You are on page 1of 29

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA FISIKA



PERCOBAAN I
PENENTUAN KERAPATAN DAN BOBOT JENIS



NAMA : ASRAR RAHMAN S
NIM : H311 10 910
KELOMPOK/REGU : EMPAT/VIII (DELAPAN)
HARI, TANGGAL PERCOBAAN : KAMIS, 20 SEPTEMBER 2012
ASISTEN : MUH. YUSUF

















LABORATORIUM KIMIA FISIKA
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
BAB I

PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang
Keadaan bahan secara keseluruhan secara mudah dapat dibagi menjadi zat
padat dan fluida. Zat padat cenderung tegar dan mempertahankan bentuknya,
sedangkan fluida tidak mempertahankan bentuknya tetapi mengalir. Fluida meliputi
cairan yang mengalir di bawah pengaruh gravitasi sampai menempati daerah
terendah.
Fluida yang berbeda secara umum mempunyai sifat yang berbeda pula, begitu
pun dengan beberapa zat kimia juga memiliki sifat-sifat khas yang berbeda. Dari sifat
inilah kita dapat mengidentifikasi zat kimia tersebut. Sifat-sifat tersebut dapat dibagi
dalam beberapa bagian, salah satunya yaitu sifat ekstensif dan sifat intensif. Sifat
ekstensif adalah suatu sifat yang besarnya tergantung pada jumlah bahan yang
sedang diselidiki. Massa dan volume merupakan contoh dari sifat ekstensif ini.
Sedangkan sifat intensif adalah suatu sifat yang tergantung pada jumlah bahan
tersebut. Salah satu contoh dari sifat intensif yaitu kerapatan.
Kerapatan merupakan rasio massa suatu senyawa dengan volumenya. Bila
kerapatan suatu senyawa lebih besar daripada kerapatan air, maka senyawa tersebut
akan tenggelam dalam air. Namun, apabila kerapatannya lebih kecil maka senyawa
tersebut akan mengapung di atas air. Perbedaan kerapatan suatu zat terkadang dapat
pula dilihat dari kemampuannya untuk bercampur.
Kerapatan merupakan defenisi lama dari bobot jenis. Bobot jenis menurut
defenisi baru yaitu perbandingan antara bobot sejumlah volume zat dengan bobot
sejumlah volume air pada suhu tertentu. Kerapatan dan bobot jenis setiap bahan
berbeda-beda. Untuk menentukan kerapatan dan bobot jenis dapat dilakukan dengan
berbagai cara, salah satunya dengan menggunakan neraca Westphal dan piknometer.
Oleh karena itu berdasarkan teori ini, maka dilaksanakanlah percobaan
penentuan kerapatan dan bobot jenis dengan menggunakan neraca Westphal dan
piknometer.

1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

1.2.1 Maksud Percobaan
Maksud percobaan ini yaitu untuk mengetahui dan mempelajari cara
penentuan kerapatan dan bobot jenis zat dengan menggunakan beberapa metode
pengukuran.

1.2.2 Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan ini yaitu untuk menentukan kerapatan dan bobot jenis dari
akuades, metanol dan gliserol 10 % dengan menggunakan neraca Westphal dan
piknometer.

