You are on page 1of 5

qwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyui opasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfgh jklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvb TUGAS MATA KULIAH nmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwer METODE PENELITIAN tyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopas dfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzx cvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmq wertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuio pasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghj klzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbn

mqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwerty uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdf ghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxc vbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmrty uiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdf ghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjklzxc vbnmqwertyuiopasdfghjklzxcvbnmqw ertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuiop asdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfghjkl


PENERAPAN ACCRUAL BASIS ACCOUNTING DALAM AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK DIMAS ARYA PRADANA 9 C / 11 094060005137 D4 Akuntansi Reguler

PENERAPAN ACCRUAL BASIS ACCOUNTING DALAM AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

Sejak awal tahun 1980 mulai muncul wacana penggunaan accrual basis accounting dalam akuntansi sektor pemerintahan. Hal ini berarti akuntansi sektor pemerintahan harus bergerak lebih ke arah prinsip pencatatan akuntansi komersial yang diterapkan oleh sektor privat. Dalam beberapa tahun terakhir, akuntansi berbasis akrual telah digunakan oleh beberapa negara di dunia, seperti Australia, Selandia Baru, dan Inggris. Namun, beberapa negara lain,seperti Cina, Ghana, Malaysia, Belanda, dan Pakistan juga telah mengevaluasi dan mempertimbangkan penerapan akuntansi berbasis akrual dan mendapatkan kesimpulan bahwa penerapan basis akrual dalam akuntansi pemerintahan belum tepat untuk dilakukan, setidaknya dalam jangka pendek. Meskipun terdapat perbedaan yang nyata dalam hal core business antara sektor publik dan sektor swasta, namun penerapan accrual basis accounting dalam akuntansi sektor publik diyakini memiliki keunggulan dibandingkan dengan cash basis accounting. International Public Sector Accounting Standards Board (IFAC) memberikan kesimpulan tentang beberapa keuntungan dari penerapan basis akrual dalam akuntansi dan penyusunan laporan keuangan di sektor publik, yaitu: 1. Basis akrual dapat menunjukkan bagaimana pemerintah membiayai kegiatannya dan memenuhi kebutuhan kasnya. 2. Basis akrual memungkinkan pembaca laporan keuangan mengevaluasi kemampuan pemerintah untuk membiayai aktivitas-aktivitasnya dan untuk memenuhi kewajiban dan komitmen-komitmennya. 3. Akuntansi berbasis akrual menunjukkan posisi keuangan/kekayaan pemerintah dan perubahan atas posisi keuangan tersebut. 4. Memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk menunjukkan keberhasilan mengelola sumber daya yang dimiliki. 5. Berguna dalam melakukan evaluasi atas kinerja pemerintah melalui service cost, efisiensi, dan pencapaian kinerja.

Selain wacana accrual basis accounting tersebut, saat ini berkembang pula wacana pengakrualan di bidang budgeting. Terdapat perbedaan antara budgeting dan financial reporting. Budgets adalah rencana keuangan yang berorientasi masa depan untuk mengalokasikan sumber daya di antara alternatif penggunaan. Laporan keuangan menjelaskan hasil dari transaksi keuangan dan kegiatan sebuah organisasi dalam kaitannya dengan posisi keuangan dan kinerja pemerintah. Isu perubahan ke arah accrual budgeting saat ini dianggap penting mengingat perlunya perbaikan kualitas operasional pemerintah yang mencakup: 1. Informasi lebih komparatif, terkendali dan pengawasan kinerja yang lebih baik. 2. Meningkatkan transparansi kinerja pemerintah. 3. Meningkatkan akuntabilitas pada Kementerian/Lembaga dan pengelola keuangan. 4. Informasi yang lebih baik untuk perencanaan, pelaksanaan serta pengambilan keputusan. 5. Lebih berfokus pada tujuan jangka panjang dari keputusan saat ini.

