tusukan. 13. Jarum dimasukkan ke dalam penutupnya. Lepaskan jarum, alirkan darah dalam tempat penampung melalui dindingnya dengan pelan-pelan. 14. Jika menggunakan antikoagulan, kocok botol bebepara menit agar antikoagulan tercampur dengan darah sehingga tidak terjadi bekuan. 15. Sisihkan bahan terkontaminasi ke dalam kontainer.

b) Pengambilan darah arteri 1. Siapkan semua peralatan dan bahan yang akan diperlukan. 2. Daerah yang akan ditusuk didesinfeksi dengan alkohol 70% dan biarkan sampai kering. 3. Daerah arteri diraba dan difiksasi dengan dua jari. 4. Lakukan penusukan tegak lurus pada daerah yang denyutannya terasa paling menonjol. 5. Ambil darah sesuai volume yang diperlukan.

6. Setelah selesai, cabut jarum dan tekan daerah tersebut dengan kapas alkohol 70% atau pembalut tekan serta tahan 5-10 menit agar tidak terjadi perdarahn lebih lanjut. 7. Begitu jarum dicabut dari arteri, udara dikeluarkan kemudian jarum harus segera ditusukkan ke karet. 8. Sampel diberi label.

c) Prosedur pengambilan darah kapiler 1. Siapkan semua peralatan dan bahan yang akan diperlukan. 2. Desinfeksi daerah yang akan ditusuk dengan kapas alkohol 70% dan biarkan sampai kering. 3. Lakukan tekanan pada daerah yang akan ditusuk dengan arah ke distal supaya kulit tegang. 4. Lakukan tusukan dengan lanset steril dengan kedalaman sampai batas dengan arah tegak lurus dermatom. Bila diambil dari cuping telinga, daerah yang diambil adalah pinggir/tepi cuping telinga. 5. Setelah darah keluar, darah yang keluar pertama dihapus, kemudian biarkan darah keluar tanpa memberi tekanan lagi. 6. Bila pengambilan darah telah cukup, tutup luka tusukan dengan kapas alkohol dengan sedikit tekanan.

b. Pengambilaan specimen secret saluran napas Specimen skeret saluran napas di ambil untuk isolasi virus dan peeriksaan laboratorium, specimen tersebut meliputi ; Usap nasal Gunakan bahan swab yang terbuat dari Dacron/rayon steril dengan tangkai plastic. Jangan menggunakan kaps yang mengandung kalsium alginate, karena ungkin mengandung substansi yang dapat menghambat pertumbuhan virus. Spesiemen dari swab yang valid adalah specimen yang di ambil d sertai dengan epitel dimana swab tersebut dia mbil. Untuk itu pada saat pengambilan swab perlu di lakukan penenkanan pad lokasi diamana specimen di ambil.

Masukkan swab kedalam lubang hidung sejajar dengan rahang atas. Biarkan beberapa detik agar cairan hidung terserap. Putarlah swab sekali atau dua kali. Lakukan usapan pada kedua lubang hidung berikan sedikit penenkanan pada lokasi pengambilan. Usap oropharynx Lakukan usapan pad abagian belakng pharynx dan daerah tonsil, hindarkan menyentuh bagian lidah. Kemudan masukkan swab sesegera mungkin ke dalam tabung penimpan yang berisi 2 ml media transport virus atau bakteri. Putuskan tangkai plastic di daerah mulut botol/ tabung sehingga dapat di tutup dengan rapat. Bungkus tabung dengan tisu bersih dan msukkan ke kemasan. Beri penyekat anatara tabung sehingga tidak terjadi benturan-benturan pada tabung saat pengiriman.

Bilasan broncheoalveolar Specimen yang diambil dapat berupa bilasan bronkhoalveolar, aspirasi tracheal atau cairan peural. Setelah itu separuh cairan disentrifugasi dan endapan selnya di fiksasi dalam formalin. Sisa cairan yang belu di sentrifugasi di tamping dala botol lain.

Sputum Sputum dalam keadaan normal mengandung flora normal dari orofaring. Pemeriksaan bakteriologik sputum bermanfaat untuk mengetahui adanya infeksi atau flora abnormal pada saluran napas bagian bawah. Hal yang perlu diperhatikan pada pengambilan sampel sputum yaitu sekret yang dibatukkan dan berasal dari bronkus, bukan bahan yang berasal dari tenggorokkan, hidung atau mulut. Masalah yang seringkali timbul adalah spesimen sputum yang tidak memenuhi syarat yaitu bukan sputum melainkan saliva (air ludah). Cara pengambilan sampel sputum yaitu pasien diminta berkumur dengan air

terlebih dahulu. Pasien dalam posisi duduk atau berdiri tegak diminta menarik napas dalam beberapa kali, kemudian keluarkan napas bersamaan dengan batuk yang kuat sampai sputum keluar. Sputum ditampung dalam wadah penampung yang bermulut lebar dan harus dijaga jangan sampai terkontaminasi oleh bagian di luarnya. Tutup wadah dengan erat dan segera dikirim ke laboratorium.

c. Pengambilan spesimen urin Sampel urin ada bermacam-macam diantaranya adalah urin pagi, urin sewaktu dan urin tampung 24 jam, tergantung dari tujuan pemeriksaan. Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mendapatkan sampel urin yang baik yaitu sampel harus ditampung dalam tempat yang bersih dan kering, 2 jam setelah berkemih sampel harus sudah diperiksa karena bila lebih dari 2 jam akan terjadi penurunan jumlah solut dan unsur seluler sehingga hasil pemeriksaan laboratorium menjadi bias. Beberapa cara pengambilan sampel urin adalah urin porsi tengah bersih (clean cacth midstream urine collection), urin kateterisasi dan aspirasi suprapubik. Sampel urin yang diambil dengan benar sehingga tidak terkontaminasi sangat bermanfaat untuk pemeriksaan mikrobiologi. Cara pengambilam sampel urin porsi tengah bersih (clean cacth midstream urine collection) pada wanita yaitu: 1. Pasien diminta mencuci tangan terlebih dahulu. 2. Buka lipatan kulit (labia) di sekitar lubang pembuangan urin. 3. Cuci daerah tersebut dengan air bersih atau air matang. 4. Pegang lipatan kulit tersebut dengan salah satu tangan dan urin yang keluar pertama dibuang sedikit, setelah itu tampung urin selanjutnya ke dalam wadah penampung (wadah tersebut jangan sampai tersentuh daerah genital ataupun tangan). 5. Pasan label pada wadah tersebut (nama dan waktu pengambilan). 6. Sampel segera dikirim ke laboratorium. Sampel cepat dimasukkan ke dalam refrigerator bila tidak bisa segera dilakukan pemeriksaan. Cara pengambilan urin porsi tengah bersih pada pria yaitu: 1. Pasien diminta mencuci tangan terlebih dahulu. 2. Cuci ujung kemaluan dengan air bersih atau air matang.

3. Urin yang pertama keluar dibuang sedikit, tampung urin selanjutnya ke dalam wadah penampung (wadah tersebut tidak boleh tersentuh penis dan atau tangan). 4. Pasang label pada wadah tersebut (nama dan waktu pengambilan). 5. Sampel segera dikirim ke laboratorium. Sampel cepat dimasukkan ke dalam refrigerator bila tidak bisa segera dilakukan pemeriksaan. Cara pengambilan urin dengan kateterisasi ada 2 cara yaitu: 1. Kateter dimasukkan melalui lubang uretra secara aseptis sampai masuk kandung seni, urin yang keluar ditampung dalam botol kemudian kateter dilepas lagi. 2. Pada kateter yang terpasang pada pasien dilakukan: Desinfeksi dengan alkohol 70% bagian selang kateter yang terbuat dari karet. Aspirasi urin dengan menggunakan spuit (kira-kira 10 cc). Sampel dimasukkan ke dalam botol dan dikirim segera ke laboratorium.

d. Sampel Cairan Otak (Cerebrospinal Fluid) Cairan otak biasanya diambil oleh dokter melalui punksi lumbal atau spinal. Cairan otak biasanya ditampung dalam 3 botol steril. Botol yang pertama biasanya terkontaminasi darah sehingga botol yang kedua dan ketiga yang dianalisis. Pemeriksaan yang dikerjakan umumnya: pemeriksaan kadar glukosa, protein, hitunh sel dan pemeriksaan mikrobiologi.

e. Sampel Cairan Tubuh Yang Lain Sampel cairan tubuh yang lain yaitu cairan sendi, cairan pleura yang didapat dari rongga paru, cairan perikardium yang didapat dari rongga jantung, dan cairan ascites yang diperoleh dari rongga abdomen. Hal yang perlu diperhatikan pada transportasi cairan ini adalah kontainer harus tertutup rapat dan terdapat data tentang nama pasien, nomer register, tanggal, jam sampel didapatkan dan jenis cairan tersebut.

