You are on page 1of 16

12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. World health organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan masalah anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. Secara epidemiologi diabetes sering kali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi. Penelitian lain menyatakan bahwa dengan adanya urbanisasi, populasi diabetes tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat karena terjadi perubahan perilaku ruraltradisional menjadi urban. Faktor risiko yang berubah secara epidemiologi diperkirakan adalah bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya aktivitas jasmani dan hiperinsulinemia. Semua faktor ini berinteraksi dengan beberapa faktor genetik yang berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2. Di antara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu di antara penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa datang. Diabetes sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta orang1.

13

A. Pengaturan Gula Darah Tubuh

Pengaturan gula darah tubuh dipengaruhi oleh hormon-hormon yang disekresikan oleh kelenjar pankreas di pulau Langerhans. Hormonhormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon2. Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster didalam ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa diarah kronio dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior berada dileher pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus unsinatis pankreas. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu : 1) 2) Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum. Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan

getahnya namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah. Pankreas manusia mempunyai 1 2 juta pulau langerhans, setiap pulau langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah kapiler. Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan delta. Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama ditengah setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu dengan yang lain. Dalam sel B , molekul insulin membentuk polimer yang juga kompleks dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin karena perbedaan dalam ukuran

14

polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin disintesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian diangkut ke aparatus golgi, tempat ia dibungkus didalam granula yang diikat membran. Granula ini bergerak ke dinding sel oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta kapiler berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah. Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin2,3. 1. Proses Pembentukan Insulin Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan ke dalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah2.

Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (prekusor hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Disini, dengan bantuan anzim peptidase, proinsulin diubah menjadi insulin dan peptide-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan bersama membran sel.

15

Mekanisme

secara

fisiologis

di

atas,

diperlukan

bagi

berlangsungnya proses metabolisme glukosa, sehubungan dengan fungsi insulin dalam proses utilisasi glukosa dalam tubuh. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang member rangsangan terhadap sel beta memproduksi insulin, meskipun beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, juga dapat memiliki efek yang sama. Mekanisme sintesis dan sekresi insulin setelah adanya rangsangan terhadap sel beta cukup rumit, dan belum sepenuhnya dapat dipahami secara jelas. Ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah molekul glukosa memberikan rangsangan pada sel beta. Pertama, proses untuk dapat melewati membran sel yang membutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat pada di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai kendaraan pengangkut glukosa masuk dari luar ke dalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat pada sel beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses ini merupakan langkah penting, agar selanjutnya di dalam sel, molekul glukosa tersebut dapat mengalami proses glikolisis dan fosforilasi yang akan membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terlepas tersebut, dibutuhkan untuk mengaktifkan proses penutupan K-channel yang terdapat pada membran sel. Terlambatnya penngeluaran ion K dari dalam sel menyebabkan depolarisasi membrane sel, yang diikuti kemudian oleh pembentkan Ca-channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga meningkatkan kadar ion Ca intrasel, suasana yang dibutuhkan bagi proses sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan4. 2. Dinamika Sekresi Insulin Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh normal oleg sel beta dalam dua fase, sehingga sekresinya