Dalam rangka mendukung perkembangan akuntansi sektor publik khususnya untuk mendorong penerapan basis akrual di berbagai negara, dibentuklah sebuah dewan yang dinamakan International Public Sector Accounting Standards Board (IPSASB). IPSASB merupakan badan yang bernaung di bawah International Federation of Accountants (IFAC), organisasi profesi akuntansi di tingkat internasional. IPSASB merumuskan suatu pernyataan standar yang disebut dengan International Public Sector Accounting Standards (IPSAS). IPSAS terkait dengan pelaporan keuangan sektor publik, baik untuk yang masih menganut basis kas (cash basis) maupun yang telah mengadopsi basis akrual (accrual basis). IPSAS yang berbasis akrual dikembangkan dengan mengacu kepada International Financial Reporting Standards (IFRS), standar akuntansi bisnis yang diterbitkan oleh International Accounting Standards Board (IASB), sepanjang ketentuan-ketentuan di dalam IFRS dapat diterapkan di sektor publik. Meskipun demikian, IPSASB tetap memperhatikan isu-isu yang spesifik di sektor publik yang tidak tercakup di dalam IFRS. Diadopsinya IPSAS oleh pemerintah di berbagai negara diharapkan akan meningkatkan kualitas dan daya banding informasi keuangan yang dilaporkan entitas-entitas sektor publik di seluruh dunia. Dalam mendorong pengadopsian dan harmonisasi ketentuan-ketentuan akuntansi sektor publik di berbagai negara dengan IPSAS, IPSASB menghormati hak pemerintah dan penyusun standar di tingkat nasional dalam menetapkan standar dan pedoman pelaporan keuangan di dalam jurisdiksi mereka masing-masing. Pada penerapannya, negara yang ingin menerapkan akuntansi berbasis akrual dihadapkan pada beberapa masalah berkaitan dengan institusi-institusi yang terlibat dalam perubahan basis akuntansi dari kas menuju akrual. Selain itu akibat perbedaan sifatnya sebagai entitas sektor publik dibandingkan dengan entitas sektor swasta, terdapat beberapa masalah yang timbul akibat adanya kesulitan dalam penilaian berbagai aset yang dimiliki oleh negara. Isu-isu tersebut antara lain sebagai berikut: 1. Kendala kesiapan institusi dalam menerapkan accrual basis accounting Sifat dan kecepatan dari penerapan basis akrual tergantung pada sejumlah faktor. Oleh karena itu, isu-isu pada masa transisi menuju implementasi basis akrual harus diidentifikasi secara komprehensif dan dikaji secara mendalam, sebab perubahan tersebut tentunya bukan sekedar perubahan teknis akuntansi akan tetapi mempengaruhi sejumlah faktor lainnya yang harus dipersiapkan terlebih dahulu. Isu-isu tersebut antara lain: a) Apakah penggunaan basis akrual hanya untuk pelaporan keuangan saja atau akan diterapkan juga dalam reformasi yang lebih luas, misalnya dalam penganggaran. Sebagaimana disebutkan dalam bagian awal pembahasan, wacana penerapan accrual basis budgeting muncul menyusul diterapkannya accrual basis accounting. Hal ini merupakan akibat dari adanya kekhawatiran bahwa penerapan accrual basis hanya dalam pelaporan keuangan tanpa diikuti dengan penerapan accrual basis dalam hal penganggaran akan membuat pelaporan keuangan tersebut tidak dianggap sebagai sesuatu hal yang penting. Penganggaran dalam basis kas memerlukan

pertanggungjawaban yang mengakomodasi basis kas. Dengan demikian laporan keuangan dalam basis akrual dikhawatirkan akan diabaikan oleh DPR.

b) Apakah penerapan basis akrual akan dilakukan secara top-down atau bottom up. Penerapan basis akrual dalam suatu negara yang memiliki banyak institusi di dalamnya secara hierarki akan sangat menyulitkan. Titik awal penerapan basis akrual ini harus ditentukan. Transisi dapat dilakukan mulai dari instansi pusat, mulai dari instansi di daerah, atau secara bersamaan di seluruh instansi yang ada di suatu negara (big bang). c) Komitmen di level politik untuk menerapkan akuntansi akrual. Penerapan akuntansi akrual dalam seluruh institusi dalam suatu negara akan menimbulkan pertentangan di dalamnya. Hal demikian dapat dihindari apabila mekanisme tawar menawar secara politik dapat berjalan dengan baik dengan menghasilkan kesepakatan yang mendukung penerapan basis akrual tersebut. Pada praktiknya, legislatif umumnya bersikap resisten terhadap wacana penerapan basis akrual dalam hal penganggaran, yang pada akhirnya akan melemahkan keseriusan untuk menerapkan basis akrual dalam pelaporan keuangan. Hal ini umumnya disebabkan karena kerumitan penganggaran dengan basis akrual yang dapat melemahkan peran legislatif dalam proses penganggaran. d) Kapasitas dan keahlian SDM yang terkait dan bertanggung jawab terhadap perubahan Perubahan dari basis kas menjadi basis akrual membutuhkan kesiapan SDM yang akan melakukan pencatatan di setiap instansi. Semakin besar dan rumitnya struktur organisasi suatu negara, maka semakin sulit untuk mempersiapkan SDM untuk mengakomodasi perubahan tersebut. e) Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan keuangan negara Sebagaimana disebutkan sebelumnya, dibutuhkan komitmen politik untuk mendorong dilaksanakan peralihan menuju accrual basis accounting. Perwujudan komitmen tersebut tertuang dalam Undang-undang Keuangan Negara yang disepakati oleh pemerintah dan DPR. f) Standar akuntansi serta sistem informasi dan teknologi yang sedang berjalan dan persiapan perubahannya. Transisi penerapan akuntansi berbasis akrual harus mempertimbangkan standar akuntansi yang berlaku sebelumnya. Hal tersebut berkaitan dengan persiapan sumber daya manusia dalam tubuh pemerintah. Beberapa negara menggunakan akuntansi berbasis kas modifikasi dan akrual modifikasi selama masa transisi untuk memudahkan dilakukannya peralihan dari basis kas ke basis akrual. Peralihan secara bertahap ini penting untuk menghindari kekacauan selama periode transisi tersebut. Apabila pelaksanaan pekerjaan akuntansi telah dilakukan menggunakan sistem (teknologi) informasi, maka perhatian pada sistem (teknologi) informasi tersebut turut mendukung. g) Kelengkapan dan keakuratan informasi keuangan yang ada, terutama informasi tentang aset dan kewajiban (utang). Untuk memulai penerapan accrual basis accounting, pemerintah harus memiliki informasi yang mencukupi untuk membuat neraca awal. Informasi keuangan tersebut meliputi jumpah aset yang dimilikinya beserta nilai dari aset-aset tersebut serta daftar utang yang dimiliki pemerintah sampai saat neraca awal akan dibuat.

