You are on page 1of 17

MAKALAH

TEORI BELAJAR KOGNITIF ( KELAS-N )

Oleh:
1. Lusi Mentari 2. Defrin Yuniar K.S. 3. Niko Oktarian 4. M. Adyarman Q. (120210102014) (120210102027) (120210102044) (120210102118)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER


2013

Cakupan materi yang akan dibahas pada Makalah ini antara lain, meliputi : 1. Pengertian Teori Kognitif 2. Pengertian Belajar Menurut Pandangan Kognitif 3. Tokoh-tokoh Teori Belajar Kognitif 4. Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Kognitif 5. Tahap tahap Perkembangan dalam Teori Belajar Kognitif 6. Aplikasi Teori Kognitif dalam Pembelajaran 7. Dampak dari Penerapan Teori Belajar Kognitif dalam Pembelajaran 8. Perbedaan Teori Belajar Kognitif dan Teori Behavioristik

Pembahasan

1. Pengertian Teori Kognitif Istilah Cognitive berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia / satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Konsep Teori Kognitif Siswa : pembelajar yang aktif Belajar : proses menemukan (insight aha) dan memperoleh penyelesaian masalah (problem solving) Guru : pendamping, tem,an diskusi serta fasilitator, yang memberikan alat belajar, memanipulasi situasi dan kondisi belajar shg siswa bisa belajar sendiri Kegiatan belajar : untuk mengeksplorasi, manipulasi, eksperimen, bertanya dan berusaha menjawab pertanyaan

2. Pengertian Belajar Menurut Pandangan Kognitif Belajar menurut pandangan kognitif merupakan suatu usaha untuk mengerti tentang sesuatu.Usaha untuk mengerti tentang sesuatu tersebut, dilakukan secara aktif oleh pembelajar.Keaktifan tersebut dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi,

memecahkan masalah, mencermati lingkungan, mempraktekkan, mengabaikan dan respon respon lainnya guna mencapai tujuan. Teori belajar kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi, terutama unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada proses internal berfikir, yakni proses pengolahan informasi. Belajar dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti tentang sesuatu. Usaha untuk mengerti tentang sesuatu tersebut, dilakukan secara aktif oleh pembelajar. Keaktifan tersebut dapat berupa mencari pengalaman, mencari informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan. Mempraktekkan, mengabaikan dan respon-respon yang lainnya guna mencapai tujuan. Para psikolog kognitif berkeyakinan bahwa pengetahuan yang dipunyai sebelumnya, sangat menentukan terhadap perolehan belajar teori belajar yang berasal dari psikologi kognitif adalah teori pemerosesan informasi. Menurut teori ini, belajar dipandang sebagaoi proses pengolahaninformasi dalam otak manusia. Sedangkan pengolahan oleh otak manusia sendiri dimulai dengan pengatan (penginderaan) atas informasi yang berada dalam lingkungan manusia, penyimpanan (baik untuk jangka waktu pendek maupun panjang), penyimpanan / pengkodean / penyadian terhadap informasi-informasi yang tersimpan, dan setelah membentuk pengertian Teori belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.

3. Tokoh-tokoh Teori Belajar Kognitif 1) Jean Piaget (1896-1980) Piaget merupakan salah satu pioner konstruktivis, ia berpendapat bahwa anak membangun sendiri pengetahuannya dari pengalamannya sendiri dengan lingkungan. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada beberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan

lingkungannya. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator dan buku sebagai informasi.

Menurut Jean Piaget, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu : a) Asimilasi yaitu proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Contoh, bagi siswa yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka proses

pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dalam benak siswa), dengan prinsip perkalian (sebagai informasi baru) itu yang disebut asimilasi. b) Akomodasi yaitu penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Contoh, jika siswa diberi soal perkalian, maka berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian tersebut dalam situasi yang baru dan spesifik itu yang disebut akomodasi. c) Equilibrasi (penyeimbangan) yaitu penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Contoh, agar siswa tersebut dapat terus berkembang dan menambah ilmunya, maka yang bersangkutan menjaga stabilitas mental dalam dirinya yang memerlukan proses penyeimbangan antara dunia dalam dan dunia luar.

Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensori motorik tentu lain dengan yang dialami seorang anak yang sudah mencapai tahap kedua (pra-operasional) dan lain lagi yang dialami siswa lain yang telah sampai ke tahap yang lebih tinggi (operasional kongrit dan operasional formal). Jadi, secara umum, semakin tinggi tingkat kognitif seseorang, semakin teratur (dan juga semakin abstrak) cara berfikirnya. Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah : Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.

Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya. 2) David Ausubel (19182008) Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika pengatur kemajuan (belajar)

didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi (mencakup) semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. David Ausubel merupakan salah satu tokoh ahli psikologi kognitif yang berpendapat bahwa keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh kebermaknaan bahan ajar yang dipelajari. Ausubel menggunakan istilah pengatur lanjut (advance organizers) dalam penyajian informasi yang dipelajari peserta didik agar belajar menjadi bermakna. Selanjutnya dikatakan bahwa pengatur lanjut itu terdiri dari bahan verbal di satu pihak, sebagian lagi merupakan sesuatu yang sudah diketahui peserta didik di pihak lain. Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa.. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan lebih bermakna dari pada kegiatan belajar. Dengan ceramahpun asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistimatis akan diperoleh hasil belajar yang baik pula. Ausubel mengidentifikasikan empat kemungkinan tipe belajar, yaitu: a. b. c. d. Belajar dengan penemuan yang bermakna. Belajar dengan ceramah yang bermakna. Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna. Belajar dengan ceramah yang tidak bermakna.

Dia berpendapat bahwa menghafal berlawanan dengan bermakna, karena belajar dengan menghafal, peserta didik tidak dapat mengaitkan informasi yang diperoleh itu dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Dengan demikian bahwa belajar itu akan lebih berhasil jika materi yang dipelajari bermakna.

3) Jerome Bruner (1915 - ) Menurut Bruner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar mahasiswa dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan kemampuan baru yang khas baginya. Dari sudut pandang psikologi kognitif, bahwa cara yang dipandang efektif untuk meningkatkan kualitas output pendidikan adalah pengembangan program-program pembelajaran yang dapat mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual pembelajar pada setiap jenjang belajar. Sebagaimana direkomendasikan Merril, yaitu jenjang yang bergerak dari tahapan mengingat, dilanjutkan ke menerapkan, sampai pada tahap penemuan konsep, prosedur atau prinsip baru di bidang disiplin keilmuan atau keahlian yang sedang dipelajari. Dalam teori belajar, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Menurut Bruner, dalam proses belajar dapat dibedakan tiga fase atau episode, yakni a) Informasi, dalam tiap pelajaran kita peroleh sejumlah informasi ada yang menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya, ada pula informasi yang bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui sebelumnya, misalnya bahwa tidak ada energi yang lenyap. b) Transformasi, informasi itu harus dianalisis diubah atau ditransformasi kedalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas. Dalam hal ini bantuan guru sangat diperlukan. c) Evaluasi, kemudian kita nilai hingga manakah pengetahuan yang kita peroleh dan transformasi itu bisa dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain.

Teori belajar bruner dikenal dengan tiga tahapan belajarnya yang terkenal, yaitu enaktif, ikonik dan simbolik. Pada dasarnya setiap individu pada waktu mengalami atau mengenal peristiwa yang ada di dalam lingkungannya dapat menemukan cara untuk menyatakan kembali peristiwa tersebut di dalam pikirannya, yaitu suatu model mental tentang peristiwa yang dialaminya. Hal tersebut adalah proses belajar yang terbagi menjadi :

a) Tahap enaktif; dalam tahap ini peserta didik di dalam belajarnya menggunakan atau memanipulasi obyek-obyek secara langsung. b) Tahap ikonik; pada tahap ini menyatakan bahwa kegiatan anak-anak mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari objek-objek. Dalam tahap ini, peserta didik tidak memanipulasi langsung objek-objek, melainkan sudah dapat memanipulasi dengan

menggunakan gambaran dari objek. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambargambar yang mewakili suatu konsep (Sugandi, 2004:37). c) Tahap simbolik; tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol secara langsung dan tidak ada lagi kaitannya dengan objek-objek. Anak mencapai transisi dari pengguanan penyajian ikonik ke penggunaan penyajian simbolik yang didasarkan pada sistem berpikir abstrak dan lebih fleksibel. Dalam penyajian suatu pengetahuan akan dihubungkan dengan sejumlah informasi yang dapat disimpan dalam pikiran dan diproses untuk mencapai pemahaman