B. Peran Perawat 1. Seorang perawat harus mempunyai etika profesi dan kompetensi khusus seperti yang dikemukakan oleh The American Society of Clinical Pathologist (ASCP).

Kompetensi tersebut adalah: a. Mampu untuk menerapkan pengetahuan: dengan prinsip prosedur dasar dan khusus, dengan istilah medis, mengerti kemungkinan sumber kesalahan, pengendalian infeksi atau tindakan keselamatan, sifat biologis dasar. b. Memilih yang sesuai: urutan tindakan, prosedur pengendalian mutu,

peralatan/metodik, tempat pengambilan darah. c. Mempersiapkan pasien dan peralatan. d. Menilai: keadaan pasien dan sampel, kemungkinan sumber kesalahan, prosedur pengendalian mutu, masalah teknis/prosedur yang umum, metodik dan tindakan yang sesuai, tindakan perbaikan.

2. Etika profesi yang perlu dimiliki oleh perawat adalah: a. Mempunyai minat yang tulus dalam perawatan kesehatan. b. Rasa tanggung jawab untuk melaksanakan tugas dengan baik. c. pengabdian kepada kinerja yang bermutu tinggi. d. Kecenderungan untuk kebersihan. e. Kebanggaan, kepuasan dan pemenuhan kemandirian dalam tugas.

3. Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) adalah suatu upaya untuk mengenali dan mengurangi pengaruh atau dampak pekerjaan sehingga pegawai/petugas bisa bekerja di lingkungan yang aman. Hal yang perlu diperhatikan oleh flebotomis dalam menjalankan tugasnya (K3) adalah perlindungan terhadap infeksi. Infeksi adalah masuknya bakteri, virus, jamur atau parasit ke dalam tubuh. Flebotomis harus berhatihati tehadap infeksi karena sering berhadapan dengan sampel yang infeksius (virus Hepatitis, TB, HIV dan lain-lain). Beberapa cara perlindungan terhadap infeksi misalnya: Cucilah tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan bila menangani darah, cairan tubuh atau alat yang berpotensi tercemar bahan infeksius. Tujuan dari mencuci tangan adalah menghilangkan mikroorganisme patogen, bukan untuk membuat tangan steril. Tangan dicuci dengan sabun minimal 10 detik dengan kedua tangan digosok-gosokkan dan sampai pada pergelangan tangan.

Gunakan sarung tangan saat menangani darah, cairan tubuh dan alat yang tercemar. Sarung tangan sebaiknya diganti untuk tiap pasien. Masker dan pelindung mata harus dipakai pada saat melakukan pekerjaan yang berisiko terjadi percikan darah dan cairan tubuh. Jas laboratorium harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian pada saat melakukan pekerjaan yang berisiko terjadi percikan darah dan cairan tubuh. Alat yang tajam (jarum, lanset) harus dipergunakan dengan hati-hati, jangan sampai tertusuk. Hindari proses penutupan kembali jarum bekas pakai. Penutupan jarum hendaknya memakai teknik penutupan jarum dengan satu tangan. Buang semua alat tajam bekas pakai ke dalam penampung alat tajam yang aman. Apabila terjadi needle stick injury atau terkena percikan maupun tumpahan spesimen harus segera dilakukan dekontaminasi.

BAB III RADIOLOGI PRINSIP RADIASI, KOMPLIKASI, PERAN PERAWAT

A. PRINSIP RADIASI Radiasi dapat di definisikan sebagai suatu proses. Energy di lepaskan oleh ataomatom. Menurut bohr dan rutherrford, semua atom kecuali atom zat hydrogen terdiri ari inti yang bermuatan positif dan di dalamnya terdapat bagian bagian kecil yang disebut proton dan neutron. Semua individu menerima radiasi alami namun saat ini berbagai ters diagnostic merupakan sumber pajanan radiasi sehingga harus dilakukan usaha-usaha untuk mengurangi radiasi tersebut. Walaupun radiasi ionisasi dianggap memiliki potensi bahaya, resiko ini harus dipertimbangkan selain berbagai manfaat yang akan didapatkan oleh pasien. Selalu gunakan dosis minimum, pemeriksaan radiologis hanya dilakukan jika penatalaksanaan selanjutnya akan efektif. Harus selalu diperhatikan dosis radiasi untuk pasien pada setiap pemeriksaan penunjang khusus. Pemeriksaan dengan CT, barium, dan radionukleida adalah pemeriksaan fisik yang menggunakan dosis tinggi, sedangkan foto polos ekstremitas atau sinar X dada biasanya menggunakan dosis rendah. Janin biasanya bersifat sensitive, terutama pada trimester pertama dengan kemungkinan mengalami induksi karsinogenis atau malformasi janin. Anamnesis mengenai riwayat menstruasi pada wanita usia reproduktif, dan jika perlu dengan melakukan pemeriksaan kehamilan, akan mencegah bahaya pajanan radiasi pada janin. 1. Pemberian terapi radiasi Radiasi Ekternal Radiasi eksternal (teleterapi) menggunakan sebuah mesin terapi yang di letakkan pada jarak tertentu dari tubuh pasien.Radiasi juga dapat diberikan dengan menanam sumber radioaktif yang terbungkus di dalam atau dekat daerah kanker untuk memberikan efek terapi local (brakhiterapi). Materu radioaktif dapat disuntukkan secara intravena atau secara oral untuk memberikan efek sistemik(sumber yang tidak terbungkus). Zat-zat radioaktif kemudian mencapai daerah yang diinginkan.Antibodi spesifik tumor yang telah digabungkan dengan isotope radioaktif memberikan efek kombinasi imun dengan terapi radiasi untuk memaksimalkan sekaligus memperkecil toksisitas jaringan normal.

Terapi radiasi eksternal basanya diberikan setiap hari, Senin sampai Jumat, selama 2 sampai 8 minggu.Terapi palliative, seperti untuk rasa nyeri pada metastasis tulang, dapat diberikan dengan dosis harian yang lebih besar dalam jumlah terapi yang lebih sedikit.Terapi yang sebenarnya memakan waktu 2 sampai 5 menit. Ada bermacam-macam mesin yang digunakan pada terapi radiasi, bergantung tipe dan luas tumor.Mesin-mesin ini berbeda menurut energi yang dihasilkan serta partikel ion yang dihantarnya.Akselerator linear sangat umum digunakan dalam terapi kanker.Semakin besar energy yang dihasilkan oleh suatu mesin, semakin dalam pula penetrasi pancaran radiasinya.Dengan energy yang lebih besar dicapai efek yang maksimum di bawah permukaan kulit dan dosis pajanan ke kulit dikurangi. Oleh karena dosis tunggal yang besar terlalu toksik terhadap jaringan normal, dosis radiasi total dibagi menjadi dosis harian yang kecil atau dosis terbagi yang diberikan dari waktu ke waktu. Proses ini disebut fraksinasi. Dosis yang diberikan biasanya sama setiap harinya. Dengan dilakukannya fraksinasi dosis total, lebih banyak radiasi yang dapat diberikan kepada tumor sementara mengurangi kerusakan pada jaringan normal, karena fraksinasi memberikan kesempatan kepada sel normal untuk pulih dari kerusakan yang kecil setelah dilakukannya suatu terapi. Suatu terapi tertentu membutuhkan dua sampai tiga kali sesi perhari dengan istirahat 5 sampai 6 jam di antara setiap fraksi. Cara ini disebut hiperfraksinasi. Radiasi Internal Penggunaan implant radioaktif memberikan radiasi dalam jumlah yang cukup bersar kepada suatu tempat spesifik dalam waktu yang pendek. Tumor dapat diterapi dengan implant saja, tetapi lebih sering, implan saja, tetapi lebih sering, implant di berikan setelah beberapa sesi terapi radiasi untuk memberikan efek radiasi yang tinggi pada tumor. 1. Terapi Radioaktif Tanpa Selubung Jika isotope radio aktif disuntukkan secara intravena atau secara oral(sumber yang tidak terselubung), pasien dan sekresi tubuh dari pasien akan bersifat radioaktif dan dibutuhkan perawatan yang khusus kepada pasien yang bergantung pada isotope yang digunakan. Pasien biasanya harus di isolasi karena radioaktivitasnya masih ada

