You are on page 1of 20

REFERAT

GANGGUAN PANIK
Dipresentasikan pada tanggal: April 2011

Oleh: Johannes 04.45420.00210.09 Nur Anisah 05.48831.00232.09 Umar Jasalim 06.55363.00306.09 Nur Yuni A 06.55379.00322.09

Pembimbing:

dr. Dalidjo, Sp.Kj


Lab/SMF KESEHATAN JIWA Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman RSKD Atma Husada Mahakam Samarinda 2011

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat dengan judul Gangguan Panik. Referat ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Jiwa di RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda. Penulis menyadari bahwa Referat ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Dalidjo, Sp.KJ atas waktu dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama penulis menjalani kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Jiwa. Penulis menyadari bahwa penulisan Referat ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan Referat ini. Akhirnya semoga referat ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Penulis 2011

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... DAFTAR ISI ........................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................

1 2 3 3 3 3 7 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... A. Pengertian ............................................................................................... B. Patofisiologi ............................................................................................. C. Jenis-Jenis Gerakan involunter................................................................ 1. Tremor ...............................................................................................

2. Khorea ............................................................................................... 12 3. Atetosis.............................................................................................. 13 4. Hemibalismus .................................................................................... 13 5. Tic ..................................................................................................... 15 6. Mioklonus .......................................................................................... 15 7. Distonia ............................................................................................. 16 BAB III KESIMPULAN .......................................................................................... 19 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 20

BAB I PENDAHULUAN

Gangguan panik merupakan gangguan yang lebih sering dijumpai akhirakhir ini. Dari penelitian diketahui bahwa di Negara-negara Barat, gangguan panik dialami oleh lebih kurang 1,7 % dari populasi orang dewasa. Angka kejadian sepanjang hidup gangguan panik dilaporkan 1,5% sampai 5 %, sedangkan serangan panik dilaporkan sebanyak 3 % sampai 5.6%. di Indonesia belum dilakukan studi epidemiologi yang dapat menggambarkan berapa jumlah individu yang mengalami gangguan panik, namun para professional merasakan adanya peningkatan jumlah kasus yang datang minta pertolongan. P

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3

A. PENGERTIAN Gerakan involunter merupakan gerakan yang tidak sesuai dengan kemauan, tidak diketehendaki, dan tidak bertujuan. B. PATOFISIOLOGI Suatu fungsi motorik yang sempuma pada otot rangka memerlukan kerjasama yang terpadu antara sistem piramidal (P) dan ekstrapiramidal (EP). Sistem piramidal terutama untuk gerakan volunter sedang sistem

ekstrapiramidal menentukan landasan untuk dapat terlaksananya suatu gerakan volunter yang terampil dan mahir. Dengan kata lain, sistem ekstrapiramidal mengadakan persiapan bagi setiap gerakan volunter berupa pengolahan, pengaturan dan pengendalian impuls motorik yang menyangkut tonus otot dan sikap tubuh yang sesuai dengan gerakan yang akan diwujudkan. Sistem ekstrapiramidal terdiri atas: 1. Inti-inti korteks serebri area 4S, 6 & 8; 2. Inti-inti subkortikal ganglia basalis yang meliputi inti kaudatus, putamen, globus palidus, substansi nigra, korpus subtalamikum dan inti talamus ventrolateralis; 3. Inti ruber dan formasio retikularis batang otak dan 4. Serebelum. Inti-inti tersebut saling berhubungan melalui jalur jalur khusus yang membentuk tiga lintasan lingkaran (sirkuit).

Sedangkan sistem piramidal, dari korteks serebri area 4 melalui jalur-jalur kortikobulbar dan kortikospinal (lintasan piramidal) menuju Ice "lower motor neuron (LMN). Untuk mengetahui mekanisme terjadinya gerakan involunter, terlebih dahulu dijelaskan pengertian perihal jalannya impuls motorik yang digunakan 'untuk mempersiapkan dan membangkitkan gerakan volunter. Impuls motor dan ekstrapiramidal sebelum diteruskan kae LMN akan mengalami

pengolahan di berbagai inti ganglia basalis dan korteks serebelum sehingga telah siap sebagai impuls motorik/pengendali bagi setiap gerakan yang akin