1.3 Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan ini yaitu mengukur dan menghitung kerapatan dan bobot
jenis beberapa zat yaitu akuades, metanol, dan gliserol 10 % dengan menggunakan
neraca Westphal dan piknometer lalu membandingkannya dengan nilai kerapatan dan
bobot jenis secara teori.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Spesifik gravitasi, juga disebut kepadatan relatif, rasio kepadatan suatu zat
dengan zat standar. Standar yang biasa untuk perbandingan padatan dan cairan
adalah air pada 4 C (39,2 F), yang memiliki kepadatan 1.000 kg/liter
(62,4 pon/kaki kubik). Gas biasanya dibandingkan dengan udara kering, yang
memiliki kerapatan 1,29 g/liter di bawah apa yang disebut kondisi standar (0 C dan
tekanan atmosfer 1). Sebagai contoh, merkuri cair memiliki kerapatan 13,6 kg/liter,
sehingga berat jenis adalah 13,6. Gas karbon dioksida, yang memiliki kerapatan
1,976 g per liter dalam kondisi standar, memiliki berat jenis 1,53. Karena itu adalah
rasio dari dua kuantitas yang memiliki dimensi yang sama (massa per satuan volume)
(Indrayana, 2010).
Defenisi Bobot Jenis dan Rapat Jenis
Bobot jenis suatu zat adalah perbandingan antara bobot zat disbanding
dengan volume zat pada suhu tetentu (Biasanya 25
o
C). Sedangkan rapat jenis adalah
perbandingan antara bobot jenis suatu zat dengan bobot jenis air pada suhu tertentu
(biasanya dinyatakan sebagai 25
o
/25
o
, 25
o
/4
o
, 4
o
/4
o
). Untuk bidang farmasi, biasanya
25
o
/25
o
. Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat terhadap air volume yang sama
ditimbang di udara pada suhu yang sama (Rgmaisyah, 2009).
Menurut defenisi, rapat jenis adalah perbandingan yang dinyatakan dalam
desimal, dari berat suatu zat terhadap berat dari standar dalam volume yang sama
kedua zat mempunyai temperature yang sama atau temperature yang telah diketahui.
Air digunakan untuk standar untuk zat cair dan padat, hydrogen atau udara untuk gas.
Dalam farmasi, perhitungan bobot jenis terutama menyangkut cairan, zat padat dan
air merupakan pilihan yang tepat untuk digunakan sebagai standar karena mudah
didapat dan mudah dimurnikan (Rgmaisyah, 2009).
Pada 4
o
C, kepadatan air adalah 1 g dalam satu sentimeter kubik. Karena USP
menetapkan 1 ml dapat dianggap equivalent dengan 1 cc, dalam farmasi, berat 1 g air
dianggap 1 mL (Rgmaisyah, 2009).
Bobot jenis adalah konstanta/tetapan bahan tergantung pasa suhu untuk tubuh
padat, cair dan bentuk gas yang homogen. Didefenisikan sebagai hubungan dari
massa (m) suatu bahan terhadap volume (v). Angka bobot jenis menggambarkan
suatu angka hubngan tanpa dimensi, yang ditarik dari bobot jenis air pada
4
o
C ( = 1,000 graml
-1
) (Rgmaisyah, 2009).
Bobot jenis relatif dari farmakope-farmakope adalah sebaliknya suatu besaran
ditarik dari bobot dan menggambarkan hubungan berat dengan bagian volume yang
sama dari zat yang diteliti dengan air, keduanya diukur dalam udara dan pada 20
0
C
(Rgmaisyah, 2009).
Penentuan Bobot Jenis dan Rapat jenis
Penentuan bobot jenis berlangsung dengan piknometer, Areometer,
timbangan hidrostatik (timbangan Mohr-Westphal) dan cara manometris. Ada
beberapa alat untuk mengukur bobot jenis dan rapat jenis, yaitu menggunakan
piknometer, neraca hidrostatis (neraca air), neraca Reimann, beraca Mohr Westphal
(Rgmaisyah, 2009).
Penentuan bobot jenis zat cair dapat dilakukan dengan beberapa cara,
diantaranya yaitu dengan menggunakan metode piknometer. Pinsip metode ini
didasarkan atas penentuan massa cairan dan penentuan rungan yang ditempati cairan
ini. Ruang piknometer dilakukan dengan menimbang air. Menurut peraturan apotek,
harus digunakan piknometer yang sudah ditera, dengan isi ruang dalam ml dan suhu
tetentu (20
o
C). Ketelitian metode piknometer akan bertambah sampai suatu optimum
tertentu dengan bertambahnya volume piknometer. Optimun ini terletak sekitar isi
ruang 30 mL. Ada dua tipe piknometer, yaitu tipe botol dengan tipe pipet
(Rgmaisyah, 2009).
Metode lain yang bias digunakan yaitu dengan menggunakan Neraca Mohr
Westphal dipakai untuk mengukur bobot jenis zat cair. Terdiri atas tua dengan 10
buah lekuk untuk menggantungkan anting, pada ujung lekuk yang ke 10 tergantung
sebuah benda celup C terbuat dari gelas (kaca) pejal (tidak berongga), ada yang
dalam benda celup dilengkapi dengan sebuah thermometer kecil untuk mengetahui
susu cairan yang diukur massa jenisnya, neraca seimbang jika ujum jarum D tepat
pada jarum T (Rgmaisyah, 2009).
Kemudian selain dari pada metode piknometer dan Wesphalt, cara
selanjutnya yang biasa digunakan yaitu densimeter, dimana densimeter ini
merupakan alat untuk mengukur massa jenis (densitas) zat cair secara langsung.
Angka-angka yang tertera pada tangkai berskala secara langsung menyatakan massa
jenis zat cair yang permukaannya tepat pada angka yang tertera (Rgmaisyah, 2009).
Setiap penelitian, nilai numeris atau kuantitatif lebih diutamakan daripada
pernyataan kualitatif. Sejak dahulu orang sudah menemukan pengukuran yang
dinyatakan secara kuantitatif dengan satuan-satuan yang sesuai. Kebanyakan orang
telah melakukan pengukuran massa, panjang, dan waktu yang merupakan sifat-sifat
dasar dari para ilmuan. Tentu saja, ketepatan pengukuran-pengukuran ini dan satuan-
satuannya sudah mengalami banyak perubahan dari tahun ke tahun (Petrucci, 1999).
Kerapatan diperoleh dengan membagi massa suatu objek dengan volumenya.
Suatu sifat yang besarnya bergantung pada jumlah bahan yang sedang diselidiki
disebut sifat ekstensif. Baik massa maupun volume adalah sifat-sifat ekstensif. Suatu
sifat yang tidak tergantung pada jumlah bahan adalah sifat intensif. Kerapatan yang
merupakan perbandingan antara massa dan volume, adalah sifat intensif. Sifat-sifat
intensif umumnya dipilih oleh para ilmuwan untuk pekerjaan ilmiah karena tidak
bergantung pada jumlah bahan yang sedang diteliti (Petrucci, 1999).
Kerapatan (densitas) adalah rasio massa benda dengan volume yang ditempati
oleh objek tersebut. Satuan-satuan densitas yang paling sering ditemui dalam kimia
adalah gram per sentimeter kubik (g/cm
3
) untuk padatan, gram per mililiter (g/mL)
untuk cairan, dan gram per liter (g/L) untuk gas. Penggunaan satuan ini untuk
menghindari masalah nilai densitas yang sangat kecil atau sangat besar
(Munson dkk., 2004).
Kerapatan padatan dan cairan sering dibandingkan dengan kerapatan air. Ada
yang kurang padat (lebih ringan) daripada air, sehingga mengapung di atas air.
Sedangkan sesuatu yang lebih padat (lebih berat) daripada air, maka akan tenggelam.
Setiap gas (lebih ringan) akan naik di udara dan sesuatu yang lebih padat (lebih
berat) akan tenggelam di udara. Untuk menghitung kerapatan objek, kita harus
membuat dua ukuran, yaitu menyangkut penentuan massa benda dan menyangkut
penentuan volume (Munson dkk., 2004).
Dalam praktik, bobot jenis ditentukan dengan cara membandingkan bobot zat
pada volume tertentu dengan bobot air pada volume yang sama pada suhu kamar
yaitu (t
o
C) sehingga bobot jenis menurut defenisi lama diberikan nama lain yaitu
kerapatan atau densitas (d) yang didefinisikan sebagai (Taba dkk., 2012) :