selama 3 sampai 4 hari. Contoh isotope radioaktif yang digunakan adalah : Iodine 131 dan 125, fosfor 32, Iridium 192, Cesium 137, dan radium 226. a. Meminimalkan Pajanan Radiasi kepada Perawat Ketika seorang perawat bekerja dengan pasien yang menggunakan implant radioaktif atau mendapat radiasi sistemik, ia haris mengantisipasi kebutuhan pasien dan prinsip penggunaan waktu, jarak pelindung untuk mengurangi pajanan radiasi. b. Waktu 1. Minimalkan waktu yang dihabiskan untuk berada dekat dengan pasien. Pajanan radiasi berhubungan langsung dengan waktu yang dihabiskan dalam jarak tertentu dari sumber radioaktivitas. 2. Menggunakan waktu dengan efisien dengan mengatur aktivitas

perawatan pasien dan menyediakan hal-hal yang dibutuhkan sebelum memasuki kamar pasien. Sebelum meninggalkan pasien, letakkan alatalat pribadi pasien pada tempat yang mudah dijangkau untuk menghindari perawat masuk kembali ke kamar pasien. Perawatan langsung biasanya dibatasi satu setengah jam per pasien dalam satu giliran jaga c. Jarak Maksimalkan jarak dari zat-zat radioaktif. Jumlah radiasi akan berkurang menurut akar kuadrat. Jenguklah pasien dengan sering pada pintu kamar pasien. d. Pelindung Jika diperlukan, gunakan pelindung untuk mengurangi pajanan radiasi. Dengan penggunaan radium atau sesium, diperlukan pemasangan pelindung timbal sebesar 1 inchi untuk membatasi radiasi. B. Jenis jenis Radiasi tidak semua radiasi dapat menimbulkan ionisasi. Radiasi seperti sinar Ultra vioet, sinar infra merah dan sinar ultra short wave tidak akan menimbulkan ionisasi. Pemakaian sinar sinar ini hanya untuk pengobatan yang biasa di lakukan. Jenis radiasi yang dapat menimbulkan ionisasi : 1. Sinar X 2. Sinar gamma 3. Sinar beta (elektron)

4. Sinar alfa 5. Netron 6. Proton.

C. Peran perawat 1. Persiapan radiasi a. Petugas 1) Menyaipkan keperluan radiasi 2) Memberikan keteranagan tentang radiasi 3) Administrasi 4) Surat informconsent b. Perawat Pra- radiasi 1) Menjelaskan tentang syarat radiasi 2) Menjelaskan yang tidak boleh di lakukan oleh pasien 3) Menjelaskan kemungkinan efek samping yang akan terjadi 4) Member keterangan tentang sinar tamabahan yang di perlukan c. Pasien Saat radiasi Perawat harus menjelaskan kepada pasein : 1) Yang terkena lapang radiasi tidak boleh terkena air 2) Tidak boleh menggunakan salep atau cream 3) Tidak boleh memakai gigi palsu 4) Tidak boleh ada caries gigi 5) Tidak boleh makan pedas 6) Untuk mulut di beri anti jamur 2. Prioritas Hal-Hal yang Perlu Diajarkan kepada Pasien a. Pasien Terapi Radiasi Eksternal 1) Menginstruksikan kepada pasien dan keluarga mengenai: a) Penggunaan terapi radiasi untuk mengobati kanker b) Kejadian yang timbul sebelum, selama, dan setelah sesi terapi radiasi: konsultasi, simulasi, terapi harian, evaluasi rutin selama terapi, dan tindak lanjut. c) Factor: lamanya simulasi, lamanya terapi harian, lamanya sesi terapi radiasi.

d) Informasi lingkungan: gambaran sekitar, ruang terapi, dan mesin yang digunakan. e) Efek radioterapi dan efek samping(umum dan spesifik) f) Bahwa terapi radiasi merupakan terapi local dan efek samping yang timbul dapat bersifat umum dan spesifik pada lokasi terapi. g) Apa yang terjadi pada pasien setelah dilakukan terapi dan menjelaskan mengapa hal tersebut bias terjadi. h) Berapa lama efek tersebut dan kapan akan menghilang. i) Jika tubuh pasien tidak bersifat radioaktif; tidak perlu melakukan isolasi terhadap keluarga dan teman-temannya. j) Tindakan yang dapat dilakukan pasien dan keluarganya untuk meminimalkan atau mencegah efek samping. k) Efek umum : perawatan kilit, nutrisi, konservasi energy. l) Efek samping lokal. b. Pasien Terapi Radiasi Internal terbungkus dan tidak terbungkus 1) Menginstruksikan kepada pasien dan keluarganya mengenai: a) Penggunaan terapi radiasi internal untuk mengobati kanker. b) Persiapan pasien sebelum terapi c) Prosedur terapi d) Pembatasan kunungan : harus > 18 tahun, tidak dalam keadaan hamil. e) Persyaratan isolasi : isolasi sementara, pasien tetap di kamar, perawatan kesehatan untuk aktivitas yang penting saja, pembatasan waktu pelayanan jarak dekat. Jika pasien yang memakai sumber radioaktif tidak terbungkus diperbolehkan ke kamar mandi, instruksikan pasien untuk membilas sebanyak 2 sampai 3 kali. f) Aktivitas pasien dapat dibatasi bergantung pada prosedur; aktivitas seperti menonton televisi atau membaca buku sangat direkomendasikan. g) Pemulangan pasien : mengawasi efek lambat seperti kelelahan, pada penggunaan implant pelvis: diare, gejala gangguan saluran kemih seperti infeksi saluran kandung kemih, wanita diinstruksikan untuk melakukan dilatasi vagina 3 kali seminggu sampai 1 tahun setelan pemberian implant. D. Komplikasi Terapi Radiasi 1. Akut a. Inflamasi

Reaksi radang atau inflamsi akan terjadi pada waktu 6 8 minggu gejala umum yang muncul 1) radiation sikcnes 2) penenkanan hemopoitik 3) mual, pusing dll Lokal 2) Erithema 3) Diskuamasi 4) Mucositis 5) Iritasi 6) Ludah kental 7) Disuria 2. Kronis a. Fibrosis Jaringan yang terpapar radiasi sudah unreversible Gejala umum : kelainan darah Lokal : 1) Pigmentasi 2) Atropi 3) Ulcerasi 4) Fibroisis 5) Necrosis Komplikasi tergantung pada lokasi penyinaran, jumlah dosis yang diberikan, dan organ-organ sensitive yang terken. Dalam perkembangan teknologi mtakhir bias pila dilakukan terapi radiasi intraoperative. Namun, intraoperative inii dilaksanakan pada sebagian pasien yang memerlukan terapi pembedahan di daerah tumor sehingga radiasi bias lebih tepat sasaran dan organorgan sensitive yang sehat bias dilindungi. Sayangnya, metode ini hanya bisa dilakukan pada kasus tertentu secara selektif dan dengan pertimbangan yang matang. Komplikasi radiasi pada umumnya bersifat lokal, misalnya perubahan kulit menjadi kemerahan sampai hitam, pengelupasan kulit, rambut rontok, mual/muntah dan mencret, penurunan kadar hemoglobin (Hb) serta sel darah putih, dan lain-lain. Kadang-kadang timbul gejala umum, misalnya pusing dan demam.Sesuai dengan gejala di atas, prinsip terapi radiasi harus mencapai efek optimal pada daerah : :

kanker dan efeknya pada jaringan atau oegan sehat disekitar tumor atau daerah penyinaran minimal.

BAB IV FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI Toksiklogi merupakan ilmu yang mempelajari sifat sifat racun zat kimia serta keamnananya terhadap makhluk hidup dan lingkungan. Pada dasarnya semua bahan kimia atau substansi adalah racun, tidak ada yang bukan racun, hanya dosis yang benar yang bisa membedakan suatu diakatakan sebagai racun atau obat.