diwujudkan impuls motoric P. Keduanya merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam membangkitkan setiap gerakan volunter yang sempuma. Ada 3 jalur sirkuit untuk pengolahan impuls motorik tersebut: 1) Sirkuit pertama Lingkaran yang disusun oleh jaras jaras penghubung berbagai inti melewati korteks piramidalis (area 4 ) , area 6, oliva inferior, inti inti pontis, korteks serebelli, nucleus dentatus, nucleus rubber, nucleus ventrolateralis talami, korteks pyramidalis & ekstrapiramidalis. Peranan sirkuit ini memberikan FEEDBACK kepada korteks piramidalis & ekstrapiramidalis yang berasal dari korteks serebellum. Gangguan feedback lintasan ini timbul : Ataksia Dismetria Tremor sewaktu gerakan volunteer berlangsung.

2). Sirkuit kedua

Menghubungkan korteks area 4S

& area 6 dengan korteks motorik

piramidalis & ekstrapiramidalis melalui substansia nigra, globus pallidus, nucleus ventrolateralis talami. Tujuan pengelolaan impuls piramidalis & ekstrapiramidalis untuk mengadakan INHIBISI terhadap korteks piramidalis & ekstrapiramidakis, agar gerakan volunteer yang bangkit memiliki ketangkasan yang sesuai. Gangguan pada substansia nigra menimbulkan: Tremor sewaktu istrahat Gejala-gejala motorik lain Sering ditemukan pada sindroma Parkinson

3)Sirkuit ketiga Merupakan lintasan bagi impuls yang dicetuskan di area 8 & area 4S untuk diolah secara berturut-turut oleh nucleus kaudatus, globus palidus & nucleus ventrolateralis talami. Hasil pengolahan ini dengan dicetuskan impuls oleh nucleus ventrolateralis talami yang dipancarkannya ke korteks piramidalis & ekstrapiramidalis (area 6). Impuls terakhir ini melakukan tugas INHIBISI. sebagian impuls ini disampaikan oleh globus pallidus kepada nucleus Luysii.

Bila area 4S & 6 tidak dikelola oleh impuls tersebut maka timbul gerakan involunter (gerakan spontan yang tidak dapat dikendalikan) seperti Khorea dan Atetosis .Keduanya akibat lesi di nucleus kaudatus & globus pallidus. Balismus akibat lesi di Nukleus Luysii.

C. JENIS-JENIS GERAKAN INVOLUNTER 1. Tremor Tremor adalah gerakan osilatorik (repetitif dalam suatu ekuilibrium) ritmis yang involunter, dihasilkan oleh otot-otot yang kerjanya berlawanan satu sama lain (resiprokal). Keterlibatan otot agonis dan antagonis membedakan tremor dari klonus (klonik). Secara umum tremor dibagi menjadi tremor normal (fisiologis) dan tremor abnormal (patologis).

a) Tremor fisiologis merupakan fenomena normal yang dapat terjadi dalam keadaan terjaga atau selama fase tertentu selama tidur. Frekuensinya berkisar 8-13 Hz (10 Hz), dan lebih rendah pada orang tua dan anak-anak. Tremor ini dihasilkan oleh getaran pasif akibat aktivitas mekanik jantung (balistocardiogram). Sifat tremor sangat halus dan tidak dapat dilihat secara kasat mata. Tremor fisiologis dapat ditingkatkan oleh kondisi emosi (takut, cemas) dan latihan fisik.

b) Tremor patologis (secara klinis kadang disebut tremor saja) memiliki ciri: disebabkan oleh hal-hal yang bersifat patologis, paling sering melibatkan otot-otot distal ekstremitas (khususnya jari dan telapak tangan), lalu otototot proksimal, kepala, lidah, rahang dan korda vokalis. Frekuensiya 4-7 Hz. Dengan bantuan EMG, tremor patologis dapat diklasifikasikan berdasarkan kekerapannya, hubungan dengan postur dan gerakan volunter, pola bacaan EMG pada otot yang bekerja berlawanan, serta respons terhadap pemberian obat tertentu.