d =


Dalam industri kimia, pengukuran gravitas spesifik dinyatakan dalam
bilanganbilangan tertentu seperti (Taba dkk., 2012) :
1. Dalam industri soda digunakan derajat Twadel (
o
Tw)
2. Dalam industri asam sulfat digunakan derajat Baume (
o
Be)
o
Be = 130 -
q
S
140
(bila S
t
g
larutan > S
t
g
air)
o
Be =
q
S
145
- 130 (bila S
t
g
larutan < S
t
g
air)
3. Dalam industri minyak digunakan derajat API (
o
API)
o
API =
q
S
141
- 131,5
4. Dalam industri gula digunakan derajat Brix (
o
Brix)
o
Brix =
q
S
400
- 400

Penting bahwa dalam pengukuran yang dilakukan oleh para ilmuwan selalu
memperhatikan ketepatan dan ketelitian. Meskipun istilah ketepatan dan ketelitian
digunakan agak bergantian dalam diskusi non-ilmiah. Ini jelas memiliki arti yang
berbeda dalam ilmu pengetahuan. Presisi mengacu pada seberapa dekat beberapa
pengukuran dari kuantitas yang satu dengan yang lain. Akurasi mengacu pada
seberapa dekat sebuah pengukuran ke nilai yang sebenarnya (Stoker, 1993).
Berdasarkan teori yang ada, akuades dinyatakan memiliki kerapatan sebesar
1,0000 g.cm
-3
(Taba dkk., 2012).
bobot sejumlah volume suatu zat pada suhu t
o
C
bobot sejumlah volume air pada suhu 4
o
C
Bukan hanya kerapatan akuades yang telah diketahui. Akan tetapi gliserol
juga dapat diketahui kerapatannya. Berdasarkan teori yang ada, gliserol memiliki
kerapatan sebesar 1,2617 g.cm
-3
(Butar-Butar, 2011).
Selain dari pada akuades dan gliserol, berdasarkan teori yang ada, metanol
juga dapat diketahui kerapatannya, yakni sebesar 0,81 g.cm
-3
(Atkins, 1994).


