Bidang-bidang toksikologi Berdasrakan keahliannya, ilmu toksikologi dibedakan menjadi 3 golongan: 1. Descriptive Toxicologist Descriptive toxicologist secara uum langsng berhubungan dengan pengujian pengujian sifat racun. Pengujian pengujian racun yang tepat dalam binatang binatang percobaan di temukan menghasilkan informasi yang dapat di gunakan untuk menilai bahaya yang di tujukan ke manusia dan lingkungan oleh pemaparan ke bahan bahan kimia tertentu. Hubungan itu bisa di batasi ke efek efek pada manusia seperti dala halo bat obatan atau tumbuh tumbuhan dan juga pada mkanan. Bagaimanapun ahli ahli toksikologi di indutri kimia mesti berhubungan tidak saja dengan bahaya bahaya yang di timbulkan oleh perusahaan kimia tersebut (insektisida, herbisida , elarut- pelarut dan laian -lain) kemanusiaannya sendiri, tetapi juga dengan pangaruh pengaruhnya yang kuat terhadap ikan ikan, burung burung, tanaman tanaman dan factor yang lain yang mungkin mengganggu kesimbngan ekosisitem. 2. Mechanistic Toxicologist Mekanistik toksikologi aktifitasnya berhubunga dengan penguraian mekanisme yang di pergunakan oleh zat zat kimia dalam mengembangkan effek effek toksis mereka pada organisme-organisme hidup. Hasil pemahaman-pemahaman ini sering mengarah ke pengujian-pengujian yang merupakan ramalan yang sensitive yang berguna dalam memperoleh informasi untuk menaksir bahaya, untuk membantu berkembangnya bahan-bahan kimia yang lebih aman atau menyarankan pengobatan yang masuk akal untuk gejalagejala keracunan. Sebagai tambahan, pemahaman atas sifat-sifat racun dari fluoro organic

alcoholalkohol dan asam-asam memberi sumbangan ke pengetahuan mengenai metabolisme karbohidrat dan lipid; pengetahuan dari pengaturan perbedaan ion dalam

membran-membran axon syaraf telah sangat terbantu oleh pemahamanpemahaman racun-racun alam dan sintesis seperti tetrodo toxin dan DDT. Mechanistic Toxicologist aktif di universitas, dalam institut-institut penelitian yang didukung oleh pemerintah ataupun pihak-pihak swasta, dan didalam industri obat-obatan dan kimia. 3. Regulatory Toxicologist Bidang ini memiliki tanggung jawab langsung memutuskan atas dasar data yang disediakan oleh descriptive toxicology apakah satu obat atau zat kimia mempunyai bahaya yang cukup rendah untuk dipasarkan bagi penggunaan yang dijelaskan. F.D.A (= Food and Drug Adminsitration) bertanggung jawab untuk pengakuan terhadap obat-obatan, kosmetika bahan additif pada makanan-makanan yang dipasarkan. E.P.A (= Environmental Protection Agency) bertanggung jawab untuk pengaturan banyak zat-zat kimia yang lain. Regulatory Toxicologist juga terlibat dalam penegakkan standard-standar untuk jumlah bahan-bahan kimia yang diizinkan dalam udara sekitar, dalam air minum, dalam atmosfir industri.

Dua bidang-bidang lain yang dikhususkan dari Toxicologi ditunjukkan sebagai : Forensic dan Clinical Toxicologi. 1. Forensic Toxicologi : Adalah satu bentuk campuran dari kimia analisa dan asas-asas dasar toksikologi. Dia terutama berhubungan dengan aspek-aspek medicolegal (=keabsahan secara kedokteran) dari effek yang merugikan dari zat-zat kimia pada manusia dan binatang. Keahlian para ahli Toksikologi Forensic utamanya dimohonkan untuk membantu penetapan penyebab kematian dan pengungkapan kejadian itu dalam satu penyelidikan post mortem. 2. Clinical Toxicology Menunjukkan bahwa didalam ilmu kedokteran ada satu bidang keahlian yang dengan tegas berhubungan dengan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh atau disertai secara khusus, zat-zat toksis. Dalam bidang ini usaha-usaha dilakukan yang ditujukan pada pengobatan pasien pasien yang keracunan dengan obat-obatan atau zat-zat kimia lain dan padaperkembangan dari tehnik baru utuk mengobati keracunan ini

Toksisitas di terbagi menjadi dua yakni akut dan kronis. a. Akut Penyerapan terjadi dan sangat cepat, mendadak dan berat berupa dosis bahan kimia tunggal atau dalam waktu pendek pada umumnya kurang 1 hari Misalnya : menghirup syanida b. Kronis Gejala keracunan yang muncul setelah pengaplikasian berulang dosis bahan kimia secara reguler dengan batasan waktu kurang dari setengah harapan hidup organism. Pengukuran kadar toksikologi ada dua jenis yaitu median lethal dose dan median lethal concentration, a. Median lethal dose / LD50 Jumlah dosis dalam bahan kimia yang menyebabkan kematian pada 50% populasi dari hewan tesyang di berikan dengan berbagai macam metode. Satuan pengukurannny mg/kg. b. Median lethal concentration /LC50 Konsentrasi bahan kimia di lingkungan pada umumnya di udara dan air yang menyebabkan kematian 50% persen dari populasi yang terkena dalam batsan waktu tertentu. Satuan pengukurannya mg/L.

Menilai Keamanan zat kimia Semua jeni szat kimia termasuk di dalamnya obat obatan dan prosuk kimia yang lain sebelu semuanya di gunakan secara umum harus memlaui uji toksisitas. Dan hasilnya dapat di nayatakan dalam 3 bentuk 1. NEL ( Non Efek Level) Jumlah atau konsentrasi zat kimia yang di temukan melalui penelitian atau observasi yang tidak menimbulkan kelainan buruk , perubahan morfologi , atau fungsi organ , pertumbuhan , perkembangan , maupun mengurangi lama hidup organism konsumen 2. ADI ( Acceptable Daily Intake ) Dosis suatu zat kimia terbesar yang dapat di nyatakan melalui satuan mg / Kg BB ? hari yang dapat di berikan setiap hari seumur hidup dan dapat di perkirakan tidak menimbulkan efek kesehatan yang buruk pada manusia, berdasarkan pengetahuan yang ada waktu itu Untuk mengetahui nilai ADI dapat pula menggunakan rumus

NEL/ 100 = ADI (mg/ Kg BB)


3. MPC ( maximal Permissible Concentration) Kosentrasi zat kimia yang di perbolehkan berada atau terkandung dalam maknan tertentu. Untuk mengetahui nilai ini dapat pula menggunakan rumus:

MPC =

ADI X berat badan (kg) = ... Faktor makanan (kg)

ppm

Klasifikasi tingkat toksisitas bahan kimia Klasifikasi Super toxic Extreme toxic Very toxic Toxic Moderate toxic Slight toxic Non toxic LD 50 < 0,01 mg <5 mg 5 - 50 mg 50 - 500 mg 500 5 g 5 15 g >15 contoh Dioxin, botulism, mushroom Heroin, nicotin Morphinr,codein DDT, H2SO4, caein Aspirin , wood alcohol Ethyl alcohol, soaps Water table sugar

Toksikologi berdasarkan tempat terjadinya 1. Occupational toxicology Toksikologi yang berhubungan dengan bahan kimia di sekitar tempat kerja terutama identifikasi agen pembawa 2. Environment toxicology Toksikology yang berhubungan dengan dampak kimia sebagai polutan di lingkungan organism hidup seperti polusi udara tanah dan air. 3. Ecotoxicology Bio accumulation : akumulasi dari kontaminasi atau toksik di dalam atau dari

organism yang berasal dari berbagai sumber. Bio magnifaction jarring makanan : meningktnya konentrasi toksik melampaui urutan jarring -

Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya toksisitas antara lain : 1. Umur 2. Sex 3. Ras 4. Kehamilan 5. Kelainana gen 6. Koposisi, dosis dan rute pemebrian obat 7. Kondisi nutrisi dan metabolism toksik tubuh

Beberapa jenis obat yang bisa menyebabkan keracunan 1. Antihistamin 2. Analgetika 3. Vitamin, mineral 4. Obat flu 5. Hormone 6. Antibiotic internal Jenis obat Salisilat Narkotika Narkotika , sedative Amfetamin, Atropin, Salisilat, Kokain Amfetamin, Atropine, Antihistamin, Narkotik Barbiturate, Feniton, Halusinogen Antihistamin, Antipsikotik Efek toksik yang di timbulkan Emesis Konstipasi Bradicardi Tachicardi Mulut kering Ataksia Oma dan depresi

Jalur masuknya toksisitas secara umum 3 yang primer yaitu : 1. Oral Berbagai efek dapat terjadi ketika bahan kimia masuk melewati mulut dan melaui saluran pencernaan. Mulai dari liver, ginjal, paru, neron, miokardium , tulang dan sumsum tulang dapat terpengeruh. Namun hal ini tida berlaku semua sama tapi tergantung dari kelemahan asing masing organ dan konsentrasi bahan kimia yang tinggi menjadi sah satu faktor penentu.