16

berbentuk bifasik. Seperti dikemukakan, sekresi insulin normal yang bifasik ini akan muncul setelah adanya rangsangan seperti glukosa dari makanan atau minuman. Insulin yang dihasilkan, berfungsi menjaga regulasi glukosa darah agar selalu dalam batas-batas fisiologis, baik saat puasa maupun setelah mendapat beban. Kedua fase insulin yang berlangsung secara sinkron tersebut, menjaga kadar glukosa darah normal, sekaligus mencerminkan metabolism glukosa yang fisiologis. Sekresi fase 1 (acute insulin secretion responce = AIR) adalah sekresi insulin yang terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta, muncul cepat dan berakhir cepat. Sekresi fase 1 (AIR) biasanya memiliki puncak yang relatif tinggi, karena hal itu memang diperlukan untuk mengantisipasi kadar glukosa darah yang biasanya meningkat tajam segera setelah makan. Kinerja AIR yang baik amat penting dalam metabolism glukosa karena akan sangat menentukan bagi terjadinya peningkatan kadar glukosa darah pascaprandial. Dengan demikian, kehadiran AIR yang cepat serta adekuat perlu perlu untuk mempertahankan berlangsungnya proses metabolisme glukosa secara normal. AIR yang normal berperan dalam mencegah terjadinya hiperglikemia akut pasa prandial (HAP) atau lonjakan glukosa darah post prandial (postprandial spike). Selanjtnya, setelah sekresi fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2 (sustained phase, latent phase), dimana sekresi insulin semakin meningkat secara perlahan dan bertahan dalam waktu relatif lebih lama. Setelah berakhirnya fase 1, selnjutnya tugas pengaturan glukosa darah dilanjutkan oleh sekresi fase 2. Sekresi insulin fase 2 yang berlangsung relatif lebih lama, puncaknya (secara kuantitatif) akan ditentukan oleh seberapa besar kadar glukosa darah di akhir fase 1. Jadi, terjadi semacam mekanisme penyesuaian dari sekresi fase 2 terhadap kinerja fase 1 sebelumnya. Apabila kinerja fase 1 tidak adekuat, terjadi mekanisme kompensasi dalam bentuk peningkatan sekresi insulin fase22,4.

17

3. Aksi Insulin

Insulin berperan penting dalam berbagai proses biologis dalam tubuh terutama menyangkut metabolism karbohidrat. Hormone ini berfungsi dalam proses utilisasi glukosa pada hampir seluruh jaringan tubuh, terutama pada otot, lemak, dan hepar. Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor (insulin receptor substrate = IRS) yang terdapat pada membrane sel. Ikatan antara insulin dan reseptor akan menghasilkan semacam signal yang berfungsi bagi proses regulasi atau metabolism glukosa di dalam sel otot atau lemak. Diantaranya meningkatkan kuantitas GLUT-4 pada membran sel, karena proses translokasi GLUT-4 dari dalam sel diaktivasi oleh adanya transduksi sinyal. Jaringan hepar turut berperan dalam mengatur hemostasis glukosa dalam tubuh. Peninggian kadar glukosa darah puasa, lebih ditentukan oleh peningkatan produksi glukosa endogen yang berasal dari proses glukoneogenesis di jaringan hepar. Dalam hal ini, insulin berperan melalui efek inhibisi hormone tersebut terhadap mekanisme produksi glukosa endogen secara berlebihan. Semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah tingkat kemampuan inhibisinya glukosa dari hepar2,4,5. terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, dan semakin tinggi tingkat produksi

18

B. Diabetes Melitus Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Penyebab diabetes mellitus sampai sekarang belum diketahui dengan pasti tetapi umumnya diketahui karena kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter memegang peranan penting3. Dalam beberapa dekade terakhir ini hasil penelitian baik klinik maupun laboratorik menunjukkan bahwa diabetes melitus merupakan suatu keadaan yang heterogen baik sebab maupun macamnya. Walaupun secara klinis terdapat dua macam diabetes namun ada yang berpendapat bahwa diabetes hanya merupakan suatu spektrum defisiensi insulin. Individu yang kekurangan insulin secara total atau hampir total dikatakan sebagai Juvenile onset atau Insulin dependent atau ketosis prone, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Pada kondisi yang lain terdapat pula individu yang stable atau maturity onset atau non-insulin dependent. Orang-orang ini hanya menunjukkan defisiensi insulin yang relatif dan walaupun banyak diantara mereka yang memerlukan suplementasi insulin, tidak akan terjadi kematian karena ketoasidosis walaupun insulin eksogen dihentikan3,6. a. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes, yang gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar gula darah). Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan) misalnya coxsackievirus B dan streptococcus sehingga pengaruh lingkungan dipercaya mempunyai peranan dalam terjadinya DM. Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau pulau langerhans pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas.