BAB III

METODE PERCOBAAN



3.1 Bahan Percobaan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah akuades, metanol, gliserol
10 %, dan tissue roll.

3.2 Alat Percobaan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah neraca Westphal,
piknometer 25 mL, neraca analitik, gelas kimia 600 mL, gelas kimia 250 mL, gelas
kimia 100 mL, termometer 110
o
C, pipet tetes, pinset, dan gelas ukur.

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Neraca Westphal
Neraca Westphal dirangkai, kemudian neraca diatur sedemikian rupa hingga
berada dalam keadaan setimbang. Gelas ukur diisi dengan akuades sampai mencapai
batas skala atas. Suhu akuades diukur menggunakan termometer dan dicatat.
Penyelam dimasukkan ke dalam gelas ukur berisi akuades sedalam kurang lebih
2 cm dari permukaan cairan. Anting-anting kemudian diletakkan pada skala lengan
tunggal mulai dari anting terbesar hingga anting yang terkecil sehingga neraca
Westphal setimbang. Dibaca skala pada anting mulai dari anting yang terbesar
sampai anting yang terkecil. Penyelam dan gelas ukur dibersihkan lalu dikeringkan
dengan kertas tissue. Prosedur tersebut diulangi dengan mengganti akuades dengan
metanol kemudian gliserol 10 %.


3.3.2 Piknometer
Piknometer disiapkan kemudian dibersihkan dan dikeringkan. Kemudian
piknometer yang dalam keadaan kosong ditimbang untuk diketahui berapa gram
berat kosong dari piknometer tersebut dengan menggunakan neraca analitik. Setelah
itu akuades dimasukkan ke dalam piknometer hingga batas ukur, akuades tersebut
diukur sunhunya sbelum ditimbang, kemudian piknometer ditutup. Dinding luar
piknometer dikeringkan dengan kertas tissue lalu ditimbang dengan menggunakan
neraca analitik. Diukur dan dicatat suhu akuades. Hasil pengamatan dicatat.
Dilakukan prosedur yang serupa dengan menggunakan metanol kemudian gliserol
10 %. Setiap pergantian sampel, piknometer dibersihkan dan dikeringkan.

























BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1 Hasil Pengamatan
Tabel 1. Penentuan kerapatan dan bobot jenis dengan menggunakan neraca Westphal
No. Nama Contoh
Pembacaan skala Suhu (
o
C) Bobot Jenis
Anti
ng
I

Anti
ng
III

Anti
ng
IV

1 Akuades 8 2 - 30 0,802
2 metanol 6 3 4 31 0,6304
3 Gliserol 10 % 8 1 2 31 0,8012

Tabel 2. Penentuan kerapatan dan bobot jenis dengan menggunakan piknometer
No. Nama Contoh
Bobot (gram)
Suhu
(
o
C)
Piknometer
Kosong
Piknometer
+ Contoh
Contoh
1 Akuades 18,9162 43,8365 24,9203 31
2 Metanol 18,9162 40,1188 21,2026 30
3 Gliserol 10 % 18,9162 44,5593 25,6431 30
4.2 Perhitungan

4.2.1 Neraca Westphal
a. Akuades
Skala anting yang digunakan:
Skala anting I = 8 => 8 x 0,1 = 0,8
Skala anting III = 2 => 2 x 0,01 =0,002
S
t
g
= 0,8 + 0,002 = 0,802

(30
o
C) = 0,9957 g.cm
-3

d

= S

x d

(30
o
C)
= 0,802 x 0,9957 g.cm
-3

= 0,7986 g.cm
-3

b. Metanol
Skala anting yang digunakan:
Skala anting I = 6 => 6 x 0,1 = 0,6
Skala anting III = 3 => 3 x 0.001 = 0.003
Skala anting IV = 4 => 4 x 0.0001 = 0,0004
S
t
g
= 0,6 + 0,003 + 0,0004 = 0,6034

(31
o
C) = 0,9953 g.cm
-3

d

= S

x d

(31
o
C)
= 0,6034 x 0,9953 g.cm
-3

= 0,6006 g.cm
-3
c. Gliserol 10 %
Skala anting yang digunakan:
Skala anting I = 8 => 8 x 0,1 = 0,8
Skala anting III = 1 => 1 x 0,001 = 0,001
Skala anting IV = 2 => 2 x 0,0001 = 0,0002
S
t
g
= 0,8 + 0,001 + 0,0002 = 0,8012