2. Kendala akibat sifat yang melekat pada entitas akuntansi sektor publik Negara sebagai suatu entitas akuntansi sektor publik memiliki keunikan bila dibandingkan dengan perusahaan pada sektor swasta. Hal ini berkaitan dengan perbedaan sifat aset yang dimiliki dan tujuan penggunaan aset tersebut. Beberapa aset milik negara yang tidak dimiliki oleh perusahaan yang bergerak dalam sektor swasta antara lain aset berupa barang bersejarah, alat-alat militer, dan infrastruktur yang dimanfaatkan oleh publik. a) Penilaian dan pencatatan atas aset-aset bersejarah Atas aset bersejarah tidak dapat dilakukan penilaian dan pencatatan sebagaimana dilakukan oleh perusahaan yang bergerak dalam sektor swasta. Dari sudut pandang teknis, aset bersejarah mempunyai siklus hidup yang lebih lama dibandingkan dengan aset lain pada umumnya. Nilai aset bersejarah tidak berkurang dari waktu ke waktu bahkan cenderung bertambah. Selain itu biaya perolehannya tidak relevan untuk dicantumkan dalam laporan keuangan, karena umumnya tidak diketahui. Penggunaan nilai pasar untuk melakukan penilaiannya juga tidak memungkinkan, karena benda bersejarah tidak dapat dan tidak boleh diperjualbelikan dengan alasan apapun. Nilai penggantian juga tidak memungkinkan untuk diberikan karena nilai aset bersejarah tersebut tidak tergantikan. b) Penilaian dan pencatatan atas aset peralatan militer Peralatan militer umumnya memiliki nilai yang sangat tinggi dan mempunyai kecenderungan untuk rusak, hancur, atau hilang sewaktu-waktu akibat dari

penggunaannya dalam latihan atau perang yang sesungguhnya. Masalah timbul ketika peralatan militer itu digunakan dan akibat penggunaan tersebut, peralatan militer rusak, hancur, atau hilang. Maka atas peralatan tersebut harus dilakukan penghapusan dalam pembukuan. Hal ini menyebabkan pencatatan beban yang besar yang menimbulkan kesan bahwa pemerintah mempunyai kinerja yang buruk. c) Penilaian dan pencatatan atas aset infrastruktur Aset milik negara berupa infrastruktur memiliki kesulitan sendiri dalam penilaiannya. Aset infrastruktur diharapkan memiliki masa manfaat yang sangat panjang, atau diharapkan memiliki masa manfaat seumur hidup. Dengan demikian ketika suatu aset infrastruktur telah dikapitalisasi, perlu dilakukan depresiasi setiap tahunnya. Hal demikian cukup menyulitkan karena masa manfaat sebagai dasar penghitungan depresiasi tidak dapat ditentukan. Kesulitan kedua adalah penilaian atas aset infrastruktur menggambarkan adanya pengeluaran pemeliharaan yang akan timbul di masa yang akan datang. Bila suatu aset dibukukan, maka akan timbul biaya pemeliharaan sehubungan dengan aset yang dicatat tersebut setiap tahunnya. Beban pemeliharaan tersebut mengurangi fleksibilitas dalam penganggaran karena biaya tersebut harus dianggarkan setiap tahun, tidak boleh ditiadakan pada tahun tertentu. Kesulitan ketiga adalah kesulitan dalam menentukan nilai perolehan dari aset infrastruktur tersebut. Permasalahan penilaian perolehan tersebut mirip dengan kesulitan yang dialami ketika melakukan penilaian terhadap aset-aset bersejarah.

You might also like