19

Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini. b. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran terjadinya NIDDM. Faktor herediter memainkan peran yang sangat besar. Riset melaporkan bahwa obesitas salah satu faktor determinan terjadinya NIDDM sekitar 80% klien NIDDM adalah kegemukan. Overweight membutuhkan banyak insulin untuk metabolisme. Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup menghasilkan insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin menurun atau mengalami gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai pada klien dengan riwayat keluarga menderita DM adalah resiko yang besar. Pencegahan utama NIDDM adalah mempertahankan berat badan ideal. Pencegahan sekunder berupa program penurunan berat badan, olah raga dan diet. Oleh karena DM tidak selalu dapat dicegah maka sebaiknya sudah dideteksi pada tahap awal tanda-tanda/gejala yang ditemukan adalah kegemukan, perasaan haus yang berlebihan, lapar, diuresis dan kehilangan berat badan, bayi lahir lebih dari berat badan normal, memiliki riwayat keluarga DM, usia diatas 40 tahun, bila ditemukan peningkatan gula darah1,6.
Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus (ADA 2005) I. Diabetes Melitus Tipe 1 (Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut) A. Melalui proses imunologik B. Idiopatik II. Diabetes Melitus Tipe 2 (Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin) III. Diabetes Melitus Tipe Lain

A. Defek genetik fungsi sel beta


- Kromosom 12, HNF-1 (dahulu MODY 3) - Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)

- Kromosom 20, HNF-4 (dahulu MODY 1)

20

- Kromosom 13, insulin promoter factor-1 (IPF-1, dahulu MODY 4) - Kromosom 17, HNF-1 (dahulu MODY 5) - Kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6)
- DNA Mitokondria - Lainnya

B. Defek genetic kerja insulin : resistensi insulin tipe A, leprechaunism, sindrom


Rabson Mendenhall, diabetes lipoatrofik, lainnya

C. Penyakit eksokrin pankreas : pankreatitis, trauma/pankreatektomi, neoplasma,


fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, lainnya

D. Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromositoma, hipertiroidisme,


somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya

E. Karena obat/zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormone


tiroid, diazoxid, agonis adregenik, tiazid, dilantin, interferon alfa, lainnya

F. Infeksi : rubella congenital, CMV, lainnya G. Imunologi (jarang) : sindrom stiff-man, antibody anti reseptor insulin, lainnya H. Sindrom genetic lain : sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, Sindrom
Wolframs, ataksia Friedreichs, chorea Huntington, sindrom Laurence-Moon-Biedl, distrofi miotonik, porfiria, sindrom Prader Willi, lainnya IV. Diabetes Kehamilan

1. Insiden Tingkat prevalensi dari DM adalah tinggi, diduga terdapat sekitar 10 juta kasus diabetes di USA dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000 kasus baru serta 75 % penderita DM akhirnya meninggal karena penyakit vaskuler. Penyakit ini cenderung tinggi pada negara maju dari pada negara sedang berkembang, karena perbedaan kebiasaan hidup. Dampak ekonomi jelas terlihat akibat adanya biaya pengobatan dan hilangnya pendapatan. Disamping konsekuensi finansial karena banyaknya komplikasi seperti kebutaan dan penyakit vaskuler. Perbandingan antara wanita dan pria yaitu 3 : 2, hal ini kemungkinan karena faktor obesitas dan kehamilan1.

2. Patofisiologi

21

Apabila

ada

gangguan

pada

mekanisme

kerja

insulin,

menimbulkan hambatan pada utilisasi glukosa serta peningkatan kadar glukosa darah. Secara klinis, gangguan tersebut dikenal sebagai diabetes mellitus. Khususnya pada diabetes mellitus tipe 2 (DMT2), yakni jenis diabetes yang paling sering ditemukan, gangguan metabolisme glukosa disebabkan oleh dua faktor : tidak adekuatnya sekresi insulin secara kuantitatif (defisiensi insulin) dan kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin). Sedangkan pada diabetes mellitus tipe 1 (DMT1), gangguan tersebut hanya mutlak disebabkan oleh defisiensi insulin. Pada DMT2, gangguan berupa disfungsi sel beta dan resistensi insulin adalah dua faktor etiologik yang bersifat bawaan (genetik). Secara klinis, muncul peningkatan kadar glukosa darah oleh karena utilisasi glukosa yang tidak berlangsung sempurna. Proses utilisasi glukosa yang normal membutuhkan insulin dalam jumlah yang cukup dan jaringan tubuh yang sensitif terhadap insulin agar dapat bekerja. Gangguan metabolisme glukosa yang terjadi awalnya disebabkan oleh kelainan pada dinamika sekresi insulin. Kelainan tersebut berupa gangguan pada fase 1 sekresi insulin yang tidak sesuai kebutuhan. Defisinesi insulin yang terjadi, menimbulkan dampak buruk terhadap homeostasis gula darah. Yang pertama terjadi adalah hiperglikemia akut pascaprandial (HAP) yakni peningkatan kadar glukosa darah segera (10-30 menit) setelah beban glukosa (makan atau minum), atau disebut juga lonjakan glukosa darah setelah makan (post-prandial spike). HAP yang muncul akibat tidak normalnya fase 1, memberi dampak pada kinerja fase 2 sekresi insulin. Secara klinis, dampak yang ditimbulkan oleh gangguan fase 1 sekresi insulin dapat dideteksi pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang akan memperlihatkan kecenderungan peningkatan kadar glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa. Hal ini merupakan cerminan dari kegagalan sekresi insulin fase 1 dalam meredam HAP. Meskipun pada mulanya ada upaya berupa peningkatan sekresi fase