(31
o
C) = 0,9953 g.cm
-3

d

= S

x d

(31
o
C)
= 0,8012 x 0,9953 g.cm
-3

= 0,7974 g.cm
-3


4.2.2 Piknometer
a. Akuades
Bobot piknometer + akuades = 43,8365 gram
Bobot piknometer kosong = 18,9162 gram
Bobot akuades = 24,9203 gram
S

=
bobot akuades
bobot akuades

=
g
g

= 1,0000
d

(31
o
C) = 0,9953 g.cm
-3

d

= S

x d

(31
o
C)
= 1,0000 x 0,9953 g.cm
-3

= 0,9953 g.cm
-3
b. Metanol
Bobot piknometer + metanol = 40,1188 gram
Bobot piknometer kosong = 18,9162 gram
Bobot metanol = 21,2026 gram
S

=
bobot metanol
bobot akuades

=
21,2026 g
18,9162 g

= 1,1209
d

(30
o
C) = 0,9956 g.cm
-3

d

= S

x d

(30
o
C)
= 1,1209 x 0,9957 g.cm
-3

= 1,1160 g.cm
-3


c. Gliserol 10 %
Bobot piknometer + gliserol 10 % = 44,5593 gram
Bobot piknometer kosong = 18,9162 gram
Bobot gliserol 10 % = 25,6431 gram
S

=
bobot gliserol 10
bobot akuades

=
g
18,9162 g

= 1,3556
d

(30
o
C) = 0,9957 g.cm
-3

d

= S

x d

(30
o
C)
= 1,3556 x 0,9957 g.cm
-3

= 1,3498 g.cm
-3




4.3 Pembahasan
Kerapatan adalah perbandingan antara bobot sejumlah volume zat pada suhu
tertentu dengan bobot sejumlah volume air pada suhu 4
o
C. Bobot jenis merupakan
perbandingan antara bobot sejumlah volume zat tersebut dengan bobot sejumlah
volume akuades dalam suhu tertentu. Kerapatan memiliki dimensi yaitu M.L
-3
,

sedangkan bobot jenis tidak.
Pada percobaan ini, penentuan kerapatan dan bobot jenis dilakukan melalui
dua metode pengukuran, yaitu pengukuran dengan menggunakan neraca Westphal
dan piknometer. Sampel yang digunakan ialah akuades, metanol, dan gliserol 10 %.
Pada percobaan pengukuran dengan menggunakan neraca Westphal, alat
terlebih dahulu dirangkai dan diatur sedemikian rupa hingga neraca Westphal dalam
keadaan setimbang. Pengaturan kesetimbangan neraca ini dilakukan sebelum sampel
dimasukkan ke dalam gelas ukur dan tanpa adanya anting pada lengan neraca. Hal ini
bertujuan agar saat melakukan pengukuran bobot jenis suatu sampel, maka hasil
yang didapat sesuai dengan nilai bobot jenis yang sebenarnya.
Setiap pengukuran bobot jenis sampel dalam percobaan ini, suhu setiap
sampel diukur dan dicatat agar dapat memperoleh nilai