2. Dermal Yang paling sering terjadi adalah paparan bahan kimia yang mengenai kulit. Karena kulit merupakan lapisan terluar tubuh yang sangat rentan berhubungan dengan dunia luar. Paparan toksik ini dapat mengakibatkan erithema, edema dan aksi corrosive pada kulit. 3. Inhalation Keracaunan inhalasi dapat terjadi ketika bahan kimia terhirup masuk ke dalam paruparu melewati hidung dan mulut. Keracunan merupakan efek dari pengaruh toksisitas suatu obat atau bahan kimia dalam tubuh. Penangan segera sangat di perlukan untuk enghindari efek yang fatal, cara cara tersebut antara liain: 1. Pencucian/ lavage Jika racun masuk kedalm saluran pencernaan maka harus segera di keluaarkan dari lambung. Indikasi keracunan : 10 detik tidak sadar/ setengah sadar, refleks menelan hilang, dan sumber toksiknya sangat berbahaya dan dalam jumlah banyak. Jika zat bersifat korosif dan kejang jangan gunakan cairan pencucian yang di gunakan adalah Na HCO3, larutan garam Ca, Larutan As. Tanat, KMNO4, NaCl Fisiologis, dan air. 2. Emesis Jika saluran masih diasluran cerna bahan yang di gunakan untuk mengilangkannya yaitu sirup IPECAC dan Apomorfin, altenative yang lain larutann sabun dan rangsangan mekanik. Kontraindikasinya adalah obat konvulsan, tidak sadar/ refleks menelan tidak ada, penyakit cardiovascular dan empisiema. 3. Adsorben Jika racun dapat di absrobsi makan gunakan adsorben sperti karbon aktif, kaoln, pekin, atalpugit dan kolestiramin. 4. Katartik Jika di duga racun sudah sampai di usus maka gunakan obat encahar seperti MgSO4, Mg sitrat, Na Sulfat, Nn Fosfat, dan sorbitol. 5. Demulsan Bahan yang sering digunakan adalah es krim, susu dan putih telur. 6. Meningkatkan eliminasi zat toksik a. diuretik

Bahan yang digunakan adalah obat diuretic kuat yang dapat mengeluarkan zat toksik sperti amfetamin, penicillin, salisilat, sulfonamide. Kontraindikasi bahnnya adalah acethaminophen, fenotiazin, antidepresan b. dialysis c. pengasaman/ pembasahan urin.

BAB V MIKROBIOLOGI DAN PARASITOLOGI VIROLOGI DAN HELMINTHOLOGI

A. Virology Virology adalah cabang ilmu bilogi yang mempelajari virus. Virus merupakan agen penyebab terkecil yakni berukuran 10 400 nm. Adapun karakteristik virus sebagai berikut : Bentuk Struktur Genom : ikosahedron / filamentosa / partikel : genom, kapsid, amplop : DNA/RNA saja

Mutlak intraseluler, kadang membentuk inclusion body yang khas Variasi hospes : bakteri, tanaman, hewan dan manusia Kultur Kekebalan : pembenihan sel/jaringan, telur ayam berembrio : pendek sampai seumur hidup : atas dasar genom atau lokasi infeksi/ penyakit yang ditimbulkan.

- Klasifikasi

Kapsid adalah susunan protein yang Mengelilingi asam nukeat virus. Kapsid tersusun atas subunit subunit protein yang disebut kapsomer. Kapsid terdiri ada 2 jenis dibedakan berdasarkan ada tidanya amplop: 1. Tertutup (envelope), terdiri dari kombinasi antara lipid (mayoritas), protein dan karbohidrat. Envelope dapat di tutupi oleh struktur serupa paku (spike) yang erupakan kompleks karbohidrat dan protein, spike ini berperan dalam proses perlekatan virus pada sel inang 2. Tidak tertutup (telanjang), pada virus ini kapsid melindungi asam nukeat virys dari enzim nuclease dalam cairan biologis inang dan mendukung perlekatan virus

Struktur dan bagian bagian virus

Kapsid Nukleokapsid unit struktur kapsomer

: lapisan protein yg menutupi genom asam nukleat : kapsid dan asam nukleat yang diselubungi : blok penyusun protein dasar dari lapisan : unit morfologik pada mikroskop elektron pada permukaan partikel virus ikosahedral

Selubung

: selaput mengandung lemak mengelilingi beberapa partikel virus

Virion

: partikel virus lengkap, beberapa jenis sifatnya sama dengan nukleokapsid

virus cacat

: partikel virus secara fungsional kekurangan beberapa aspek replikasi

Berdasarkan patobiologi penyakit virus dibedakan menjadi 3, yakni : 1. Infeksi litik Virus bereplikasi dan menyebabkan se hospes pecah. Contohnya polio virus dan influenza virus 2. Infeksi laten Produksi virus baru tidak segera terjadi. Genom virus dapat terletak ekstrakromosomal atau berintegrasi dengan sel hospes. Contohnya herpes virus dan retrovirus 3. Infeksi presisten Partikel virus dikeluarkan setelah fase akut dari penyakitnya berlalu, yang ditandai dengan peepasan partikel virus secara lambat tanpa menimbulkan kematian sel atau kerusakan yang berarti. Contohnya : hepatitis B virus (HBV)

Morphology umum virus sendiri ada 5 :

1. Virus heliks Menyerupai bentuk batnag yang panjag, bersiat kaku atau fleksibel. Contohnya : virus rabies dan ebiola haemohagic fever 2. Virus icosahedral Terdiri dari banyak sisi , kapsomer di setiap permukaan berbentuk segiriga sama sisi. Contohnya : adenovirus dan poliovirus 3. Virus bersampul icosohedral (envelope icosohedral) Berbentuk bulat Contohnya : virus influenza, virus herpes simpleks 4. Virus bersampul heliks (envelope helic) Contohnya : rabies virus, influenza virus, parainfluenza virus, mumps virus, measles virus 5. Virus kompleks Memiliki struktur yang kompleks Contohnya : bakteriofag, pox virus

Klasifikasi virus berdasarkan genom DNA dan RNA antara lain: 1. Virus DNA Adenovirus Herpesvirus Poxvirus papovavirus

2. Virus RNA Picornavirus Orthomyxovirus Paramyxovirus Rhabdovirus Arbovirus Retrovirus

Reaksi virus terhadap agen fisik dan kimia Panas dan Dingin Pada umumnya virus sangat labil terhadap panas, suhu 55 60 C selama beberapa menit menyebabkan denaturasi kapsid dan hilangnya inektifitas virion. Virus beramplop umumnya lebih labih terhadap panas daripada virus ikosahedral tidak beramplop. Virus juga dapat di awetkann pada suhu dibawah titik beku 4oC. Pada virusvirus yang berselubung akankehilngan kemampuan infeksinya setelah dilakukan penyimpanan yang lama. Garam Pada garam 1 mol/L virus akan tetap stabil dan tetap akti walaupun dipanaskan I jam pada sushu 50o C, contohnya vaksin polio di simpan dala dingin. PH dan radiasi Virus tetap pada kondisi stabil jika berada ada PH 5-9. Semua jenis virus dapat di inaktifkan oleh radiasi elektromagnetik terutama sinar pengion dan sinar gelombang pendek misalnya sinar UV dan sinar X. Bahan kimia

Bahan bahan kimia seperti fenol, kresol, HCL encer, natrium hipoklorit dapat menginaktifkan virus dengan cepat, terdapat juga yang bersifat stabilisator seperti serum normal, albumin,susu bebas lemak dan gliserol.

Proses pertumbuhan virus di bagi menjadi 3 tahap : 1. Tahap awal : penempelan, penetrasi, pelepasan selubung

2. Tahap tengah : ekpresi dan reeplikasi gen 3. Tahap akhir : pengemasn dan pelepasan virion

Proses infeksi virus : 1. Pengenalan sel target Protein luar sebgai target reseptor binding site yang berikatan dengan reseptor protein spesifik pada permukaan sel hospes. 2. Penetrasi Virus memasuki sel dengan berbagai cara sesuai sifat alami virus tersebut. a. Enveloped viruses Virus masuk dengan melakukan fusi pada membrane plasma. Sehingga component internal virion akan segera dikirim ke dalam sitoplasma cel. Selain itu virus juga bisa masuk melalui endosomes pada permukaan cel b. Non enveloped viruses Virus dapat melewati membrane plasma langsung atau juga dapat melalui endosomes.