22

2, namun secara lambat laun keadaan normoglikemia tidak dapat dipertahankan. Pada satu waktu akan muncul keadaan atau fase yang dinamakan toleransi glukosa terganggu (TGT). Dalam perjalanan penyakit tahap ini sering disebut pre-diabetes (kadar glukosa darah 2 jam setelah beban glukoda = 140-200 mg/dL). Secara fisiologis, dampak peningkatan kadar glukosa darah yang diakibatkan gangguan fase 1, diusahakan mengatasinya oleh fase 2 sekresi insulin. Pada mulanya, melalui mekanisme kompensasi, bahkan sering overkompensasi, insulin disekresi secara berlebihan untuk tujuan normalisasi kadar glukosa darah. Dapat dipahami bahwa lambat laun usaha ini akan berakhir pada tahap kelelahan sel beta (exhaustion) yang disebut tahap dekompensasi sehingga terjadi defisiensi insulin secara absolut. Pada tahap akhir ini, metabolism glukosa semakin buruk karena hiperglikemia yang tidak hanya oleh karena resistensi insulin tapi disertai juga kadar insulin yang rendah6,8. 3. Manifestasi Klinik a.Poliuria Kekurangan untuk glukosa menyebabkan hiperglikemia sehingga plasma atau serum meningkat hiperosmolariti cairan insulin melalui mengangkut

membrane dalam sel

menyebabkan

intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran

23

darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolaritas dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotik (poliuria). b. Polidipsia Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia). c. Poliphagia Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia). d. Penurunan berat badan Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan secara otomatis.
e. Malaise atau kelemahan6,8

4. Diagnosis Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Dalam menentukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai . Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Diagnosis DM umumnya dipikirkan jika ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, dan polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikeluhkan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria serta pruritus vulvae pada wanita. Jika keluhan khas,

24

pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dL juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali saja angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dL, kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dL pada hari yang lain, atau pada hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan 200 mg/dL1.
5. Komplikasi

Diabetes Mellitus bila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, saraf, dan lain-lain9. 6. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan diuraikan sebagai berikut3,6,10 : 1. Perencanaan Makanan. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu : 1) Karbohidrat sebanyak 60 70 % 2) Protein sebanyak 10 15 % 3) Lemak sebanyak 20 25 % Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga didapatkan =

25

1) 2) 3) 4)

Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal Gemuk = > 120% dari BB Ideal.

Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (1030% untuk pekerja berat). Koreksi status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress akut sesuai dengan kebutuhan. Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam beberapa porsi yaitu : 1) Makanan pagi sebanyak 2) Makanan siang sebanyak 3) Makanan sore sebanyak 2. Latihan Jasmani Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.
3. Obat Hipoglikemik10

20% 30% 25%

4) 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.

1)

Sulfonilurea 1) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan. 2) Menurunkan ambang sekresi insulin. 3) Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.

Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :

26

Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih. Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena resiko hipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon juga dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal. 2) Biguanid Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai obat tunggal dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (imt 27-30) dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea 3) Insulin Indikasi pengobatan dengan insulin adalah : a) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis. b) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet (perencanaan makanan). c) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan perlahan lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi tidak tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan kombinasi sulfonylurea dan insulin.
d) Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting

untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan

27

perilaku

untuk

meningkatkan

pemahaman

pasien

akan

penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes.

You might also like