pada kondisi tersebut


sehingga dapat digunakan untuk menentukan kerapatan sampel tersebut.
Pada percobaan ini digunakan anting I, III, dan IV dengan perbandingan
massa anting secara berurutan adalah 0,1 : 0,001 : 0,0001 gram. Setiap penggantian
sampel, maka gelas ukur, termometer, dan penyelam harus dibersihkan dan
dikeringkan menggunakan kertas tissue, agar tidak ada pengaruh dari sampel
sebelumnya terhadap hasil yang diperoleh.
Pada percobaan pengukuran menggunakan piknometer, sebelum piknometer
ditimbang dengan menggunakan neraca analitik, piknometer harus dalam keadaan
bersih dan kering hingga tidak ada satu tetes airpun pada piknometer agar diperoleh
bobot kosong piknometer, sebab satu tetes air dapat mempengaruhi bobot alat.
Selama pengisian sampel ke dalam piknometer harus dipastikan tidak ada
gelembung udara sedikitpun di dalam piknometer sebelum ditimbang, sebab ini akan
mengurangi bobot jenis dari sampel. Pengukuran suhu setiap sampel juga diperlukan
pada percobaan ini. Hal ini bertujuan agar diketahui berapa kerapatan air pada suhu
tersebut yang akan digunakan dalam menghitung kerapatan sampel. Setelah sampel
dimasukkan ke dalam piknometer, maka dinding luar piknometer harus dikeringkan
agar tidak mempengaruhi hasil saat penimbangan nanti. Hal yang harus diperhatikan
dalam percobaan ini ialah setiap penggantian sampel, maka piknometer dibersihkan
dan dibilas dengan sampel yang akan dimasukkan selanjutnya agar hasil yang
diperoleh tidak dipengaruhi oleh sampel sebelumnya. Untuk sampel yang mudah
menguap, maka pengukuran/penimbangan harus segera dilakukan sebab sampel akan
terus menguap di dalam piknometer.
Dari percobaan yang telah dilakukan, dengan menggunakan neraca Westphal,
diperoleh hasil sebagai berikut: akuades memiliki kerapatan 0,7986 g.cm
-3
pada suhu
30
o
C dan bobot jenis 0,802; metanol memiliki kerapatan 0,6006 g.cm
-3
pada suhu 31
o
C dan bobot jenis 0,6034; dan gliserol 10 % memiliki kerapatan 0,7974 g.cm
-3
pada
suhu 31
o
C dan bobot jenis 0,8012. Sedangkan dengan menggunakan piknometer,
diperoleh hasil sebagai berikut: akuades memiliki kerapatan 0,9953 g.cm
-3
pada suhu
31
o
C dan bobot jenis 1,0000; metanol memiliki kerapatan 1,1168 g.cm
-3
pada suhu
30
o
C dan bobot jenis 1,1208 ; dan gliserol 10 % memiliki kerapatan 1,3556 g.cm
-3
pada suhu 30
o
C dan bobot jenis 1,3498.
Sedangkan jika dibandingkan dengan teori, akuades memiliki kerapatan
sebesar 1,0000 g.cm
-3
(Taba dkk., 2012), gliserol memiliki kerapatan sebesar
1,2617 g.cm
-3
(Butar-Butar, 2011), dan metanol memiliki kerapatan sebesar
0,81 g.cm
-3
(Atkins, 1994). Dari hasil percobaan dibandingkan dengan teori (nilai
sebenarnya) terdapat perbedaan yang disebabkan karena perbedaan tekanan ataupun
suhu saat pengukuran pada berbagai wilayah tertentu yang menjadi lokasi
dilakukannya pengukuran. Perbedaan ini mungkin juga dipengaruhi oleh penggunaan
alat yang kurang memadai ataupun tidak sesuai dengan prosedur.




























BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN



5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan percobaan maka dapat ditarik kesimpulan, dengan metode
neraca Wesphal, diperoleh hasil sebagai berikut: akuades memiliki kerapatan
0,7986 g.cm
-3
pada suhu 30
o
C dan bobot jenis 0,802; metanol memiliki kerapatan
0,6006 g.cm
-3
pada suhu 31
o
C dan bobot jenis 0,6034; dan gliserol 10 % memiliki
kerapatan 0,7974 g.cm
-3
pada suhu 31
o
C dan bobot jenis 0,8012. Sedangkan dengan
menggunakan piknometer, diperoleh hasil sebagai berikut: akuades memiliki
kerapatan 0,9953 g.cm
-3
pada suhu 31
o
C dan bobot jenis 1,0000; metanol memiliki
kerapatan 1,1168 g.cm
-3
pada suhu 30
o
C dan bobot jenis 1,1208 ; dan gliserol 10 %
memiliki kerapatan 1,3556 g.cm
-3
pada suhu 30
o
C dan bobot jenis 1,3498.

5.2 Saran
Saran untuk percobaan ini sebaiknya untuk percobaan selanjutnya dilakukan
variasi pengukuran penentuan kerapatan dan bobot jenis dengan menggunakan mtode
yang lain misalnya dengan menggunakan aerometer atau dengan sampel yang lebih
banyak lagi. Selain itu, sebaiknya perlu adanya perbaikan dan penambahan alat-alat
laboratorium yang dibutuhkan dalam percobaan misalnya penambahan anting II pada
neraca Westphal.
Saran untuk laboratorium ialah sebaiknya lebih diperhatikan kondisi dan
kelayakan alat agar percobaan yang dilaksanakan dapat berjalan lancar dan sesuai
yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA



Atkins, P.W., 1994, Kimia Fisika, edisi keempat, jilid pertama, diterjemahkan oleh
Irma I. Kartohadiprodjo, Erlangga, Jakarta.

Butar-Butar, A.M., 2011, Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Gliserol dari Crude
Palm Oil (CPO) dan Air dengan Kapasitas 60.000 Ton/Tahun (Online),
(http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/30979, diakses pada tanggal 21
September 2012 pukul 04.27 WITA).

Indrayana, 2010, Physical Chemistry Density and Specific Gravity Solution (Online),
(http://subscribe.com/2010/01/13/physical-chemistry-density-specific-gravity-
solution.html, diakses pada tanggal 21 September 2012 pukul 04.21 WITA.