Fusi virus dengan membrane plasma Setelah melekat pada resptor per mukaan sel

fusi virus pada endosomes

3. Penempelan dan penetrasi virion parental Setelah menempel,penetrasi membrane plasma melepass genom dan replikasi gen 4. Replikasi genom dan ekspresi gen a. Tahap 1 : sintesis m RNA b. Tahap 2 : tergantung asam nukleat virus. Jika virus DNA replikasinya akan terjadi di nucleus (poxvirus), dan apabila virus RNA maka replikasi akan terjadi di sitoplasma (keculai influenza) 5. Penempelan virion Setela atur protein viral akan di transport, budding dan di insersikan kedalam membrane plasma eksterna hospes. 6. Pelepasan Virus dapat di lepaskan karena lisis sel atau jika amplop dapat bertunas dr sel, bertunasnya virus tidak semestinya membunuh sel. Beberapa pertunasan virus dapat menyebabkan infeksi yang presisten namun idak semua virus yang dilepaskan bersifat infeksius. Ratio dari non infeksius menjadi infeksius partikel bervariasi tergantung virus dan kondisi pertumbuhannya.

Beberapa contoh penyakit akibat virus 1. Varicella (chickenpox, cacar air) Gejala Kambuh : demam dan skin rash : macula vesikula ustula (+/-), : herpes zoster berupa kumpulan vesikule pada kulit yang di

inervasikan pada syaraf yang terkena Transmisi : reinhalasi Prevensi : cegah kontak dan vaksinasi

2. Herpes simplex Virus menyerang kulit, mukosa dan syaraf Gejala : adanya kumpulan vesikule pada perbatasan kulit mukosa

dan akan mudah kambuh bila stress Transmisi : kontak langsung 3. Poliomyelitis Virus menyerang kornue anterior medulla spinalis, gejala bervariasi mulaai dari sedang hingga berat. Transisi melalui fekal dan oral. Prevensi dengan melakukan vaksinasi sabin (oral), salk (injeksi) 4. Influenza

Infeksi pada saluran nafas mudah menular dan ineksi sekunder bacterial. Transmisi melalui preinhalasi 5. Rubella Gejala mirip dengan measles yang di sertai pembesaran kelenjar limfe di leher. Sifat virus : pantropisme (menyerang ketiga germinal layer janin) sehingga dapat menyebabkan cacat bawaan bila menyerang wanita hamil. Prevensi dengan vaksinani (MMR = Mumps Measles Rubella) 6. Mumps (parotitis epidemica, gondong) Sangat menular dengan preinhalasi. Gejalanya adalah demam dan pembengkakan kelenjar ludah parotis. Dan pada laki-laki dapat menyebabkan orkhitis dan sterilitas (mandul). Prevensi : vaksinasi 7. Dengue Ditularkan oleh Aedes aegypti yang tergolong Arbovirus. Gejala yang sering terjadi demam bifasik dan ruam kulit (+/-). Bila terjadi infeksi untuk yang kedua kalinya, gejala akan lebih berat dan berkembang menjadi demam berdarah dengue dan pada tahap akhir akan terjadi sindrom syok dengue. Temaun Diagnosa lab berupa serologi kenaikan titer antibodi spesifik . Prevensi dengan kontrol vector karena vaksinasi belum ada 8. Yellow fever (demam kuning) Ditularkan oleh Aedes aegypti .Gejala yang sering terjadi demam dan gangguan ginjal & hepar (ikterus dan gagal ginjal). Temuan diagnosa lab serologis kenaikan titer antibodi spesifik. Prevensi dengan cara kontrol vektor, vaksinasi (galur 17 D).

9. Rabies (hidrofobia) Merupakan zoonosis, terutama anjing. Manusia terkena secara insidental akibat gigitan hewan. Masa inkubasi tergantung pada lokasi gigitan. Gejalanya demam, sakit kepala, gelisah, depresi, gangguan syaraf & kesadaran; angka kematian sangat tinggi. Pada sel otak daerah hippocampus: Negri bodies yang khas. Perhatikan bila ada penderita digigit anjing. Prevensi yang imunisasi pasif (serum imun) dan imunisasi aktif; pada hewan dan manusia 10. Hepatitis (radang hati) Virus penyebabnya adalah virus hepatitis A s/d F. Merupakan keradangan pada sel hepar dengan segala akibatnya. Ikterus dapat (+) atau (-). Hepatitis B & C berkaitan dengan sirosis dan kanker hati

Transmisi: bervariasi (fekal oral, langsung, perinjeksi/jarum suntik, vertikal) Therapi: simptomatis, interferon (pada hepatitis B & C) 11. AIDS Disebabkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus), Menyerang sel limfosit TCD4 sehingga gejala terjadi karena penurunan sistem kekebalan tubuh, mudah terkena infeksi oportunistik. Masa inkubasi sangat panjang. Transmisi dengan kontak langsung, per injeksi, transfusi, vertical. Ada high risk groups. Diagnosa lab temuan serologis, deteksi Ag virus, identifikasi mikroba oportunistik, hematologi (rasio sel T). Prevensi dengan cegah kontak langsung.

B. Helmintology Helminth berarti cacing, baik yang parasitic mau pun yang free living (hidup bebas) termasuk dalam golongan Metazoa (binatang bersel banyak) yang dilengkapi dengan jaringan ikat dan organ organ yang berasal dari ectoderm, endoderm dan mesoderm. Termasuk Metazoa adalah phylum-phylum : 1. Nematoda (cacing gelang) 2. Platyhelminthes (cacing pipih) 3. Annelida (lintah) Tanda-Tanda Umum Cacing adalah : 1. Multiselluler 2. Bilateral symetri 3. Mempunyai tiga lapis germ (tripoblastic metazoa)

Cacing-cacing yang penting untuk manusia dibagi menjadi dua kelompok besar : Helminth

Phylum Nemathelminthes Class Nematoda :

Phylum Platyhelminthes Class: - Cestoda - Trematoda

- silindris, panjang - tidak bersegmen - sex: terpisah,jantan dan betina - saluran pencernaan lengkap - Mempunyai rongga tubuh (body cavity)

- pipih,seperti daun, atau pita, atau bersegmen - pada umumnya hermaphrodite - saluran pencernaan tidak lengkap - tidak mempunyai rongga tubuh.

1. Phylum Nemathelminthes Klas Nematoda b. Tanda-Tanda Umum 1) Nematoda adalah cacing yang tidak bersegmen tanpa tonjolan-tonjolan. berbentuk panjang, silindris atau filiform, kedua ujungnya meruncing 2) Tubuh tertutup oleh cuticula 3) Ukuran bervariasi antara kurang dari 5 mm. sampai 1 m. 4) Mempunyai rongga tubuh, di dalamnya terapung saluran pencernaan dan sistem reproduksi.Tractus excretorius dan Tractus nervosusnya rudiment. 5) Saluran pencernaan lengkap terdiri dari mulut, rongga mulut, oesophagus, intestine dansubterminal anus. Bila mempunyai rongga mulut kadang-kadang terdapat gigi atau cuting plate. 6) Jenis kelaminnya terpisah, jantan dan betina. Yang jantan pada umumnya lebih lecil daripada yangbetina, ujung posterior melengkung ke ventral. c. Sistem Reproduksi Alat kelamin jantan berbentuk tabung panjang yang berkelok- kelok terdiri dari testis, vas deferens, seminal vesicle dan ejaculatory duct. Ujung akhir alat kelamin jantan bersama ujung akhir intestine bermuara ke dalam cloaca. Alat bantu populasi dapat berbentuk spiculae dan gubernaculum. Alat kelamin betina yang berbentuk tabung, dapat single atau double, tdd. ovary, oviduct, seminal receptacle, uterus, vagina dan vulva (=female genital pore) yang terdapat di tengah-2 tubuh atau dekat mulut. Bila alat kelamin betina double (terdiri dari 2 tabung), maka kedua uterus akan bergabung menjadi vagina kemudian berakhir dengan vulva. Nematoda betina dapat dibagi menjadi : 2) Ovipar : Cacing betina bertelur a) Telur yang dikeluarkan belum bersegmen (unsegmented egg) : Ascaris, Trichuris. b) Telur yang dikeluarkan sudah bersegmen : Ancylostoma. c) Telur yang dikeluarkan berisi larva : Enterobius 3) Vivipar : Cacing melahirkan larva Dracunculus, Wuchereria, Brugia , Trichinella