4) Mex Wertheimenr (1880-1943) Psikologi mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar Gestalt. Peletak dasar pisiologi Gestalt adalah Mex Wertheimenr tahun 1880-1943 yang meneliti tentang pengamatan dalam problem solving. Dari pengamatannya ia sangat menyesalkan penggunaan metode menghafal disekolah dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis (dalam Riyanto,2002). Gestalt dalam bahasa Jerman, berarti Whole Configuration atau bentuk yang utuh, pola, kesatuan, dan keseluruhan lebih dari bagian-bagian. Dalam belajar, siswa harus mampu menangkap makna dari hubungan antara bagian yang satu dengan bagian Yanng lainnya. Pemaknaan makna dari hubungan inilah yang disebut memahami, mengerti atau insight. Menurut pandangan Gestalt, semua kegiatan belajar menggunakan insight atau pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan, terutama hubungan antara bagian dan keseluruhan. Suatu konsep yang terpenting dalam teori Gestalt adalah tentang pengamatan dan pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antara bagian-bagian dalam suatu situasi permasalahan. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan teori Gestalt guru tidak memberikan potongan-potongan atau bagian-bagian bahan ajaran, tetapi selalu satu kesatuan yang utuh.Guru memberikan suatu kesatuan situasi atau bahan yang mengandung persoalanpersoalan, dimana anak harus berusaha menemukan hubungan antar bagian. Menurut teori Gestalt ini pengamatan manusia pada awalnya bersifat global terhadap objek-objek yang dilihat, karena itu belajar harus dimulai dari keseluruhan, baru kemudian berproses kepada bagian-bagian. Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indra-indra seperti mata dan telinga.

5) Wolfgang Kohler (1887-1959)

Wolfgang kohler memperkenalkan penelitiannya yang berkaitan dengan insight learning. Teori yang menekankan akan pemahaman atas suatu proses pembelajaran. Teori Insight in Learning wolfgang kohler adalah adalah suatu proses belajar mengajar yang diawali dengan proses coba-coba dan salah, setelah menemukan suatu cara dalam pemecahan masalah tersebut seseorang akan dengan mudah untuk mengulang cara yang sama sesuai pengalaman yang lalu meskipun masalahnya agak berbeda hingga akhirnya dicapai suatu pemahaman. Insight juga sering dihubungkan dengan pernyataan spontan aha. Kohler dkk melahirkan psikologi Gestalt. Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang berarti keseluruhan. Untuk memperkuat teorinya Kohler mengadakan penelitian pada sembilan Simpanse yang terkurung pada beberapa sangkar. Salah satu dari Simpanse tersebut bernama Sultan. Penelitian tersebut dilakukan selama kurang lebih tujuh tahun yang dimulai dari tahun 1913. Pulau Canary yang menjadi pilihan Kohler dalam melakukan eksperimen. 1) Teori yang di rumuskan oleh Kohler mempunyai implikasi dalam proses pembelajaran, yang dapat dijelaskan sebagai berikut: Pemahaman (insight), dalam proses pembelajaran hendaknya peserta didik memiliki pemahaman yang kuat. 2) Untuk menunjang pembentukan insight, maka guru harus melaksanakan pembelajaran yang bermakna (meaningful learning), bisa dilaksanakan dengan menyusun strategi, memilih metode dan menggunakan media pembelajaran yang tepat. 3) Setiap prilaku mempunyai tujuan (pusposive behavior), Prilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai.Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya, guru mempunyai tanggung jawab untuk membantu peserta didik memahami tujuan pembelajaran. 4) Setiap individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada (life space), dalam menyampaikan materi hendaknya dikaitkan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik. 5) Menurut pandangan teori Gestalt, proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila peserta didik mampu menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk dipergunakan memecahkan masalah dalam situasi lain. 6) Education is social process of change in the behavior of living organisme (Pendidikan adalah proses sosial perubahan dalam perilaku organisme hidup), guru dengan peserta didik, peserta didik dengan guru, peserta didik dengan peserta didik, dan peserta didik dengan masyarakat.