Tremor Postural dan Aksi (Postural and Action tremor) Tremor Postural dan Aksi (kedua istilah ini sering dipertukarkan) terjadi ketika tubuh dan ekstremitas dipelihara (dipertahankan) dalam posisi tertentu terutama untuk menjaga postural dan melawan gravitasi (misal: merentangkan kedua lengan di depan dada). Karena untuk mempertahankan posisi tersebut dibutuhkan kerja sejumlah otot ekstensor. Tremor ini dapat muncul pada gerakan aktif dan meningkat apabila kebutuhan gerakan semakin tinggi. Tremor menghilang apabila ekstremitas direlaksasi namun muncul kembali bila otot yang bekerja diaktifkan. Karakteristik tremor postural/aksi yakni adanya ledakan ritmis pada neuron motorik yang terjadi tidak secara sinkron dan simultan pada otot yang berlawanan, tidak seimbang dalam hal kekuatan dan periodenya. Tremor postural/aksi ini terbagi lagi menjadi beberapa tipe:

Tremor fisiologis yang meningkat (enhanced physiological tremor). Frekuensi sama dengan tremor fisiologis (10 Hz) dengan amplitudo lebih besar. Timbul apabila dalam keadaan takut, cemas (ansietas), gangguan metabolik (hipertiroid, hiperkortisol, hipoglikemik), feokromositoma, latihan fisik berlebih, penarikan alkohol/sedatif lainnya, efek toksik lithium, asam nikotinat, xantin (kopi, teh, aminofilin, cola), dan kortikosteroid. Bersifat transien dan dapat dipicul oleh injeksi epinefrin atau obat -adrenergik (isoproterenol). Diduga akibat aktifitas reseptor adrenergik tremorgenik

Tremor pada alkoholik. Tremor ini terjadi pada penarikan alkohol dan obat sedatif (benzodiazepin, barbiturat) setelah penggunaan yg cukup lama.

Tremor esensial/familial. Ini adalah tremor tersering, frekuensi 4-8 Hz dengan amplitudo bervariasi dan tidak berhubungan dengan masalah neurologis (esensial). Tremor ini sering muncul pada anggota keluarga tertentu, mengisyaratkan adanya karakteristik familial. Muncul pada usia akhir dekade kedua (walaupun juga dapat muncul sejak anak-anak).

Seiring bertambahnya usia, frekuensi tremor berkurang namun amplitudo meningkat. Tremor terjadi pada lengan secara simetris, kepala, dan (jarang) rahang, bibir, lidah dan laring. Seperti yang lainnya, tremor ini dipengaruhi oleh emosi, aktifitas fisik dan kelelahan. Penyebab tremor esensial belum diketahui, diduga cerebelum berperan melalui jaras kortiko-talamo-cerebellar.

Tremor polineuropatik, tremor ini terjadi pada pasien dengan kelainan demielinisasi dan polineuropati paraproteinemik. Karakteristik berupa tremor esensial kasar dan memburuk jika pasien diminta memegang dengan jarinya. Namun tidak seperti tremor organik lainnya, tremor ini berkurang jika diberikan beban pada ekstremitas yang terkena.

Tremor Parkinson Merupakan tremor kasar dengan frekuensi 3-5 Hz, pada EMG terlihat ledakan aktifitas yang berganti-gantian (alternating) otot-otot yang bekerja berlawanan.Tremor pada awalnya hanya mengenai otot-otot distal asimetris. Pada penyakit Parkinson, tremor mungkin hanya satu-satunya gejala (tanpa disertai akinesia, rigiditas, dan mask-like facies), walaupun tremor dapat juga muncul belakangan setelah gejala lainnya. Ciri khas tremor terjadi pada salah satu/kedua lengan bawah dan sangat jarang pada kaki, rahang, bibir dan lidah, terjadi jika lengan dalam sikap istirahat (resting tremors) dan menghilang sejenak pada saat pindah sikap atau lengan ditopang dengan mantap. Bentuk dari tremor Parkinson ini adalah fleksi-ekstensi, abduksi-adduksi jari tangan, pronasi-supinasi lengan bawah. Pada kaki terjadi gerakan fleksiekstensi lutut, pada rahang berupa gerakan membuka-menutup, pada kelopak terjadi gerakan berkedip-kedip dan pada lidah berupa gerakan keluar-masuk.