4) Ovovivipar:Telur yang dikeluarkan telah berisi larva dan langsung menetas : Strongyloides. d. Mode of infection (cara penularan) 1) Per oral : a) Telur yang telah berisi embryo mengkontaminasi makanan dan minuman : Ascaris Enterobius Trichuris b) Embryo yang sedang tumbuh di dalam intermediate host (cyclops): Dracunculus c) Embryo dalam kista (encysted embryo) di dalam daging babi : - Trichinella 2) Per cutan (menembus kulit) 3) Serangga pengisap darah : - Filarioidea 4) Perinhalasi (saluran nafas) : 5) Debu yang mengandung telur yang telah berisi embryo Ascaris lumbricoides Enterobius vermicularis

e. Pembagian Nematoda 1) Berdasarkan habitat cacing dewasa. a) Usus : - Usus halus: - Ascaris lumbricoides - Ancylostoma duodenale - Necator americanus - Strongyloides stercoralis - Trichinella spiralis - Capillaria philippinensis. - Caecum dan Appendix: - Enterobius vermicularis - Trichuris trichiura 2) Somatic (dalam jaringan dan organ-organ) a) Lymphatic system: - Wuchereria bancrofti - Brugia malayi - Brugia timori 3) Jaringan subcutan: - Loa-loa

- Onchocerca volvulus - Dracunculus medinensis 5) Paru : - Strongyloides stercoralis

6) Mesenterium: - Acanthocheilonema perstans - Mansonella ozzardi 7) Conjungtiva : - Loa-loa

2. SOIL TRANSMITTED HELMINTH Soil Transmitted Helminth adalah golongan cacing usus (Nematoda Usus) dimana dalam perkembangannya/penularannya membutuhkan tanah untuk menjadi bentuk infektif. Yang termasuk dalam golongan ini adalah : a. Ascaris lumbricoides (usus halus) b. Ancylostoma duodenale (usus halus) c. Necator americanus (usus halus) d. Strongyloides stercoralis (usus halus) e. Trichuris trichiura (usus besar) f. Ascaris lumbricoides (usus halus)

a. Ascaris Lumbricoides 1) Nama Umum 2) Habitat 3) Morfologi : Cacing dewasa mirip cacing tanah dan merupakan nematoda terbesar yang menginfektir manusia. Ukuran yang jantan 10-30 cm, betina 22-35 cm dengan kulit yang rata dan bergaris halus, berwarna coklat atau merah muda/pucat. Ujung bagian depan lebih ramping dibandingkan dengan ujung belakang. Cacing jantan ujung belakang melengkung kedepan dan mempunyai spikulum. Mulutnya mempunyai 3 buah bibir. : Cacing gelang : Usus halus manusia

Gambar Ascaris limbricoides betina

Gambar Ascaris lumbricoides jantan

4) Siklus Hidup :

Manusia adalah satu-satunya hospes definitif. Tahap-tahap dari siklus hidup cacing ini adalah : a) Telur yang terdapat pada tinja. Merupakan telur yang fertil dan tak bersegmen (unsegmented ovum). Tidak infektif. b) Pertumbuhan telur ditanah sampai menjadi telur infektif butuh waktu kurang lebih 3 minggu, dan lebih optimal ditanah yang teduh, berlumpur, dan bersuhu 25o C, Unsegmented ovum berkembang menjadi larva, telur berisi larva. Telur yang berisi larva ini infektif.

c) Telur tertelan, menetas dalam lumen usus, dan larva keluar, dibagian atas usus halus. d) Migrasi larva ke paru-paru (Lung migration). Larva yang baru menetas menembus dinding usus halus, sampai ke vena porta, ke jantung kanan, ke paru dan berhenti serta tumbuh dan mengalami moulting 2 kali dalam alveoli paru. Migrasi ini berlangsung selama 10-15 hari. e) Dari alveoli bermigrasi menuju bronkhus, pharynx, larynx dan akhirnya ikut tertelan masuk ke dalam lambung dan f) Di usus halus ; setelah moulting satu kali lagi, cacing tumbuh menjadi dewasa dan setelah jantan dan betina kawin, betina sudah dapat menghasilkan telur kurang lebih 2 bulan sejak infeksi pertama. Periode ini disebut dengan periode Pre-patent.

b. Hook Worms (Cacing Tambang) 1) Species yang dapat hidup di Manusia:


1. Necator americanus 2. Ancylostoma duodenale 3. Ancylostoma braziliensis 4. Ancylostoma caninum 5. Ancylostoma ceylanicum 6. Ancylostoma malayanum 2) Penyakitnya Disebut Necatoriasis Ancylostomiasis Uncinariasis Hookworm infection

3) Habitat: Usus halus (duodenum, jejunum) 4) Morphology

Gambar anterior necator americanus

Bentuk langsing, silindris Ukuran jantan : 7-9 mm panjang, 0,3 mm diameter.Ukuran betina : 9-11 mm panjang, 0,4 mm diameter.

Dalam keadaan istirahat/relaxsasi bagian anterior tubuhnya melengkung berlawanan dengan lengkungan tubuh sehingga menyerupai huruf "S".

Pada buccal cavity (rongga mulut) mempunyai gigi yang berbentuk semilunar memiliki 2 pasang "cutting plates" :
o sepasang diventral agak besar o sepasang didorsal agak lebih kecil.

betina: tak mempunyai caudal spine jantan: punya bursa copulatrix pada ujung posterior tubuhnya yang digunakan untuk memegang cacing betina pada waktu copulasi. Didalam bursa terdapat spiculae yang homolog dengan penis.

5) Siklus hidup

a) Telur yang keluar bersama faeces tidak infektif, biasanya berisi blastomere. b) Perkembangan di tanah : c) Perkembangan telur di atas tanah dipengaruhi oleh beberapa keadaan. Keadaan yang optimal untuk pertumbuhan telur adalah ditanah yang lembab, gembur, berpasir,

teduh dan hangat. Di sini telur akan menetas dan keluar larva stadium I (rhabditoid larva) yang panjangnya kurang lebih 0,25-0,30 milimeter, stadium yang aktif makan bahan-bahan organik dan bakteri di sekitarnya. Bentuk dari rhabditiform larva ini dapat dikenal dari buccal cavity yang terbuka dan panjang. d) Inokulasi dan penetrasi melalui kulit ke jaringan. Bila selama periode infektif (filariform larva) terjadi kontak dengan kulit manusia, maka filariform larva akan menembus kulit dan masuk ke jaringan secara aktif. Biasanya yang sering adalah kulit inter digiti melalui follicle rambut, atau epidermis yang mengelupas, penetrasi ke lapisan di bawahnya, sampai ke lapisan corium dan lapisan subcutan sampai ke venulae biasanya mati dan diphagositosis. e) Migrasi dari filariform larva. Larva yang berhasil mencapai peredaran darah melalui venulae/pembuluh lymphe, dengan mengikuti peredaran darah vena sampai ke jantung kanan, paru-paru mengalami lung migration dan kembali tertelan masuk ke dalam usus dan kemudian mengadakan moulting lagi yang ke 3. f) Tiba di habitat. Setelah sampai di usus halus larva melepaskan kulitnya lalu melekatkan diri pada mucosa/vili usus, tumbuh dan mengadakan deferensiasi sexuil sampai menjadi dewasa dan terbentuk mulut yang sempurna. Waktu yang dibutuhkan meulai infeksi melalui kulit sampai cacing dewasa betina menghasilkan telur kurang lebih 5 minggu atau lebih. Infeksi juga bisa terjadi melalui mulut dimana filariform larva tertelan dan langsung sampai ke usus dan tumbuh menjadi dewasa tanpa melalui lung migration.

c. Strongyloides Strcoralis 1) Penyakitnya disebut 2) Morphology : strongyloidiasis/ strongyloidosis

Gambar

free

living adult male S. stercoralis

3) Habitat

Generasi parasitik hidup dalam usus halus manusia terutama di duodenum dan juejunum. Yang betina hidup dalam mucosa dan yang jantan dalam lumen usus. 4) Siklus hidup

a) Indirect development (pertumbuhan tak langsung) Berdasarkan atas pertumbuhan bentuk bebas (free living) di atas tanah dan baru mengadakan perubahan menjadi bentuk parasitik bila keadaan tak memungkinkan lagi untuk hidup bebas (rhabditoid larva- dewasa- telur- rhabditoid larva - dewasa dan seterusnya). b) Direct development : Terjadi dalam tubuh manusia, yang dimulai dari masuknya filariform larva ke dalam tubuh manusia yang siklusnya sesuai dengan siklus hidup hidup cacing tambang. Filariform larva yang masuk menembus kulit akan mengikuti aliran darah dan sampai di paru-paru (lung migration) dan seterusnya seperti cacing tambang dan akan menjadi dewasa di dalam usushalus. Baik bentuk yang parasitik mau pun yang free living setelah kawin dan yang betina menghasilkan telur, telur tersebut dengan segera menetas menjadi rhabditiform larva dalam beberapa jam sehingga jarang kita temukan telurnya dalam faeces penderita. Larva akan dikeluarkan bersama faeces ke dunia luar untuk mengikuti kehidupan yang free living atau parasitik lagi bila keadaan tersebut tak memungkinkan.