Munson, B.R., Young, D.F., dan Okiishi, T.H., 2002, Mekanika Fluida, edisi
keempat, jilid pertama, diterjemahkan oleh Harinaldi dan Budiarso, Erlangga,
Jakarta.

Petrucci, R.H., 1999, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern, edisi keempat, jilid
pertama, diterjemahkan oleh Suminar Achmadi, Erlangga, Jakarta.

Rgmaisyah, 2009, Bobot Jenis dan Rapat Jenis (Online), (http:// rgmaisyah.
wordpress.com/2009/04/25/bobot-jenis-dan-rapat-jenis.html, diakses pada
tanggal 21 September 2012 pukul 04.39 WITA)

Stoker, H.S., 1993, Introduction to Chemical Principles, edisi keempat, Macmillan
Publishing Company, New York.

Taba, P., Zakir, M., Kasim, A.H., dan Fauziah, S., 2012, Penuntun Praktikum Kimia
Fisika, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Hasanuddin, Makassar.















Lampiran 1. Bagan kerja

A. Penentuan Kerapatan dan Bobot Jenis dengan Menggunakan Neraca
Westphal


- Neraca Westphal diatur hingga setimbang.
- Dimasukkan ke dalam gelas ukur sampai batas atas skala.
- Diukur suhunya menggunakan termometer kemudian dicatat.
- Dimasukkan penyelam pada neraca Westphal ke dalam gelas ukur yang
berisi akuades tersebut.
- Lengan neraca diatur sedemikian rupa sehingga penyelam lebih kurang
2 cm dari permukaan cairan.
- Anting-anting diletakkan pada skala lengan tunggal hingga neraca
Westphal setimbang.
- Angka skala yang ada anting-antinya dibaca, dimulai dari anting terbesar
hingga yang terkecil.
- Akuades kemudian diganti dengan metanol kemudian gliserol 10 %
untuk menentukan bobot jenisnya (sebelum diisi contoh, gelas ukur dan
penyelam dibersihkan dan dikeringkan dengan kertas tissue).







Akuades
Data
B. Penentuan Kerapatan dan Bobot Jenis dengan Menggunakan Piknometer


- Diisi ke dalam piknometer sampai penuh kemudian diimpitkan (ditutup).
Piknometer kosong yang digunakan sebelumnya telah ditimbang dengan
menggunakan neraca analitik.
- Dinding luar piknometer dikeringkan.
- Piknometer yang berisi akuades ditimbang dan dicatat bobotnya.
- Diukur dan dicatat suhu akuades.
- Akuades diganti dengan metanol lalu gliserol 10 % yang akan ditentukan
bobot jenisnya (sebelumnya, setiap penggantian sampel, piknometer
dibersihkan dan dikeringkan).





Akuades

Data
Lampiran 2. Gambar neraca Westphal dan piknometer

2.a Neraca Westphal









Keterangan :
1. Dasar statif, berfungsi sebagai dasar neraca.
2. Tiang statif, berfungsi untuk menyesuaikan tinggi neraca terhadap wadah
yang diukur bobot jenisnya.
3. Penyeimbang, berfungsi untuk menyeimbangkan neraca.
4. Lengan neraca, sebagai tempat anting sehingga neraca seimbang.
5. Anting, berfungsi sebagai penentu skala bobot jenis.
6. Gelas ukur, berfungsi sebagai wadah cairan yang akan diukur bobot
jenisnya.
7. Penyelam, berfungsi sebagai alat pengukur bobot jenis yang dibaca
berdasarkan kesetimbangan lengan neraca.


2.b Piknometer




Keterangan
A : Lubang penutup piknomter yang berfungsi sebagai tempat keluarx cairan
pada saat dimasukkan termometer
B : Tutup piknometer yang disertai dengan termometer, berfungsi untuk
menutup piknometer dan mengukur suhu cairan dalam piknometer.
C : Tabung ukur, berfungsi sebagai wadah cairan yangakan ditentukan
bobot jenisnya.
D : Pipa kapiler, berfungsi untuk mengeluarkan kelebihan cairan dan
mencegahterbentuknya gelembung udara dalam tabung ukur.















a
b
c
d
LEMBAR PENGESAHAN







































Makassar, 19 Desember 2012
Asisten




MUH. YUSUF
NIM. H311 06 006
Praktikan




ASRAR RAHMAN S
NIM. H311 10 910
Lampiran 4. Tabel Densitas Bahan Percobaan
a. Tablel Densitas Akuades
Density of Water (g/cm
3
) at Temperatures from 0C (liquid state) to
30.9C by 0.1C inc.