Tremor Intention (Ataxic) Tremor Intention merupakan tremor yang timbul ketika pasien melakukan gerakan aktif, tertuju, dan presisi/fine (misalnya, menyentuh ujung

hidung dengan jari telunjuk). Ciri khas tremor intention adalah tremor semakin jelas pada saat mendekati target yang dituju. Disebut ataxic karena disertai oleh ataxia cerebellar. Tremor menghilang pada saat tungkai tidak bekerja atau pada saat fase inisiasi memulai gerakan. Frekuensi 2-4 Hz. Penyebab tremor ini adalah kelainan pada cerebelum (lesi di nukleus interpositus, nukleus dentatus) dan koneksinya, terutama pada pedunkulus cerebelar superior. Tremor lainnya: Tremor Palatal merupakan merupakan gerakan involunter, cepat dan ritmis

daripada palatum mole. Ada dua jenis tremor palatal: tremor palatal essensial dan tremor palatal simtomatis. Pada tremor palatal essensial terjadi aktivasi dari m. Tensor veli palatini tanpa ada penyebab patologis, menimbulkan bunyi klik dan berkurang pada saat tidur. Sedangkan tremor palatal simtomatis melibatkan m. Levator veli palatini dan terdapat lesi batang otak yang mempengaruhi jaras dentata-olivari. Frekuensi: 26-420 kali permenit (tremor essensial) dan 107-164 kali permenit (tremor simtomatis). Tremor histerikal, terjadi pada pasien dengan gangguan histeria. Selain

tremor gejala lainnya: rasa berat di tungkai, kram, sulit bernapas, palpitasi, rasa tercekik, berteriak seperti kesakitan, penurunan kesadaran, dll. Penyebabnya adalah stress.

11

2. Khorea Kata khorea berasal dari Yunani yang berarti menari Chorea adalah gerakan di luar kesadaran yang cepat, menyentak, pendek dan berulang-ulang yang dimulai satu bagian tubuh dan bergerak dengan tiba-tiba, tak terduga, dan seringkali secara terus-menerus sampai bagian tubuh lainnya. Khorea biasanya melibatkan tangan, kaki, dan muka. Gerakan menyentak kelihatannya mengalir dari satu otot ke otot berikutnya dan mungkin kelihatannya seperti menari. Gerak-gerik mungkin bergabung secara tak terlihat

ke dalam perbuatan dengan tujuan atau semi-tujuan, kadang-kadang membuat chorea sukar untuk dikenali. Penyebabnya antara lain: penyakit Huntington, koera Sydenham (komplikasi demam reumatik), SLE, pil kontrasepsi oral, hiperviskositas, tirotoksis=kosis,dan sindrom antifosfolipid. Korea kadang terjadi pada usia lanjut tanpa alasan yang jelas dan terutama mengenai otot di dalam dan di sekitar mulut. Khorea ini juga bisa menyerang wanita hamil pada 3 bulan pertama kehamilannya, tetapi akan menghilang tanpa pengobatan segera setelah persalinan.

3. Atesosis Atetosis berasal dari Yunani yang berarti berubah. Pada atetose gerakan lebih lambat dan melibatkan otot bagian distal, namun cenderung menyebar ke proksimal. Atetosis banyak dijumpai pada penyakit yang melibatkan ganglia basal. Athetosis adalah aliran gerakan yang lambat, mengalir, menggeliat di luar kesadaran. Biasanya pada kaki dan tangan. Khorea dan atetosis bisa terjadi secara bersamaan, dan disebut koreoatetosis. Korea dan atetosis bukan merupakan penyakit, tetapi merupakan gejala yang bisa terjadi pada beberapa penyakit yang berbeda.