c) Auto infection :Dalam keadaan tertentu mungkin terjadi pembentukan filariform larva dalam lumen usus, sehingga terjadi autoinfection secara internal dimana filariform larva menemukan dinding usus atau pun melalui perianal dari penderita yang sama. Pada auto-infection dapat terjadi reinfeksi yang persistent atau hyper-infeksi.

d. Thricuris trichiura / Trichocephalus tricchura ( Cacing cambuk ) 1) Penyakitnya 2) Morphology : : Trichuriasis / Trichocephaliasis

Berbentuk seperti cambuk dengan 2/5 bagian posterior tubuhnya tebal seperti tangkai cambuk dan 3/5 bagian anterior yang kecil seperti rambut. Cacing jantan panjangnya + 3-4 centimeter dengan ujung posterior yang melengkung ke ventral dan mempunyai spikula dan sheath yang retraktil. Cacing betina lebih panjang daripada yang jantan; berukuran 3,5-5 centimeter dengan ujung posterior yang tumpul dan membulat. Baik jantan maupun betinya mempunyai oesophagus yang ramping, sepanjang + 3/5 bagian anterior tubuhnya. Bentuk oesophagus khas dan disebut dengan type"stichosoma oesophagus" 3) Habitat :

Cacing dewasanya hidup dalam lumen usus besar manusia terutama caecum dan appendix. Ditempat habitatnya ia menancapkan mulutnya pada dinding usus.

4) Siklus hidup

Manusia adalah satu-satunya hospes bagi Trichuris trichiura. Telur yang keluar bersama faeces penderita biasanya masih unembryonated. Kondisi yang paling sesuai untuk pertumbuhan telur ialah di atas tanah yang hangat dan teduh dan basah/lembab. Pertumbuhan menjadi telur yang infektif membutuhkan waktu 15-21 hari, dimana akan dapat ditemui telur yang berisi larva stadium III yang melingkar didalam telur. Dibandingkan dengan telur Ascaris, Telur Trichuris kurang resistant terhadap kekeringan dan panas, dan biasanya tak dapat tumbuh menjadi stadium infektif bila berada di atas lumpur kering atau abu dan tak tahan bila terkena sinar matahari langsung. Manusia terkena infeksi apabila termakan olehnya telur yang infektif. Dinding telur akan pecah di dalam usus halus dan larvanya keluar melalui kripte usus halus kemudian menuju ke caecum. Larva ini akan tumbuh menjadi dewasa dan melekat pada dinding usus besar, appendix (caecum dan colon sampai ke rectum),

sebagai habitatnya dalam waktu 10-12 minggu tanpa melalui lung migration. Telurtelur sudah dapat ditemukan dalam faeces manusia yang terinfektif ini dalam waktu 10minggu setelah masuknya telur (periode prepatent).

3 NON SOIL TRANSMITTED Non soil transmitted helminth adalah golongan cacing yang didalam siklus hidup dan cara penularannya tidak " mutlak " membutuhkan tanah. Cacing yang termasuk dalam golongan ini, dan berpengaruh terhadap kesehatan manusia adalah : a. Enterobius vermicularis b. Gnathostoma spinigerum c. Trichinella spiralis d. Capillaria philippinensis e. Angiostrongylus cantonensis

a. Enterobius vermicularis 1) Penyakit 2) Morphology : Oxyuris, Infeksi cacing kremi - Enterobiasis

Gambar enteroba veniculus betina 3) Habitat Cacing dewasa hidup dalam caecum, dan bagian dari usus besar dan usus halus yang berdekatan dengan caecum. Cacing ini menempel pada mucosa usus dan kadangkadang pada sub-mucosa. 4) Siklus hidup

Definitive host : manusia (manusia merupakan satu-satunya host dari Enterobius vermicularis). Intermediate host: tidak diperlukan. Cacing betina yang gravid, pada malam hari bermigrasi ke daerah perianal tempat telurtelurnya dikeluarkan dalam kelompok-kelompok yang disebabkan oleh kontraksi uterus dan vagina karena rangsangan suhu yang berbeda dan lingkungan udara. Telur jarang dikeluarkan dalam rongga usus. Telur yang diletakkan didaerah perianal dalam waktu 4 - 6 jam menjadi infektif. Infeksi terjadi bila telur yang infektif tertelan oleh manusia. Bila telur tertelan oleh manusia maka dinding telur akan dicerna oleh ensim pencernaan, sehingga larva keluar (menetas) dalam usus halus. Ia akan tetap dalam usus halus sampai menjadi dewasa muda (adolescence). Setelah sexualy mature, cacing jantan dan betina mengadakan kopulasi. Yang jantan akan segera mati, sedang yang betina setelah gravid, akan mengadakan migrasi dari usus halus menuju keusus besar (caecum,colon, appendix), sampai saatnya bertelur dimana ia akan menuju ke daerah perianal, perineal (pada malam hari) untuk meletakkan telur-telurnya. Siklus hidup mulai dari telur tertelan sampai menjadi cacing betina hamil bermigrasi ke perianal berlangsung selama 2-4 minggu.

b. Trichinela spiralis ( Cacing Trichina ) 1) Penyakit 2) Morphology : Trichinosis, Trichinelliasis atau Trichinellosis

Gambar larva Trichinela spiralis di otot Jantan : - Panjang 1,4 - 1,6 milimeter diameter 0,04 mm - Bagian anterior lebih ramping dan berisi stichosome oesophagus. - Ujung posterior lebih tumpul dan mempunyai 2 conical papillae. - Cacing jantan jarang dapat ditemukan karena biasanya mati sesudah kopulasi. Betina : - Panjang 3-4 milimeter, diameter 0,06 milimeter - Bagian anterior lebih ramping dibandingposterior. - Vulva terletak 1/5 bagian anterior tubuh. - Betina yang gravid nampak mengandung larva dalam uterusnya. - Cacing betina berumur lebih panjang daripada yang jantan (5-7 minggu). 3) Habitat :

Cacing dewasanya hidup parasitik pada mukosa usus halus (duodenum/jejunum) atau menembus kripta-kripta usus dari definitif hostnya (babi, tikus, manusia). Larva yang dikeluarkan cacing betina setelah kopulasi, dapat ditemukan berada dalam otot bergaris dan membentuk kista.

4) Siklus hidup

Daging yg mengandung kista berisi larva di masukkan host A

Daging di makan oleh Host B, siklus akan berlanjut

Dalam lambung kista pecah larva keluar menuju duodenum dan tumbuh menjadi deawasa dalam mukosa duodenum kurang ebih 2 hari

Larva membentuk kista dalam otot bergaris

Larva ikut aliran darah fertilisasi sampai ke otot

Cacing jantan mati, cacing betina melahirkan larva menembus dinding usus

c. Capillaria Philippinensis 1) Penyakit 2) Morphology Jantan: : Intestinal Capillariasis : - Panjang 1,5-3,9 mm, diameter 23-24 um. -Bagian posterior mempunyai tonjolan kulit ke arah lateral. - Mempunyai spicula tertutup sheat yang panjang. Betina: 3) Habitat 4) Siklus hidup Mempunyai Intermediate host ikan air tawar. Manusia merupakan natural host satu-satunya. Pada percobaan di Laboratorium Gerbil, Kera dan Burung dapat bertindak sebagai Definitif host. Telur dikeluarkan bersama-sama faeces, biasanya masih belum berisi embryo, masuk ke dalam air, 1-2 minggu kemudian telur sudah infektive. Telur tersebut dimakan ikan (intermediate host), telur menetas keluar larva. Bila definitive host makan ikan yang mengandung larva tersebut maka larva menuju ke usus kecil dan menjadi dewasa (generasi I). Cacing dewasa melakukan copulasi dan akhirnya melahirkan larva, setelah hari ke 22 larva menjadi dewasa (generasi II). Bentuk dewasa generasi II ini melakukan copulasi kemudian bertelur. Telurnya dikeluarkan bersama-sama tinja. Seluruh siklus hidup memerlukan waktu 7-8 minggu. - Panjang 2,3 - 5,3 mm, diameter 29-47 um :

Jejunum, pada infeksi yang berat dapat sampai ke usus besar.

DAFTAR PUSTAKA (Otto, Shirley E.Buku saku keperawatan onkologi / Shirley E. Otto :alih bahasa Jane Freyana Budi ; editor edisi bahasa Indonesia, Eny Meiliya. Jakarta : EGC, 2003)

You might also like