0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
0 0.999841 0.999847 0.999854 0.999860 0.999866 0.999872 0.999878 0.999884 0.999889 0.999895
1 0.999900 0.999905 0.999909 0.999914 0.999918 0.999923 0.999927 0.999930 0.999934 0.999938
2 0.999941 0.999944 0.999947 0.999950 0.999953 0.999955 0.999958 0.999960 0.999962 0.999964
3 0.999965 0.999967 0.999968 0.999969 0.999970 0.999971 0.999972 0.999972 0.999973 0.999973
4 0.999973 0.999973 0.999973 0.999972 0.999972 0.999972 0.999970 0.999969 0.999968 0.999966
5 0.999965 0.999963 0.999961 0.999959 0.999957 0.999955 0.999952 0.999950 0.999947 0.999944
6 0.999941 0.999938 0.999935 0.999931 0.999927 0.999924 0.999920 0.999916 0.999911 0.999907
7 0.999902 0.999898 0.999893 0.999888 0.999883 0.999877 0.999872 0.999866 0.999861 0.999855
8 0.999849 0.999843 0.999837 0.999830 0.999824 0.999817 0.999810 0.999803 0.999796 0.999789
9 0.999781 0.999774 0.999766 0.999758 0.999751 0.999742 0.999734 0.999726 0.999717 0.999709
10 0.999700 0.999691 0.999682 0.999673 0.999664 0.999654 0.999645 0.999635 0.999625 0.999615
11 0.999605 0.999595 0.999585 0.999574 0.999564 0.999553 0.999542 0.999531 0.999520 0.999509
12 0.999498 0.999486 0.999475 0.999463 0.999451 0.999439 0.999427 0.999415 0.999402 0.999390
13 0.999377 0.999364 0.999352 0.999339 0.999326 0.999312 0.999299 0.999285 0.999272 0.999258
14 0.999244 0.999230 0.999216 0.999202 0.999188 0.999173 0.999159 0.999144 0.999129 0.999114
15 0.999099 0.999084 0.999069 0.999054 0.999038 0.999023 0.999007 0.998991 0.998975 0.998959
16 0.998943 0.998926 0.998910 0.998893 0.998877 0.998860 0.998843 0.998826 0.998809 0.998792
17 0.998774 0.998757 0.998739 0.998722 0.998704 0.998686 0.998668 0.998650 0.998632 0.998613
18 0.998595 0.998576 0.998558 0.998539 0.998520 0.998501 0.998482 0.998463 0.998444 0.998424
19 0.998405 0.998385 0.998365 0.998345 0.998325 0.998305 0.998285 0.998265 0.998244 0.998224
20 0.998203 0.998183 0.998162 0.998141 0.998120 0.998099 0.998078 0.998056 0.998035 0.998013
21 0.997992 0.997970 0.997948 0.997926 0.997904 0.997882 0.997860 0.997837 0.997815 0.997792
22 0.997770 0.997747 0.997724 0.997701 0.997678 0.997655 0.997632 0.997608 0.997585 0.997561
23 0.997538 0.997514 0.997490 0.997466 0.997442 0.997418 0.997394 0.997369 0.997345 0.997320
24 0.997296 0.997271 0.997246 0.997221 0.997196 0.997171 0.997146 0.997120 0.997095 0.997069
25 0.997044 0.997018 0.996992 0.996967 0.996941 0.996914 0.996888 0.996862 0.996836 0.996809
26 0.996783 0.996756 0.996729 0.996703 0.996676 0.996649 0.996621 0.996594 0.996567 0.996540
27 0.996512 0.996485 0.996457 0.996429 0.996401 0.996373 0.996345 0.996317 0.996289 0.996261
28 0.996232 0.996204 0.996175 0.996147 0.996118 0.996089 0.996060 0.996031 0.996002 0.995973
29 0.995944 0.995914 0.995885 0.995855 0.995826 0.995796 0.995766 0.995736 0.995706 0.995676
30 0.995646 0.995616 0.995586 0.995555 0.995525 0.995494 0.995464 0.995433 0.995402 0.995371
31 0.995340 0.995309 0.995278 0.995247 0.995216 0.995185 0.995154 0.995122 0.995090 0.995058
32 0.995026 0.994994 0.994962 0.994930 0.994898 0.994866 0.994834 0.994801 0.994768 0.994735

0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

b. Tabel Densitas Metanol
Variation in methanol density with temperature (0,2 degree increments
celcius scale



c. Table Densitas Glicerol 10 %

You might also like