Seseorang yang mengalami korea dan atetosis memiliki kelainan pada ganglia basalisnya di otak. Penyakit yang seringkali menyebabkan korea dan atetosis adalah penyakit Huntington. 4. Hemibalismus Hemiballismus ialah sejenis chorea, biasanya menyebabkan gerakan melempar satu lengan di luar kemauan dengan keras. Hemiballismus mempengaruhi satu sisi badan. Lengan terkena lebih sering daripada kaki. Biasanya disebabkan oleh stroke yang mempengaruhi bidang kecil tepat di bawah basal ganglia yang disebut nukleus subthalamic. Hemiballismus untuk 13

sementara

mungkin

melumpuhkan

karena

ketika

penderita

mencoba

menggerakkan anggota badan, mungkin melayang secara tak terkendali. 5. Tic Tic adalah istilah Prancis yang sesuai dengan standar internasional. Tic merupakan suatu gerakan otot involunter yang berupa kontraksi otot setempat, sejenak namun berkal-kali dan kadang kala selalu serupa atau berbentuk majemuk. Menurut gerakan otot involunter yang timbul, penggolongan tic diberi tambahan sesuai dengan lokasi kontraksi otot stempat. Dengan demikian dikenal istilah tic facals, yang mengenai otot-otot wajah, otot orbikularis oris, dan tic orbikularis okuli. Dalam hal ini, otot yang berkontarksi secara involunter adalah otot orbikularis oris, orbikularis okuli dan zigomatikus mayor atau otot fasial lainnya. Penyebab tic belum diketahui, tic merupakan suatu gerakan yang terkoordinir , berulang dan melibatkan sekelompok otot dalam hubungan yang sinergistik.

6. Mioklonus Merupakan aktivasi sekelompok otot yang menyebabkan gerak singkat, eksplosif seperti tersengat listrik, sering mengenai seluruh ekstremitas. Sentakan mioklonus sekali terjadi bisa mengenai seluruh otot, seperti yang sering terjadi ketika kita mulai tertidur. Mioklonus juga bisa terbatas pada satu tangan, sekumpulan otot di lengan bagian atas atau tungkai atau bahkan pada sekelompok otot wajah. Penyebabnya banyak sekali seperti dari penyakit vascular, obat-obatan dan ganguan metabolic, dan penyakit neurodegenerative seperti enselopati spongioform.

7. Distonia Distonia adalah kelainan gerakan dimana kontraksi otot yang terus menerus menyebabkan gerakan berputar dan berulang atau menyebabkan sikap tubuh yang abnormal. Gerakan tersebut tidak disadari dan kadang menimbulkan nyeri, bisa mengenai satu otot, sekelompok otot (misalnya otot lengan, tungkai atau leher) atau seluruh tubuh. Pada beberapa penderita, gejala distonia muncul pada masa kanak-kanak (5-16 tahun), biasanya mengenai kaki atau tangan. Beberapa penderita lainnya baru menunjukkan gejala pada akhir masa remaja atau pada awal masa dewasa. Gejala awal adalah kemunduran dalam menulis (setelah menulis beberapa baris kalima), kram kaki dan kecenderunagn tertariknya satu kaki keatas atau kecenderungan menyeret kaki setelah berjalan atau berlari pada jarak tertentu. Leher berputar atau tertarik diluar kesadaran penderita, terutama ketika penderita merasa lelah. Gejala lainnya adalah tremor dan kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara. Gejala awalnya bisa sangat ringan dan baru dirasakan hanya setelah olah raga berat, stres atau karena lelah. Lama-lama gejalanya menjadi semakin jelas dan menyebar serta tak tertahankan. Berdasarkan bagian tubuh yang terkena: Distonia generalisata, mengenai sebagian besar atau seluruh tubuh Distonia fokal, terbatas pada bagian tubuh tertentu Distonia multifokal, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang tidak berhubungan. Distonia segmental, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang berdekatan. Hemidistonia, melibatkan lengan dan tungkai pada sisi tubuh yang sama, seringkali merupakan akibat dari stroke.

15

Beberapa pola distonia memiliki gejala yang khas: Distonia torsi, sebelumnya dikenal sebagai dystonia musculorum deformans atau DMD. Merupakan distonia generalisata yang jarang terjadi dan bisa diturunkan, biasanya berawal pada masa kanak-kanak dan bertambah buruk secara progresif. Penderita bisa mengalami cacat yang serius dan harus duduk dalam kursi roda. Tortikolis spasmodik atau tortikolis merupakan distonia fokal yang paling sering ditemukan. Menyerang otot-otot di leher yang mengendalikan posisi kepala, sehingga kepala berputar dan berpaling ke satu sisi. Selain itu, kepala bisa tertarik ke depan atau ke belakang.