6) Kurt Lewin (1890- 1947)

Teori Belajar Medan kognitif Karya Kurt Lewin merupakan salah satu teori yang termasuk rumpun Cognitive-Gestalt-Field. Teori ini sama dengan Gestalt menekankan keseluruhan dan kesatupaduan.[3] Sebagai langkah awal, penting sekali mengenali pondasi yang mengkonstruksi teori ini. Menurut psikologi gestalt, keseluruhan itu berbeda dari penjumlahan bagian-bagiannya atau membagi-bagi berarti mendistorsi.[4] Kita tidak akan dapat memahami atau menikmati pengalaman mendengarkan simfoni musik orchestra dengan menganalisa konstribusi musisi-musisi yang bermain di dalamnya secara terpisah. Atau kita juga tidak mungkin dapat menikmati keindahan sebuah lukisan bila melihat bagian-bagiannya secara terpisah. Pada pokoknya, psikologi gestalt selalu memberi penekanan pada totalitas atau keseluruhan, bukan pada bagian-bagian. Berbeda dengan kaum behavioral yang berpendapat bahwa belajar adalah pengalaman empiris, maka menurut Gestaltis belajar adalah fenomena konitif. Kognisi sendiri dipahami sebagai proses mental karena kognisi mencerminkan pemikiran dan tidak dapat diamati secara langsung. Kognisi tidak dapat diukur secara langsung, namun melalui perilaku yang ditampilkan dan dapat diamati. Oleh sebab itu belajar merupakan proses mental dan aspekaspek belajar adalah unik bagi spesies manusia.

4. Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Kognitif


Adapun Kelebihan teori Kognitif adalah sebagai berikut: 1. Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah (problem solving) 2. Dapat meningkatkan motivasi. 3. Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri. Dengan teori belajar kognitif siswa dituntut untuk lebih kreatif karena mereka tidak hanya merespon dan menerima rangsangan saja, tapi memproses informasi yang diperoleh dan berfikir untuk dapat menemukan ide-ide dan mengembangkan pengetahuan. Sedangkan membuat siswa lebih mandiri contohnya pada saat siswa mengerjakan soal siswa bisa mengerjakan sendiri karena pada saat belajar siswa menggunakan fikiranya sendiri untuk mengasah daya ingatnya, tanpa bergantung dengan orang lain dengan.

4. Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah Teori belajar kognitif membantu siswa memahami bahan ajar lebih mudah karena siswa sebagai peserta didik merupakan peserta aktif didalam proses pembelajaran yang berpusat pada cara peserta didik mengingat, memperoleh kembali dan menyimpan informasi dalam ingatannya. Serta Menekankan pada pola pikir peserta didik sehingga bahan ajar yang ada lebih mudah dipahami.

Sedangkan Kekurangan teori kognitif adalah sebagai berikut :

1. Untuk teori belajar kognitif ini keberhasilan sebuah pembelajaran tidak dapat

diukur

hanya dengan satu orang siswa saja , maksudnya kemampuan siswa harus diperhatikan. Apabila kita menekankan pada keaktifan siswa, dan tidak dapat dipungkiri ada saja siswa yang tidak aktif dalam menanggapi suatu pelajaran, otomatis pembelajaran ini tidak akan berhasil secara menyeluruh guru juga dituntut untuk mengikuti keaktifan siswa, konsekuensinya adalah guru harus rajin mempelajari hal-hal baru yang mungkin. Konsekuansinya terhadap lingkungan adalah fasilitasfasilitas dalam lingkungan juga harus mendukung, agar siswa semakin yakin dengan apa yang telah mereka pelajari . 2. Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan. 3. Sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut. 4. Beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.