Tortikolis bisa terjadi pada usia berapapun, meskipun sebagian besar penderita pertama kali mengalami gejalanya pada usia pertengahan. Seringkali mulai secara perlahan dan biasanya akan mencapai puncaknya. Sekitar 10-20% penderita mengalami remisi (periode bebas gejala) spontan, tetapi tidak berlangsung lama. Blefarospasme merupakan penutupan kelopak mata yang tidak disadari. Gejala awalnya bisa berupa hilangnya pengendalian terhadap pengedipan mata. Pada awalnya hanya menyerang satu mata, tetapi akhirnya kedua mata biasanya terkena. Kejang menyebabkan kelopak mata menutup total sehingga terjadi kebutaan fungsional, meskipun mata dan penglihatannya normal. Distonia kranial merupakan distonia yang mengenai otot-otot kepala, wajah dan leher. Distonia oromandibuler menyerang otot-otot rahang, bibir dan lidah. Rahang bisa terbuka atau tertutup dan penderita mengalami kesulitan berbicara dan menelan. Disfonia spasmodik melibatkanotot tenggorokan yang mengendalikan proses berbicara. Juga disebut disfonia spastik atau distonia laringeal, yang menyebabkan kesulitan dalam berbicara atau bernafas.

Sindroma Meige adalah gabungan dari blefarospasme dan distonia oromandibuler, kadang-kadang dengan disfonia spasmodik. Kram penulis merupakan distonia yang menyerang otot tangan dan kadang lengan bawah bagian depan, hanya terjadi selama tangan digunakan untuk menulis. Distonia yang sama juga disebut kram pemain piano dan kram musisi. Distonia doparesponsif merupakan distonia yang berhasil diatasi dengan obat-obatan. Salah satu variannya yang penting adalah distonia Segawa. Mulai timbul pada masa kanak-kanak atau remaja, berupa kesulitan dalam berjalan. Pada distonia Segawa, gejalanya turun-naik sepanjang hari, mulai dari kemampuan gerak di pagi hari menjadi ketidakmampuan di sore dan malam hari, juga setelah melakukan aktivitas.

17

BAB III KESIMPULAN


Gerakan involunter ialah suatu gerakan yang timbul spontan, tidak disadari, tidak bertujuan, tidak dapat diramalkan dan dikendalikan oleh kemauan sebagai akibat lesi pada ganglia basalis dan/atau serebelum.

Dikenal beberapa jenis gerakan involunter, antara lain tremor, korea,


atetosis, distonia dan hemibalismus bergantung pada lokasi lesi.

Kelainan ini bukan suatu penyakit dalam arti sebenarnya, tetapi hanya
manifestasi klinik sesuatu penyakit dengan gangguan ganglia basalis dan/atau serebelum.

Pengobatan bersifat konservatif atau pembedahan, bergantung jenis


gerakan involunter dan penyakit dasar.

KEPUSTAKAAN

Fahmi. Chorea, Athetosis, dan Hemiballismus. Universitas negeri malang; 2005. http://forum.um.ac.id/index.php?topic=6054.0 Grace et Borley. Surgery at Glance Third Edition. Erlangga. 2006 Houston H, Rowland L, Rowland R. Merrits Neurology. 10th ed. US: LWW; 2000. Isselbacher dkk. Harison Prinsip-prinsip umum Ilmu penyakit dalam.Volume 1. Edisi 13. EGC: 1999. Muttaqin, A. hal 62-63,Pengantar Asuhan keperawatan Klien dengan gangguan system persarafan. Salemba medika Prof.DR.dr.S.M.Lumbantobing.Neuorologi Mental.Jakarta : FKUI Rohkamm R. Color Atlas of Neurology. US: Thieme; 2004. p.62-3. Ropper A, Brown R. Adams and Victors Principles of Neurology. 8th ed. US: The McGraw-Hill Company; 2005. p.55-97 Santens P, Boon P, Van Roost D, Caemaert J. The Pathophysiology of motor symptoms in Parkinsons disease. Acta neurol. Belg. 2003 [103];12934 Klinik,Pemeriksaan Fisik dan

19

You might also like