5. Tahap tahap Perkembangan dalam Teori Belajar Kognitif


Menurut Piaget, pengertian seseorang mengalami perkembangan dari lahir sampai menjadi dewasa. Secara garis besar Piaget membedakan empat tahap dalam perkembangan Kognitif seorang anak : a. Periode sensorimotor (usia 02 tahun) Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget

berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan: 1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks. 2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan. 3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan. 4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek). 5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan. 6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas. b. Periode praoperasional (usia 27 tahun) Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan. c. Periode operasional konkrit (usia 711 tahun)

Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah: Pengurutan. Kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil. Klasifikasi. Kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme Decentering. Anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi. Reversibility. Anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya. Konservasi. memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain. Penghilangan sifat Egosentrisme. kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). d. Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa) Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan

nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Perkembangan tahap-tahap tersebut berurutan karena setiap tahap memerlukan tahap yang sebelumnya. Awal dan perkembangan tahap-tahap tersebut dapat berbeda untuk setiap pribadi(*)

6. Aplikasi Teori Kognitif dalam Pembelajaran 1. Guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya. 2. Anak usia pra-sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda kongkret. 3. Guru menuyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks. 4. Guru harus menciptakan pembelajaran yang bermakna dan memperhatikan perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa. 5. Guru hendaknya memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan

Menurut piaget, aplikasi teori kognitif dalam pembelajaran yaitu :

1. Memusatkan perhatian pada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar hasilnya. Guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada hasil tersebut. Pengalaman-pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif dan jika guru penuh perhatian terhadap pendekatan yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud. 2. Mengutamakan peran siswa dalam berinisisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar. Dalam kelas, pengajaran pengetahuan jadi (ready mode knowledge) anak didorong menentukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi sponta dengan lingkungan.

3. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Kognitif mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertunbuhan itu yang berlangsung pada kecepatan berbeda. Oleh karena itu, guru harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas dalam kelas yang terdiri dari individu-individu ke dalam kelompok-kelompok kecil siswa daripada aktivitas dalam kelompok klasikal. 4. Mengutamakan peran siswa saling berinteraksi. Menurut piaget, pertukaran gagasangagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat disimulasikan.

7. Dampak dari Penerapan Teori Belajar Kognitif dalam Pembelajaran


Peserta didik dapat mengembangkan fungsi-fungsi kognitif mereka dengan baik. Setelah fungsi kognitif tersebut berkembang dengan baik maka peserta didik akan mengetahui dan memahami serta menguasai materi pelajaran yang telah di pelajari disekolah dengan baik, maka dengan demikian kegiatan belajar dari siswa akan mengalami kenaikan atau maksimal. Selain itu tanpa pengetahuan tentang kognitif peserta didik guru akan mengalami kesulitan dalam membelajarkan peserta didik di kelas yang pada akhirnya mempengaruhi rendahnya kualitas proses pendidikan yang dilakukan oleh guru di kelas melalui proses belajar mengajar antara guru dengan peserta didik Selain itu penerapan dari Teori Belajar Kognitif dapat menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi, dapat menimbulkan situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan yang dapat dikonstruksi oleh peserta didik, Peserta didik dapat berperan aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya, dan dapat membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.

8. Perbedaan Teori Belajar Kognitif dan Teori Behavioristik Perbedaan dari Teori Belajar Kognitif dan Teori Behavioristik meliputi : No 1. 2. Teori Belajar Kognitif Mementingkan apa yang ada dalam diri Bersifat keseluruhan (molar) Teori Belajar Behavioristik Mementingkan pengaruh lingkungan Bersifat pada bagian-bagian (molekular) 3. Mengutamakan fungsi kognitif Mengutamakan peran reaksi

4.

Hasil belajar berkesinambungan dalam diri

Hasil belajar terbentuk secara mekanis

5. 6.

Dipengaruhi oleh saat itu Mementingkan terbentuknya struktur kognitif

Dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu Mementingkan pembentukan kebiasaan

7.

Memecahkan masalah didasarkan kepada insight

Memecahkan masalah dilakukan dengan cara trial and eror Banyak mempelajari proses belajar

8.

Mempelajari pembentukan konsep, berpikir, dan membangun pengetahuan

9.

Menganggap bahwa pada setiap perilaku atau peristiwa psikologik adalah sebagai perbedaan dari keadaan kesadaran

Menganggap bahwa pada setiap perilaku atau peristiwa psikologik ada proses organismik (fisiologis) yang mendasarinya

10.

Tidak mementingkan faktor genetik

Mementingkan faktor genetik

JOB DISKRIPSI

1. Lusi Mentari (120210102014) Mencari

You might also like